SKRIPSI
FIRDA KHANIFAH
1111102000010
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
FIRDA KHANIFAH
1111102000010
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Shalawat dan salam peulis panjatkan atas junjungan baginda kita, Nabi
Muhammad SAW, nabi yang mengajarkan kita berbagai ilmu pengetahuan dan telah
membawa kita dari alam kegelapan menuju kea lam terang benderang, beserta orang-
orang yang senantiasa istiqomah dijalannya.
1. Bapak Arief Sumantri SKM., M. Kes., selaku Dekan Fakultas kedokteran dan
Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Yardi, M.Si., Ph.D., Apt., selaku ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dan selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan masukan dan saran.
3. Ibu Eka Putri, M.Si., Apt., selaku pembimbing pertama dan Bapak Novik
Nurhidayat, Ph.D., selaku pembimbing kedua, yang memberikan bantuan
pengarahan, nasehat, dukungan , dan bimbingannya, sehingga penulis bisa
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menyelesaikan dan menyusun skripsi ini. Semoga segala bantuan dan
bimbingan ibu dan bapak mendapat imbalan yang lebih baik.
4. Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt., selaku sekretaris Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan khususnya
staf pengajar Program Studi Farmasi yang telah memberikan banyak ilmu
kepada penulis.
6. Kedua orang tua yang tersayang dan tercinta, Ayahanda Dasukih dan Ibu
Munyati, yang telah memberikan motivasi yang sangat besar serta doa dan
kasih sayang yang melimpah kepada penulis. Semoga Allah selalu
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada mereka.
7. Kakak tercinta Vijar Zulfikar dan adik tersayang Khusnul Khotimah serta
saudara-saudara penulis, yang senantiasa memberikan doa dan dukungannya
dalam pembuatan skripsi ini.
8. Rekan penelitian tersayang The BIOFILMERS (Rika, Fatah, Kiki, Kak Eka
dan Kak Via), serta The BIOSENSORERS (Kak Anom dan Kak Afif) yang
telah membantu, mengajarkan dan memberi masukannya kepada penulis.
9. Sahabat perkuliahan terhebat dan tersayang Wafa, Novila Tari, Khabbatun
Ni’mah, Mazaya Fadhila, Yulia N. Raihana, Dini Fauzana, Dana
Yusshiammanti, Fitri Rahmadhani, Dhenny Arman Siregar, serta adik kelas-
Ku Noni dan Nita, yang selalu memberikan keceriaan dan motivasi untuk
selalu semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat putih abu-abu tersayang FECHRIEN ( Rini Okatviani, Kartika
Pratiwi, Ahmad Ependi, Ahmad Faisal, Febriandanu S., dan Ichsan Kahfi),
terimakasih atas keceriaan dan dorongannya selama ini kepada penulis.
11. Laboran terbaik Kak Lusi dan Pak Acun, yang telah banyak membantu
penulis pada saat penelitian.
12. Rekan-rekan Farmasi 2011, khususnya kelas AC tercinta.
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13. Serta semua pihak yang telah membantu dari awal hingga akhir penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH
NIM : 1111102000010
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Dibuat di : Ciputat
Yang menyatakan,
Firda Khanifah
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3 Metode ...................................................................................................................... 13
3.3.1 Determinasi Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) ............................................... 13
3.3.2 Sterilisasi Alat dan Bahan ............................................................................... 13
3.3.3 Penyiapan Air Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) .............................. 13
3.3.4 Pemeriksaan Kandungan Kimia Jeruk Nipis ................................................. 14
3.3.5 Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Staphylococcus aureus ............................... 14
3.3.6 Pembuatan Medium Agar .............................................................................. 15
3.3.6.1 Luria Bertani Agar .............................................................................. 15
3.3.6.2 Media Heterotrof ............................................................................... 16
3.3.7 Purifikasi dan Karakterisasi Bakteri Pada Media Luria Bertani Agar ............ 16
3.3.8 Pembuatan Suspensi Bakteri Staphylococcus aureus ..................................... 16
3.3.9 Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Bahan ....................................... 16
3.3.10 Uji Aktivitas Antibiofilm Secara In Vitro ..................................................... 17
3.3.11 Rancangan Penelitian dan Analisa Data ....................................................... 19
3.3.12 Optimasi Aktivitas Terseleksi ....................................................................... 20
3.3.13 Uji Aktivitas Antibiofilm Air Perasan Jeruk Nipis dari
3.3.14 Hasil Optimasi .............................................................................................. 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 21
4.1.Determinasi ............................................................................................................... 21
4.2 Karakterisasi dan Proses Penyiapan Sampel ............................................................. 21
4.3 Uji Penapisan Fitokimia ............................................................................................ 21
4.4 Karakterisasi Bakteri Staphylococcus aureus ........................................................... 22
4.5 Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Staphylococcus aureus ...................... 24
4.6 Uji Aktivitas Antibiofilm Air Perasan jeruk Nipis terhadap Biofilm S. aureus ...... 26
4.7 Optimasi Aktivitas Penghambatan ............................................................................ 31
4.8 Optimasi Aktivitas Penghancuran (degradasi) ......................................................... 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 40
LAMPIRAN ................................................................................................................... 46
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
toksin, termasuk keracunan makanan, sindrom kulit terbakar dan sindrom syok
toksik (Richard, 1999).
Kemampuan pembentukan biofilm merupakan salah satu faktor virulensi S.
aureus yang dapat menyebabkan peningkatan toleransi terhadap antibiotik dan
desinfektan serta resistensi terhadap fagositosis dan sel-sel imunokompeten lain
(Hoiby et al., 2010; Lee et al., 2013). Dilaporkan bahwa Staphylococcus aureus
telah resisten terhadap berbagai antibiotik diantaranya penisilin, oksasilin dan
antibiotik beta laktam lainnya (Mardiastuti, 2007).
Selain sulitnya mengobati penyakit terkait biofilm dengan terapi antibiotik
konvensional, pengobatan lebih lanjut terhalang oleh resistensi antibiotik yang
meningkat di kalangan patogen sehingga menyebabkan peningkatan kesulitan
pengendalian penyakit. Resistensi antibiotik pada S. aureus seperti resistensi
metisilin adalah salah satu masalah kesehatan yang paling mendesak. Pendekatan
alternatif selain terapi antibiotik konvensional sangat dibutuhkan untuk mengobati
infeksi yang disebabkan oleh bakteri pembentuk biofilm (Meng Chen et al, 2013).
Oleh karena itu diperlukan pencarian senyawa-senyawa aktif yang memiliki
aktivitas sebagai antibiofilm.
Coleman et al, (2010) menunjukkan bahwa saponin dapat mengganggu
pembentukan biofilm dengan merusak matriks biofilm. Sedangkan flavonoid
berpotensi sebagai antibiofilm karena dapat menghambat proses quorum sensing
dalam pembentukan biofilm (Vikram et al., 2010). Asam sitrat juga diketahui
memiliki aktivitas antibiofilm yang baik. Mekanisme antibiofilm asam sitrat
adalah dengan memecah jembatan kalsium dan merusak matriks biofilm (Faot et
al., 2014).
Menurut Afifah (2013), jeruk nipis mengandung senyawa flavonoid,
saponin dan fenol. Dan menurut Rahardjo 2012, jeruk nipis mengandung senyawa
asam organik yang memiliki aktivitas antibakteri seperti asam sitrat yang
merupakan komponen utama kemudian asam malat, asam laktat dan asam tartarat.
Secara empiris jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle) juga telah
lama digunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri
seperti batuk, demam, disentri, jerawat dan menangani bau badan.
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
1.4 HIPOTESA
Air perasan jeruk nipis (C. aurantifolia) memiliki aktivitas sebagai
antibiofilm.
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Morfologi
Jeruk nipis termasuk salah satu jenis citrus genuk yang termasuk jenis
tumbuhan perdu yang banyak memiliki bahan dan ranting. Tingginya sekitar 0,5-
3,5 meter dan memiliki daun yang majemuk, elips atau bulat telur, pangkal daun
membulat dan berujung tumpul. Batang pohonnya berkayu ulet, berduri dan
keras, sedangkan permukaan kulit luarnya berwarna tua dan kusam. Bunganya
berukuran majemuk/tunggal yang tumbuh di ketiak daun atau di ujung batang
dengan diameter 1,5-2,5 cm. Buah jeruk nipis berdiameter 3,5 sampai 5 cm,
memiliki warna hijau ketika masih muda dan menjadi kuning setelah tua. Biji
berbentuk bulat telur, pipih, putih kehijauan. Tanaman jeruk umumnya menyukai
tempat-tempat yang dapat memperoleh sinar matahari langsung (Syamsuhidayat
dan Hutape, 1991).
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
siral, limonene, feladren, dan glikosida hedperidin. Buah jeruk juga mengandung
zat bioflavonoid, pectin, dan enzim, protein, lemak dan pigmen (karoten dan
klorofil). Sari jeruk buah nipis mengandung asam sitrat 7% dan minyak atsiri
limonene. Buah matang berumur lebih dari 3 bulan, terutama sari uahnya
mengandung 8% asam sitrat dari berat buah. Ekstrak air 41% dari berat buah,
vitamin C 4,6%, air 91%, karbohidrat 5,9%, protein 0,5% dan lemak 2,4%
(Sethpakdee, 1992).
2.2.2 Khasiat
Daun jeruk dan bunga jeruk nipis dapat digunakan untuk pengobatan
hipertensi, batuk, lender tenggorokan, demam, panas pada malaria, jerawat,
ketombe, dan lain-lain. Buah jeruk nipis dapat digunakan menurunkan panas, obat
batuk, peluruh dahak, menghilangkan ketombe, influenza, dan obat jerawat. Pada
kulit dan buah jeruk nipis juga dapat diambil minyak atsiri yang digunakan
sebagai bahan obat dan hampir seluruh industri makanan, minuman, sabun,
kosmetik, dan parfum menggunakan sedikit minyak atsiri ini sebagai pengharum
dan juga dapat digunakan sebagai antirematik, antiseptik, antiracun, astringen,
antibakteri, diuretik, antipiretik, antihipertensi, antijamur, insektisida, tonik,
antivirus, dan ekspektoran. Getah batang ditambahkan dengan sedikit garam dapat
dipergunakan sebagai obat sakit tenggorokan (Ninditha, 2012).
2.3 INFEKSI
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam
tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi terjadi jika
mikroorganime bertumbuh dan mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh. Jika
mikroorganisme ini merusak tubuh maka disebut patogen. Suatu patogen harus
berkembang biak dalam tubuh untuk dapat menimbulkan infeksi (Joyce et al.,
2008). Dua faktor penting yang jelas berperan pada patogenesis infeksi adalah
dosis kontaminasi bakteri dan ketahanan pasien (David,1995).
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
2.4.3 Patogenisitas
Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai
abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah
bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya
pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan
endokarditis. S. aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial,
keracunan makanan, dan sindroma syok toksik (Ryan, et al., 1994; Warsa, 1994).
Infeksi yang paling sering ditimbulkan oleh Staphylococcus aureus adalah infeksi
piogenik kulit (Richard, 1999).
Bisul atau abses setempat, seperti jerawat dan borok merupakan infeksi kulit
di daerah folikel rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat. Mula-mula
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
terjadi nekrosis jaringan setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin di sekitar lesi dan
pembuluh getah bening, sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses
nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui pembuluh getah
bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada vena, trombosis,
bahkan bakterimia. Bakterimia dapat menyebabkan terjadinya endokarditis,
osteomielitis akut hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru (Warsa, 1994;
Jawetz et al., 1995).
2.5 BIOFILM
2.5.1 Definisi Biofilm
Biofilm merupakan bentuk struktural dari sekumpulan mikroorganisme
yang dilindungi oleh matrik ekstraseluler yang disebut Extracellular Polymeric
Substance (EPS), dimana EPS merupakan produk yang dihasilkan sendiri oleh
mikroorganisme tersebut dan dapat melindungi dari pengaruh buruk lingkungan
(Prakash, et al., 2003). Komponen utama EPS terdiri dari polisakarsida yang
dapat berasosiasi dengan ion-ion logam dan makromolekul lain seperti protein dan
lipid. Biofilm saat ini dianggap sebagai mediator utama infeksi, dengan perkiraan
80% kejadian infeksi berkaitan dengan pembentukan biofilm (Archer, et al.,
2011). Bakteri membentuk biofilm pada permukaan yang terendam atau lembab
seperti jaringan hidup, permukaan gigi, peralatan medis yang ditempelinya dan
implan.
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
melekatkannya pada berbagai jenis benda seperti logam, plastik, pasir, partikel
tanah dan jaringan.
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2.2. Bahan
3.2.2.1. Tanaman
Jeruk nipis (Citrus aurantiolia (Christm.) Swingle) yang diperoleh dari
kelurahan Cipondoh Indah, kecamatan Cipondoh - Tangerang. Buah ini dipetik
pada tanggal 9 Maret 2015 dan 26 April 2015.
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
3.3. METODE
3.3.1. Determinasi Jeruk Nipis (Citrus aurantiolia (Christm.) Swingle)
Determinasi dilakukan untuk memastikan klasifikasi tanaman yang
digunakan dalam penelitian. Determinasi terhadap jeruk nipis (Citrus aurantiolia
(Christm.) Swingle) dilakukan di Herbarium Bogoriense LIPI – Cibinong.
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
0,50%, 1%, 2%, 4 % dan 8% v/v. Proses ini dilakukan untuk memperoleh sampel
yang siap untuk digunakan.
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
cawan petri. Kemudian ditusukkan sebanyak 1 ose bakteri uji ke dalam media
menggunakan ose yang berbentuk jarum. Setelah itu diinkubasi pada suhu 370C
selama 24 jam. Terbentuknya zona bening disekitar tempat penusukan bakteri
menunjukkan bahwa bakteri uji adalah Staphylococcus aureus (Breed, et al.,
1957).
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
3.3.7. Purifikasi dan Karakterisasi Bakteri pada Media Luria Bertani Agar
Hasil karakterisasi bakteri Staphylococcus aureus kemudian dipurifikasi
(dimurnikan). Teknik yang digunakan adalah Streak Plate. Jarum ose dipanaskan
terlebih dahulu sampai berpijar, lalu didinginkan. Kemudian bakteri diambil dan
digoreskan pada media luria bertani agar. Selanjutya diinkubasi pada suhu 370C
selama 24 jam (Deby et al., 2012). Kemudian dilakukan pengamatan secara
morfologis terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang telah ditumbuhkan pada
media luria bertani agar, serta dilakukan karakterisasi bakteri dengan pewarnaan
Gram.
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
% pencegahan =
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
% penghancuran =
Hipotesis :
Pengambilan keputusan :
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Determinasi
Hasil determinasi tumbuhan menunjukkan bahwa sampel buah yang
digunakan adalah jeruk nipis dengan nama spesies Citrus aurantifolia (Christm.)
Swingle, suku Rutaceae ( Lampiran 2 ).
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
370C karna suhu ini merupakan suhu optimal dalam pertumbuhan S.aureus.
Setelah 24 jam kemudian diukur nilai optical dencity (OD) suspensi bakteri pada
panjang gelombang 600nm untuk mengetahui konsentrasi dari suspensi bakteri
tersebut.Kemudian suspensi bakteri diencerkan mengunakan media HTR hingga
OD mencapai 0,5 atau sekitar 108 CFU/ml (Abdelhady et al., 2013). Digunakan
OD 0,5 pada suspensi bakteri karena bakteri membentuk biofilm dengan baik
(kuat) dengan OD ≥0,5 (Ando et al., 2004). Media yang digunakan dalam
pembuatan suspensi bakteri tidak selalu harus menggunakan HTR cair namun bisa
juga menggunakan media lainnya seperti Tryticase soy broth, LB broth dan media
BHI.
Uji pertumbuhan biofilm ini menggunakan metode Microtitter Plate Biofilm
Assay (OD595nm) dengan kristal violet 1% sebagai pendeteksi. Kristal violet akan
mewarnai biofilm sehingga terbentuk cincin berwarna ungu di sekeliling sumuran
yang kemudian ditambahkan dengan etanol 96 % untuk melarutkan kristal violet
yang terikat pada biofilm. Banyaknya kristal violet yang terlarut berbanding lurus
dengan jumlah biofilm yang terbentuk. Namun demikian, faktor fisika, kimia, dan
biologis juga dapat mempengaruhi ikatan kristal violet dan biofilm. Faktor-faktor
tersebut antara lain adalah faktor struktural yang mempengaruhi difusi pewarna,
perbedaan morfologi dan fisiologi dari setiap sel, dan interaksi kimia antara
komponen senyawa dalam tanaman dengan pewarna itu sendiri (Niu dan Gilbert,
2004). Hasil pertumbuhan biofilm dapat dilihat pada gambar 4.3.
Densitas Biofilm (OD kristal
1.2 1.04
0.98
1
0.8
violet)
0.6 0.45
0.29
0.4
0.2
0
1 2 3 4
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
4.6 Uji Aktivitas Antibiofilm Air Perasan Jeruk Nipis terhadap Biofilm
Staphylococcus aureus
Setelah diketahui waktu dan konsentrasi bakteri yang menghasilkan
pembentukan biofilm paling baik, kemudian dilakukan uji aktivitas antibiofilm air
perasan jeruk nipis. Hasil uji aktivitas antibiofilm ini menunjukkan bahwa air
perasan jeruk nipis memiliki aktivitas terhadap pencegahan pembentukan,
penghambatan pertumbuhan dan penghancuran biofilm S. aureus. Hal ini
ditunjukkan dari densitas optis yang diperoleh pada perlakuan dengan
penambahan air perasan jeruk nipis konsentrasi 0,0625% sampai dengan 8%
dibandingkan dengan kontrol negatif dan dari % pencegahan, % penghambatan
dan % penghancuran biofilm mulai dari pemberian air perasan jeruk nipis dengan
konsentrasi 0,0625% sampai dengan 8%. Kontrol negatif yang digunakan pada uji
aktivitas antibiofilm ini adalah suspensi bakteri tanpa penambahan media dan air
perasan jeruk nipis. Densitas optis antibiofilm air perasan jeruk nipis terhadap
biofilm Staphylococcus aureus dapat dilihat pada tabel 4.3.
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
77.18
77.80
90
76.14
75.20
74.19
67.75
80 Ekstrak 0.0625%
66.23
65.94
64.86
62.55
62.48
62.40
61.10
61.10
61.03
59.55
59.48
57.75
70 Ekstrak 0.125%
56.33
53.15
Aktivitas Antibiofilm
50.69
48.50
48.25
48.10
60 Ekstrak 0.25%
50 Ekstrak 0.5%
40 Ekstrak 1%
30 Ekstrak 2 %
20 Ekstrak 4%
10 Ekstrak 8%
0
Pencegahan Penghambatan Penghancuran
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
(signifikan). Hal ini menunjukkan bahwa air perasan jeruk nipis dengan
konsentrasi 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 2%, dan 4% memiliki aktivitas
penghambatan yang sama. Air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi 0,0625%
menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap konsentrasi 0,125%, 0,25%,
0,5%, 1%, 2%, 4%, dan 8%. Hal ini menunjukkan bahwa air perasan jeruk nipis
dengan konsentrasi 0,0625% memiliki perbedaan aktivitas terhadap air perasan
jeruk nipis dengan konsentrasi 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 2%, 4% dan 8%.
Begitupun pada konsentrasi 8% yang menunjukkan perbedaan yang bermakna
terhadap konsentrasi 0,0625%, 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 2%, dan 4%.
Pengujian aktivitas air perasan jeruk nipis yang terakhir dilakukan terhadap
penghancuran (degradasi) biofilm S. aureus. Kemampuan degradasi biofilm dari
senyawa terkait dengan kemampuan penetrasi senyawa ke dalam biofilm yang
terbentuk, yakni mampu berpenetrasi pada lapisan EPS atau lendir yang
menyelubungi bakteri. Selain itu, kemampuan senyawa dalam mendegradasi
biofilm adalah menghilangkan EPS pada biofilm yang sudah terbentuk (Ardani et
al., 2010).
Grafik pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi air
perasan jeruk nipis maka semakin kecil aktivitas penghancurannya (berbanding
terbalik). Hal ini diduga terjadi karena semakin kecil konsentrasi air perasan jeruk
nipis maka semakin besar kemampuan dari senyawa aktifnya untuk berpenerasi ke
dalam lapisan EPS atau lendir yang menyelubungi bakteri. Berbeda dengan hasil
penelitian yang ditunjukkan oleh Yosephine (2013) pada uji penghancuran biofilm
Streptococcus mutans dengan menggunakan minyak atsiri kemangi (Ocimum
basilicum L.) yang menunjukkan pola linier yaitu semakin besar konsentrasi
minyak atsiri maka semakin besar kemampuannya dalam mendegradasi biofilm.
Semakin besar konsentrasi maka semakin besar kandungan zat aktif yang
berfungsi sebagai antibiofilm, sehingga semakin besar pula potensinya dalam
menghancurkan biofilm. Namun aktivitas degradasi yang dihasilkan oleh minyak
atsiri kemangi tidak terlalu baik, dengan % aktivitas penghancuran paling baik
yang dihasilkannya adalah 57,64% pada konsentrasi 0,2%. Rendahnya nilai %
degradasi biofilm ini menunjukkan bahwa minyak atsiri kurang efektif sebagai
agen pendegradasian biofilm. Kemungkinan penyebabnya adalah karena minyak
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
3.0 60 – 65
> 65
Hold Values
2.5 KONSENTRASI 0.0625
2.0
1.5
1.0
25 30 35 40 45 50
SUHU
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
WAKTU INKUBASI
3.0 75 – 80
> 80
Hold Values
2.5 SUHU 25
2.0
1.5
1.0
1 2 3 4 5 6 7 8
KONSENTRASI
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
78.42
80
% Penghambatan
75
70 66.49
65
60
Ekstrak 8%
Klorin (Kontrol +)
Sampel Uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
WAKTU KONTAK
35 – 40
> 40
60 Hold Values
KONSENTRASI 0.0625
50
40
30
25 30 35 40 45 50
SUHU
> 40
Hold Values
60 SUHU 25
50
40
30
1 2 3 4 5 6 7 8
KONSENTRASI
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
konsentrasi kecil (0,0625%) dan besar (8%). Sedangkan untuk waktu kontak,
semakin lama waktu kontaknya maka semakin kecil aktivitasnya.
Dari hasil countor plot pada optimasi aktivitas penghancuran didapatkan
kondisi optimal untuk aktivitas penghancuran biofilm Staphylococcus aureus
adalah pada suhu 27,270C, dengan konsentrasi 8% dan waktu inkubasi selama 30
menit. Setelah diketahui kondisi optimal dalam menghasilkan aktivitas antibiofilm
yang paling baik, kemudian dilakukan pengujian dengan kondisi tersebut dan
hasilnya dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol positif. Kontrol negatif
yang digunakan adalah suspensi bakteri tanpa penambahan media dan air perasan
jeruk nipis sedangkan kontrol positif untuk uji penghancuran biofilm
menggunakan biorem. Karna tidak ada inkubator dengan suhu 27,270C maka
pengujian dilakukan disuhu ruang ±250C. Densitas Optis dan persentase aktivitas
penghancuran kondisi optimal yang dibandingkan dengan kontrol positif dapat
dilihat pada tabel 4.6 gambar 4.9.
60 52.57
% Penghancuran
43.62
40
20
0
Ekstrak 8%
BIOREM (Kontrol +)
Sampel Uji
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
Hasil pengujian aktivitas air perasan jeruk nipis kondisi optimal terhadap
penghancuran (degradasi) biofilm S. aureus memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan kontrol positif. Hasil uji statistik One-way ANOVA
menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna (signifikan) (p ≤ 0,05).
Kemudian dilanjutkan uji post hoc yang menjelaskan tentang perbandingan
densitas optis antar perlakuan. Dari hasil uji post hoc, dinyatakan bahwa air
perasan jeruk nipis dapat menghancurkan biofilm S. aureus secara bermakna
(signifikan) terhadap kontrol negatif tetapi tidak bermakna (signifikan) terhadap
kontrol positif.
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
5.1 KESIMPULAN
1. Air perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm) Swingle) memiliki aktivitas dalam
mencegah pembentukan, menghambat pertumbuhan dan menghancurkan (degradasi)
biofilm Staphylococcus aureus.
2. Air perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm) Swingle) memberikan aktivitas
paling baik dalam menghambat pertumbuhan biofilm Staphylococcus aureus.
3. Berdasarkan hasil penelitian ini air perasan jeruk nipis memiliki aktivitas paling baik
dalam penghambatan pertumbuhan biofilm pada konsentrasi 8%, suhu 27,270C dan
waktu inkubasi selama 1 hari, sedangkan pada penghancuran biofilm pada konsentrasi
8%, suhu 27,270C dan waktu kontak selama 30 menit.
5.2 SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi senyawa aktif yang
berfungsi sebagai antibiofilm dalam air perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm)
Swingle).
2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya air perasan jeruk nipis diuapkan atau di freez dry.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
DAFTAR PUSTAKA
Taganna, J.C., J.P. Quanico, R.M. Perono, E.C. Amor, W.L. Rivera. 2011. Tannin
rich fraction from terminalia catappa inhibits quorum sensing (QS) in
Chromobacterium violaceum and the QS-controlled biofilm maturation and
lasA Staphylolytic activity in Pseudomonas aeruginosa. Journal
Ethnopharmacol. 134(3) : 865-871.
Tait K., Sutherland I.W. 1998. Antagonistic interactions amongst bacteriocin
producing enteric bacteria in dual species biofilms. Journal of Applied
Microbiology. 93 : 345-352.
Tiwari, Kumar, Kaur Mandeep, Kaur Gurpreet & Kaur Harleem. 2011.
Phytochemical Screening and Extraction : A Riview. Internationale
Pharmaceutica Scienca vol. 1 : issues 1.
Vikram, A., G.K. Jayaprakasha, P.R. Jesudhasan, S.D. Pillai, dan B.S. Patil. 2009.
Upression of Bacterial Cell-Cell Signalling Biofilm Formation and Type III
Secretion System by Citrus Flavonoids. Journal of Applied Microbiology,
109(2010) 515-527.
Volk. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Vuong C, & Otto M. 2002. Staphylococcus epidermidis infections. Microbes
Infect 4 (2002) 481–489.
Warsa, U.C. 1994. Staphylococcus dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran.
Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit Binarupa Aksara.
Yosephine, Ardiana Dewi, Martha Purnami Wulanjati, Teuku Nanda Saifullah,
dan Puji Astuti. 2013. Mouthwash Formulation of Basil Oil (Ocimum
basilicumL.) and In Vitro Antibacterial and Antibiofilm Activities Againts
Streptococcus Mutans. Traditional Medicine Journal, 18(2), 2013.
Yunus, L. 2000. Pembentukan Biofilm Oleh Salmonella blockey Pada Permukaan
Stainless Steel Serta Pengaruh Sanitasi Terhadap Pembentukan Kembali
Biofilm Baru. IPB.
a. Alkaloid
b. Fenolik
c. Triterpenoid/Steroid
d. Hidoro kuinon
Jeruk nipis
CaCl2 Bahan Pewarnaan Kristal Violet
Gram
Bahan media LB
Biorem Etanol 96% Bahan media HTR
Densitas Optis
Waktu
1 2 3 Rata-Rata
Hari 1 100/100 0.444 0.489 0.496 0.476
Hari 1 150/50 0.593 0.59 0.595 0.593
Hari 1 200 0.298 0.282 0.29 0.29
Hari 2 100/100 0.798 0.722 0.664 0.728
Hari 2 150/50 0.517 0.48 0.65 0.549
Hari 2 200 1.431 1.422 1.158 1.337
Hari 3 100/100 0.264 0.35 0.324 0.313
Hari 3 150/50 1.099 0.985 1.008 1.031
Hari 3 200 1.224 1.223 1.119 1.189
Hari 4 100/100 0.33 0.377 0.31 0.326
Hari 4 150/50 0.583 0.557 0.588 0.576
Hari 4 200 0.447 0.482 0.419 0.449
Densitas Optis
Perlakuan % Pencegahan ± SD
1 2 3 Rerata ± SD
Kontrol (-) 0,440 0,486 0,459 0,461± -
Absorbansi
N 27
a
Normal Parameters Mean .21437
Positive .239
Negative -.165
Kolmogorov-Smirnov Z 1.239
Densitas Optis
2.136 8 18 .086
ANOVA
Densitas Optis
Total .248 26
Keputusan : data densitas optis aktivitas pencegahan pembentukan biofilm
berbeda secara signifikan (p ≤ 0.05).
Multiple Comparisons
Densitas Optis
LSD
*
8 -.071667 .032165 .039 -.13924 -.00409
*
0.125 Kontrol (-) -.304667 .032165 .000 -.37224 -.23709
*
2 Kontrol (-) -.282000 .032165 .000 -.34958 -.21442
Absorbansi
N 27
a
Normal Parameters Mean .16956
Positive .248
Negative -.218
Kolmogorov-Smirnov Z 1.288
Densitas Optis
2.385 8 18 .060
Keputusan : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm
bervariasi homogen (p ≥ 0.05).
ANOVA
Densitas Optis
Total .343 26
Keputusan : data densitas optis aktivitas pencegahan pembentukan biofilm
berbeda secara signifikan (p ≤ 0.05).
Multiple Comparisons
Densitas Optis
LSD
*
0.0625 -.105333 .030872 .003 -.17019 -.04047
Absorbansi
N 27
a
Normal Parameters Mean .46241
Positive .220
Negative -.130
Kolmogorov-Smirnov Z 1.143
Densitas Optis
1.875 8 18 .128
Keputusan : data densitas optis aktivitas penghancuran bervariasi homogen (p
≥ 0.05).
ANOVA
Densitas Optis
Total .899 26
Multiple Comparisons
Densitas Optis
LSD
a. Pada suhu 250C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu inkubasi 1 hari
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.553 0.571 0.564 0.563 -
Ekstrak 0.0625% 0.236 0.292 0.3 0.276 50.948
Ekstrak 8% 0.115 0.114 0.117 0.115 79.502
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.394 0.386 0.365 0.382 -
Ekstrak 4.03125% 0.077 0.098 0.081 0.085 77.642
c. Pada suhu 500C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu inkubasi 1 hari
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.172 0.171 0.177 0.173 -
Ekstrak 0.0625% 0.088 0.099 0.1 0.096 44.808
Ekstrak 8% 0.161 0.162 0.168 0.164 5.577
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.725 0.663 0.639 0.676 -
Ekstrak 4.03125% 0.144 0.136 0.139 0.140 79.329
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.522 0.519 0.546 0.529 -
Ekstrak 4.03125% 0.21 0.116 0.184 0.17 67.864
Ekstrak 4.03125% 0.247 0.101 0.156 0.168 68.242
Ekstrak 4.03125% 0.32 0.093 0.108 0.174 67.171
Ekstrak 4.03125% 0.132 0.304 0.095 0.177 66.541
Ekstrak 4.03125% 0.232 0.104 0.167 0.168 68.305
Ekstrak 4.03125% 0.152 0.19 0.187 0.176 66.667
f. Pada suhu 370C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu inkubasi 2,5 hari
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.608 0.616 0.596 0.607 -
Ekstrak 0.0625% 0.209 0.208 0.235 0.217 64.176
Ekstrak 8% 0.136 0.133 0.132 0.134 77.967
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.15 0.157 0.139 0.149 -
Ekstrak 4.03125% 0.103 0.105 0.106 0.105 29.596
h. Pada suhu 250C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu inkubasi 4 hari
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.476 0.582 0.588 0.549 -
Ekstrak 4.03125% 0.12 0.124 0.199 0.148 73.086
j. Pada suhu 500C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu inkubasi 4 hari
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.138 0.134 0.131 0.134 -
Ekstrak 0.0625% 0.086 0.089 0.09 0.088 34.243
Ekstrak 8% 0.126 0.129 0.134 0.130 3.474
a. Pada suhu 250C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu kontak 30 menit
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
0.87 0.852 0.875 0.866 -
Kontrol (-)
0.533 0.448 0.533 0.505 41.702
Ekstrak 0.0625%
0.517 0.488 0.417 0.474 45.245
Ekstrak 8%
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
0.951 0.997 0.98 0.976 -
Kontrol (-)
0.578 0.72 0.661 0.653 33.094
Ekstrak 4.03125%
c. Pada suhu 500C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu kontak 30 menit
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
0.921 0.888 0.857 0.889 -
Kontrol (-)
0.647 0.487 0.701 0.612 31.170
Ekstrak 0.0625%
0.704 0.693 0.53 0.642 27.719
Ekstrak 8%
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
0.73 0.769 0.572 0.690 -
Kontrol (-)
0.662 0.649 0.67 0.660 4.346
Ekstrak 4.03125%
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.557 0.594 0.566 0.572 -
Ekstrak 4.03125% 0.602 0.48 0.631 0.571 0.233
Ekstrak 4.03125% 0.558 0.555 0.592 0.568 0.699
Ekstrak 4.03125% 0.585 0.554 0.554 0.564 1.398
Ekstrak 4.03125% 0.584 0.554 0.631 0.590 -3.029
Ekstrak 4.03125% 0.231 0.682 0.667 0.525 7.979
Ekstrak 4.03125% 0.667 0.643 0.638 0.650 -13.454
f. Pada suhu 370C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu kontak 60 menit
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
Kontrol (-)
0.697 0.747 0.667 0.704 -
Ekstrak 0.0625%
0.595 0.484 0.423 0.501 28.849
Ekstrak 8%
0.61 0.552 0.521 0.561 20.275
Densitas Optis
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
Kontrol (-)
0.737 0.804 0.871 0.804 -
Ekstrak 4.03125%
0.734 0.684 0.772 0.73 9.204
h. Pada suhu 250C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu kontak 90 menit
Absorbansi
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
Kontrol (-)
0.5 0.522 0.537 0.520 -
Ekstrak 0.0625%
0.439 0.442 0.421 0.434 16.485
Ekstrak 8%
0.521 0.516 0.356 0.464 10.648
Absorbansi
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
Kontrol (-)
0.896 0.841 0.852 - 0.896
Ekstrak 4.03125%
0.666 0.799 0.753 11.624 0.666
j. Pada suhu 500C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu kontak 90 menit
Absorbansi
Perlakuan % Penghambatan
1 2 3 Rerata
Kontrol (-)
0.812 0.632 0.64 0.695 -
Ekstrak 0.0625%
0.513 0.684 0.683 0.627 9.789
Ekstrak 8%
0.722 0.702 0.724 0.716 -3.071
Kondisi optimal : Pada suhu 250C, konsentrasi 8%, waktu inkubasi 1 hari
Densitas Optik
Perlakuan Rata- % Penghancuran
1 2 3 Rata
Kontrol (-) 0.464 0.524 0.509 0.499
Ekstrak 8% 0.183 0.263 0.264 0.236 52.572
Kontrol (+) 0.251 0.269 0.324 0.281 43.621
Kondisi optimal : Pada suhu 250C, konsentrasi 8%, waktu kontak 30 menit
Densitas Optik
Perlakuan Rata- % Penghancuran
1 2 3 Rata
Kontrol (-) 0.515 0.571 0.564 0.550
Hipotesis :
Ho : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm kondisi
optimal bervariasi homogen
Ha : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm kondisi
optimal tidak bervariasi homogen
Pengambilan keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
ANOVA
Densitas Optis
Total .330 8
Keputusan : data densitas optis aktivitas pencegahan pembentukan biofilm
berbeda secara signifikan (p ≤ 0.05).
Multiple Comparisons
Densitas Optis
LSD
Hipotesis :
Ho : data densitas optis aktivitas penghancuran (degradasi) kondisi optimal
biofilm bervariasi homogen
Ha : data densitas optis aktivitas penghancuran (degradasi) kondisi optimal
biofilm tidak bervariasi homogen
Pengambilan keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
ANOVA
Densitas Optis
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .118 2 .059 38.695 .000
Within Groups .009 6 .002
Total .127 8
Keputusan : data densitas optis aktivitas penghancuran (degradasi) kondisi
optimal biofilm berbeda secara signifikan (p ≤ 0.05).
Multiple Comparisons
Densitas Optis
LSD