Anda di halaman 1dari 15

MANAJEMEN KASUS

“HIPEREMESIS GRAVIDARUM”

oleh :
Yudhistira Rizky Ridhallah

Pembimbing :
dr. Bagus Mukhti Wibowo Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
RSUD dr. SOEDONO MADIUN
2018
LAPORAN KASUS
No. Rekam Medis : 6656246
IDENTITAS
Nama pasien : Ny. S
Umur : 39 tahun
Alamat : Jl. Mungut RT15/08 kecamatan Wungu MAdiun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Lama menikah : 5 tahun
MASUK dan KELUAR RS
Masuk : 13-01 2018 jam 11.00
Keluar : 17-01-2018
ANAMNESIS
Keluhan utama : Mual dan muntah.
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang rujukan dari BPM dengan G2 P1001 6 minggu dengan
hiperemesis gravidarum. Keluhan saat ini mual dan muntah sehari
sebanyak > 10x. Badan lemas, pusing, muntah terutama saat makan atau
minum. Nyeri perut (+). Nafas berbau (-). Nyeri dada (-).
Riwayat haid:
HPHT : 17 – 11 – 2017
HPL : 24 –08 – 2018
Usia kehamilan 11/12minggu
Riwayat pernikahan :
Status : menikah
Banyak : 1 kali
Usia menikah : 34 tahun
Lama menikah : 5 tahun
Riwayat Perawatan Antenatal :
BPM : 1x
Sp.OG : - kali
1. Riwayat persalinan :
No A/P/I/Ab/H BBL Cara Lahir Penolong L/P Umur H/M
.
1 A 3000 Spt B Bidan P 7 AS 8-9
menangis
2 Hamil ini

PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum :
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6
Vital sign : TD: 90/50 mmHg, RR: 20 x, N:114 x, t: 37,4 C
Kepala leher : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dispneu (-)
Cardio : S1 S2 tunggal reguler
Pulmo : SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Tanda dehidrasi : Turgor kulit >2s, Mata Cekung (-), Akral hangat
BB : 49kg, TB : 151cm, BMI : 21,39
Status Obstetri
V/V : fluxus (-),fluor(-)
Portio : Tertutup, licin
CU : 1jari diatas simp pubis
CD : Tidak ada kelainan
Ap D/S: Massa (-) Nyeri (-)
PEMERIKSAAN LABORATORATORIUM

Darah Lengkap : Hb: 13,9 g/dl, hitung leukosit: 17.30, hitung trombosit:
298.000, hematokrit : 42,2

DIAGNOSIS
G2 P1001 10-11 mgg THIU +hiperemesis gravidarum +u >35 th
PLANNING/TERAPI
- IVFD RL : D5 = 2:1 / 24jam
- Inj. Ondansentron 3x1 amp
- Inj. Ranitidin 3x1 amp
- Drip Neurobion 1 amp

PERJALANAN PENYAKIT DAN FOLLOW UP


Tanggal 14-01-2016
Pukul 06.00
S : mual (+) Muntah 3kali
O : STATUS UMUM
KU : baik, GCS 4-5-6, aicd (-)
TD : 100/60
Nadi : 104x/menit
RR : 18x/menit
S : 37,2
STATUS GYNECOLOGY
V/V : fluxus (-),fluor(-)
Portio : Tertutup, licin
CU : 1jari diatas simp pubis
CD : Tidak ada kelainan
Ap D/S: Massa (-) Nyeri (-)

A : G2 P1001 10-11 mgg THIU +hiperemesis gravidarum +u >35 th


P : -Diet TKTP
- mobilisasi
- Inj. Ondansentron 3x1 amp
- Inj. Ranitidin 3x1 amp
- Drip Neurobion 1 amp
- Mx Kel/VS/DJJ
Tanggal 15-01-2016
Pukul 06.00
S : mual (+) Muntah (-) nafsu makan baik
O : STATUS UMUM
KU : baik, GCS 4-5-6, aicd (-)
TD : 100/60
Nadi : 88x/menit
RR : 18x/menit
S : 37,0
STATUS GYNECOLOGY
V/V : fluxus (-),fluor(-)
Portio : Tertutup, licin
CU : 1jari diatas simp pubis
CD : Tidak ada kelainan
Ap D/S: Massa (-) Nyeri (-)

Darah Lengkap : Hb: 13,3 g/dl, hitung leukosit: 9.422, hitung trombosit:
350.000, hematokrit : 39,2 %. Kimia klinik : GDA: 110 mg/dl. Elektrolit :
Natrium: 137mmol/L Kalium: 3,5 mmol/L Klorida: 111mmol/L
A : G2 P1001 10-11 mgg THIU +hiperemesis gravidarum +u >35 th
P : -Diet TKTP
- mobilisasi
- Inj. Ondansentron 3x1 amp
- Inj. Ranitidin 3x1 amp
- Drip Neurobion 1 amp
- Mx Kel/VS/DJJ
Tanggal 16-01-2016
Pukul 06.00
S : mual (-) Muntah (-) nafsu makan baik
O : STATUS UMUM
KU : baik, GCS 4-5-6, aicd (-)
TD : 110/70
Nadi : 78x/menit
RR : 18x/menit
S : 36,7
STATUS GYNECOLOGY
V/V : fluxus (-),fluor(-)
Portio : Tertutup, licin
CU : 1jari diatas simp pubis
CD : Tidak ada kelainan
Ap D/S: Massa (-) Nyeri (-)
A : G2 P1001 10-11 mgg THIU +hiperemesis gravidarum +u >35 th
P : - Aff infus
- Pro KRS
- Diet TKTP
- mobilisasi
- Ondansentron 3x1 amp
- Ferous sulfat 2x1 tab
- Paracetamol 3 x 500 mg tab
- Mx Kel/VS/DJJ
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Hiperemesis gravidarum merupakan istilah medis untuk mual dan muntah


yang parah yang dimulai muali dari minggu ke-4 hingga minggu ke 6 kehamilan.
Biasanya mulai membaik ketika memasuki minggu ke-15 sampai minggu ke 20
akan tetapi bisa berlanjut selama masa kehamilan. Menurut K Y, 2005, mual dan
muntah selama kehamilan biasanya terjadi pada minggu ke 4 sampai minggu
kehamilan, dan memuncak pada minggu 8-12 minggu.
Hiperemesis gravidarum merupakan mual muntah yang parah hingga
menimbulkan gejala-gejala seperti dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit,
ketonuria, kehilangan berat badan yang parah. Insidensi terjadinya hiperemesis
biasanya meningkat pada gestasi multiple, molar pregnancy dan fetalis hydrop.

ETIOPATOGENESIS

Pada dasarnya apa yang menyebabkan hiperemesis gravidarum masih


belum jelas, tetapi beberapa penelitian manyatakan bahwa kejadian inin berkaitan
dengan pengaruh perubahan hormonal. Dan pengaruh perubahan hormonal ini
berkaitan dengan kondisi fisik maupun psikis ibu hamil sendiri.
Beberapa hormon dicurigai berperan dalam kondisi mual dan muntah yang
parah ini. Salah satu hormon yaitu human chorionic gonadotropin (hCG)
dicurigiai sebagai penyebab.hal ini disebabkan karena adanya peningkatan kadar
serum hCG pada trimester pertama, dimana kasus hiperemesis gravidarum
tergolong berat. Pada kasus kehamilan multiple dan kehamilan molar biasanya
diikuti dengan kasus mual dan muntah berat dan peningkatan kadar hCG
Faktor biologis yang paling berperan adalah perubahan kadar hormon
selama kehamilan. Menurut teori terbaru, peningkatan kadar human chorionic
gonadotropin (hCG) akan menginduksi ovarium untuk memproduksi estrogen,
yang dapat merangsang mual dan muntah. Perempuan dengan kehamilan ganda
atau mola hidatidosa yang diketahui memiliki kadar hCG lebih tinggi daripada
perempuan hamil lain mengalami keluhan mual dan muntah yang lebih berat.
Progesteron juga diduga menyebabkan mual dan muntah dengan cara
menghambat motilitas lambung dan irama kontraksi otot-otot polos lambung.
Penurunan kadar thyrotropin stimulating hormone (TSH) pada awal kehamilan
juga berhubungan dengan hiperemesis gravidarum meskipun mekanismenya
belum jelas. Hiperemesis gravidarum merefleksikan perubahan hormonal yang
lebih drastis dibandingkan kehamilan biasa.
Faktor psikologis, stress dan emosional berhubungan erat dengan ibu
hamil. Karena ibu hamil memiliki tingkat stress yang tinggi yang diakibatkan oleh
kehamilannya dan beban baru yang ditanggungnya. Teori ini sepenuhnya belum
dapat dibuktikan, namun diyakini bahwa aktivasi jaras psikologis di otak dapat
menyebabkan bangkitan neurotransmitter yang mempengaruhi nervus vagus
sehingga menimbulkan manifestasi klinis mual.

DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis hiperemesis gravidarum dimulai dengan menegakkan


diagnosis kehamilan terlebih dahulu. Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan
amenorea, serta mual dan muntah berat yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pemeriksaan obstetrik dapat dilakukan untuk menemukan tanda-tanda kehamilan,
yakni uterus yang besarnya sesuai usia kehamilan dengan konsistensi lunak dan
serviks yang livid. Pemeriksaan penunjang kadar hCG dalam urin pagi hari dapat
membantu menegakkan diagnosis kehamilan.
Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi
hiperemesis gravidarum tingkat I, II dan III. Hiperemesis gravidarum tingkat I
ditandai oleh muntah yang terus-menerus disertai dengan penurunan nafsu makan
dan minum. Terdapat penurunan berat badan dan nyeri epigastrium. Pertama isi
muntahan adalah makanan, kemudian lendir beserta sedikit cairan empedu, dan
dapat keluar darah jika keluhan muntah terus berlanjut. Frekuensi nadi meningkat
sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun. Pada pemeriksaan
fisis ditemukan mata cekung, lidah kering, penurunan turgor kulit dan penurunan
jumlah urin.
Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan semua yang
dimakan dan diminum, berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang hebat.
Frekuensi nadi berada pada rentang 100-140 kali/menit dan tekanan darah sistolik
kurang dari 80 mmHg. Pasien terlihat apatis, pucat, lidah kotor, kadang ikterus,
dan ditemukan aseton serta bilirubin dalam urin.
Hiperemesis gravidarum tingkat III sangat jarang terjadi. Keadaan ini
merupakan kelanjutan dari hiperemesis gravidarum tingkat II yang ditandai
dengan muntah yang berkurang atau bahkan berhenti, tetapi kesadaran pasien
menurun (delirium sampai koma). Pasien dapat mengalami ikterus, sianosis,
nistagmus, gangguan jantung dan dalam urin ditemukan bilirubin dan protein.

PENATALAKSANAAN

Menurut penyebab terjadinya Hiperemesis Gravidarum yang di duga dari


segi faktor biologis dan psikologis, maka tatalaksana awal adalah memberikan
suasana yang baik dan sehat serta tenang pada pasien sehingga pasien tidak
semakin stress dan menimbulkan keluhan. Pasien sebisa mungkin diarahkan ke
pikiran yang positif dan selalu diberikan dukungan serta menurunkan beban
pikiran dari pasien.

Farmakologis

Penatalaksanaan utama hiperemesis gravidarum adalah rehidrasi dan


penghentian makanan peroral. Pemberian antiemetik dan vitamin secara intravena
dapat dipertimbangkan sebagai terapi tambahan. Pada hiperemesis gravidarum,
obat-obatan diberikan setelah rehidrasi dan kondisi hemodinamik stabil.
Pemberian obat secara intravena dipertimbangkan jika toleransi oral pasien buruk.
Obat-obatan yang digunakan antara lain adalah vitamin B6 (piridoksin),
antihistamin dan agen-agen prokinetik. American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG) merekomendasikan 10 mg piridoksin ditambah 12,5 mg
doxylamine per oral setiap 8 jam sebagai farmakoterapi lini pertama yang aman
dan efektif. Dalam sebuah randomized trial, kombinasi piridoksin dan doxylamine
terbukti menurunkan 70% mual dan muntah dalam kehamilan. Suplementasi
dengan tiamin dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi berat
hiperemesis, yaitu Wernicke’s encephalopathy. Komplikasi ini jarang terjadi,
tetapi perlu diwaspadai jika terdapat muntah berat yang disertai dengan gejala
okular, seperti perdarahan retina atau hambatan gerakan ekstraokular.
Antiemetik konvensional, seperti fenotiazin dan benzamin, telah terbukti
efektif dan aman bagi ibu. Antiemetik seperti proklorperazin, prometazin,
klorpromazin menyembuhkan mual dan muntah dengan cara menghambat
postsynaptic mesolimbic dopamine receptors melalui efek anti- kolinergik dan
penekanan reticular activating system. Obat- obatan tersebut dikontraindikasikan
terhadap pasien dengan hipersensitivitas terhadap golongan fenotiazin, penyakit
kardiovaskuler berat, penurunan kesadaran berat, depresi sistem saraf pusat,
kejang yang tidak terkendali, dan glaukoma sudut tertutup. Namun, hanya
didapatkan sedikit informasi mengenai efek terapi antiemetik terhadap janin.
Fenotiazin atau metoklopramid diberikan jika pengobatan dengan
antihistamin gagal. Prochlorperazine juga tersedia dalam sediaan tablet bukal
dengan efek samping sedasi yang lebih kecil. Dalam sebuah randomized trial,
metoklopramid dan prometazin intravena memiliki efektivitas yang sama untuk
mengatasi hiperemesis, tetapi metoklopramid memiliki efek samping mengantuk
dan pusing yang lebih ringan. Studi kohort telah menunjukkan bahwa
penggunaan metoklopramid tidak berhubungan dengan malformasi kongenital,
berat badan lahir rendah, persalinan preterm, atau kematian perinatal. Namun,
metoklopramid memiliki efek samping tardive dyskinesia, tergantung durasi
pengobatan dan total dosis kumulatifnya. Oleh karena itu, penggunaan selama
lebih dari 12 minggu harus dihindari.
Antagonis reseptor 5-hydroxytryptamine3 (5HT3) seperti ondansetron

mulai sering digunakan, tetapi informasi mengenai penggunaannya dalam


kehamilan masih terbatas. Seperti metoklopramid, ondansetron memiliki
efektivitas yang sama dengan prometazin, tetapi efek samping sedasi ondansetron
lebih kecil. Ondansetron tidak meningkatkan risiko malformasi mayor pada
penggunaannya dalam trimes- ter pertama kehamilan.
Domperidol efektif untuk mual dan muntah dalam kehamilan, tetapi
sekarang jarang digunakan karena risiko pemanjangan interval QT dan torsades
de pointes. Pemeriksaan elektrokardiografi sebelum, selama dan tiga jam setelah
pemberian domperidol perlu dilakukan. Untuk kasus-kasus refrakter,
metilprednisolon dapat menjadi obat pilihan. Metilprednisolon lebih efektif
daripada promethazine untuk penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan,
namun tidak didapatkan perbedaan dalam tingkat perawatan rumah sakit pada
pasien yang mendapat metilprednisolon dengan plasebo. Hanya sedikit bukti yang
menyatakan kortikosteroid efektif. Dalam dua RCT kecil, tidak didapatkan
kegunaan metilprednisolon ataupun plasebo, tetapi kelompok steroid lebih sedikit
mengalami readmission. Efek samping metilprednisolon sebagai sebuah
glukokortikoid juga patut diperhatikan. Dalam sebuah metaanalisis dari empat
studi, penggunaan glukokortikoid sebelum usia gestasi 10 minggu berhubungan
dengan risiko bibir sumbing dan tergantung dosis yang diberikan. Oleh karena itu,
penggunaan glukokortikoid direkomendasikan hanya pada usia gestasi lebih dari
10 minggu.
Pasien hiperemesis gravidarum harus dirawat inap di rumah sakit dan
dilakukan rehidrasi dengan cairan natrium klorida atau ringer laktat, penghentian
pemberian makanan per oral selama 24-48 jam, serta pemberian antiemetik jika
dibutuhkan. Penambahan glukosa, multivitamin, magnesium, pyridoxine, atau
tiamin perlu dipertimbangkan. Cairan dekstrosa dapat menghentikan pemecahan
lemak. Untuk pasien dengan defisiensi vitamin, tiamin 100 mg diberikan sebelum
pemberian cairan dekstrosa. Penatalaksanaan dilanjutkan sampai pasien dapat
mentoleransi cairan per oral dan didapatkan perbaikan hasil laboratorium.
Diet
Untuk pasien hiperemesis gravidarum tingkat III, diberikan diet
hiperemesis I. Makanan yang diberikan berupa roti kering dan buah-buahan.
Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam setelah makan. Diet
hiperemesis kurang mengandung zat gizi, kecuali vitamin C, sehingga diberikan
hanya selama beberapa hari.
Jika rasa mual dan muntah berkurang, pasien diberikan diet hiperemesis II.
Pemberian dilakukan secara bertahap untuk makanan yang bernilai gizi tinggi.
Minuman tidak diberikan bersama makanan. Diet hiperemesis II rendah dalam
semua zat gizi, kecuali vitamin A dan D.
Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis
ringan. Pemberian minuman dapat diberikan bersama makanan. Diet ini cukup
dalam semua zat gizi, kecuali kalsium
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Kehamilan multijanin. Dalam: Hartono A, Suyono YJ, Pendit BU (alih
bahasa). Obstetri Williams. Volume 1 edisi 21. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC, 2006.
Gunawan., K, Samuel, P., et al. 2011. Diagnosis dan Tata Laksana Hiperemesis
Gravidarum. Jakarta : IDI
IOG. 2013. The Diagnosis and management of Pre-Eclampsia and Eclampsia.
Ireland
JOGC. 2008 Diagnosis, Evaluation, and Management of Hypertensive Disorders
of pregnancy.Volume 30. Ontarrio.
Kemenkes, 2013. BUKU SAKU PELAYANAN KESEHATAN IBU DI FASILITAS
KESEHATAN DASAR DAN RUJUKAN. Jakarta
Leona C., Kypross., et all. Early Prediction of Preeclampsia. Journal Hindawi.
2014
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005. Ilmu Kebidanan , Jakarta.
YBP.SP
Yeyeh, Rukiyah. 2010. Asuhan Kebidanan 4 (Patologi). Jakarta: CV Trans Info
Media

Anda mungkin juga menyukai