Disusun oleh:
Mentari Elisabeth T. 1710711002
Shafiyyah Al Atsariyah 1710711004
Mujahidatul Hasanah 1710711005
Defina Ramandhani 1710711012
M. Panji Asmoro 1710711015
Arkianti Putri 1710711019
A. Pengertian
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. distosia Karena kelainan tenaga (his) yang
tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancaran persalinan.
Distosia adalah Kesulitan dalam jalannya persalinan (Rustam Mukhtar, 1994). Distosia adalah
persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi (Bobak,
2004: 784)
B. Data Prevalensi
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2013, AKI di
Indonesia mencapai 228/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 34/1000
kelahiran hidup umumnya kematian terjadi pada saat melahirkan. Namun hasil SDKI 2012
tercatat, angka kematian ibu melahirkan sudah mulai turun perlahan bahwa tercatat sebesar
102 per seratus ribu kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 23 per seribu kelahiran
hidup karena distosia.
Dalam artikel review tentang definisi dan kejadian distosia bahu diantara 28 publikasi dengan
lebih dari 16 juta kelahiran total, presentasi distosia bahu adalah 0,4%. Sejak tahun 2002 dari
semua kelahiran, tingkat distosia bahu mendekati 1,4% jika publikasi bergantung pada
International Classification of Disease (ICD). Pendarahan pasca persalinan terjadi sekitar 4%
sampai 6% dari semua kehamilan. Royal College of Obstetricians and Gynecologists (RCOG)
memperkirakan 3 dari 1000 mengalami pendarahan parah
C. Faktor Resiko
Gilbert (2007) menyatakan beberapa faktor yang dicurigai dapat meningkatkan resiko
terjadinya distosia uterus sebagai berikut:
1. Bentuk tubuh (berat badan yang berlebihan, pendek)
2. Kondisi uterus yang tidak normal (malformasi kongenital, distensi yangberlebihan,
kehamilan ganda, atau hidramnion)
3. Kelainan bentuk dan posisi janin
4. Disproporsi cephalopelvic (CPD)
5. Overstimulasi oxytocin
6. Kelelahan, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, dan kecemasan
7. Pemberian analgesik dan anastetik yang tidak semestinya.
D. Etiologi
1. Persalinan Disfungsional (Distosia karena Kelainan Kekuatan)
Persalinan disfungsional adalah kontraksi uterus abnormal yang menghambat kemajuan
dilatasi serviks normal, kemajuan pendataran (effacement / kekuatan primer), dan atau
kemajuan penurunan (kekuatan sekunder). Disfungsi kontraksi uterus lebih jauh dapat
dijelaskan sebagai disfungsi kontraksi uterus primer dan sekunder.
Kontraksi uterus abnormal terdiri dari disfungsi kontraksi uterus primer (hipotonik) dan
disfungsi kontraksi uterus sekunder(hipertonik)
a. Disfungsi Hipotonik
Perempuan yang semula membuat kemajuan normal tahap kontraksi persalinan
aktif akan menjadi lemah dan tidak efisien, atau berhenti sama sekali.
- Malposisi
Posisi oksipitoposterior kanan (OPKa) atau oksipitoposterior kiri (OPKi) adalah
contoh malposisi yang paling umum, terjadi pada sekitar 25% persalinan.
Persalinan menjadi lama terutama pada kala dua, ibu mengeluh nyeri punggung
akibat tekanan pada sakrumnya. Penekanan pada area sacrum (counterpressure)
dan perubahan posisi yang sering bisa mengurangi nyeri tersebut. Kedua tangan
dan lutut atau posisi lateral digunakan untuk memudahkan rotasi janin dari posisi
posterior ke posisi anterior (Biancuzzo, 1991; Fenwick, Simkin, 1987)
- Malpresentasi janin
Presentasi bokong (breech presentation)
adalah contoh malpresentasi yang paling
umum, terjadi pada 3% samapi 4%
kelahiran dan 25% kelahiran prematur.
Empat jenis presentasi bokong terdiri
dari: bokong sempurna (frank breech)
dimana paha fleksi, lutut ekstensi;
bokong komplet (complete breech)
kedua paha dan lutut fleksi; bokong tidak
komplet (incomplete breech), dimana
kaki ekstensi dibawah bokong; dan incomplete breech lain, dimana lutut ekstensi
dibawah bokong.
- Kehamilan multijanin
Kehamilan kembar dua, kembar tiga (triplet), kembar empat (kuadruplet), atau
lebih banyak lagi. Jumlah bayi dari kehamilan multijanin ialah 2%-3% seluruh
kelahiran hidup. Dibanding kelahiran tunggal, kehamilan multijanin berkaitan
dengan lebih banyak komplikasi lebih besar, termasuk disfungsi persalinan.
3. Posisi Ibu
Hubungan fungsional antara kontraksi uterus, janin, dan panggul ibu dipengaruhi oleh
posisi ibu. Selain itu, posisi dapat memberikan baik keuntungan atau kerugian mekanik
pada mekanisme persalinan dengan mengubah efek gravitasi dan hubungan bagian tubuh
yang penting pada kemajuan persalinan. Sebagai contoh, menggunakan posisi tegak pada
persalinan tahap kedua berhubungan dengan interval melahirkan yang lebih pendek,
kerusakan dan nyeri perineum berkurang, dan berkurangnya tindakan operatif pada
kelahiran vagina dibandingkan dengan posisi lainnya
Melarang ibu bergerak atau meretriksi persalinan dengan posisi berbaring atau litotomi
dapat menghambat kemajuan persalinan. Insiden distosia pada ibu yang dibatasi pada
posisi ini meningkat, mengakibatkan peningkatan kebutuhan untuk augmentasi persalinan
atau menggunakan bantuan forseps, vakum, atau kelahiran cesar.
4. Respons Psikologis
Respon psikologis yang sering terjadi pada ibu dalam proses persalinan adalah kecemasan,
ibu biasanya merasa cemas dengan keselamatan bayi, lingkungan baru, persalinan yang
terlalu lama dan respons akibat kontraksi uterus, iskemia rahim, tekanan bagian presentasi
dan deletasi serviks membuat tingkat kecemasan ibu semakin tinggi.
Tingginya tingkat kecemasan Membuat lapangan persepsi ibu menyempit sehingga ibu
tidak dapat menggabungkan kekuatan primer dan sekunder dan ini dapat mengakibatkan
persalinan menjadi lama bahkan distosia.
- Servik Uteri
Konglutinasio orivisii externi merupakan keadaan dimana pada kala I servik uteri
menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi, sehingga merupakan lembaran kertas
dibawah kepala janin. Karsinoma servisis uteri, merupakan keadaan yang
menyebabkan distosia.
- Uterus
Mioma uteri merupakan tumor pada uteri yang dapat menyebabkan distosia apabila
mioma uteri menghalangi lahirnya janin pervaginam, adanya kelainan letak janin
yang berhubungan dengan mioma uteri, dan inersia uteri yang berhubungan dengan
mioma uteri.
- Ovarium
Distosia karena tumor ovarium terjadi apabila menghalangi lahirnya janin
pervaginam. Dimana tumor ini terletak pada cavumdouglas. Membiarkan
persalinan berlangsung lama mengandung bahaya pecahnya tumor atau ruptura
uteri atau infeksi intrapartum.
E. Manifestasi Klinik
1. Ibu:
a. Gelisah
b. Letih
c. Suhu tubuh meningkat
d. Nadi dan pernafasan cepat
e. Edema pada vulva dan servik
f. Bisa jadi ketuban berbau
2. Janin:
a. DJJ cepat dan tidak teratur
b. Distress janin
c. Keracunan meconium
F. Pemeriksaan Penunjang
1. MRI
Menggunakan kekuatan magnet dan gelombang
radio. Signal dari medanmagnet memantulkan
gambaran tubuh dan mengirimkannya ke
computer, dimanayang kemudian akan
ditampilkan dalam bentuk gambar. Tidak seperti
X-ray dan CT-scan yang menggunakan radiasi.
Namun penggunaan MRI masih terbatas
dikarenakan biaya mahal, waktu pemeriksaan
yang sulit dan lama, serta ketersediaan alat.
Kegunaannya:
- Pelvimetri yang akurat
- Gambaran fetal yang lebih baik
- Gambaran jaringan lunak di panggul yang
dapat menyebabkan distosia
- Posisi tungkai bawah
- konfirmasi letak janin serta fleksi kepala
- Menentukan adanya kelainan bawaan anak
2. USG
Menggunakan gelombang suara yang dipantulkan untuk membentuk gambaran bayi di layar
komputer yang aman untuk bayi dan ibu. Kegunaan:
- Menilai pertumbuhan dan
perkembangan bayi dalam kandungan.
- Masalah dengan plasenta. USG dapat
menilai kondisi plaasenta dan menilai
adanyamasalah2 seperti plasenta previa
dsb.
- Kehamilan ganda/ kembar. USG dapat
memastikan apakah ada 1 / lebih fetus
dirahim.
- Kelainan letak janin. Bukan saja kelainan
letak janin dalam rahim tapi juga
banyak kelainan janin yang dapat di ketahui
dengan USG, seperti: hidrosefalus, anesefali,
sumbing, kelainan jantung, kelainan
kromoson (syndrome down), dll.
- Dapat juga untuk menilai jenis kelamin bayi
jika anda ingin mengetahuinya.
3. Tes Prenatal: Untuk memastikan penyulit persalinan seperti: janin besar, malpresentasi.
4. Pelvimetri Sinar X: Mengevaluasi arsitektur pelvis, presentasi dan posisi janin.
5. Pengambilan sample kulit kepala janin: Mendeteksi atau mencegah asidosis.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Penanganan Umum
a. Nilai dengan segera keadaan umum ibu dan janin
b. Lakukan penilaian kondisi janin: DJJ
c. Kolaborasi dalam pemberian:
1) Infus RL dan larutan NaCL isotanik (IV)
2) Berikan analgesia berupa tramandol/ peptidin 25 mg (IM) atau morvin 10 mg(IM)-
Perbaiki keadaan umum
3) Dukungan emosional dan perubahan posisi
4) Berikan cairan
2. Penanganan Khusus
a. Kelainan His
TD diukur tiap 4 jam, DJJ tiap 1/2 jam pada kala I dan tingkatkan pada kala II
Pemeriksaan dalam: VT
b. Infus RL 5% dan larutan NaCL isotonic (IV)
c. Berikan analgetik seperti petidin, morfin
d. Pemberian oksitosin untuk memperbaiki his2. Kelainan letak dan bentuk janin-
Pemeriksaan dalam-Pemeriksaan luar -MRI-Jika sampai kala II tidak ada kemajuan
dapat dilakukan seksio sesaria baik primer pada awal persalinan maupun sekunder pada
akhir persalinan
b. Simfisiotomi
Simfisotomi ialah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang panggul
kanan pada simfisis agar rongga panggul menjadi lebih luas. Tindakan initidak banyak
lagi dilakukan karena terdesak oleh seksio sesarea. Satu-satunyaindikasi ialah apabila
pada panggul sempit dengan janin masih hidup terdapatinfeksi intrapartum berat,
sehingga seksio sesarea dianggap terlalu berbahaya.
c. Kraniotomi
Pada persalinan yang dibiarkan berlarut-berlarut dan dengan janin sudah meninggal,
sebaiknya persalina diselesaikan dengan kraniotomi dan kranioklasi. Hanya jika
panggul demikian sempitnya sehingga janin tidak dapat dilahirkandengan kraniotomi,
terpaksa dilakukan seksio sesarea.
d. Seksio sesarea
Seksio sesarea dapat dilakukan secar elektif atau primer, yakni sebelum persalinan
mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder, yakni sesudah persalinan
berlangsung selama beberapa waktu. Seksio sesarea elektif direncanakan lebih dahulu
dan dilakukan pada kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul yang cukup
berat, ataukarena terdpat disproporsi sefalopelvik yang nyata. Selain itu seksio tersebut
diselenggarakan pada kesempitan ringan apabila ada faktor-faktor lain yang merupakan
komplikasi, seperti primigrvida tua, kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki,
kehamilan pada wanita yang mengalami masa infertilitas yang lama, penyakit jantung
dan lain-lain. Seksio sesarea sekundar dilakukan karena persalinan percobaan dianggap
gagal, atau karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin,
sedang syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tidak atau belum dipenuhi.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak efektif
2. Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama, CPD
3. Resiko tinggi kekurangan cairan b/d hipermetabolisme, muntah, pembatasan masukan
cairan
4. Resiko tinggi cedera maternal b/d kerusakan jaringan lunak karena persalinan lama,
intervensi penanganan lama
5. Resiko tinggi infeksi b/d rupture membrane, tindakan invasive SC atau VT
6. Kecemasan b/d persalinan lama
Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji sifat, lokasi dan durasi
selama 3x24 jam diharapkan nyeri nyeri, kontraksi uterus,
berkurang dengan kriteria hasil:
1. Klien tidak merasakan nyeri lagi hemiragic dan nyeri tekan
2. Klien tampak rileks abdomen
3. Kontraksi uterus efektif R/Membantu dalam
4. Kemajuan persalinan baik mendiagnosa dan memilih
tindakan, penekanan kepala pada
servik yang berlangsung lama
akan menyebabkan nyeri
2. Kaji intensitas nyeri klien
dengan skala nyeri
R/Setiap individu mempunyai
tingkat ambang nyeri yang
berbeda, dengan skala dapat
diketahui intensitas nyeri klien
3. Kaji stress psikologis/ pasangan
dan respon emosional terhadap
kejadian
R/Ansietas sebagai respon
terhadap situasi darurat dapat
memperberat derajat
ketidaknyamanan karena
sindrom ketegangan takut nyeri
4. Berikan lingkungan yang
nyaman, tenang dan aktivitas
untuk mengalihkan nyeri, bantu
klien dalam menggunakan
metode relaksasi dan jelaskan
prosedur
R/Teknik relaksasi dapat
mengalihkan perhatian dan
mengurangi nyeri
5. Berikan dukungan social/
dukungan keluarga
R/Dengan kehadiran keluarga
akan membuat klien nyaman,
dan dapat mengurangi tingkat
kecemasan dalam melewati
persalinan, klien merasa
diperhatikan dan perhatian
terhadap nyeri akan terhindari
6. Kolaborasi dalam pemberian
obat (narkotik dan sedatif) sesuai
indikasi
R/ Pemberian narkotik atau
sedative dapat mengurangi nyeri
hebat
2 Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Lakukan manuver Leopold
selama 3x24 jam diharapkan cedera untuk menentukan posis janin
pada janin dapat dihindari dengan dan presentasi
kriteria hasil: R/Berbaring tranfersal atau
1. DJJ dalam batas normal dengan presensasi bokong memerlukan
rentang 120-130 dpm kelahiran sesarea. Abnormalitas
2. Kemajuan persalinan baik lain seperti presentasi wajah,
dagu, dan posterior juga dapat
memerlukan intervensi khusus
untuk mencegah persalinan yang
lama
2. Kaji data dasar DJJ secara
manual dan atau elektronik,
pantau dengan sering perhatikan
variasi DJJ dan perubahan
periodic pada respon terhadap
kontraksi uterus
R/DJJ harus direntang dari 120-
160 dengan variasi rata-rata
percepatan dengan variasi rata-
rata, percepatan dalam respon
terhadap aktivitas maternal,
gerakan janin dan kontraksi
uterus.
3. Catat kemajuan persalinan
R/ Persalinan lama/
disfungsional dengan
perpanjangan fase laten dapat
menimbulkan masalah kelelahan
ibu, stress berat, infeksi berat,
haemoragi karena atonia/
rupture uterus. Menempatkan
janin pada resiko lebih tinggi
terhadap hipoksia dan cedera
4. Infeksi perineum ibu terhadap
kutil vagina, lesi herpes atau
rabas klamidial
R/Penyakit hubungan kelamin
didapat oleh janin selama proses
melahirkan karena itu persalinan
sesaria dapat diidentifikasi
khususnya klien dengan virus
herpes simplek tipe II
5. Catat DJJ bila ketuban pecah
setiap 15 menit
R/ Perubahan pada tekanan
caitan amnion dengan rupture
atau variasi deselerasi DJJ
setelah robek dapat
menunjukkan kompresi tali
pusat yang menurunkan transfer
oksigen kejanin
6. Posisi klien pada posisi
punggung janin
R/Meningkatkan perfusi
plasenta/ mencegah sindrom
hipotensif telentang
3 Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Observasi penyebab kekurangan
selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan volume cairan
cairan terpenuhi dengan kriteria hasil: R/Sebagai data dasar dalam
1. Tidak ada tanda-tanda kekurangan menetapkan intervensi
volume cairan 2. Kaji tanda-tanda dehidrasi
R/Untuk mengetahui secara dini
adanya tanda-tanda dehidrasi
dan ditangani cesara cepat dan
tepat
3. Ukur intake dan output cairan
R/Untuk mengetahui
keseimbangan cairan
4. Kolaborasi pemberian terapi
cairan sesuai indikasi
R/Membantu untuk memenuhi
kebutuhan cairan
4 Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji frekuensi kontraksi uterus
selama 3x24 jam diharapkan tidak R/Memberikan data dasar untuk
terjadi cidera dengan kriteria hasil: menentukan intervensi
1. Persalinan adekuat untuk selanjutnya
menghasilkan dilatasi 2. Pantau kemajuan dilatasi servik
2. Terjadi kelahiran tanpa komplikasi dan pendataran
maternal R/Untuk mengetahui
perkembangan dilatasi servik
3. Pantau masukan dan haluaran
R/Untuk mengetahui
keseimbangan cairan tubuh
4. Kaji adanya dehidrasi
R/Untuk memberikan
penanganan secara cepat dan
tepat
5. Beri oksitosin sesuai program
R/Oksitosin berperan untuk
merangsang kontaksi
PREMATURITAS
A. Definisi
Persalinan prematur adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20 sampai
menjelang 37 minggu yang ditandai dengan munculnya kontraksi uterus dan intensitas dan
frekuensi yang cukup untuk menyebabkan penipisan dan dilatasi serviks (Ross,2013). Menurut
WHO (2013), persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan
genap 37 minggu. Organisasi Kesehatan Dunia yaitu WHO (2013) membagi persalinan
prematur menjadi tiga kategori berdasarkan umur kehamilan, yaitu:
- Extremely preterm bila kurang dari 28 minggu
- Very preterm bila kurang dari 32 minggu
- Moderate to late preterm antara 32 dan 37 minggu
B. Faktor risiko
Prawirohardjo (2011) menyatakan bahwa kondisi yang terjadi selama kehamilan dapat berisiko
terhadap kejadian persalinan prematur yang dibagi dalam dua faktor, yaitu:
1. Janin dan plasenta
Perdarahan trimester awal
Perdarahan antepartum (plasenta previa, solution plasenta, vasa previa)
Ketuban pecah dini (KPD)
Pertumbuhan janin terhambat
Cacat bawaan janin
Kehamilan ganda/gemeli
Polihidramnion
2. Ibu
Penyakit berat pada ibu
Diabetes mellitus
Preeklamsia/hipertensi
Infeksi saluran kemih/genital/intrauterin
Penyakit infeksi dengan demam
Stresss psikologik
Kelainan bentuk uterus/serviks
Riwayat persalinan prematur/abortus berulang
Inkompetensia serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
Pemakaian obat narkotik
Trauma perokok berat
Kelainan imunologik/kelainan resus
C. Patofisiologi Prematur
Ada 4 faktor yang bisa menyebabkan premature:
1. Aktivasi premature dari pencetus terjadinya persalinan
2. Inflamasi/infeksi
3. Peregangan yang berlebihan pada uterus
4. Perdarahan plasenta
4. Perdarahan plaseta
Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari uterus yang bisa disebabkan
oleh kehamilan kembar, polyhydramnion atau distensi berlebih yang disebabkan oleh
kelainan uterus atau proses operasi pada serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-
8, prostaglandin dan COX-2.
D. Komplikasi
a. Distress pernapasan
b. Paten paten ductus arteriosus (PDA)
c. Pendarahan:
- Periventikular Intraventikular (Periventricular Intraventicular hemorrhage- PV
IVH)
- Enterokolitis nekrotikans (Necrotizing enterocolitis – NES)
- Retinopati prematur (Retinopathy of prematurity – ROP)
- Displasia bronkopulmonari (bronnchopulmonary dysplasia / sgronic lung disese –
BDP)
E. Manifestasi Klinis
Kram seperti ketika datang bulan atau rasa sakit pada punggung.
Kram perut, dengan atau tanpa diare.
Kontraksi rahim yang teratur dengan jarak waktu sepuluh menit atau kurang dan
kontraksi ini tidak harus terasa sakit
Rasa tertekan pada perut bagian bawah, terasa berat atau seperti bayi yang mendorong
ke bawah.
Keluar air atau cairan lainnya dari vagina
F. Pemeriksaan Penunjang
3. Pemantauan glukosa darah terhadap hipoglikemia
Nilai normal glukosa serum : 45 mg/dl
4. Pemantauan gas darah arteri
Normal untuk analisa gas darah apabila kadar PaO2 50 – 70 mmHg dan kadar PaCO2
35 – 45 mmHg dan saturasi oksigen harus 92 – 94 %.
3. Kimia darah sesuai kebutuhan
Hb (Hemoglobin)
Hb darah lengkap bayi 1 – 3 hari adalah 14,5 – 22,5 gr/dl
Ht (Hematokrit)
Ht normal berkisar 45% - 53%
LED darah lengkap untuk anak – anak Menurut:
Westerfreen : 0 – 10 mm/jam
Wintrobe : 0 – 13 mm/jam
Leukosit (SDP)
Normalnya 10.000/ mm³. pada bayi preterm jumlah SDP bervariasi dari 6.000 –
225.000/ mm³.
Trombosit
Rentang normalnya antara 60.000 – 100.000/ mm³.
Kadar serum / plasma pada bayi premature (1 minggu) adalah 14 – 27 mEq/ L
Jumlah eritrosit (SDM) darah lengkap bayi (1 – 3 hari) adalah 4,0 – 6,6 juta/mm³.
MCHC darah lengkap : 30% - 36% Hb/ sel atau gr Hb/ dl SDM
MCH darah lengkap : 31 – 37 pg/ sel
MCV darah lengkap : 95 – 121 µm³
Ph darah lengkap arterial prematur (48 jam) : 7,35 – 7,5
4. Pemeriksaan sinar sesuai kebutuhan
5. Penyimpangan darah tali pusat
G. Penatalaksanaan Medis
1. Tokolisis
Pemberian tokolisis perlu dipertimbangkan bila terjadi kontraksi uterus yang reguler
dengan adanya perubahan serviks. Alasan pemberian tokolisis pada persalinan
prematur adalah:
Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur.
Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulasi surfaktan paru
janin.
Memberi kesempatan transfer intrauterin pada fasilitas yang lebih lengkap
Beberapa macam obat yang digunakan sebagai tokolisis adalah :
Kalsium antagonis : Nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam
sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontraksi berulang.
Obat β-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin dan salbutamol dapat
digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping lebih kecil.
Sulfas magnesium dan anti prostaglandin (endometasin): jarang dipakai karena efek
samping pada ibu maupun janin.
Untuk menghambat proses persalinan prematur selain pemberian tokolisis, adalah
dengan membatasi aktivitas atau tirah baring.
2. Kortikosteroid
Tujuan pemberian terapi kortikosteroid adalah untuk pematangan surfaktan paru janin,
menurunkan insidens RDS, menccegah perdarahan intraventrikular, yang akhirnya
menurunkan angka kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan pada usia
kehamilan kurang dari 35 minggu. Obat yang diberikan adalah deksametason atau
betametason. Pemberian steroid ini tidak diulang karena merupakan resiko terjadinya
pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid adalah:
Betametason 2 x 12 mg i.m dengan jarak pemberian 24 jam
Deksametason 4 x 6 mg i.m dengan jarak pemberian 12 jam
3. Antibiotik
Antibiotik diberikan pada kasus kehamilan dengan risiko terjadinya infeksi seperti pada
kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan adalah: eritromisin 3 x 500 mg
selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat
menggunakan antibiotik lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-
amoksiklaf karena risiko NEC. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada
pemeriksaan pasien dengan KPD/PPROM (Preterm premature rupture of the
membrane) adalah:
Semua alat yang digunakan untuk periksa vagina harus steril.
Periksa dalam vagina tidak dianjurkan, tetapi dilakukan dengan pemeriksaan
spekulum.
Pada pemeriksaan USG jika didapat penurunan indeks cairan amnion (ICA) tanpa
adanya kecurigaan kelainan ginjal dan tidak adanya IUGR mengarah pada
kemungkinan KPD.
Diagnosa Keperawatan
1) Pada Ibu
Defisiensi pengetahuan b/d kurang pengetahuan mengenai pengenalan persalinan
premature dan /atau penatalaksanaan persalinan premature
Risiko tinggi cedera pada ibu atau janin b/d persalinan & kelahiran premature
Ansietas pada ibu b/d kemungkinan persalinan prematur
2) Pada bayi Prematur
Gangguan pertukaran gas bayi premature b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi,
ketidakadekuatan kadar sukfaktan, stress dingin di dalam tubuh bayi
Gangguan pola pernapasan bayi premature yang tidak efektif b/d imaturitas pusat
pernpasan, keterbatasan perkembangan otot, dan ketidakseimbangan metabolic di
dalam tubuh bayi
Termoregulasi bayi premature yang tidak efektif b/d keterbatasan simpanan lemak
cokelat pada tubuh bayi setelah persalinan
Risiko kerusakan integritas kulit pada bayi premature b/d kulit tipis, tidak ada
lemak subkutan di tubuh bayi setelah persalinan berlangsung.
Intervensi
a) Intervensi pada ibu yang akan bersalin bayi secara premature
Dx 1 Defisiensi pengetahuan b/d kurang pengetahuan mengenai pengenalan persalinan
premature dan /atau penatalaksanaan persalinan premature
Kriteria hasil:
- Klien memahami mengenai persalinan premature dan juga tahu apa kekurangan dan
kelebihan dalam persalinan premature
- Klien akan menunjukan kepatuhan terhadap batasan aktivitas yang diprogramkan,jadwal
pengobatan datau keduanya (persalinan premature)
- Klien mengetahui apa saja yang akan dipersiapkan dalam persalinan premature
Intervensi
1) Bantu ibu dan keluarganya dalam membuat modifikasi gaya hidup jika perlukan untuk
mengurangi risiko kelahiran premature
2) Berikan informasi kepada klien aktivitas apa saja atau jadwal yang tepat untuk program
persalinan premature
3) Berikan informasi pada pasien apa saja gejala-gejala persalinan premature
4) Berikan informasi kepada pasien indikasi dan kontraindikasi dalam persalinan premature
nantinya
5) Membantu pasien dalam membuat perencanaan untuk mengirim ibu hamil dan janinnya
kerumah sakit yang mampu untuk memberkan perawatan bagi bayi jika terjadi kelahiran
premature
Dx 2 Risiko tinggi cedera pada ibu atau janin b/d persalinan & kelahiran premature
Kriteria hasil:
- Klien akan melahirkan bayi yang sehat waalaupun dengan persalinan premature
- Klienn dan bayi tidak terjadi komplikasi saat melahirkan secara persalinan premature
Intervensi
1) Berikan pengobatan khusus untuk persalinan premature agar ibu dan janin sehat saat nanti
persalinan premature
Tujuan:
Fungsi penapasan optimal
Kriteria hasil:
- Mempertahankan kadar O2 / PCO2 dalam batas normal
- Menderita RDS minimal
- Bebas dari displasia bronkopulmonal.
Intervensi
1. Kaji ulang informasi yang berhubungan dengan kondsi bayi, seperti lama persalinan, tipe
kelahiran, apgar skor, kebutuhan tindakan resusitasi saat kelahiran, dan obat-obatan ibu
yang digunakan selama kehamilan
2. Kaji status pernapasan, perhatikan tanda-anda distress pernapasan, (misalnya takipnea,
pernapasan cuping hidung, pernapasan dada, ronchi atau krekels)
3. Hisap hidung dan orofaring dengan hati-hati 5-10 detik, observasi pemantauan oksigen
traskutan atau oksimeter sebelum dan selama penghisapan
4. Tingkatkan istirahat dan minimalkan rangsangan serta penggunaan energy untuk
menurunkan laju metabolik dan konsumsi oksigen
5. Posisikan bayi pada abdomen bila mungkin berikan matras tidak rata sesuai indikasi untuk
memungkinkan ekspansi dada optimal merangsang pernapasan dan pertumbuhan ventrikel
6. Berikan oksigen pada bayi sesuai kebutuhan
Dx 2 : Gangguan pola pernapasan bayi premature yang tidak efektif b/d imaturitas pusat
pernpasan,keterbatasan perkembangan otot,dan ketidakseimbangan metabolic di dalam tubuh
bayi
Kriteria Hasil:
- Frekuensi pernapasan bayi dalam normal
- Irama pernapasan bayi dalam batas normal
- Tanda-tanda vital bayi dalam batas normal
Intervensi
1. Monitor tanda-tanda vital bayi
2. Tingkatkan istirahat dan minimalkan rangsangan serta penggunaan energy untuk
menurunkan laju metabolik dan konsumsi oksigen.
3. Posisikan bayi pada abdomen bila mungkin berikan matras tidak rata sesuai indikasi untuk
memungkinkan ekspansi dada optimal merangsang pernapasan dan pertumbuhan ventrikel
4. Lakukan fisioterapi dada pada bayi
5. Berikan oksigen pada bayi sesuai kebutuhannya
POSTMATURITAS
A. Definisi
Bayi postmatur (lebih bulan) adalah bayi yang usia kehamilannya 42 minggu, tanpa
memperhitungkan berat lahir. Bayi tersebut bisa BMK (Janin besar untuk masa kehamilan)
atau KMK (Janin kecil untuk masa kehamilan), tapi beratnya kebanyakan sering mendekti usia
kehamilan normal (SMK). Perawat harus bisa memperkirakan tanda bayi postmatur dan harus
waspada terhadap risiko komplikasi. penyebab tidak diketahui. Postmatur dapat dikaitkan
dengan insufisiensi plasenta, yang dihasilkan pada bayi yang kurus, tampilannya kerempeng
(dismatur) karena kehilangan lemak subkutan dan masa otot. Kotoran meconium pada kuku
jari dapat ditemukan, rambut dan kuku mungkin panjang dan tidak ada verniks. Kulit mungkin
terkelupas. Tidak semua bayi postmatur menampilkan tanda dismatur, beberapa tumbuh dalam
rahim dan lahir besar.
Tingkat kematian perinatal meningkat tajam pada janin dan neonatus postmatur. Selama
persalinan dan kelahiran, kenaikan kebutuhan oksigen janin postmatur mungkin tidak
ditemukan. Insufisiensi pertukaran gas pada plasenta postmatur berisiko meningkat hipoksia
intrauterine, yang disebabkan oleh pengeluaran meconium didalam uterus, sehingga risiko
sindrom aspirasi mekonium didalam uterus, sehingga risiko syndrome aspirasi meconium
meningkat. Semua kematian bayi postmatur, setengahnya terjadi selama persalinan dan
kelahiran, hamper sepertiga terjadi sebelum permulaan persalinan dan sperenam terjadi pada
periode baru lahir.
B. Etiologi
Penyebab terjadinya kehamilan postterm/ postmature sampai saat ini masih belum diketahui
secara jelas. Menurut (Sarwono,2010) beberapa teori yang diajukan di antaranya:
a. Pengaruh Progresteron
Penurunan hormon progresteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian
perubahan endokrin yang penting dalam memacu prose biomolekuler pada persalinan
dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga terjadinya
kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progresteron
b. Teori Oksitosin
Pemakaian okstitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan dipercaya bahwa
oksitosin secara fisiologis memgang peranan penting dalam menimbulkan persalinan
dan pelepasan okstitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia
kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu penyebab kehamilan postterm
d. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan
kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada
kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga
sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm
e. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan posterm
mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya.
Mogren menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan posterm saat
melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuan akan
mengalami kehamilan posterm.
Menurut (Bayu,2009) penyebab Postmatur pasti belum diketahui, faktor yang dikemukakan
adalah:
Hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup
bulan sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang.
Herediter, karena post naturitas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu
Kadar kortisol pada darah bayi yang rendah sehingga disimpulkan kerentanan akan
stress merupakan faktor tidak timbulnya His
Kurangnya air ketuban
Insufiensi plasenta.
C. Patofisiologi
1) Sindrom posmatur
Bayi postmatur menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa kulit keriput,
mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang menunjukan pengurasan energi, dan
maturitas lanjut karena bayi tersebut matanya terbuka. Kulit keriput telihat sekali pada
bagian telapak tangan dan telapak kaki. Kuku biasanya cukup panjang. Biasanya bayi
postmatur tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya jarang turun
dibawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya. Banyak bayi postmatur Clifford mati
dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekonium. Berapa bayi
yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak. Insidensi sindrom postmaturitas pada
bayi berusia 41, 42, dan 43 minggu masing-masing belum dapat ditentukan dengan
pasti. Sindrom ini terjadi pada sekitar 10 % kehamilan antara 41 dan 43 minggu serta
meningkat menjadi 33 % pada 44 minggu. Oligohidramnion yang menyertainya secara
nyata meningkatkan kemungkinan postmaturitas
2) Disfungsi plasenta
Kadar eritroprotein plasma tali pusat meningkat secara signifikan pada kehamilan yang
mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada agar skor dan gas darah tali
pusat yang abnormal pada bayi ini, bahwa terjadi penurunan oksigen pada janin yang
postterm. Janin posterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi
tersebut luar biasa beras pada sat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukan bahwa
fungsi plasenta tidak terganggu. Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun
kecepatannya lebih lambat, adalah cirri khas gestasi antara 38 dan 42 minggu
D. Komplikasi
Untuk ibu
Rasa takut akibat terlambat lahir
Rasa takut menjalani oprasi dengan akibat komplikasi.
Untuk janin
Oligohidramnion
Diwarnai mekonium
Makrosomnia, berat badan terus bertambah meskipun lambat, dapat mencapai lebih
dari 4000-4500 gram
Dismaturitas bayi
Criteria makrosomia, kuku panjang, penulangan baik, tulang rawan telinga sudah
baik, lemak kulit masih cukup, pertumbuhan genetalia sekunder sudah ada, mata
besar dan terbuka.
Jika plasenta telah mengalami disfungsi sehingga tidak mempu memberikan nutrisi
dan O2 yang cukup, akan terjadi sebaliknya sehingga disebut sindrom post matur
dengan kriteria bayi tampak tua, kuku panjang, keriput (lemak berkurang) terutama
di telapak tangan dan kaki, mata lebar bahkan sudah membuka, verniks kaseosa
hilang atau berkurang.
Hipoglikemia, karena janin menggunakan cadangan lemak kulit dan glikogen
dalam hati
E. Manifestasi Klinis
Gerakan janin yang jarang, yaitu secara subjektif kurang dari 7 kali/ 20 menit atau
secara objektif dengan KTG (karditopografi) kurang dari 10 kali/ 20menit. (Echa,
2012)
Postterm dapat di bagi dalam 3 stadium (Sarwono,2010) :
1. Stadium I
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh
dan mudah mengelupas.
2. Stadium II
Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit
3. Stadium III
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat
F. Pemeriksaan Penunjang
a) Bila HPHT dicatat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
b) Kesulitan mendiagnosis bila wanita tidak ingat HPHTnya. Hanya dengan pemeriksaan
antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya fundus uteri dapat membantu
penegakan diagnosis
c) Pemeriksaan rontgenologik dapat dijumpai pusat pusat penulangan pada bagian distal
femur, baguan proksimal tibia, tulang kuboid diameter biparietal 9,8 atau lebih.
d) USG: ukuran diameter biparietal, gerkan janin dan jumlah air ketuban.
e) Pemeriksaan sitologik air ketuban: air ketuban diamabiil dengan amniosenteris baik
transvaginal maupun transabdominal, kulitb ketuban akan bercmapur lemak dari sel sel
kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban
yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel – sel yang mengandung lemak
akan berwarna jingga.
Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
f) Amnioskopi, melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurt warnanya karena dikeruhi
mekonium.
g) Kardiotografi, mengawasi dan membaca denyut jantung janin, karena insufiensi plas
h) Uji oksitosin (stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi janin
terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin janin
akan berbahaya dalam kandungan.
i) Pemeriksaan kadar estriol dalam urin
j) Pemeriksaan pH darah kepala janin
k) Pemeriksaan sitoloi vagina
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2008) dalam pengelolaan kehamilan postmatur ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
a. Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan atau bukan.
Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan pada dua variasi dari postmatur ini.
b. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
c. Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini memegang
peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postmatur. Sebagian besar kepustakaan
sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun
42 minggu bilamana serviks telah matang.
- Data objektif
a) Keadaan umum
Secara umum ditemukan gambaran kesadaran umum, dimana kesadaran pasien
sangat penting dinilai dengan melakukan anamnesa. Selain itu pasien sadar
akan menunjukkan tidak adanya kelainan psikologis dan kesadaran umum juga
mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital, berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas yang bertujuan untuk mengetahui keadaan gizi pasien.
b) Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi:
Mata: periksa konjungtiva dan sclera untuk menentukan anemia atau tidak
Muka: edema +/-
Leher: pembesaran kelenjar tiroid dan limfa
Dada: keadaan putting susu, teraba massa atau tumor +/-, tanda-tanda
kehamilan (cloasma gravidarum, aerola mamae, colostrum)
Abdomen: pembesaran perut sesuai dengan usia kehamilan, luka/jejas
Genitalia:
Ekstremitas: edema +/-
2) Palpasi
Abdomen: gerak janin makin berkurang dan kadang berhenti sama sekali.
Dapat dilakukan dengan cara:
- Leopold I
Untuk menentukan TFU dan yang terdapat dibagian fundus serta
kemungkinan teraba kepala atau pantat lainnya, normal pada fundus
teraba bulat, tidak melenting, lunak sehingga memungkinkan itu adalah
pantat janin
- Leopold II
Untuk menentukan dimana letaknya punggung janin dan bagian-bagian
kecilnya. Pada dinding perut klien sebelah kiri maupun kanan
kemungkinan teraba, punggung, anggota gerak, bokong atau kepala.
- Leopold III
Untuk menentukan apa yang terdapat pada bagian bawah perut ibu dan
apakah BTJ sudah terpegang oleh PAP. Normalnya pada bagian bawah
perut ibu adalah kepala.
- Leopold IV
Untuk menentukan seberapa jauh masuknya BTJ ke dalam rongga
panggul dan dilakukan perlimaan untuk menentukan seberapa
masuknya ke PAP.
3) Auskultasi
Untuk mendengar DJJ dengan frekuensi normal 120-160 kali/menit, irama
teratur atau tidak intensitas kuat, sedang atau lemah. Apabila persalinan
disertai gawat janin, maka DJJ bisa kurang dari 110 kali/menit atau lebih
dari 160 kali/menit dengan irama tidak teratur.
4) Perkusi
Pemeriksaan reflek patella kiri dan kanan yang berkaitan dengan
kekurangan vitamin B atau penyakit saraf, intoksikasi magnesium sulfat.
Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas pada ibu postmatur selama inpartu b.d. stress proses kelahiran lama
2. Nyeri pada ibu postpartum b.d. luka post operasi sectio caesarea
3. Resiko tinggi infeksi pada ibu postpartum b.d. luka post operasi section caesarea
Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Ansietas pada ibu Setelah dilakukan tindakan Gunakan pendekatan yang
postmatur selama asuhan keperawatan selama menenangkan
inpartu b.d. stess 1x24 jam, pasien mampu: Jelaskan semua prosedur
proses kelahiran lama Mengidentifikasi dan dan apa yang akan
yang ditandai dengan mengungkapkan tanda dirasakan selama prosedur
DS/DO: cemas Temani pasien untuk
Insomnia Menunjukkan teknik untuk memberikan keamanan
Kontak mata mengontrol cemas dan mengurangi takut
kurang TTV dalam batas normal Berikan informasi faktual
Kurang istirahat Postur tubuh, ekspresi mengenai diagnosis dan
Berfokus pada diri wajah, bahasa tubuh, dan tindakan prognosis
sendiri tingkat aktivitas Libatkan keluarga untuk
Iritabilitas menunjukkan mendampingi pasien
Takut berkurangnya kecemasan Instruksikan kepada pasien
Nyeri perut untuk menggunakan teknik
Peningkatan TD, relaksasi
RR dan denyut nadi Monitor TTV
Diare, mual,
kelelahan
Gangguan tidur
Gemetar
Anoreksia
Kesulitan bernafas
Sulit konsentrasi
2 Nyeri pada ibu Setelah dilakukan tindakan Kaji lokasi, karakteristik,
postpartum b.d. luka asuhan keperawatan selama durasi, frekuensi, kualitas,
post operasi section 3x24 jam, pasien mampu: dan faktor presipitasi nyeri
caesarea yang ditandai Mengontrol nyeri Observasi reaksi nonverbal
dengan: Mengenali nyeri dari ketidaknyamanan
DS/DO: Melaporkan derajat nyeri Kontrol lingkungan
Posisi tubuh berkurang Ajarkan teknik non
menahhan nyeri Tidur dengan nyenyak farmakologi: napas dalam,
Tingkah laku TTV dalam batas normal relaksasi, distraksi, kompre
berhati-hati hangat
Gangguan tidur Berikan analgesic untuk
Berfokus pada diri mengurangi nyeri
sendiri Monitor TTV
Tampak gelisah,
merintih,
menangis,
waspada, iritabel,
nafas
panjang/berkeluh
kesah
Perubahan tonus
otot menjadi lebih
kuat
Peningkatan TTV
3 Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan tindakan Kaji kondisi keluaran
pada ibu postpartum asuhan keperawatan selama dischart yang keluar:
b.d. luka post operasi 2x24 jam, pasien mampu: jumlah, warna dan bau dari
section caesarea mengetahui pentingnya luka post op
perawatan luka post operasi Terangkan pentingnya
mengidentifikasi tanda- perawatan luka
tanda infeksi Lakukan perawatan luka
TTV dalam batas normal Terangkan cara
Tidak ada tanda-tanda mengidentifikasi tanda-
infeksi tanda infeksi pada luka
post op
Monitor TTV
Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas b/d asfiksia
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebuuhan tubuh b/d kekurangan pasokan nutrisi
dan terhentinya pertumbuhan janin
c. Kerusakan integritas kulit b/d pengelupasan kulit
Intervensi