Anda di halaman 1dari 17

BAB I

LAPORAN KASUS INFEKSI

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. K
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Bangsa/suku : Indonesia/Bugis
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa UMI
Alamat : BDP Blok A no 17
Tanggal Pemeriksaan : 23 Februari 2015

B. ANAMNESIS
1) Keluhan utama : Berak encer
2) Anamnesis terpimpin :
Dialami sejak tadi malam, konsistensi encer, ampas tidak ada, lendir ada,
darah tidak ada. Awalnya feses berwarna coklat tetapi lama kelamaan
warna kuning. Frekuensi lebih dari 5 kali dalam sehari. Hari ini pasien
buang air besar tiga kali sebelum ke poliklinik. Mual (+), muntah (-), nyeri
perut (+) di bagian tengah, demam tidak ada. Sejak berak-berak, badan
pasien terasa lemah dan nafsu makannya menurun. Buang air kecil lancar.
Sehari yang lalu pasien memakan nasi bungkus yang di belinya di sekitar
rumah dan malam harinya pasien mulai merasakan mual dan mulai berak
encer.
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya :
a. Riw. penyakit saluran pencernaan sebelumnya (-)
b. Riw. asma (-)
c. Riw. alergi (-)
d. Riw. Maag (+)
e. Riw. Merokok (+)

1
4) Riwayat penyakit keluarga :
a. Riw. hipertensi (-)
b. Riw. penyakit saluran pencernaan (-)
c. Riw. diabetes mellitus (+) yaitu ibu
d. Riw. alergi (-)

C. PEMERIKSAAN FISIS
 Tinggi Badan : 165 cm
 Berat Badan : 55 kg
1) Tanda vital :
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 78 x/menit
 Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 37 0C
2) Pemeriksaan fisis
a. Kepala
 Ekspresi : Biasa
 Simetris muka : Simetris ki=ka
 Rambut : Hitam, sulit dicabut
b. Mata
 Eksoptalmus atau enoptalmus : (-)
 Tekanan bola mata : Tidak dilakukan
pemeriksaan
 Kelopak mata : Dalam batas normal
 Konjungtiva : Anemi (-)
 Kornea : Jernih
 Sklera : Ikterus (-)
 Pupil : Isokor 2,5 mm
c. Telinga
 Tophi : (-)
 Pendengaran : Dalam batas normal

2
 Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
d. Hidung
 Perdarahan : (-)
 Sekret : (-)
e. Mulut
 Bibir : Kering (-)  Tonsil : Hiperemis (-)
 Gigi geligi : Karies (-)  Lidah : Kotor (-)
 Gusi :Perdarahan (-)  Farings: Hiperemis (-)
f. Leher
 Kelenjar getah bening : MT (-), NT (-)
 Kelenjar gondok : MT (-), NT (-)
 DVS : R-2 cmH2O
 Kaku kuduk : (-)
 Tumor : (-)
g. Dada
 Inspeksi : Simetris ki=ka
 Bentuk : Normochest
 Pembuluh darah : Bruit (-)
 Buah dada : Tidak ada kelainan
 Sela iga : Tidak ada pelebaran

h. Thorax
 Palpasi : Fremitus Raba : Ki=Ka
Nyeri tekan : (-)
 Perkusi: Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru hepar : ICS VI Dextra Anterior
Batas paru belakang kanan : V Th IX Dextra Posterior
Batas paru belakang kiri : V Th X Sinistra Posterior
 Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/- Wh -/-

3
i. Punggung
 Inpeksi : skoliosis (-), kifosis (-)
 Palpasi : MT (-), NT (-)
 Nyeri ketok : (-)
 Auskultasi : Rh -/- Wh -/-
j. Cor
 Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal
 Auskultasi : BJ I/II murni regular
 Bunyi tambahan : Bising (-)
k. Abdomen
 Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
 Palpasi : MT (-), NT (-) daerah epigastrium
 Hati : Tidak teraba
 Limpa : Tidak teraba
 Ginjal : Ballotement (-)
 Lain-lain : (-)
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Peristaltik (+), kesan meningkat
l. Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
m. Anus dan rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
n. Ekstremitas
 Edema : (-)
 Kulit : Peteki (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan

E. DIAGNOSIS
Diare akut

4
F. PENATALAKSANAAN
1) Pengobatan farmakologi yang diberikan adalah:
 Cotrimoxazole 2x1
 Papaverin 2x1
 Lodia 2x1
2) Pengobatan nonfarmakologi berupa saran kepada pasien untuk:
 Membiasakan hidup bersih antara lain, mencuci tangan sebelum
makan dan sehabis keluar dari kamar mandi
 Menjaga kebersihan rumah, cara penyediaan makanan dan pembelian
makanan dari sumber yang bersih.
 Makan secara teratur, mengurangi makanan yang bersantan, berbumbu
pedas, memperbanyak konsumsi buah yang mengandung vitamin, dan
memperbanyak minum air putih.
 Mengontrol kesehatan secara teratur.

G. HASIL WAWANCARA
Wawancara dilaksanakan untuk mengetahui keadaan lingkungan sekitar
pasien dan hubungan antara lingkungan dengan penyakit yang diderita.
Dengan demikian pasien dan keluarga dapat memahami bagaimana pengaruh
lingkungan terhadap suatu penyakit dan sebaliknya bagaimana suatu penyakit
dapat mempengaruhi lingkungan.
1. Profil Keluarga
Tn.K adalah seorang mahasiswa fakutas pertanian di UMI, tinggal
bersama seorang adiknya. Kedua orang tuanya tinggal dan bekerja di
Barru.
2. Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga
Tn.K adalah seorang mahasiswa fakutas pertanian di UMI. Mereka tinggal
di sebuah rumah batu dengan 2 buah kamar tidur, 1 buah kamar mandi dan
WC, dapur, dan ruang tamu. Menurutnya, kebutuhan sehari-harinya cukup
terpenuhi.
3. Riwayat Penyakit Keluarga

5
Dari penuturan Tn. K diketahui dia tidak memiliki riwayat penyakit
saluran pencernaan sebelumnya maupun alergi. Namun, pada Ibunya
mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus.
4. Pola Konsumsi Makanan
Diakui Tn. K makanan yang dikonsumsi setiap hari adalah makanan yang
dibeli di pinggir jalan tanpa memerhatikan kebersihan tempat tersebut.
Dalam menu makanan sehari-hari jarang mengkonsumsi sayur dan buah.
Di rumah pasien jarang memasak karena kesibukan dirinya sehingga
pasien lebih sering mengkonsumsi makanan di luar.
5. Psikologi dalam Hubungan dengan Keluarga dan tetangga
Hubungan pasien dengan Kelurganya cukup harmonis, dan mereka selalu
menyempatkan diri untuk berkumpul pada dari libur.
6. Lingkungan
Hubungan dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggal baik.

6
TINJAUAN PUSTAKA
DIARE AKUT

I. PENDAHULUAN
Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada dewasa.
Diperkirakan pada orang dewasa pada setiap tahunnya mengalami diare akut atau
gastroenteritis akut sebanyak 99 000 000 kasus. Di Amerikat Serikat, diperkirakan
8 000 000 pasien berobat ke dokter dan lebih dari 250 000 pasien dirawat di
rumah tiap tahun (1,5% merupakan pasien dewasa) yang disebabkan karena diare
atau gastroenteritis. Kematian yang terjadi, kebanyakan berhubungan dengan
kejadian diare pada anak-anak atau usia lanjut usia di mana kesehatan pada usia
pasien tersebut rentan terhadap dehidrasi sedang-berat. Frekuensi kejadian diare
pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3 kali
dibandingkan negara maju.1, 2

II. DEFINISI
Menurut Buku Ilmu Penyakit Dalam FKUI edisi IV Jilid 1, diare adalah
buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah
padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau
200ml/24 jam. Definisi lain memakai criteria frekuensi yaitu bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali dalam 24 jam) disertai perubahan
konsistensi tinja dengan/tanpa darah dan/atau lendir.1
Diare akut didefinisikan sebagai diare yang berlangsung kurang dari 15
hari. Sedangkan menurut World Gastroenterology Organisation global guidelines
2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan
jumlah lebih banyak dari normal berlangsung kurang dari 14 hari.3
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya
para pakar di dunia telah mengajukan beberapa criteria mengenai batasan kronik
pada kasus diare tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan dan 3 bulan, tetapi
di Indonesia dipilih waktu lebih 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat
menginvestigasi penyebab diare dengan lebih tepat.1, 4, 5

7
III. ETIOLOGI
Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga
sering kali akibat dari racun bacteria. Dalam kondisi hidup yang bersih dan
dengan makanan mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh
dari infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu.
Namun untuk individu yang sakit atau kurang gizi, diare dapat menyebabkan
dehidrasi yang parah dan dapat mengancam jiwa bila tanpa perawatan.6, 7
Diare akut umumnya disebabkan oleh infeksi virus (40-60%), hanya 10%
disebabkan oleh infeksi bakteri yang rentan terhadap antibiotika. Penyebab lain
adalah infeksi parenteral, salah makan, malabsorbsi, kadang oleh factor kejiwaan.
1, 2

Adapun macam – macam diare dapat digolongkan sebagai berikut :1, 3, 4


1) Diare osmotic
Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotic intralumen dari usus
halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat-zat kimia yang hiperosmotik, bahan
makanan tertentu tidak dapat diserap dan tertinggal di usus dan menyebabkan
peningkatan kandungan air dalam tinja. Makanan tertentu yaitu buah dan
kacang-kacangan, heksitol, sorbitol juga manitol (pengganti gula dalam
makanan dietetik, permen dan permen karet).
a. Kekurangan laktase juga bisa menyebabkan diare osmotik. Laktase
merupakan enzim yang ditemukan dalam usus halus, yang mengubah gula
susu menjadi glukosa dan galaktosa, sehingga dapat diserap dalam darah.
b. Jika seseorang kekurangan laktase minum susu atau makanan produk
olahan susu.maka laktosa tidak akan diubah tapi terkumpul di usus dan
menyebabkan diare.
c. Diare akan berhenti jika penderita berhenti memakan atau meminum
bahan tersebut.
2) Diare sekretorik
Diare yang disebabkan jika usus kecil dan usus besar mengeluarkan garam
(terutama natrium klorida) dan air dalam tinja. Dan dapat pula disebabkan
oleh toksin tertentu seperti pada kolera yang bisa lebih dari 1 liter/hari dan

8
diare infeksius lainnya. Bahan lainnya yang juga dapat menyebabkan
pengeluaran air dan garam adalah minyak kastor dan asam empedu lalu tumor
tertentu misal karsinoid, gastrinoma dan vipoma.
3) Sindroma malabsorbsi
Penderita tidak dapat mencerna makanan secara normal. Diare tipe ini
didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan
penyakit-pemyakit saluran bilier dan hati. Malabsorbsi juga dapat disebabkan
oleh beberapa keadaan seperti :
a. Sariawan non-tropical
b. Penyakit hati
c. Kekeringan enzim tertentu di usus halus
d. Insufiensi pankreas
e. Pengangkatan sebagian usus
4) Diare eksudatif
Disebabkan karena lapisan usus besar mengalami peradangan atau membentuk
tukak, lalu melepaskan protein yang akan meningkatkan kandungan serat dan
cairan pada tinja. Dan dapat pula disebabkan oleh penyakit seperti :
a. Kanker
b. Limfoma
c. teberkulosis
d. Jika mengenai lapisan rectum, penderita akan merasakan desakan untuk
buang air besar karena rectum mengalami peradangan lebih sensitif
terhadap peragangan oleh tinja.
5) Perubahan pasase usus
Untuk mendapatkan konsistensi yang normal tinja harus berada dalam usus
besar dalam waktu tertentu karena tinja yang terlalu cepat meninggalkan usus
besar akan berbentuk cair dan bila terlama akan keras dan kering.
6) Pertumbuhan bakteri berlebih
Pertumbuhan bakteri alami usus dalam jumlah yang sangat banyak atau tidak
ditemukan dalam usus. Bakteri alami usus memegang peranan penting dalam
proses pencernaan karena itu bila gangguan pada bakteri usus dapat

9
menyebabkan diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas
non-invasif (tidak merusak mukosa) dan invasive (merusak mukosa). Bakteri
non invasive menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri
tersebut yang disebut diare toksigenik.
Penyebab diare lain yang tersering yaitu virus, khas berak-berak air, berbusa,
tidak ada darah atau lendir dan berbau asam.

IV. PATOFISIOLOGI
Diare akut infeksi terutama ditularkan secara fekal oral. Hal ini disebabkan
masukan minuman atau makan yang terkontaminasi tinja ditambah dengan
ekskresi yang buruk, makanan yang tidak matang, atau bahkan disajikan tanpa
dimasak. PenularaTnya adalah transmisi dari orang ke orang melalui aerosolisasi
(Norwalk, Rotavirus), tangan yang terkontaminasi (Clostridium difficile), atau
melalui aktivitas seksual.6, 8
Faktor penentu terjadinya diare adalah faktor agent dan host. Faktor host
adalah kemampuan pertahanan tubuh seseorang terhadap mikroorganisme, berupa
daya tahan tubuh atau lingkungan lumen saluran cerna, seperti keasaman
lambung, motilitas lambung, imunitas, juga mencakup lingkungan mikroflora
usus.6, 8
Faktor yang mempengaruhi patogenesis diare antara lain daya penetrasi
yang merusak sel mukosa, kemampuan agent memproduksi toksin yang
mempengaruhi sekresi cairan di usus, serta daya lekat kuman yang dapat
membentuk koloni. Patogenesis diare terbagi dua yaitu :3-6
1. Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus, namun tidak
merusak mukosa. Toksin meningkatkan kadar siklik AMP di dalam sel dan
menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti air,
ion karbonat, natrium, dan kalium. Bakteri yang termasuk golongan ini di
antaranya adalah enterotoksigenik E. coli (ETEC) dan S. aureus. Secara klinis
dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan meninggalkan dubur

10
secara deras dan banyak (voluminous). Keadaan ini disebut diare sekretorik
isotonik voluminal.
2. Bakteri enteroinvasif
Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi, dan
bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah.
Bakteri yang termasuk dalam golongan ini di antaranya adalah enteroinvasive
E. coli (EIEC), S. paratyphi B, S. enteriditis, Shigella, dan Yersinia.
Penyebab diare lainnya, seperti parasit, menyebabkan kerusakan berupa
ulkus besar (E. histolytica), kerusakan vili yang penting untuk penyerapan air,
elektrolit, dan zat makanan (G. lambdia). Sementara mekanisme yang disebabkan
oleh virus masih belum jelas. Kemungkinan dengan merusak sel epitel mukosa
walaupun hanya superfisial, sehingga mengganggu absorbsi air dan elektrolit. Sel-
sel kripti berproliferasi dan menyebabkan bertambahnya sekresi cairan ke dalam
lumen usus. Selain itu, terjadi pula kerusakan enzim-enzim disakarida yang
menyebabkan intoleransi laktosa, yang akhirnya memperlama diare.8

V. MANIFESTASI KLINIS
Pasien diare akut akibat infeksi sering mengalami mual, muntah, nyeri
perut sampai kejang perut, demam, dan diare. Kekurangan cairan menyebabkan
pasien merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun,
serta suara menjadi serak. Asidosis metabolik akan menyebabkan frekuensi
pernapasan lebih cepat dan dalam (pernapasan Kusmaul). Bila terjadi renjatan
hipovolemik berat maka denyut nadi cepat (> 120 kali/menit), tekanan darah
menurun sampai tidak terukur, pasien geliah, muka pucat, ujung-ujung
ekstremitas dingin, dan kadang sianosis. Kekurangan kalium dapat menyebabkan
aritmia jantung. Perfusi ginjal dapat menurun sehingga timbul anuria, sehingga
bila kekurangan cairan tak segera diatasi dapat timbul penyulit berupa nekrosis
tubular akut.3, 5, 6
Secara umum, diare karena infeksi akut dibagi menjadi golongan
koleriform yaitu diare yang terutama terdiri atas cairan saja, dan golongan

11
disentriform yaitu diare yang didapatkan lendir kental dan kadang-kadang
darah.3,5

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare yag
berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan tersebut adalah seperti pemeriksaan darah tepi lengkap,
kadar eleltrolit serum, ureum, kretinin, pemeriksaan tinja dan ELISA mendeteksi
giardiasis dan tes serologi amebiasis dan foto x-ray abdomen.3, 4

VII. PENATALAKSANAAN
Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang
adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin.
Bila pasien kehilangan banyak cairan dan dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif
seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonic mengandung
elektrolit dan gula atau starch harus diberikan.9, 10
Diare merupakan suatu gejala dan pengobataTnya tergantung pada
penyebabnya. Oleh karena itu ada penggolongan obat diare :9, 10
1. Kemoterapeutika untuk terapi kausal yaitu memberantas bakteri penyebab
diare seperti antibiotika, sulfonamide, kinolon, dan furazolidon.
a. Racecordil : Pertama kali di pasarkan di Perancis tahun 1993 yaitu anti
diare yang ideal, tidak mempunyai efek buruk pada
system saraf pusat dan tidak menyebabkan
ketergantungan.
b. Loperamide : Golongan opioid yang bekerja dengan cara
memperlambat motilitas saluran cerna dengan
mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus.
c. Nifuroxazide : Senyawa nitrofuron memiliki efek bakterisidal terhadap
Eschechia coli, Streptococcus, dll. Nifuroxazide bekerja
pada saluran cerna.

12
2. Obstipansia untuk terapi simtomatis (menghilangkan gejala) yang dapat
menghentikan diare:
a. Zat penekan peristaltic : Memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi
air dan elektrolit
b. Adstringensia : Menciutkan selaput lendir usus
c. Adsorbensia : Seperti karbo adsorben menyerap zat beracun.
3. Spasmolitik : Zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot
yang sering mengakibatkan nyeri perut pada
diare.

VIII. PENCEGAHAN
Untuk mengurangi jumlah penderita diare khususnya pada balita dan anak-
anak, maka yang harus dilakukan antara lain:8
a. Pemberian ASI pada balita.
b. Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang.
c. Membiasakan mencuci tangan.
d. Menjaga kebersihan perabot atau mainan si kecil.

13
DISKUSI

Tn.K adalah seorang penderita Diare Akut. Hal ini diketahui setelah ia
memeriksakan dirinya ke Poliklinik Umum RS. Ibnu Sina. Awalnya Tn.K
mengkonsumsi nasi bungkus yang dibeli di warung pinggir jalan tanpa
meperhatikan kebersihan tempat tersebut. Pada malam harinya Tn.K mengalami
berak-berak dengan konsistensi encer di sertai lendir lebih dari 5 kali. Pada saat
Tn.K datang ke Poliklinik, Tn.K telah buang air besar sebanyak 3 kali. Tn.K juga
mengeluhkan adanya rasa mual disertai nyeri perut bersamaan dengan berak-
berak. Sejak mengalami berak-berak, badan pasien terasa lemah dan nafsu
makannya menurun.
Tn.K adalah salah satu mahasiswa fakultas pertanian di UMI. Tn.K
memiliki pola makan sehari-hari yang tidak teratur dan tidak seimbang. Diakui
Tn. K selama ini bahwa pola makannya sehari-hari tidak teratur dan tidak
seimbang. Makanan yang dikonsumsi setiap hari adalah makanan yang dibeli di
pinggir jalan tanpa memerhatikan kebersihan tempat tersebut. Dalam menu
makanan sehari-hari jarang mengkonsumsi sayur dan buah. Di rumah ia jarang
memasak karena kesibukannya sehingga ia lebih sering mengkonsumsi makanan
di luar.
Obat yang diminum oleh Tn. K adalah Cotrimoxazole, Papaverin, Lodia.
Cotrimoxazole merupakan salah satu jenis antibiotik. Penelitian yang dilakukan
oleh Pudjarwanto Triatmodjo, diperoleh hasil bahwa Di Jawa Barat kanamisin
lebih efektif dari pada cotrimoxazole, tingkat resistensi Shigella terhadap
kanamisin 7,1%, sedangkan terhadap kotrimoxazol 14,2%. Ampisilin, tetrasiklin
dan kloramfenikol efektivitasnya dibawah kanamisin dan cotrimoxazol. Di Jakarta
tingkat resistensi Shigella terhadap ketiga jenis antibiotik tersebut berkisar antara
30%-50%, sedangkan di Jawa Barat lebih tinggi lagi yaitu antara 57%-85%,
sedangkan untuk kanamisin dan cotrimoxazole adalah sama.
Papaverin adalah obat golongan spasmolitik yang berasal dari alkaloid
opium golongan benzilisokinolin. Papaverine dapat mengurangi atau
menghilangkan gerakan propulsi usus besar, meninggikan tonus dan

14
menyebabkan spasme usus halus; akibatnya penerusan isi kolon diperlambat dan
tinja menjadi lebih keras. Hal ini menyebabkan penderita tidak merasakan
kebutuhan untuk defekasi. Oleh karena itu, alkaloid morfin berguna menghentikan
diare berdasarkan efek langsung terhadap otot polos usus. Pada saat sekarang ini,
telah tersedia senyawa-senyawa sintetik yang bekerja lebih selektif pada saluran
cerna misalnya difenoksilat dan loperamid. (Farmakologi FKUI, 2004)
Lodia berisi Loperamide golongan opioid yang bekerja dengan cara
memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan
longitudinal usus. Penelitian oleh Li Su Ting yang menyebutkan bahwa
Loperamide berguna mengurangi jangka waktu diare. Disebutkan pula bahwa
pasien yang randomized dengan penggunaan loperamide, didapatkan 34% dapat
sembuh setelah 24 jam terapi dan 41% pun sembuh setelah 48 jam terapi.
Selain pengobatan farmakologis dibutuhkan upaya nonfarmakologis
berupa memberikan saran mengenai pola hidup sehat, antara lain makan makanan
yang terjamin kebersihan dan kesehatannya, cukup, dan teratur; dan istirahat yang
cukup. Di samping itu, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan rumah. Serta
senantiasa mengontrol kesehatan secara teratur ke poliklinik atau rumah sakit.

Gambar 1. Lokasi depan rumah

15
Gambar 2. Kamar tidur

Gambar 3. Kamar mandi

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Simadibrata M, Daldiyono K. Diare akut. In: Buku ajar ilmu penyakit


dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. p. 410-
415.
2. Mansjoer A. Diare akut. In: Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius; 2000. p. 500-504.
3. Guandalini S. Diarrhea. Available at: URL:
http://emedicine.medscape.com/. Accessed 27 Februari, 2014.
4. Stein J. Diare. In: Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2000. p. 261-266.
5. Virdayati. Perbandingan Manifestasi Klinis dan Pola Epidemiologi Infeksi
Rotavirus dan Non Rotavirus pada Penderita Diare Akut di RSMH
Palembang. Available at: URL: http://grey.litbang.depkes.go.id/. Accessed
27 Februari, 2014.
6. Fauci, Braundwald. Diarrehea and Constipation. In: Horrison’s Principles
of Internal Medicine. 17 ed. USA: U.S Government employees; 2008.
7. Triatmodjo P. Distribusi Geografis Pola Resistensi Shigella terhadap
Beberapa Jenis Antibioti di daerah Jakarta dan Jawa Barat. Cermin Dunia
Kedokteran 1993:49-51.
8. Zein U. Diare Akut Infeksius Pada Dewasa. Sumatera Utara: Fakultas
Kedokteran Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Sumatera Utara; 2004.
9. Karam GA, Rashidinejad HR, Aghaee MM, Ahmadi J, Rahmani MR,
Mahmoodi M, et al. Opium can differently alter blood glucose, sodium
and potassium in male and female rats. Available at: URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. Accessed 27 Februari, 2014.
10. Li S-TT, Grossman DC, Cummings P. Loperamide Therapy for Acute
Diarrhea in Children: Systematic Review and Meta-Analysis. Available at:
URL: http://www.plosmedicine.org/. Accessed 27 Februari, 2014.

17

Anda mungkin juga menyukai