Anda di halaman 1dari 23

1

MODUL 2
INJEKSI ASAM FOLAT

1. TUJUAN
Dapat Mengetahui cara pembuatan injeksi asam folat secara umum dan dapat
menentukan formula yang cocok untuk pembuatan sediaan injeksi asam folat sebagai
hematopetikum.

2. PRINSIP
Berdasarkan cara pembuatan dengan metode sterilisasi akhir menggunakan zat
pembawa dan zat tambahan yang sesuai dengan karakteristik asam folat.

3. TEORI
3.1. Definisi sediaan injeksi steril
Steril adalah keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik yang
patogen (menimbulkan penyakit) maupun apotogen atau nonpatogen (tidak
menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang
biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis tidak dapat
berkembang biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat).
Tidak semua mikroba dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat dalam
usus yang dapat membusukkan sisa makanan yang tidak terserap oleh tubuh.
Mikroba patogen misalnya Salmonella thyposa yang menyebabkan penyakit
tifus dan E. Coli yang menyebabkan sakit perut.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menadi
steril. Sanitasi adalaha suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi sehat
(Syamsuni. 2007: 181). Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk
terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang
termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan
preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parenteral merupakan jenis sediaan
yang unik diantara bentuk sediaan obat terbagi-bagi, karena sediaan ini
2

disuntikkan melalui kulit atau membrane mukosa ke bagian tubuh yang paling
efisien, yaitu membrane kulit dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari
kontaminasi mikroba dan dari bahan-bahan toksis lainnya, serta harus memiliki
tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam
pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua
jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia, atau mikrobiologis
(Priyambodo, B., 2007).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril
berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan
cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput
lendir. Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi V, injeksi umumnya
hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi
tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan
pada pembuluh darah kapiler (FI.IV.1995).
Obat dibuat steril karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan
tubuh dan jaringan tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak
selengkap pada saluran cerna atau gastrointestinal, misalnya hati yang dapat
berfungsi untuk menetralisir atau menawarkan racun (detoksifikasi).
Diharapkan dengan kondisi steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder.
Dalam hal ini tidak berlaku relatif steril atau setengah steril, hanya ada dua
pilihan yaitu steril dan tidak steril. Sediaan farmasi yang perlu disterilkan
adalah obat suntik inkesi, tablet implan, tablet hipodermik, dan sediaan untuk
mata seperti tetes mata (guttae ophth), cuci mata (collyrium), dan salep mata
(oculenta) (Syamsuni. 2007 : 181-182).
3

3.2. Penggolongan sediaan steril injeksi


Menurut defenisi dalam Farmakope, sediaan steril untuk kegunaan
parenteral digolongkan menjadi menjadi lima jenis yang berbeda yaitu :
3.2.1. Obat larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai
dengan nama injeksi, contohnya adalah injeksi insulin.
3.2.2. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung
dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang
diperoleh setelah penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan
injeksi. Sediaan ini dapat membedakannya dari nama bentuknya
yaitu steril, contohnya Ampicilin Sodium steril.
3.2.3. Sediaan seperti tertera pada no b, tetapi mengandung satu atau lebih
dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan
dari nama bentuknya.yaitu untuk injeksi, contohnya Methicillin
Sodium untuk injeksi.
3.2.4. Sediaan berupa susupensi serbuk dalam medium cair yang sesuai
dan tidak disuntikkansacara intravena atau di dalam saluran spinal,
dan dapat dibedakan dari nama bentuknya yaitu susupensi steril.
Contoh Cortisao Suspensi steril.
3.2.5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai
membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk
suspensi steril setelah penambahan pembawanya yang sesuai. Dan
dapat membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril untuk
suspensi. Contohnya Ampicilin steril untuk suspensi (Lukas, 2006 :
37).

3.3. Rute pembetian sediaan steril


3.3.1. Intrakutan (i.k/i.c) atau intradermal
Injeksi yang dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya,
digunakan untuk diagnosis. Volume yang disuntikkan antara 0,1-0,2 ml,
berupa larutan atau suspensi dalam air.
4

3.3.2. Injeksi subkutan (s.k/s.c) atau hipodermik


Injeksi yang dimasukkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke
dalam alveolus, volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya
larutan bersifat isotonis, pH netral, dan bersifat depo (absorpsinya
lambat). Dapat diberikan dalam jumlah besar (volume 3-4 liter/hari
dengan penambahan enzim hialuronidase), jika pasien tesebut tidak dapat
menerima infus intravena.
3.3.3. Intramuskular (i.m)
Injeksi yang dimasukkan ke dalam atau di antara lapisan jaringan
atau otot. Injeksi dalam bentuk larutan, suspensi, atau emulsi dapat
diberikan dengan cara ini. Yang berupa larutan dapat diserap cepat, yang
berupa emulsi atau suspensi diserap lambat. Volume penyuntikan antara
4-20 ml, disuntikkan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.
3.3.4. Intravena (i.v)
Injeksi yang dimasukkan langsung ke dalam pembuluh darah
vena. Bentuknya berupa larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi
tidak boleh diberikan melalui rute ini, sebab akan menyumbat pembuluh
darah vena yang bersangkutan. Injeksi dibuat isotonis, tetapi ika terpaksa
dapat sedikit hipertonis (disuntikkan secara lambat atau perlahan-lahan
dan tidak memengaruhi sel darah); volume antara 1-10 ml. Injeksi
intravena yang dberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10
ml disebut “infus intravena/infus/infundabilia”. Infus harus bebas
pirogen, tidak boleh mengandung bakterisida, jernih, dan isotonis. Injeksi
i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida.
Injeksi i.v dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.
3.3.5. Intraarterium (i.a)
Injeksi yang dimasukkan langsung ke dalam pembuluh darah
arteri/ perifer/ tepi, volume antara 1-10 ml, tidak boleh mengandung
bakterisida.
5

3.3.6. Intrakordal/intrakardiak (i.kd)


Injeksi yang dimasukkan langsung ke dalam otot jantung atau
ventrikel, tidak boleh mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam
keadaan gawat.
3.3.7. Intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural (i.d),
subaraknoid
Injeksi yang dimasukkan langsung ke dalam saluran sumsum
tulang belakang didasar otak (antara 3-4 atau 5-6 lumbar vertebrata)
tempat terdapatnya cairan cerebrospinal. Larutan harus isotonis karena
sirkulasi cairan serebrospinal lambat, meskipun larutan anestetik untuk
sumsum tulang belakang sering hipertonis. Jaringan saraf di daerah
anatomi ini sangat peka.
3.3.8. Intraartikular
Injeksi yang dimasukkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga
sendi. Bentuknya suspensi atau larutan dalam air.
3.3.9. Subkonjungtiva
Injeksi yang dimasukkan ke dalam selaput lendir di bawah mata.
Berupa suspensi atau larutan, tidak lebih dari 1 ml.
3.3.10. Intrabursa
Injeksi yang dimasukkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa
olecranon dalam bentuk larutan suspensi dalam air.
3.3.11. Intraperitoneal (i.p)
Injeksi yang dimasukkan langsung ke dalam rongga perut.
Penyerapan berlangsung cepat, namun bahaya infeksi besar.
3.3.12. Peridural (p.d), ekstradural, epidural
Injeksi yang dimasukkan ke dalam ruang epidural, terletak di atas
durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang
(Syamsuni, 2007: 196-198).
6

3.4. Keuntungan dan kerugian sediaan injeksi


3.4.1. Keuntungan dari sediaan injeksi steril ini yaitu :
A. Bekerja cepat, misalnya injeksi adrenalin pada syok
anafilaktik
B. Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan
lambung, merangsang jika masuk ke cairan lambung atau
tidak diabsorpsi baik oleh cairan lambung
C. Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin
D. Daat digunakan sebagai depo terapi.
3.4.2. Kerugian dari sediaan injeksi steril ini yaitu :
A. Karena bekerja cepat, jika teadi kekeliruan sukar dilakukan
pencegahan
B. Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus
C. Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan
D. Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan dengan sediaan
yang digunakan per oral (Syamsuni, 2007 : 228).

3.5. Monografi zat aktif


Acidum Folicum (Asam Folat)

Gambar 3.1. Struktur Acidum Folicum (Asam Folat)


Rumus molekul : C19H19N706
Berat molekul : 441,40
7

Pemerian : Serbuk kuning, kuning kecoklatan, atau kuning


orange, tidak berbau, bubuk kristal.
Kelarutan : sangat sukar larut dalam air; tidak larut etanol,
dalam kloroform dan dalam eter; segera larut
dalam alkali karbonat encer; larut dalam
hidroksida dan dalam alkali karbonat encer;
larut dalam asam klorida 3N panas.
Titik leleh / titik lebur : 250 °C (482°F)
Dosis lazim : 15mg/hari I.m (intra muscular)
(Farmakope Indonesia, III, 1979 : 959)
Daftar obat : Keras sediaan injeksi
pH sediaan injeksi : 8-8,5
OTT : Terhadap oksidator, Reduktor, logam berat.
Penyimpanan : Ditempat sejuk dan kering.
(Martindale, 2009 : 1648).
3.6. Monografi zat tambahan
3.6.1. Natrium chloridum (NaCl)
Pemerian : bubuk kristal putih atau tak berwarna kristal;
memiliki rasa garam. Kisi kristal adalah wajah-
berpusat struktur kubik. Natrium klorida yang
padat tidak mengandung air meskipun, di bawah
0ºC, garam dapat mengkristal sebagai dihidrat.
Kelarutan (20ºC) : larut dalam Etanol, larut dalam 250 bagian
Etanol (95%), larut dalam 10 bagian gliserin,
larut dalam 2,8 bagian Air.
Aplikasi dalam Teknologi atau Formulasi Farmaseutikal :
Untuk pembuatan larutan isotonik intravena dan preparat
sediaan mata dengan konsentrasi kurang dari 0,9 %
(pengisotonis).
pH : 6,7-7,3
8

Titik didih : 1413ºC


Higroskopisitas: Higroskopis diatas 75 % kelembaban relatif
Titik leleh : 804 ˚C
Penyimpanan : Disimpan ditempat tertutp, dingin dan kering
Inkompaktibilitas : dengan besi bereaksi membentuk endapan
dengan garam perak, timbal, dan merkuri, dengan oksidator
kuat dapat membebaskan klorin dari larutan natrium
khlorida.
(Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th ed, 2009 : 637-
639).
3.6.2. Dinatrium edetat

Gambar 3.2. Struktur dinatrium edetat


Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa agak
asam.
Kelarutan : Larut dalam 11 bagian air, sukar larut dalam
etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam
kloroform P, dan dalam eter P.
Aplikasi dalam Teknologi atau Formulasi Farmaseutikal:
Digunakan sebagai zat pengkhelat (pengkompleks) di banyak
sediaan farmasi, termasuk pencuci mulut, preparat sediaan
mata, dan preparat sediaan topikal dengan konsentrasi antara
0,005 dan 0,1 w/v/.
9

pH : 4,3-4,7 untuk 1% larutan dalam


karbondioksida
bebas air.
Kestabilan : Sedikit stabil dalam bentuk padat, lebih stabil
dalam bentuk basa bebas, mengalami
dekarboksilasi jika dipanaskan di atas suhu
150 0C. Kehilangan air kristalisasi ketika
dipanaskan sampai 120 0C. Sedikit
higroskopis, maka harus dilindungi dari
kelembaban.
Titik leleh : pada suhu 252˚C mengalami dekomposisi
Penyimpanan : Simpan dalam wadah tertutup baik di tempat
yang kering dan sejuk.
Inkompaktibilitas : Dinatrium edetat bersifat asam lemah,
menggusur karbon dioksida dari karbonat dan
bereaksi dengan logam membentuk hydrogen,
agen pengoksidasi, basa kuat, ion logam, dan
logam campuran.
(Handbook of Pharmaceutical Excipient 6nded,2009 : 242-
244.)
3.6.3. Natrii hydroxydum (NaOH)
Pemerian : Bentuk batang, butiran, masa hablur, atau
keping, kering, keras rapuh, dan
menunjukan susunan hablur, putih, mudah
meleleh basah. Sangat alkalis dan korosif.
Segera menyerap karbondioksida.
(Farmakope Indonesia III, hal. 412)
Kegunaan : pengatur pH
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air dan dalam
etanol (95%) P (Depkes RI,1979 : 412).
10

Aplikasi dalam Teknologi atau Formulasi Farmaseutikal:


Dapat digunakan sebagai zat untuk direaksikan dengan asam
lemah menjadi garam.
Titik leleh : 318˚C
Penyimpanan : penyimpanan ditempat kedap udara
dan bukan logam ditempat yang dingin dan kering (Handbook
of Pharmaceutical Excipient, 6nded, 2009 : 648-649).
3.6.4. Aqua pro injeksi
Pemerian : cairan, jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Kegunaan : air untuk injeksi (pembawa/pelarut)
Penyimpanan : dalam wadah dosis tunggal, botol kaca atau
plastik, tidak lebih besar dari 1 liter (Depkes RI, 1995: 112).

3.7. Aspek farmakologi Acidum Folicum (Asam Folat)


3.7.1. Mekanisme Kerja

Folat eksogen dibutuhkan untuk sintesis nucleoprotein dan

pemeliharaan eritropoiesis normal.Asam folat menstimulasi

produksi sel darah merah, sel darah putih, dan platelet pada

anemia megaloblastik.

3.7.2. Indikasi

Anemia megaloblastik yang disebabkan defisiensi asam folat.


3.7.3. Efek samping
Asam folat relatif tidak toksik terhadap manusia.Efek samping
yang umum terjadi adalah perubahan pola tidur, sulit
berkonsentrasi, iritabilitas, aktivitas berlebih, depresi mental,
anoreksia, mual-mual, distensi abdominal, dan flatulensi.
11

3.7.4. Kontraindikasi
Pengobatan anemia pernisiosa dan anemia megaloblastik
lainnya dimana vitamin B12 tidak cukup (tidak efektif).
3.7.5. Cara penggunaan dan dosis
Intra muskular 15mg/hari
3.7.6. Peringatan

Jangan diberikan secara tungga untuk anemia pernisiosa


Addison dan penyakit defisiensi vitamin B12 lainnya karena
dapat menimbulkan degenerasi majemuk dari medulla spinallis.
Jangan digunakan untuk penyakit ganas kecuali anemia
megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan
komplikasi penting.

3.8. Aspek Farmakokinetik Asam Folat


3.8.1. Absorpsi
Pada pemberian oral, absorbsi asam folat baik sekali, terutama
di bagian 1/3 proksimal usus halus (jejunum proksimal). Dengan dosis
oral yang kecil, absorpsi memerlukan energi (transpor aktif),
sedangkan pada kadar tinggi absorbsi dapat berlangsung secara difusi
(transpor pasif). Asam folat muncul di plasma darah 15-30 menit
setelah pemberian per oral dan T max tercapai setelah 1 jam. Ikatan
Protein : 2/3 dari asam folat yang terdapat dalam plasma darah terikat
pada protein yang tidak difiltrasi ginjal.
3.8.2. Distribusi
Distribusinya merata ke semua sel dan terjadi penumpukan
dalam cairan serebrospinal. Asam folat disimpan oleh tubuh terutama
di hepar. Normal total asam folat di serum adalah 5-15 ng/mL, di
cairan serebrospinal adalah 16- 21 ng/mL, dan di eritrosit adalah 175
to 316 ng/mL.
12

3.8.3. Metabolisme
Asam folat dimetabolisme di hepar oleh enzim Catechol O-
methyltransferase (COMT) dan Methylenetetrahydrofolate reductase
menjadi 7,8-dihydrofolic acid dan 5,6,7,8-tetrahydrofolic acid.
3.8.4. Ekskresi
Lebih dari 90% asam folat diekskresikan di urine dalam bentuk
metabolit dan sejumlah kecil diekskresikan di feces. Sebagian besar
metabolit muncul di urine setelah 6 jam dan ekskresi lengkap dalam
24 jam. Asam folat juga dieksresikan melalui air susu ibu.

4. BAHAN DAN ALAT PERCOBAAN


4.1. Alat
Alat yang digunakan adalah neraca analitik, erlenmeyer 50ml, kaca arloji,
gelas kimia 250 ml, corong, syringe 10 ml, kertas saring, spatel, pipet tetes,
ampul dan bakteri filter.

4.2. Bahan
Bahan yang digunakan yaitu asam folat, NaCl, NaOH, dinatrii edetas, dan
Aqua pro injeksi.

5. PROSEDUR
5.1. Pembuatan sediaan
Semua alat disiapkan dan disterilkan sesuai dengan metodenya masing-
masing. Asam folat, NaCl dan dinatrii edetas ditimbang masing-masing pada
kaca arloji sementara Aqua pro injeksi dipanaskan terlebih dahulu hingga
mendidih. Asam folat, NaCl dan dinatrii edetas masing-masing dilarutkan
secara terpisah dengan aqua pro injeksi. Setelah larut, larutan asam Folat,
dinatrii edetas dan NaCl dicampurkan. Kemudian ditambahkan NaOH sebanyak
7 tetes. Campuran diukur pH larutannya dengan pH universal hingga pH
stabilitas sediaan yaitu pH 8-11. Pada campuran ditambahkan aqua pro injeksi
13

sampai volume 10 ml. Larutan disaring dengan bakteri filter 0,45 µm dan
dimasukkan ke dalam 5 buah ampul masing-masing sebanyak 1 ml dengan
menggunakan syringe. Terakhir ampul ditutup dengan cara disheel hingga
tertutup baik. Sediaan disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC
selama 15 menit. Pada sediaan dilakukan evaluasi meliputi kejernihan,
penampilan fisik wadah, kebocoran ampul, dan keseragaman volume. Setelah
itu sediaan injeksi dikemas dengan menggunakan kemasan primer, kemasan
sekunder dan diberi brosur.

5.2. Prosedur evaluasi sediaan


5.2.1. Uji kejernihan
Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan dengan
cara memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang
baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang
hitam dan putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi
memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang dapat dilihat
dengan mata (Lachman, 1994 :1355).
5.2.2. Uji penampilan fisik wadah
Pemeriksaan dilakukan secara visual dengan diperhatikan bentuk
wadah atau ampul yang digunakan pada sediaan yang sudah jadi.
5.2.4. Uji kebocoran ampul
Ampul disimpan secara terbalik didalam wadah, kemudian
permukaan bawahnya diletakan tisu untuk melihat kebocoran. Apabila
sediaan bocor maka pada permukaan tisu akan timbul bercak cair.
5.2.3. Uji keseragaman volume (Farmakope Indonesia III,1979:1044)
Ampul diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu
dilihat keseragaman volume secara visual.
14

6. DATA PERCOBAAN, PERHITUNGAN


6.1. Formulasi
R/Vitamin B1 25 mg/ml
NaCl 2,7 mg
HCl qs
Aqua pro inj ad 1 ml
Obat suntik dalam ampul no.V

6.2. Penimbangan Bahan


Tabel. 6.1. Penimbangan Bahan.
No Nama bahan baku Kegunaan Jumlah Jumlah untuk
dalam formula perunit satu Batch

1. Asam Folat Zat aktif 10,6 mg 53mg

2. NaCl Pengisotonis 8 mg 40 mg
3. NaOH N Pengatur pH 7 tetes

4. Na2EDTA Penghelat 4 mg 20 mg

5. Aqua pro injection Pelarut Ad 2 ml Ad 10 ml

6.3. Hasil Evaluasi Sediaan


Tabel 6.2. Hasil Evaluasi
Jenis Evaluasi Hasil
Kejernihan Jernih
Penampilan fisik wadah Baik
Kebocoran ampul 3 bocor
Jumlah sediaan 2 diterima
Keseragaman volume Seragam
15

7. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan parenteral berupa injeksi
dengan menggunakan zat aktif Asam Folat. Terdapat berbagai rute pemberian
parenteral yaitu intravena, intraspinal, intarmuscular, subkutis, dan intradermal. Rute
yang digunakan pada sediaan perenteral kali ini yaitu rute intramuscular. Sediaan
parenteral selain harus steril, juga tidak boleh mengandung partikel yang memberikan
reaksi pada zat aktif tersebut dan tidak boleh mengandung pirogen. Sediaan injeksi
Asam folat ini biasanya diberikan pada ibu hamil sebagai suplemen makanan. Asam
folat ini berperan penting dalam pembentukan, perbaikan, dan fungsi DNA dan
fondasi sel-sel tubuh yang akan memengaruhi pertumbuhan plasenta dan
perkembangan janin. Jadi, ibu hamil membutuhkan lebih banyak asupan asam folat
untuk menghindari bayi terlahir dalam keadaan cacat.
Sebelum dilakukan pembuatan injeksi asam folat, maka dilakukan perhitungan
tonisitas larutan terlebih dahulu. Perhitungan tonisitas ini bertujuan agar larutan obat
atau injeksi memiliki tonisitas yang sama dengan tonisitas cairan tubuh kita
diantaranya yaitu darah. Dari hasil perhitungan tonisitas diperoleh hasil sebesar
0,837% yang menunjukkan bahwa sediaan injeksi ini merupakan sediaan hipotonis.
Akan tetapi menurut ketentuan yang berlaku, sediaan hipotonis tidak diizinkan dalam
pembuatan sediaan injeksi karena akan mengakibatkan sel darah merah menjadi lisis
atau pecah dan hal ini akan sangat berbahaya bagi penggunanya. Oleh karena itu
diperlukan penambahan NaCl yang bertujuan agar sediaan ini dapat mencapai
keadaan isotonis.
Pada pembuatan sediaaan ini yang digunakan yaitu bentuk garam dari asam
folat yaitu natrium folat karena asam folat memiliki sifat yang tidak larut dalam air
sedangkan sediaan injeksi harus menggunakan pembawa air yaitu digunakan aqua pro
injeksi, maka yang digunakan dalam bentuk garamnya. Semua peralatan yang akan
digunakan dalam pembuatan sediaan ini harus berada dalam keadaan steril dengan
beberapa cara sterilisasi yaitu menggunakan autoklaf, oven dan cara pemanasan
menggunakan bunsen. Sterilisasi alat ini bertujuan untuk menghilangkan atau
membunuh berbagai mikroba yang dapat menggangu sediaan. Syarat sediaan injeksi
16

harus mutlak steril karena cara penggunaanya yang langsung dimasukkan ke dalam
tubuh sehingga sedapat mungkin harus dihindari adanya pengganggu pada sediaan,
apabila pada sediaan injeksi terdapat mikroba maka dapat berakibat fatal bagi
kesehatan tubuh selain itu, sediaan ini harus bebas pirogen, karena dikhawatirkan
pirogen yang merupakan zat endotoksin dapat masuk kedalam darah yang akan
menimbulkan reaksi negatif pada tubuh, seperti reaksi demam.
Pada proses pembuatan asam folat dilarutkan dalam 5 ml aqua pro injeksi,
karena asam folat ini tidak larut dalam air maka ditambahkan dengan basa yaitu
berupa NaOH senyak 7 tetes. Reaksi antara asam dan basa tersebut terjadi
pembentukan garam. Penambahan larutan NaOH ini perlu dilakukan karena syarat
dari larutan steril ini adalah semua komponen harus larut dalam air sedangkan asam
folat tidak larut dalam air sehingga perlu dilakukan reaksi penggaraman untuk
meningkatkan kelarutannya. Adanya perubahan pada asam folat yang awalnya
berwarna orange kecoklatan kemudian menjadi kuning bening setelah penambahan
NaOH menandakan bahwa asam folat tersebut berubah menjadi natrium folat yang
dapat larut dalam air. Selanjutnya ditambahkan larutan NaCl pada larutan.
Penambahan NaCl ini sesuai keterangan sebelumnya yaitu agar didapat injeksi yang
memiliki tonisitas yang sama dengan tonisitas cairan tubuh. Selain itu pada larutan
dilakukan penambahan Na2EDTA Na2EDTA yaitu berfungsi sebagai pengkhleat.
Dinatrium EDTA ini akan mengikat ion logam-logam yang berasal dari wadah gelas
yang digunakan, terutama pada saat proses pembuatan, logam tersebut yang
memungkinkan terjadinya reaksi katalisis hidrolisis zat aktif menjadi tidak stabil,
oleh karena itu ditambahkan dinatrii edetas pada sediaan injeksi asam folat ini.
Pada campuran larutan dilakukan pengecekkan pH menggunakan pH universal,
pengecekkan terhadap sediaan dilakukan sebelum penambahan aqua pro injeksi, hal
ini dilakukan karena untuk mengetahui pH sediaan sebenarnya tanpa adanya zat
pembawa. Diproleh hasil pH 10 yang memenuhi rentang pH stablilitas untuk sediaan
injeksi asam folat ini yaitu pada rentang pH 8 samapai 11. Penambahan aqua pro
injeksi sampai tanda batas kalibrasi pada Erlenmeyer yaitu 10 ml. Aqua pro injeksi
ini digunakan karena air tersebut telah steril dan pada sediaan injeksi dengan
17

temperatur ekstrim atau tinggi akan mencegah terjadinya reaksi pirogen dengan cara
menghambat pertumbuhan microorganism. Penyaringan dilakukan sebanyak dua kali
yaitu dengan menggunakan kertas saring terlebih dahulu, penyaringan dengan
menggunakan kertas saring bertujuan untuk menyaring partikel-pertikel yang
berukuran besar sehingga pada saat disaring dengan bakteri filter tidak akan terjadi
penyumbatan. Setelah disaring dengan kertas saring selanjutnya disaring dengan
menggunakan bakteri filter berukuran 0.45 µm. Penyaringan ini berfungsi untuk
menyaring partikel-partikel yang tidak bisa tersaring oleh kertas saring dan juga
untuk menyaring mikroba yang mungkin terdapat pada larutan yang terbawa dari
udara ataupun dari alat-alat yang digunakan. Sediaan injeksi ini dibuat sebanyak 5
ampul dengan masing-masing berisi 1 ml sediaan. Pada proses pembuatan dilakukan
penambahaan volume menjadi 1,1 ml, hal ini bertujuan karena dikhawatirkan sediaan
yang telah dibuat mengalami penyusutan volume melalu proses pembuatan yang
memungkinkan menempel pada alat-alat yang digunakan.
Ampul yang telah diisi sediaan kemudian diseal. Setelah dilakukan seal,
sebagian ampul tidak tertutup dengan sempurna hal ini mungkin terjadi karena alat
seal yang digunakan terlalu panas sehingga mulut ampul meleleh dengan cepat dan
tentu saja hal ini akan berpengaruh pada uji kebocoran. Ampul yang telah di seal
kemudian disterilkan dengan menggunakan sterilisasi cara A yaitu dengan
menggunakan uap basah ataupun yang dikenal dengan autoklaf. Metode ini dipilih
karena asam folat memiliki karakteristik tahan terhadap pemanasan yaitu dengan titik
leleh yang tinggi sebesar 250oC atau 482oF.
Hasil yang diperoleh pada evaluasi terhadap sediaan yaitu didapat sediaan yang
memiliki kejernihan yang baik. Hal ini menyatakan bahwa partikel-partikel dalam
sediaan tersebut homogen atau terdispersi sempurna. Penampilan fisik wadah yang
didapat tersebut baik secara fisik didapat 2 sediaan yang utuh dari total 5 ampul yang
dibuat, hal ini dikarenakan terdapat 3 ampul yang bocor. Keseragaman volume dari 2
sediaan yang telah jadi menunjukkan keseragaman yang baik dengan memiliki tinggi
larutan dalam ampul yang setara hal ini menunjukan bahwa kalibrasi volume yang
dilakukan seragam.
18

8. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa praktium pembuatan sediaan injeksi asam folat ini
hipotonis yaitu diperoleh tonisitas larutan sebesar 0,837%, maka penambahan NaCl
yang dibutuhkan dalam 10 ml yaitu sebanyak 80 mg. Hasil evaluasi sediaan didapat 2
sediaan utuh dan 3 sediaan yang bocor dengan larutan yang jernih dan penampilan
fisik serta keseragaman volume sediaan yang baik.
19

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi 3. Jakarta: Departemen kesehatan


Republik Indonesia.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi 4. Jakarta: Departemen kesehatan


Republik Indonesia.

Ansel, C Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat.


Penerjemah Farida Ibrahim. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Gerald, K. 2011. AHFS Drug Information Essential. Bethesda: American Society of


Health System Pharmacists.

Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.

Merck and CO, INC. 2001. The Merck Index 13th edition. USA: Pan American
Copyright Convention.

Priyambodo, B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka


Utama.

Department Of Pharmaceutical Science. 2009. Martindale The Complete Drug


Reference Edition 36. United Kingdom: Pharmaceutical Press.

Raymond Rowe, C. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient, 6thed, USA:


Pharmaceutical Press.

Syamsuni. 2007. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Voight, R.1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah Dr. Soendani


Noerono. Edisi Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Wade, Ainley and Weller, Paul J. 1994. Pharmaceutical Excipients. 6th


edition. The Pharmacuetical Press. London.
20

LAMPIRAN

1. Perhitungan Tonisitas
0,52−{(𝑝𝑡𝑏1 𝑥 𝐶1) +(𝑝𝑡𝑏2 𝑥 𝐶2)}
w= 5,76
0,52−{(0,06 𝑥0,526+0,13𝑥0,005)}
w= 5,76
0,52−0,058
w= 5,76

w = 0,8 (larutan yang sudah isotonis)


0,8
jadi, w = 100 𝑥 1 𝑚𝑙 = 0,008 g/ml

2. Perhitungan penambahan volume


(n + 2) x c + 2 ml
(5 + 2) x 1,1 + 2 ml = 9,7 ml ≈ 10 ml

3. Kemasan primer
21

Pada kemasan obat terdapat :


a. No. Registrasi : DKL 1710100143A2
Keterangan :
D : menunjukan nama dagang
K : menunjukan golongan obat yaitu obat keras
L : menunjukan obat jadi yang diproduksi secara lokal
17 : menunjukan tahun pendaftaran obat dan disetujui pada tahun 2017.
10 : menunjukan nomor urut pabrik
1001 : menunjukan nomor urut obat jadi yang disetujui oleh masing-
masing pabrik.
43 : menunjukan bentuk sediaan obat jadi yaitu injeksi
A : menunjukan kekuatan sediaan obat jadi pertama yang disetujui
2 : menunjukan kemasan yang petama
b. No. Batch : D 70502002
D : menunjukan kode tahun pengemasan pada produk jadi pada tahun
2017
70 : menunjukan tahun produksi untuk produk
502 : kode produk dari produk ruahan
02 : kode urutan produk
c. Logo

(obat keras)
Untuk obat yang berkhasiat keras yang dapat dibeli harus dengan resep
dokter dan d ijual oleh pihak yang berhak menjual obat tersebut, mempunyai
tanda khusus berupa lingkaran bulat berwarna merah, dengan garis tepi
berwarna hitam serta huruf K yang menyentuh garis tepi.
22

d. Exp. Date : 15 maret 2020


Waktu yang tertera pada kemasan yang menunjukan batas waktu
diperbolehkannya obat tersebut dikonsumsi, karena diharapkan memenuhi
spesifikasi yang diterapkan.
e. Mfg. Date : 15 maret 2015
Waktu yang tertera pada kemasan menunjukan tanggal produksi obat.
f. Produsen
PT. SOUPINUR FARMA
Bandung - Indonesia

4. Kemasan sekunder

Penjelasan yang terdapat pada kemasan dan brosur produk


a. Dosis :
Subkutan; intra muscular sehari 15 mg 3 ampul
b. Indikasi :
Anemia megaloblastik yang disebabkan defisiensi asam folat.
c. Kontraindikasi :
Pengobatan anemia pernisiosa dan anemia
megaloblastik lainnya dimana vitamin B12 tidak cukup (tidak efektif)
23

d. Peringatan :
Jangan digunakan untuk penyakit ganas kecuali anemia megaloblastik
karena defisiensi asam folat merupakan komplikasi penting.
e. Pemberian sediaan :
Secara Intra Muskular
f. Efek Samping :
perubahan pola tidur, sulit berkonsentrasi, iritabilitas, aktivitas berlebih,
depresi mental, anoreksia, mual-mual, distensi abdominal, dan
flatulensi
g. Cara Penyimpanan :
Simpan di tempat sejuk 25°C dan terhindar dari cahaya matahari
h. Kemasan :
Box 2 ampul @ 1 ml

Anda mungkin juga menyukai