Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PERSALINAN
1. Pengertian Persalian
Persalinan adalah suatu proses terjadinya pengeluaran baji yang cukup bulan atau hamper
cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu
(Mitayani, 2009).

2. Etiologi Persalinan
Sebab-sebab mulainya persalinan belum diketahui dengan jelas, namun ada banyak faktor
yang memegang peranan penting sehingga menyebabkan persalinan.Beberapa teori yang
dikemukakan adalah:
a. Penurunan kadar Estrogen dan Progesteron
Hormon progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya hormon
estrogen meninggikan kerentanan otot-otot rahim. Selama kehamilan terdapat
keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen di dalam darah, tetapi pada akhir
kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his.
b. Teori Oksitosin
Hormon oksitosin mempengaruhi kontraksi otot-otot rahim. Pada akhir kehamilan,
kadar oksitosin bertambah, sehingga uterus menjadi lebih sering berkontraksi.
c. Teori Distansia Rahim
Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung, bila dindingnya teregang oleh
karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya.Demikian
dengan rahim, maka dengan majunya kehamilan makin teregang otot-otot dan otot-otot
rahim makin rentan.
d. Pengaruh Janin
Hipofyse dan kelenjar suprarenal janin memegang peranan oleh karena pada
anencephalus kehamilan sering lebih lama dari biasa.
e. Teori Prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua, menjadi salah satu penyebab permulaan
persalinan.
f. Teori Plasenta menjadi tua
Menurut teori ini, plasenta menjadi tua akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan
progesteron yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah, hal ini akan
menimbulkan kontraksi rahim.

3. Tahapan Persalinan
a. Kala I (kala pembukaan)
Dimulai pada waktu serviks membuka karena his: kontraksi uterus yang teratur,
makin lama, makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai pengeluaran darah-
lendir yang tidak lebih banyak daripada darah haid. Pembukaan serviks dikaji pada
ostium internal, hasilnya secara subjektif dinyatakan dalam sentimeter dan 10 cm
diartikan sebagai pembukaan lengkap. Rata-rata servik menonjol ke vagina 4 cm.
Penipisan dapat dinyatakan dalam persentase (100% bearti setipis kertas) atau dalam
sentimeter.
Berakhir pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksa dalam,
bibir porsio serviks tidak dapat diraba lagi). Selaput ketuban biasanya pecah spontan
pada saat akhir kala I.
Terdapat 2 fase pada Kala 1 ini, yaitu :
1) Fase laten : pembukaan sampai mencapai 3 cm, berlangsung sekitar 8 jam.
2) Fase aktif : pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung sekitar 6
jam. Fase aktif terbagi atas :
a) Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm.
b) Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm.
c) Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap (+ 10 cm).
Perbedaan proses pematangan dan pembukaan serviks (cervical effacement) pada
primigravida dan multipara :
1) Pada primigravida terjadi penipisan serviks lebih terlebih dahulu sebelum terjadi
pembukaan, sedangkan pada multipara serviks telah lunak akibat persalinan
sebelumnya, sehingga langsung terjadi proses penipisan dan pembukaan.
2) Pada primigravida, ostium internum membuka terlebih dahulu daripada ostium
eksternum (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti lingkaran kecil di tengah),
sedangkan pada multipara, ostium internum dan eksternum membuka bersamaan
(inspekulo ostium tampak berbentuk seperti garis lebar)
3) Periode Kala 1 pada primigravida lebih lama (+ 20 jam) dibandingkan multipara
(+14 jam) karena pematangan dan pelunakan serviks pada fase laten pasien
primigravida memerlukan waktu lebih lama.

b. Kala II (kala pengeluaran janin)


Dimulai pada saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir pada saat bayi
telah lahir lengkap. Pada kala II ini His menjadi lebih kuat, lebih sering, dan lebih lama.
Selaput ketuban mungkin juga sudah pecah/ baru pecah spontan pada awal kala 2 ini.
Rata-rata waktu untuk keseluruhan proses kala II pada primigravida lebih kurang 2 jam,
dan multipara 1 jam.
Sifat His frekuensi 3-4 kali / 10 menit. Refleks mengejan terjadi juga akibat
stimulasi dari tekanan bagian terbawah janin (pada persalinan normal yaitu kepala)
yang menekan anus dan rektum. Tambahan tenaga meneran dari ibu, dengan kontraksi
otot-otot dinding abdomen dan diafragma, berusaha untuk mengeluarkan bayi. Pada
waktu his, kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum meregang.
Dengan his mengedan maksimal kepala janin di lahirkan dengan suboksiput di bawah
simpisis dan dahi, muka, dagu melewati perineum. Setelah his istriadat sebentar, maka
his akan mulai lagi untuk meneluarkan anggota badan bayi.

c. Kala III (pengeluaran plasenta)


Kala III berlangsung dari lahirnya bayi sampai dengan lahirnya plasenta secara lengkap
dari dinding uterus. Biasanya plasenta lepas dalam 5-30 menit setelah kelahiran bayi
dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta di
sertai dengan pengeluaran darah.
Tanda-tanda pelepasan plasenta:
1) Uterus menjadi bundar
2) Semburan darah mendadak
3) Tali pusat bertambah panjang

Tingkat kelahiran plasenta :


1) Melepasnya plasenta dari tempat implantasi di dinding uterus.
2) Pengeluaaran plasenta dari cavum uteri.
3) Pelepasan dapat di mulai dari tengah (Sentral, menurut Schultz).
4) Dari pinggir plasenta ( Marginal,menurut Duncan).
5) Serentak dari tengah atau dari pinggir plasenta.
6) Umumnya pendarahan tidak melebihi 400 ml.

d. Kala IV
Menurut Lockhart, 2014 kala IV dimulai dari saat lahirnya plasena sampai 2 jam
pertama post partum. Observasi yang di lakukan pada kala IV adalah :
1) Tingkatk kesadaran
2) Pemeriksaan tanda – tanda vital, tekanan darah, nadi dan pernafasan
3) Kontraksi uterus
4) Perdarahan : dikatakan normal jika tidak melebihi 500 cc

4. Proses Terjadinya Persalinan


Bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan
teori - teori yang komplek antara lain dari faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim,
pengaruh tekanan pada saraf, dan nutrisi.
a. Teori peregangan
1) Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
2) Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
3) Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah
4) keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses
5) persalinan.
b. Teori penurunan progesterone
1) Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur 28 minggu,
2) dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan
dan buntu.
3) Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif
terhadap oksitosin.
4) Akibat otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan
progesterone tertentu.
c. Teori oksitosin internal
1) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis past posterior.
2) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat mengubah sensitivitas
otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks.
3) Menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan maka oksitosin
dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat mulai.
d. Teori prostaglandin
1) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur hamil 15 minggu, yang
dikeluarkan oleh desidua.
2) Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan otot rahim sehingga hasil
konsepsi dikeluarkan.
3) Prostaglandin kontraksi dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
e. Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis
1) Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi
(mulainya) persalinan
2) Dari percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-pituitari
dengan mulainya persalinan (Manuaba, 2002)

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan


a. Power
His (kontraksi ritmis otot polos uterus) adalah kekuatan mengejan ibu keadaan
kardiovaskuler respirasi metabolik ibu. Kontraksi uterus berirama teratur dan
involunter serta mengikuti pola yang berulang. Setiap kontraksi uterus memiliki tiga
fase yaitu: increment (ketika intensitasnya terbentuk), acme (puncak atau
maksimum), decement (ketika relaksasi).
Kontraksi uterus terjadi karena adanya penimbunan dan pengikatan kalsium
pada Retikulum Endoplasma (RE) yang bergantung pada Adeno Triphospat (ATP) dan
sebaliknya E2 dan F2 mencegah penimbunan dan peningkatan oleh ATP pada RE, RE
membebaskan kalsium ke dalam intra selular dan menyebabkan kontraksi miofibril.
Setelah miofibril berkontraksi, kalsium kembali lagi ke RE sehingga kadar kalsium
intraselular akan berkurang dan menyebabkan relaksasi miofibril.
Peregangan serviks oleh kepala janin akhirnya menjadi cukup kuat untuk
menimbulkan daya kontraksi korpus uteri dan akan mendorong janin maju sampai janin
dikeluarkan. Ini sebagai umpan balik positif, kepa la bayi meregang serviks, regangan
serviks merangsang kontraksi fundus mendorong bayi ke bawah dan meregangkan
serviks lebih lanjut, siklus ini berlangsung terus menerus.
Kontraksi uterus bersifat otonom artinya tidak dapat dikendalikan oleh
parturien, sed angkan saraf simpatis dan parasimpatis hanya bersifat koordinatif
1) Kekuatan his kala I bersifat
 Kontraksi bersifat simetris.
 Fundus dominan.
 Involunter artinya tidak dapat diatur oleh parturien.
 Kekuatan makin besar dan pada kala pengeluaran diikuti dengan reflek
mengejan.
 Diikuti retraksi artinya panjang otot rahim yang berkontraksi tidak akan
kembali ke panjang semula.
 Setiap kontraksi mulai dari “pace maker” yang terletak
 sekitar insersi tuba dengan arah penjalaran ke daerah
 serviks uteri dengan kecepatan 2 cm per detik.
2) Kekuatan His Kala II
Kekuatan his pada akhir kala pertama atau permulaan kala dua mempunyai
amplitudo 60 mmHg, interval 3 -4 menit, durasi berkisar 60-90 detik. Kekuatan his
menimbulkan putaran paksi dalam, penurunan kepala atau bagian terendah
menekan serviks di mana terdapat fleksus frikenhauser sehingga terjadi reflek
mengejan. Kekuatan his dan reflek mengejan mengakibatkan ekspulsi kepala
sehingga be rturut -turut lahir ubun -ubun besar, dahi, muka, kepala seluruhnya.
3) Kekuatan His Kala III
Setelah istirahat sekitar 8-10 menit berkontraksi untuk melepaskan plasenta dari
insersinya.
4) Kekuatan His Kala IV
Setelah plasenta lahir kontraksi rahim tetap kuat dengan amplitudo sekitar
60 - 80 mmHg. Kekuatan kontraksi ini tidak diikuti oleh interval pembuluh darah
tertutup rapat dan terjadi kesempatan membentuk trombus. Melalui kontraksi yang
kuat dan pembentukan trombus terjadi penghentian pen geluaran darah postpartum

b. Passage
Passage adalah keadaan jalan lahir, jalan lahir mempunyai kedudukan penting
dalam proses persalinan untuk mencapai kelahiran bayi. Dengan demikian evaluasi
jalan lahir merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah persalinan dapat
berlangsung pervaginam atau sectio sesaria. Pada jalan lahir tulang dengan panggul
ukuran normal apapun jenis pokoknya kelahiran pervaginam janin dengan berat badan
yang normal tidak akan mengalami kesukaran, akan tetapi karena pengaruh gizi,
lingkungan atau hal - hal lain. Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil dari pada
standar normal, sehingga biasa terjadi kesulitan dalam persalinan pervaginam.
Pada jalan lahir lunak yang berperan pada persalinan adalah segmen bawah
rahim, servik uteri dan vagina. Disamping itu otot - otot jaringan ikat dan ligamen yang
menyokong alat -alat urogenital juga sangat berperan pada persalinan.

c. Passanger
Passager adalah janinnya sendiri, bagian yang paling besar dan keras pada janin
adalah kepala janin, posisi dan besar kepala dapat mempengaruhi jalan persalinan, kepala
janin ini pula yang paling banyak mengalami cedera pada persalinan, sehingga dapat
sembahayakan hidup dan kehidupan janin kelak, hidup sempurna, cacat atau akhirnya
meninggal. Biasanya apabila kepala janin sudah lahir, maka bagian - bagian lain dengan
mudah menyusul kemudian.
d. Psikologi Respon
Perasaan positif berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah benar-benar
terjadi realitas “kewanitaan sejati” yaitu munculnya rasa bangga biasa melahirkan atau
memproduksi anaknya. Mereka seolah-olah mendapatkan kepastian bahwa kehamilan
yang semula dianggap sebagai suatu “keadaan yang belum pasti“ sekarang menjadi hal
yang nyata. Psikologis meliputi : Melibatkan psikologis ibu, emosi dan persiapan
intelektual, pengalaman bayi sebelumnya, kebiasaan adat, dukungan dari orang terdekat
pada kehidupan ibu

e. Penolong
Peran dari penolong persalinan dalam hal ini adalah mengantisipasi dan menangani
komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Proses tergantung dari kemampuan
skill dan kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan

6. Nyeri Persalinan
a. Pengertian
Nyeri selama persalinan adalah satu hal yang membuat wanita merasa cemas.
Banyak wanita menganggap bahwa nyeri merupakan bagian besar dari proses
kelahiran. Nyeri saat persalinan merupakan proses yang fisiologis meskipun pada tipe
nyeri yang lain selalu disebabkan oleh suatu kecelakaan atau penyakit. Nyeri persalinan
merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang terkait dengan kontraksi
uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta penurunan janin selama persalinan. Respon
fisiologis terhadap nyeri meliputi peningkatan tekanan darah, denyut nadi, pernapasan,
keringat, diameter pupil, dan keteganganotot.
Nyeri persalinan ditandai dengan adanya kontraksi rahim, kontraksi sebenarnya
telah terjadi pada minggu ke-30 kehamilan yang disebut kontraksi Braxton hicks akibat
perubahan-perubahan dari hormon estrogen danprogesteron tetapi sifatnya tidak
teratur, tidak nyeri dan kekuatan kontraksinya sebesar 5 mmHg, dan kekuatan kontraksi
Braxton hicks ini akan menjadi kekuatan his dalam persalinan dan sifatnya teratur.
Kadang kala tampak keluarnya cairan ketuban yang biasanya pecah menjelang
pembukaan lengkap, tetapi dapat juga keluar sebelum proses persalinan. Dengan
pecahnya ketuban diharapkan persalinan dapat berlangsung dalam waktu 24 jam. Nyeri
adalah pengalaman personal dan subjektif, dan tidak ada dua individu yang merasakan
nyeri dalam pola yang indentik (Black dan Hawks, 2009)

b. Penyebab nyeri dalam persalinan


Selama persalinan kala satu, nyeri terutama dialami karena rangsangan
nosiseptor dalam adneksa, uterus, dan ligamen pelvis. Banyak penelitian yang
mendukung bahwa nyeri persalinan kala I adalah akibat dilatasi serviks dan segmen
uterus bawah, dengan distensi lanjut, peregangan, dan trauma pada serat otot dan
ligamen yang menyokong struktur ini. Bonica dan McDonald, (1995), menyatakan
bahwa faktor berikut mendukung teori tersebut :
1) Peregangan otot polos telah ditunjukkan menjadi rangsang pada nyeri viseral.
Intensitas nyeri yang dialami pada kontraksi dikaitkan dengan derajat dan
kecepatan dilatasi serviks dan segmen uterus bawah.
2) Intensitas dan waktu nyeri dikaitkan dengan terbentuknya tekanan intrauterin yang
menambah dilatasi struktur tersebut. Pada awal persalinan, terdapat pembentukan
tekanan perlahan, dan nyeri dirasakan kira-kira 20 detik setelah mulainya kontraksi
uterus. Pada persalinan selanjutnya, terdapat pembentukan tekanan lebih cepat
yang mengakibatkan waktu kelambatan minimal sebelum adanya persepsi nyeri.
3) Ketika serviks dilatasi cepat pada wanita yang tidak melahirkan, mereka
mengalami nyeri serupa dengan yang dirasakan selama kontraksi uterus.

c. Nyeri Persalinan Kala I


Pada persalinan kala I sebelum atau sesudah terjadi kontraksi, sering kali
muncul lendir bercampur darah yang keluar dari vagina sebagai tanda persalinan, hal
ini disebabkan oleh karena terlepasnya sumbatan pelindung pada leher rahim, karena
servik mulai membuka dan mendatar sedangkan darah itu berasal dari pembuluh darah
kapiler yang berada disekitar Kanalis Servikalis yang peka akibat pergesaran yang
terjadi sewaktu serviks membuka.
Persalinan kala I ditetapkan sebagai tahap yang berlangsung sejak rahim
kontraksi teratur sampai dilatasi serviks lengkap. Pada umumnya kaitan persalinan sulit
ditentukan, tahap pertama biasanya berlangsung jauh dari pada waktu yang di perlukan
untuk tahap kedua dan ketiga. Tahap pertama persalinan dibagi menjadi tiga bagian
yaitu fase laten, fase aktif, dan fase transisi. Fase laten dimulai saat kontraksi yang
teratur dan ditunjukkan dengan pembukaan serviks yang sangat lambat sampai
mencapai ukuran diameter 3 sampai 4 cm, dangan lamanya pada primipara 4 sampai 6
jam tetapi tidak lebih 20 jam, sedangkan untuk multipara sekitar 4 jam tapi tidak lebih
14 jam.
Kontraksi rahim terjadi selama fase laten dengan peningkatan frekuensi, durasi
dan intensitas kontraksi. Kontraksi pada rahim berlangsung dari kontraksi ringan
dengan lamanya 15 sampai 30 detik, dan berkembang menjadi nyeri sedang dengan
lama kontraksi 30 sampai 40 detik dan frekuensi setiap 5 sampai 7 menit. Rasa nyeri
pada persalinan kala I disebabkan oleh munculnya kontraksi otot-otot uterus, hipoksia
dari otot-otot yang mengalami kontraksi, peregangan serviks pada waktu membuka,
iskemia korpus uteri, dan peregangan segmen bawah rahim.
Selama kala I, kontraksi uterus yang menimbulkan dilatasi serviks dan iskemia
uteri. Impuls nyeri selama kala I ditranmisikan oleh segmen saraf spinal dan asesoris
thorasic bawah simpatis lumbaris. Nervus ini berasal dari uterus dan serviks.
Ketidaknyamanan dari perubahan serviks dan iskemia uterus adalah nyeri visceral yang
berlokasi di bawah abdomen menyebar ke daerah lumbal belakang dan paha bagian
alam. Biasanya wanita merasakan nyeri pada saat kontraksi saja dan bebas dari nyeri
selama relaksasi. Nyeri bersifat lokal seperti sensasi kram, sensasi sobek, dan sensasi
panas yang disebabkan karena distensi dan laserasi servik, vagina dan jaringan
perineum. Selama fase aktif, seviks berdilatasi.
Rasa nyeri pada persalinan kala I terjadi karena aktivitas besar di dalam tubuh
guna mengeluarkan bayi. Persalinan diartikan sebagai peregangan pelebaran mulut
rahim. Kejadian itu terjadi ketika otot-otot rahim berkontraksi untuk mendorong bayi
keluar. Otot-otot rahim menegang selama kontraksi. Bersamaan dengan setiap
kontraksi, kandung kemih, rektum, tulang belakang, dan tulang pubic menerima
tekanan kuat dari rahim. Berat dari kepala bayi ketika bergerak ke bawah saluran lahir
juga menyebabkan tekanan. Rasa sakit kontraksi dimulai dari bagian bawah punggung,
kemudian menyebar ke bagian bawah perut mugkin juga menyebar ke kaki. Rasa sakit
dimulai seperti sedikit tertusuk, lalu mencapai puncak, kemudian menghilang
seluruhnya.
Pada awal persalinan, kontraksi mungkin terasa seperti nyeri punggung bawah
yang biasa atau kram saat haid. Kontraksi awal ini biasanya berlangsung singkat dan
lemah. Datangnya kira-kira setiap 15-20 menit. Namun, beberapa persalinan dimulai
dengan kontraksi-kontraksi kuat yang lebih dekat jarak waktunya. Banyak wanita yang
awalnya merasa sakit di bagian punggung mereka, yang kemudian merambat ke bagian
depan. Bila kontraksi-kontraksi terus datang, tetapi hanya berlangsung kurang dari 30
detik, atau jika tidak begitu kuat, dan jika tidak berdekatan waktunya, berarti masih
dalam tahap pra persalinan atau memasuki persalinan awal. Dalam persalinan sejati,
kontraksi akan bertambah kuat, panjang, dan makin berdekatan waktunya
Masa kala I pada ibu primigravida terjadi sekitar 13 jam sedangkan pada ibu
multigravida sekitar 7 jam. Kala pertama selesai apabila pembukaan serviks lengkap.
Intensitas kontraksi uterus meningkat sampai kala pertama dan frekuensi menjadi 2
sampai 4 kontraksi dalam 5 sampai 10 menit, juga lamanya his meningkat mulai dari
20 detik pada awal partus ibu sampai mencapai 60 sampai 90 detik pada kala pertama
B. KONSEP NYERI
1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri merupakan suatu alasan utama
seseorang untuk mencari batuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi biasanya bersamaan
dengan proses penyakit, pemeriksaan diagnostic atau pengobatan. Nyeri sangat
mengganggu dan banyak orang dibandingkan suatu penyakit. Perasaan tidak nyaman dan
ditres berhubungan dengan nyeri sering berlangsung lama dibandingkan dengan kerusakan
jaringan. Nyeri merupakan fenomena multidimensional sehingga sulit untuk didefinisikan
(Brunner & Suddarth. 2001). Nyeri berperan sebagai mekanisme untuk memperingati kita
mengenai potensial bahaya fisik karena nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dengan memberiakn dorongan untuk keluar dari
situasi penyebab nyeri (Black & Hawks, 2009)

2. Anatomi dan Fisiologi Nyeri


Kesadaran dan respon akan lingkungan yang berbahaya adalah kunci untuk
bertahan bagi suatu organisme. Manusia memiliki tiga panca indra yang berbeda
(penciuman, penglihatan, pendengaran) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
potensi situasi yang berbahaya dan membantu individu untuk menghidari stuasi tersebut.
Jika individu tidak berhasil untuk menghidari dan terjadi kerusakan maka nyeri akan
muncul.
Nyeri adalah persepsi dalam kondisi sadar yang dihasilkan dari stress lingkungan.
Nosiseptor sering disebut sebagai reseptor nyari. Nosiseptor adalah ujung syaraf bebas
yang diaktivasi oleh stimulus yang dapat menyebabakan (atau sudah menyebabkan)
kerusakan jaringan. Tranmisi neuronal dari nosiseptor berlebih dan diatur hanya sebagaian
kecil yang disaring sebelum mencapai korteks samatosensori.
Sistem aktivasi reticular (reticular activating system atau RAS) mengontrol derajat
dari input sensor aferen (termasuk nyeri) sehingga membantu menentukan persepsi alam
sadar. Bagian ini menggunakan persepsi dari nyeri untuk mempekenalkan konsep tranmisi
neuron, pemprosesan informasi, rangsangan dan tingkat kesadraan.
Pada tingkat neuron tunggal, potensial aksi biasanya berasal dari dendrit dan badan
sel dan menginisiasi potensial aksi di ujung akson, kemudian potensial aksi dikirim
kesepanjang akson ke sinaps urutan selanjunya. Neuron di jalur sensori jarang membuat
koneksi sinaps. Perbedaan dalam koneksi sinaps dapat memungkinkan adanya informasi
sensori untuk dijadikan kode dan diproses sebelum tiba di korteks serebral. Interkoneksi
neuron biasanya membentuk pola divergen dan konvergen.
Pola divergen jika suatu potensila dari akson mengaktifkan sinaps dengan beberapa
neuron lainnya. Pengaturan ini memungkinkan stimulus tunggal untuk memiliki efek yang
bervariasi. Keuntungan dari pengaturan ini adalah informasi menjadi belebih yang artinya
satu sinaps gagal menghantarkan stimulus tetapi hal ini tidak mengakibatkan hilangnya
pesan.
Pola konvergen terjadi ketika suatu neuron menerima koneksi aferen dari berbagai
akson lain. Hal ini penting karena aktivitas satu sinaps dari satu neron tidak cukup untuk
menghasilkan potensial aksi pada neuron pascasinaps. Konvergensi terjadi karena
dihasilkannya potensial aksi pada neuron pascasinaps membutuhkan aktivitas yang
silmultan pada sejumlah sinaps (sumasi pasial) atau aktivitas berulang dari satu sinaps
(sumasi temporal). Fleksibiliti interkoneksi neuron meningkat dengan adanya beberapa
neuron yang menguatkan neuron pascasinaps dan neuron lain yang menghambat neuron
pascasinaps. Pengutanan atau penghabatan ditentukan oleh tipe reseptor pasacsinaps,
neurotransmitter yang dilepaskan dari neuron sinaps dan spesifikasi reseptor pada neuron
pascasinaps.
Nosisseptor adalah ujung syaraf bebas yang tersebar secara luas diseluruh tubuh.
Nosiseptor dapat ditemukan diperifir pada kulit, facia, tulang periosteum, otot rangaka,
ligament dan membrane mukosa. Pada visera neosiseptor dapat ditemukan di kapsula pada
sebagian besar organ. Aktvasi nosisseptor yang dimediasi secara kimiawi diantaranya oleh
:
a. Penghancuran diding sel sebagai akibat peristiwa seperti kerusakan jaringan,
perlukaan, invasi tumor, neksrosis sel
b. Inflamasi
c. Infesi
d. Kerusakan syaraf
e. Ekstravasasi plasma dari system sirkulasi berhubungan dengan edema, iskemi, oklusi
pembuluh darah.
Aktivasi nosisseptor yang dimediasi secara mekaniak yaitu dengan adanya peregangan
atau tekanan yang berbahanya yang dapat disebabkan oleh :
a. Distensi pada vasia atau periosteum
b. Oklusi struksur gastrointestinal atau urogenital
c. Obstruksi duktus.
Zat kimia yang memjadi mediator nosisseptor pada perifer adalah : histamine,
bradikinin, asetikolin dan subtansi P, prostaglandin, leucotrien dan factor pertumbuhan
syaraf . Bradikinin adalah zat kimia penghasil nyeri yang paling ampuh. Bradikinin dilepas
kedalam jaringan ketika diding sel hancur dan ketika terjadi kebocoran plasma dari
pembuluh darah. Bradikinin memicu sinyal nyeri sepanjang membrane nosisseptor
Prostaglandin berasal dari destruksi diding sel dan merupakan turunan dari asam
arasidonik. Prostaglandin cenderung berkontribusi menghasilkan nyeri dengan
meningkatnya sensitivitas reseptor, membuat mereks responsive terhadap stikulus kimia,
termal, mekanikal. Prostaglandin merupakan vasilitator yang ampuh yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan pelepasan bradikinin ke dalam jaringan. Edema yang terjadi dapat
berkontribusi dengan menstimulasi reseptor tekan. Reseptor ini membuat mereka
responsive terhadap stimulus yang lelatif lemah.
Subtansi P dilepaskan kejaringan peripheral ketika neuros nosiseptif aktif. Zat
kimia ini memfasilitasi pelepasan plasma dengan meningkatkan permeabilitas vaskuler
yang mengakibatkan dikelurkannya bradikinin. Subtansi P lebih memperkuat reseptor
nyeri dengan berkontribusi pada proses pelepasan prostaglandin.
Histamin dilepaskan dari sel mast ketika informasi merupakan salah satu konponen
dalam peristiwa diproduksinya nyeri. Pada perifer histamine mengakibatkan permeabilitas
vaskuler, berkontribusi aktifnya bradikinin dan edema. Subtansi P memfasilitasi pelepasan
histamine daris sel mast.
Serotinin dilepaskan keperifer oleh platelet dan sel mast. Sehingga setiap kejadian
yang melibatkan produksi darah di jaringan atau terjadi inflamiasi berkontribusi terhadap
pelepasan serotonin. Serotonin menyebabkan nyeri secara langsung dengan mengubah Na+
di dalam membrane neuron reseptif menyebabkan neuron terbakar. Reseptor secara tidak
langsung difasilitasi oleh serotonin karena zat ini meningkatkan sensibilitas reseptor pada
efek bradikinin.
Leukotrien diproduksi ketika dinding hancur bersamaan dengan proses
memproduksi prostaglandin dan memiliki asam arasidonik sebagai prekursornya. Zat ini
berkontribusi terhadap persepsi nyeri dengan menarik neutrophil ke area cedera .
penghancuran dinding sel ini merupakan komponen dari aktivitas netrofil untuk melawan
infeksi yang mengakibatkan pelepasan bradikinin.
Ion hydrogen dilepaskan sebahai akibat iskemi dan hiposia. Iskemi dan hipoksi
yang mengakibatkan jembatan Na+ terbuka yang menyebabkan aktivasi neuron di jalur
nyeri. Ion hydrogen menyebabkan vasodilatasi dan memfasilitasi terbukanya jembatan
Ca2+ yang dapat menybabkan pelepasan neuritransmiter.
Faktor pertumbuhan syaraf (nerva growth factor atau NGF) dilepaskan ketika
neuron mengalami cidera. Zat ini mirip dengan bradikinin dalam peranannya mengaktifkan
neuron nosiseptif. NGF menyebabkan saraf yang cidera untuk membuat akson dan dendrit
baru dalam jumlah lebih banyak sebelum terjadi cidera, mengakibatkan area yang berespon
terhadap aktifitas nosisptif meningkat di perifer merangsang peranan penting dalam nyeri
kronis. Produksi subtansi P meningkatkan ketika NGF meningkat akibat nosiseptif pada
neurotransmitter, dan jumlah jembatan Na+ dan K meningkat membuat pembentukan jalur
ion yang dapat mengakibatkan ion terbakar.

3. TEORI GERBANG KENDALI NYERI


Menurut Wall, 1978 (Brunner & Studdarth, 2001) teori gerbang kendali nyeri
adalah proses dimana terjadi interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi
serabut yang mengirim sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan tranmisi inpuls nyeri
melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel-sel inhibitori dalam kornu dorsalis modula
spinalis mengandung enkefalin yang menghambat tranmisi nyeri. Contoh respon pertama
individu terkena sayatan pisau atau terpukul palu ibu jarinya yang pertama dilakukan
adalah memasukan ibu jari ke mulut atau ke air dingin. Aksi ini menstimulasi serabut tidak
nyeri (non nosiseptif) dalam tempat reseptor yang sama dengan serabut perasa nyeri
(nosiseptor) diaktifkan. Stimulasi jumlah serabut non nosiseptor yang bersinaps pada
serabut inhibitor dalam kornu dorsalis menghambat transmisi sensasi nyeri dalam jaras
asenden

4. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan berdasarkan pada tempat, sifat,
berat ringannya nyeri dan waktu lamanya serangan.
a. Nyeri berdasarkan tempatnya :
1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada
mukosa, kulit.
2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau
pada organ-organ tubuh visceral.
3) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur
dalam tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh didaerah yang berbeda, bukan
daerah asal nyeri.
4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada system saraf pusat,
spinal cord, batang otak, thalamus dan lain-lain.

b. Nyeri berdasarkan sifatnya :


1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang
lama.
3) Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali.
Nyeri tersebut biasanya menetap sekitar 10-15 menit, lalu menghilang, kemudian
timbul lagi

c. Nyeri berdasarkan berat ringannya


1) Nyeri ringan yaitu nyeri dengan intensitas rendah.
2) Nyeri sedang yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
3) Nyeri berat yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
d. Nyeri berdasarkan waktu lama serangan
1) Nyeri akut yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir
kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa
nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka operasi, ataupun pada suatu
penyakit arteriosclerosis pada arteri koroner.
2) Nyeri kronis yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis ini
polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

5. Etiologi Nyeri
Penyebab nyeri dapat diklasifikasi kedalam dua golongan yaitu penyebab yang
berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik misalnya,
penyebab adalah trauma (mekanik, thermal, kimiawi maupun elektrik), neoplasma,
peradangan, gangguan sirkulasi darah dan lain-lain.
a. Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas mengalami
kerusakan akibat benturan, gesekan ataupun luka.
b. Trauma thermal menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
akibat panas atau dingin.
c. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat.Trauma elektrik
dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor
rasa nyeri.
d. Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan jaringan
yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan atau metastase.
e. Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat
adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut
saraf reseptor nyeri.
f. Nyeri yang disebabkan oleh factor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan
karena penyebab organic, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya
terhadap fisik. Nyeri karena factor ini disebut pula psychogenic pain.
6. Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri
a. Usia
1) Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon
nyeri pada anak.
2) Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami
kerusakan fungsi.
3) Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka
mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau
mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
b. Jenis kelamin (Tidak terlalu signifikan)
c. Ansietas Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
d. Pengalaman masa lalu Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lalu,
dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri
e. Pola koping .
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya
pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
f. Support keluarga dan sosial Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung
kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan
perlindungan dan lain-lain

7. Cara Mengukur Intensitas Nyeri


Pengkajian keperawatan pada pasien dengan nyeri harus dilakukan secara lengkap.
Tujuan utama pengkajian nyeri adalah untuk mengidentifikasi penyebab nyeri, memahami
persepsi pasien tentang nteri, mengukur karakteristik nyeri, untuk memutus tingkat nyeri
sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (activity dailiy living /ADL), untuk
mengimplementasikan teknik managemen nyeri.
Untuk mengkaji laporan awal pasien tentang nyeri, seorang perawat harus
mengumpulkan riwayat nyeri, riwayat muncul nyeri dalah keseharian (factor yang
memperparah dan mengurangi nyeri), mengumpulkan data subjektif dan objektif dengan
menggunakan alat ukur. Tujuan penatalaksanaan nyeri pada pasien atau nyeri yang di dapat
dapat ditolerasi oleh pasien harus diputus.
Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk mengkaji persepsi nyeri
seseorang. Agar alat pengkajian nyeri dapat digunakan, alat tersebut harus memenuhi
kriteri yaitu diantaranya :
a. Mudah dimengerti dan digunakan
b. Memerlukan sedikit upaya pada hal pasien
c. Mudah dinilai
d. Sensitif terhadap perubahan kecil dalam intensitas nyeri
Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan dalam pendokumentasian kebutuhan
intervensi, untuk evaluasi efektifitas intervensi dan untuk mengidentifikasi kebutuhan
intervensi alternative tambahan jika intervensi belum atau tidak efektif dalam mengurangi
nyeri pasien.
Deskripsi verbal tentang nyeri. Pasien merupakan penilai terbaik dari nyeri yang
dialaminya, oleh karena itu pasien harus diminta untuk menggambarkan dan membuat
tingkatan nyeri. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individual dalam
beberapa cara yaitu sebagai berikut :
a. Intensitas nyeri
Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal. Misalnya :
tidak nyerio, nyeri, nyeri hebat, nyeri sangat hebat atau 0 = tidak nyeri dan 10 = nyeri
sangat herbat
b. Karakteristik nyeri
Menyebutkan letak, durasi (menit, jam, hari, bulan), irama (terus ,menerus, hilang
timbul, periode bertambah dan berkurang, berkurang intensitas nyeri, kualitas (ditusuk,
terbakar, sakit, ditekan)
c. Faktor-faktor yang mepengaruhi nyeri
Nyeri berkurang bias karena gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat,
obat-obatan bebas. Apa yang dipercaya pasien dapat membantu dalam penurunan
nyeri. Banyak ide-ide tertentu dalam mengurangi nyeri, perilaku ini sering di dasarkan
pada pengalaman atau trial and error saat mengurangi nyeri
d. Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari
Kegiatan untuk mengurangi nyeri dalam aktivitas sehari-hari misalnya dengan
tidur, makan, interaksi dengan orang lain, melakukan aktivitas atau gerakan fisik,
bekerja dan melakukan aktivitas santai. Nyeri akut dapat terjadi karena ansietas dan
nyeri kronis terjadi karena depresi.
e. Kekhawatiran individu tentang nyeri
Kekhawatiran pasien terhadap nyeri dapat terjadi karena berbagai masalah seperti
beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra tubuh
Menurut Black dan Hawks (2001) alat pengkajian atau pengukur intensitas nyeri fisik
atau distress psikologi yang dapat dingunakan yaitu visual analog scale (VAS), skala
numeric (0-10), skala deskripsi visual. Alat ini sdangat mudah untuk digunakan,
memberikan pada pasien dan perawat petunjung yang sederhana untuk mengukur intensitas
nyeri. Respon pasien dapat dibandingkan dengan skor yang di dapat sehingga derajat dari
control nyeri dapat dipertahankan . Penggunaan skala ini tidak membutuhkan kemampuan
untuk berfikir secara abstrak.

Tidak Nyeri Nyeri tidak tertahankan

Tidak Nyeri Nyeri paling hebat yang pernah dirasakan

Gambar 2. 1 Skala Analog Visual (VAS)

Jika menggunakan sebagai grafik skala nyeri direkomendasikan menggunakan garis


panjang 10 cm dan garis panjang 10 cm direkomendasikan dalam penggunaan skala VAS
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri Nyeri
Nyeri Mengganggu Tidak Tertahan

Gambar 2 . 2 Skala Numerik 0-10 Intensitas Nyeri

Tidak Mengganggu Tidak Nyaman Menyakitkan


nyeri Sangat Menyakitkan Menyiksa

Gambar 2. 3 Skala Intensitas Nyeri Deskriptif Sederhana

Gambar 2. 4 Skala Intensitas Pada Anak Dengan


Menggunakan Face Pain Rating Scale
C. KONSEP MANAGEMEN NYERI
Managemen nyeri adalah salah satu bagian dari displin ilmu medis yang berkaitan
dengan upaya-upaya menghilangkan nyeri atau pain relief. Management nyeri ini
menggunakan pendekatan multi disiplin yang didalamnya termasuk pendekatan
farmakologikal (termasuk pain modifiers), non farmakologikal dan psikologikal. Setiap
orang memiliki persepsi yang sangat berbeda dengan orang lain terhadap nyeri yang
mungkin sedang dialami. Perbedaan inilah yang mendorong perawat untuk meningkatkan
kemampuan dalam menyediakan peningkatan rasa nyaman bagi klien dan mengatasi rasa
nyeri. Hal yang sangat mendasar bagi perawat dalam melaksanakannya adalah kepercayaan
perawat bahwa rasa nyeri yang dialami oleh kliennya adalah sungguh nyata terjadi,
kesediaan perawat untuk terlibat dalam menghadapi pengalaman nyeri yang dialami oleh
klien dan kompetensi untuk terus mengembangkan upaya-upaya mengatasi nyeri atau pain
management.
Strategi keperawatan utama yang spesifik dalam meningkatkan rasa nyaman bagi
pasien yang sedang mengalami nyeri, bersifat farmakologi dan non farmakologi. Tapi
Tindakan mengatasi nyeri – pain management, yang dapat dilakukan oleh perawat sebagai
penyedia asuhan keperawatan.
1. Managemen Nyeri Farmakologi
Adalah terapi farmakologis untuk menanggulangi nyeri dengan cara
memblokade transmisi stimulan nyeri agar terjadi perubahan persepsi dan dengan
mengurangi respon kortikal terhadap nyeri. Adapun obat yang digunakan untuk terapi
nyeri adalah :
a. Analgesik narkotik menghilangkan nyeri dengan merubah aspek emosional dari
pengalaman nyeri, misal : persepsi nyeri
b. Analgesik lokal analgesik bekerja dengan memblokade konduksi saraf saat
diberikan langsung keserabut saraf.
c. Analgesik yang dikontrol klien Sistem analgesik yang dikontrol klien terdiri dari
impus yang diisi narotika menurut resep, dipasang dengan pengatur pada lubang
injeksi intravena.
d. Obat – obat nonsteroid Obat-obat non steroid non inflamasi bekerja terutama
terhadap penghambat sintesa prostaglandin.
Pada dosis rendah obat-obat ini bersifat analgesic dan pada dosis tinggi obat ini bersifat
anti inflamatori,sebagai tambahan dari khasiat analgesik.

2. Managemen Nyeri Non Farmakologi Menurut Bruner & Suddarth (2001_ dan
Black & Hawks (2009)
Masih banyak pasien dan anggota tim kesehatan lain yang lebih cenderung
memndang obat sebagai satu-satunya metode dalam menangani nyeri. Walaupun
begitu banyak aktifitas keperawatan nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk
menangani atau menghilangkan nyeri. Metode nyeri nonfarmakologis biasanya
mempunayi resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan yang digunakan bukan
merupakan penggati obat-obatan. Mungkin tindakan yang digunakan diperlukan atau
sesuai untuk mengatasi atau mempersingkat nyeri yang berlangsung hanya beberapa
detik atau menit. Dalam hal lain, saat nyeri hebat yang berlangsung selama berjam-jam
atau berhari-hari dapat mengkombinasikan antara teknik nonfarmakologis dengan
obat-obatan mungkin merupakan cara yang paling efektif dalam mengatasi nyeri.
Teknik nonfarmakologis yang dapat digunakan untuk mengantasi nyeri antara lain:
a. Stimulasi dan massage kutaneus
Teori gate control nyeri bertujuan menstimulasi serabu-serabut yang
menstranmisikan sensasi tidak nyeri, memblok atau menurunkan tranmisi impuls
nyeri. Beberapa starategi penghilang rasa nyeri yaitu dengan menggosok kulit dan
menggunakan kompres panas dan dingin.
Massage adalah stimulasi kontanius tubuh secara umum, sering digunakan pada
punggung dan bahu. Massage tidak spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada
pada reseptor nyeri tetapi dapat mempunya dampak melalui system control
asenden. Massage dapat membuat pasien lebih nyaman karena massage membuat
relaksasi otot
b. Terapi kompres hangat dan dingin
Kompres dingin dan panas dapat menjadi strategi untuk meredakan nyeri yang
efektif pada beberapa keadaan. Terapi kompres dingin dan hangat dapat bekerja
dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non nosiseptor) dalam bidang reseptor
yang sama seperti cedera.
Terapi kompres dingin dan panas dapat menurunkan progtaglandin yang
memperkuat sesitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada cedera dengan
menghambat proses implamasi. Agar efektif kompres harus diletakan pada tempat
cedera. Penggunaan kompes panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran
darah ke seua area dan kemungkinan dapat menurunkan nyeri dengan mempercepat
penyembuhan. Menurut Cohn dkk, 1989 (Brunner & Suddarth, 2001) bahwa es
yang diletakan pada daserah lutut segera setelah pembedahan dan selama 4 hari
pascaoperasi kebutuhan analfetiknya menurun 40%.

c. Stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS)


Stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS) adalah terapi dengan menggunakan unit
yang menggunakan batrai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk
menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar dan mendengung. TENS dapat
digunakan pada nyeri akut dan kronis. TENS di duga dapat menurunkan nyeri
dengan stimulasi reseptor tidak nyeri (non nosiseptor). Riset Cohn dkk, 1986
membuktikan bahwa pasien yang menerima pengobatan TENS (placebo)
menyatakan bahwa penggunaan TENS sangat efektif dalam penurunan nyeri
dibandingkan dengan pe dengan menggunakan pengobatan standar. Beberapa
pasien kronis melaporkan bahwa penurunan nyeri sebanyak 50%.

d. Distraksi
Distraksi yang mencangkup memfokuskan perhatian pasien bukan pada rasa
nyeri yang dirasakan tetapi pada hal lain. Distraksi dapat menjadi strategi yang
sangat efektif dan merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik
kognitif yang efektif lainnya menurut Arntz dkk, 1991 ((Brunner & Suddarth,
2001). Distraksi dapat menurunkannyeri dengan mentimulasi system control
desenden yang mengakibatkan sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak.
Kefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan
membangkitkan input sensori non nosiseptor.
Sistem control desenden adalah suatu system serabut yang berasal dari otak
bagin bawah dan bagian tengah (periaqueductal gray matter) dan berakhir pada
serabut interneuronal inhibitor dalam kornu dorsalis dari modula spinalis. Sistem
ini memungkinkan selalu aktif untuk mencegah transmisi terus menerus stimulus
nyeri sebagian melalui aksi dari endorpfin. Proses kognitif dapat menstimulasi
produksi endorfin dalam system control desenden. Efektifitas dari system ini salah
satunya yaitu distraksi.

e. Relaksasi
Relaksasi otot sekeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilakskan
otot yang menunjang nyeri. Menurut Tunner & Jensen, 1993 dan Altmeier, 1992
menyatakan bahwa relaksasi efektif dalam meredakan nyeri punggung, menurut
Lorenzi, 1991 dan Miller & Perry, 1990 (Brunner & Suddarth, 2001) menyatakan
bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pascaoperasi.
Hampir pasien yang mengalami nyeri kronis mendapatkan manfaat dari
metode-metode relaksasi. Penggunaan teknik relaksasi yang teratur dapat
membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot pada pasien dengan nyeri
kronis atau pasien yang sedang mengalami peningkatan nyeri. Teknik relaksasi
dapat dilakukan dengan napas abdomen dengan frekunsi lambat dan berirama.
Teknik relasasi dengan cara napas dalam menurut Black & Hawks, 2009 :
1) Minta pasien untuk duduk tegak atau dengan posisi semi powler
2) Minta pasien untuk menaruh tangannya pada perut agar dapat merasakan
dadanya terangkat sebagai tanda paru-paru sudah mengembang
3) Minta pasien untuk metarik napas melalui hidung sampai perut mengempis
4) Minta pasien untuk mengeluarkan napas lewat mulut sambil mengembangkan
otot perut secara perlahan
5) Ulangin sampai 3x
f. Imaginasi terbimbing (guided imagery)
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi pasien dalam suatu cara yang
dirancang secara khusus untuk mencapai efek posistif tertentu. Sebagai contoh
imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat menggabungkan napas
berirama dengan lambat dan membayangkan relaksasi dan kenyamanan. Dengan mata
terpejam pasien diistruksikan untuk membayangkan bahwa dengan setiap bernapas
yang yang dihembuskan atau dikeluarkan secara perlahan ketegangan otot dan
ketidaknyaman keluar yang menyebabkan tubuh menjadi rileks dan nyaman

g. Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgetik yang
dibutuhkan pada nyeri kronis dan akut. Teknik ini mungkin membantu dalam
meredakan nyeri terutaman dalam situasi sulit (luka bakar). Mekanisme kerja hypnosis
tidak jelas tetapi dipengaruhi oleh system endofin menurt Mort dk, 1991 ((Brunner &
Suddarth, 2001). Efektifitas hypnosis tergantung pada kemudahan hipnotik pasien,
hypnosis harus dilakukan oleh psikolog atau perawat yang sudah terlatih secara khusus.

h. Akupuntur
Akupresur telah dipraktekan di Asia selama berabad-abad untuk mengurangi rasa
nyeri. Jarum secara cermat dimasukan kedalam tubuh pada lokasi tertentu, pada
kedalaman dan sudut yang bervariasi. Kira-kira terdapat 1000 titik akupuntur yang
diketahu dan menyebar diseluruh permukaan tubuh yang dikenal dengan pola meridian.
Setiap meridian memiliki titik akupresur tersendiri dan dikaitkan dengan organ visceral
tertentu. Meredian menyebar secara bilateral tepat dibawah permukaan kulit dan
dimulai atau berakhir pada ujung jari tangan atau kaki. Energi vital dipercaya mengalir
melalui meridian ini. Titik akupuntur pada permukaan tubuh memberikan akses
eksternal pada energy vital. Melalui tusukan jarum pada titik tertentu beberapa proses
fisiologi dapat dipengaruhi atau dikontrol dan ditentukan oleh kondisi patologis khusus
dan efek fisiologis yang diharapkan
i. Akupresur
Akupresur adalah metode noninvasif dari peredaan nyeri yang berdasarkan pada
prinsip akupuntur.Tekanan, pijatan atau stimulus kutaneus lainnya seperti kompres
panas atau dingin diberikan pada titik-titik akupresur.

j. Musik
Pasien ayng sakit akan merasa rileks saat mendengarkan music. Mekanisme fisiologis
yang tepat belum ditemukan mungkin teori ditraksi, pelepasan apoid endogen atau
disasosiasi. Mekanisme ini mungkin terlibat dalam terapi music, Musik memberikan
distraksi

k. Biofeedback
Biofeedback merujuk pada berbagai macam teknik yang memberikan informasi
pada pasien mengenai perubahan dalam fungsi tubuh yang biasa tidak disadari seperti
tekanan darah. Peralatan biofeedback memberikan informasi yang cepat dan kontinu.
Beberapa individu belajar menggunakan informasi ini untuk mengontrol involunter
sebelumnya. Tujuan dari biofeedback adalah untuk mengontrol diri atas variable
fisiologi yang berkaitan dengan nyeri seperti kontraksi dan aliran darah.
Informasi digunakan untuk menurunkan kontraksi nyeri yang di dapat melalui
elektromiogram (EMG) yang direkam dari elektroda permukaan tubuh (jarum
elektroda EMG tidak digunakan). Perubahan dalam aliran darah diproduksi dengan
memonitor temperature kulit, temperature yang meningkat sering meningkatkan aliran
darah. Pasien dapat memonitor secara mandiri perubahan melalui display auditori
(penurunan pada kontraksi otot terdengan seperti penurunan nada) atau dengan display
visual (peningkatan dalam tempelatur kulit dapat terlihat pada peningkatan pada
grafik). Pasien dapat merubah penampilan informasi sesuai yang diinginkan, misalnya
untuk menurunkan kontraksi otot pasien melakukan relaksasi dan menurunkan aliran
darah. Informasi yang tepat dan kontinu dapat menunjukan efektivitas usaha pasien
yang dilakukan sering membantu pasien dalam mempelajari control fisiologi.
Biofeedback dapat dilakukan di rumah dengan membeli atau menyewa alat dengan
panduan dari petugas yang terlatih. Peralatan ini sangat mahal.
l. Terapi sentuhan
Terapi sentuhan telah digunakan untuk beberapa gangguan seperti sakit kepala.
Terapi ini dapat dilakukan dengan meletaknan tangan. Tubuh manusia dipercaya
memiliki sumber energy yang mengekspresikan pola yang menyimpang jika system
tubuh terganggu. Terapi sentuk dianggap mampu meluruskan pola yang menyimpang
tersebut. Pendidikan dan terapi ini merupakan bagian penting dari perawat.
Tahapan terapi sentuan antara lain :
1) Menjadi pusat atau fokus pada meditasi. Hal ini membantu pasien menyadari
getaran di sekitar sumber energi
2) Kaji sumber energy pasien. Letakan tangan perawat di atas tubuh pasien dengan
jarak 2-6 inci untuk merasakan perubahan sumber energi. Selama melakukan
tindakan, gunakna tangan perawat untuk mengatur kembali sumber energy pasien
dan posisikan ke posisi semula

m. Meditasi
Meditasi memfokuskan perhatian pasien jauh dari nyeri. Hal ini memberikan
energy dan rasa damai pada pasien yang melakukan meditasi. Pasien cukup duduk
dengan nyaman dan hening dengan perhatian yang focus. Fokus dapat macam-macam.
Seperti : aliran napas, mantra, gambar atau bayangan sesuatu yang bersifat spiritual
atau tempat yang damai. Mediasi dapat dilakukan dimana saja, tidak memerlukan
peralatan khusus. Pengalaman positif yang didapat melelui mediasi bisa diperoleh oleh
siapa saja, termasuk pasien yang mengalami nyeri.

n. Humor
Humor dapat meningkatkan opoid endogen atau endorphin, menurut suatu
penelitian humor dapat meningkatkan jumlah sel natural killer (NK) pada system imun.
Humor dapat membuat pasien merasa lebih baik, lebih rileks, dan tidak terlalu
merasakan nyeri (mengurangi nyeri). Dengan humor pasien akan merasakan intensitas
nyeri menurun atau mereda saat menonton video komedi, mendengarkan kaset dan
compact dist yang menurut mereka lucu atau membaca buku. Perawat dapat
menyarankan pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit untuk membawa benda-
benda yang bersifat humor untuk digunakan selama mereka dirawat

o. Magnet
Magnet sudah digunakan untuk mengurangi gangguan yang menyakitkan.
Diperkirakan tarikan magnet dapat meningkatkan aliran darah ke area yang sakit,
membuka jembatan Na+ dan Cl pada sel. Terapi magnet telah digunakan untuk
mengatasi managemen nyeri di Negara Asia timur dan terapi magnet ini juga mulai
dikenal oleh kalangan medis di dunia barat.
DAFTAR PUSTAKA

Black., Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen untuk Hasil yang
Diharapkan. Buku 1. Edisi 8. Singapure. Elsevier
Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan medical Bedah. Volume 1. Edisi 8.
Jakarta. EGC
Mitayani. (2009). Asuhan keperawatan Maternitas. Jakarta. Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai