KULTURAL
SPIRITUAL
/BUDAYA
1. Diskriminasi,
memperlakukan orang
secara berbeda-beda dan
tanpa alasan yang tidak
relevan, misalnya
diskriminasiterhadap ras,
gender, agama dan politik.
Dalam kasus pemberitaan
HIV / AIDS, media sering
melakukan pembedaan
atas seseorang menurut
kehendaknya sendiri
2. Kekerasan ,Pada
kasus pemberitaan
terhadap seorang
pekerja seks
misalnya, media
melakukan kekerasan
karena telah
mengekspose seorang
pekerja seks tanpa
meminta ijin.
3.Stigmatisasi
Proses pelabelan
(stereotip) yang
dilakukan pada
orang lain ini sering
dilakukan oleh
media ketika
memberitakan
tentang pekerja
seks dan HIV / AIDS
4. Sensasional Dalam
pemberitaan HIV / AIDS,
seringkali judul berita
menampilkan sesuatu yang
sangat bombastis, tidak
sesuai dengan realitas
sebenarnya. Adanya stigma
dan diskriminasi akan
berdampak pada tatanan
sosial masyarakat. Penderita
HIV dan AIDS dapat
kehilangan kasih sayang dan
kehangatan pergaulan sosial.
Menurut Roper (2002) American Psychologists Association
menyebutkan bahwa dalam upaya peningkatan koping individu
dikala sakit, serta mempercepat proses penyembuhan selain
terapi medis yang diberikan, maka aspek kebutuhan spiritual
perlu diperhatikan. Seseorang yang mengalami gangguan
keseimbangan imunitas hingga terkena suatu panyakit maka
energi seseorang tersebut akan menipis. Selain itu, semangat
untuk memaknai hidup pada orang tersebut juga akan
terpengaruh. Aspek spiritual dapat menjadi intervensi yang
sangat baik, hal ini dikarenakan spiritualitas dapat meningkatkan
koping, mempromosikan perilaku sehat, mengurangi depresi dan
kecemasan, dukungan sosial, optimisme dan harapan, serta
mendukung perasaan relaksasi pada pasien dengan penyakit
kronis, salah satunya kasus HIV AIDS.
Terdapat beberapa hal yang diakui sebagai kebutuhan
spiritual diantaranya yaitu agama/keyakinan,
pengampunan, kebutuhan untuk dicintai ,proses mencari
makna baru dalam kehidupan, dan pengharapan (Potter &
Perry, 2005). Penemuan makna baru dalam kehidupan ini
akan memfasilitasi pasien HIV/AIDS untuk pengampunan
terhadap dirinya sendiri. Pemenuhan kebutuhan spiritual
merupakan hal yang sangat sulit pada Orang Dengan HIV
AIDS (ODHA). Oleh karena itu perawat dapat berperan
penting untuk memenuhi kebutuhan spiritual ODHA.
Sebelum melakukan intervensi untuk memenuhi kebutuhan
spiritual tersebut, maka diperlukan survei dasar untuk
mengidentifikasi kebutuhan spiritual pasien HIV/AIDS
Perubahan sosial dialami oleh setiap masyarakat yang pada
dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan perubahan
kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Perubahan
sosial dapat meliputi semua segi kehidupan masyarakat,
yaitu perubahan dalam cara berpikir dan interaksi sesama
warga menjadi semakin rasional; perubahan dalam sikap
dan orientasi kehidupan ekonomi menjadi makin
komersial; perubahan tata cara kerja sehari-hari yang
makin ditandai dengan pembagian kerja pada spesialisasi
kegiatan yang makin tajam; Perubahan dalam
kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat yang makin
demokratis; perubahan dalam tata cara dan alat-alat
kegiatan yang makin modern dan efisien, dan lain-lainnya.
Perubahan sosial dalam suatu masyarakat diawali oleh
tahapan perubahan nilai, norma, dan tradisi kehidupan
sehari-hari masyarakat yang bersangkutan, yang juga dapat
ASPEK PSIKO
• Watstein & Chandler (dalam
Bezuidenhoudt,et.al.,2006) menyatakan adanya
beberapa respon emosionalyang merupakan gejala
efek psikologis yang dirasakan oleh mereka yang
terinfeksi HIV yang juga terkait dengan relasi social
mereka dengan masyarakat di sekitarnya.
• Yang pertama adalah munculnya rasa
terkonfrontasi untuk mengevaluasi kembali
identitas seksual mereka serta pilihan-pilihan
tingkah laku yang perlu mereka ambil dalam rangka
mendukung identitas seksual tersebut. Jika
• Kedua, sering muncul rasa dipandang “tidak
diinginkan” oleh masyarakat yang memandang
mereka sebagai seseorang yang “menular”. Hal ini
merupakan suatu situasi emosional ang bias
mengakibatkan ODHA untuk menarik diri, tidak
mengekpresikan perasan mereka, dan menjadi
terisolasi secara social. Isolasi ini juga bias
disebabkan oleh menjauhnya keluarga dan orang-
orang terdekat lainnya.
• Yang terakhir adalah munculnya perasan
dependen/bergantung. Dependen ini terjadi karena
ODHA seringkali harus menjadi sangat bergantung
pada keluarga dan orang terdekat untuk dukungan
• Dapat dilihat bahwa dampak psikologis dari diagnosis
HIV_AIDS sesungguhnya sangat besar, mempengaruhi
banyak pihak, dan membutuhkan penanganan serius.
Sayangnya, belum banyak inisiatif baik dari pihak
pemerintah maupun swasta untuk penyediaan layanan
psikologis yang terjangkau bagi ODHA maupun bagi
masyarakat luas. Sejauh ini, layanan yang disediakan lebih
banyak layanan psikiatrik berupa pengobatan antidepresan
dan antipisikotk. Bahkan pelayanan bagi perawat adiksi tidak
dijamin baagi semua orang karena dipandang sebagai
“tindakan yang menyakiti diri sendiri”. Padahal, layanan
pendamping psikologis dapat menjadi bentuk tindakan
promotif, preventif, serta kuratif dan rehabilitative jika
diterapkan dalam konteks yang sesuai dengan
kebutuhannya.
• Layana psikologis makin dirasa dibutuhkan, dan hal
tersebut juga di akui dalam UU Kesehatan Jiwa
tersebut. Pasal 19 dalam UU Kesehatan Jiwa
menyebutkan wewenwng psikolog untuk menegakkan
diagnose gangguan jiwa, dan Pasal 56 menyebutkan
layanan praktik psikolog, pekerja social, pusat
rehabilitasi, serta rumah singgah sebagai fasilitas
penyediaan layanan kesehatan jiwa di luar fasilitas
kesehatan. Im plementasi undang-undang ini perlu
dikawal agar layana psikologis yang mendukung
kesehtan jiwa, termasuk bagi ODHA dapat disediakan
bagi seluruh warga Indonesia.
3
Pemeriksaan Fisik dan
Diagnostik pada Klien
dengan HIV/AIDS
Sanaya Azizah Puteri
1710711079
Pemeriksaan Fisik
● Pemeriksaan umum: meliputi ● Pemeriksaan kepala, telinga, mata,
berat badan, tinggi badan, dan hidung, dan tenggorokan (meliputi
tanda-tanda vital. pemeriksaan lengkap mulut):
pemeriksaan fundoskopi dibutuhkan
● Pemeriksaan kulit: lihat apakah pasien dengan HIV yang cukup
ada dermatitis seboreik, parah. Untuk pemeriksaan lebih
sarcoma Kaposi, infeksi jamur detail rujukkan ke dokter mata.
di folikel, psoriasis, dan Periksa orofaring apakah terdapat
kandidiasis oropharyngeal.
manifestasi dermatologis dari
hepatitis C (prurigo nodularis)
34
Pemeriksaan Fisik
● Sistem limfatik: adenopati ● Pemeriksaan Kardiovaskular:
generalisata, adenopati lokal, meliputi pemeriksaan peredaran
atau splenomegaly merupakan darah tepi
tanda-tanda infeksi. ● Pemeriksaan abdomen
● Pemeriksaan ● Pemeriksaan musculoskeletal
respiratorik/thoraks: meliputi
pemeriksaan payudara
35
Pemeriksaan Fisik
● Pemeriksaan neurologis ● Pemeriksaan genitourinaria
meliputi pemeriksaan umum pria/wanita: lakukan
fungsi kognitif. Lakukan pemeriksaan rektal, prostat,
pemeriksaan pada cara dan pelvis jika terindikasi.
berjalan, gerak, getaran, dan Periksa dengan hati-hati di area
panca indera karena pasien anogenital untuk mengetahui
bisa saja memiliki distal sensory apakah ada PMS seperti
polineuropati. condyloma atau luka herpes.
36
Pemeriksaan Diagnostik
● Imunologi (jumlah sel ● tes kehamilan dan PAP smear
CD4/CD8); jika terindikasi;
● uji viral load HIV (PCR HIV); ● peneltian lab penyakit kelamin
● pemeriksaan darah lengkap; atau rapid plasma regain
(RPR);
● panel multikimia (puasa)
meliputi lemak, trigliserida, ● kultur gonorrhea/klamidia jika
kolesterol, dan glukosa; terindikasi.
● urianalisis dengan mikroskop;
37
Pemeriksaan Diagnostik
● Tuberculin skin testing (PPD) dapat dilakukan jika pasien
belum pernah mendapatkan hasil positif pada tes
sebelumnya. Jika pasien punya riwayat positif PPD, lakukan
perawatan isoniazid dan x-ray dada.
● Imunisasi jika terindikasi dan direkomendasi.
● Tes resistensi jika terindikasi, pertimbangkan apakah pasien
baru saja terinfeksi.
38
Pemeriksaan Diagnostik
Dilakukan jika belum pernah sebelumnya:
● Antibody hepatitis A; antigen permukaan hepatitis B, antibody
permukaan dan antibody inti; antibody hepatitis C.
● Toxoplasmasis, cytomegalovirus, dan tes antibody varicella.
● Level Glukosa-6-fosfat dehydrogenase (G6PD) untuk meyakinkan
tidak ada kontraindikasi terhadap obat-obatan seperti Septra yang
mungkin digunakan sebagai profilaksis atau pengobatan untuk
infeksi oportunistik
39
PATOFISIOLOGI, DIAGNOSA, &
PENATALAKSANAAN
MASTIKA CHUSNUL KHOTIMAH 1710711067
RIZKA YUSRIYAH 1710711143
FAKTOR RISIKO
Menggunakan alat suntik yang
1 terkontaminasi darah untuk menyiapkan
obat
Sistem Respirasi
Sistem Integumen
Sistem
Pencernaan Infeksi
Oportunistik
Tahap 1
Limfadenofatik, Tahap 2
Demam, Sistem Integumen
Candidiasis oral → Ruam Bercak
01 02 Merah
Tahap 3 Tahap 4
Ensefalopati,
BB turun, Malaise,
Diare 03 04 Meningitis, TB
Paru, Pneumonia
Tahap 1 HIV
Tahap
2 HIV
Tahap
3 HIV
Tahap 4 HIV
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko tinggi terhadap infeksi (progresi menjadi sepsis/awitan infeksi opurtunistik) Risiko tinggi
terhadap kekurangan volume cairan
2. Pola nafas tak efektif/ kerusakan pertukaran gas
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Nyeri
5. Kerusakan Integritas kulit (aktual/risiko)
6. Penurunan tingkat aktivitas, perubahan sensasi, malnutrisi ; perubahan status metabolism, lesi kulit,
ulserasi, formasi ulkus dekubitus (aktual.)
7. Perubahan membran mukosa oral
8. Kelelahan
9. Perubahan proses pikir
10. Ansietas
11. Isolasi sosial
12. Intoleransi aktivitas
13. Ketidakberdayaan
14. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
PENATALAKSANAAN
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8
Vol 3. Jakarta : EGC.
Zuya Urahman. 2009. Asuhan Keperawatan HIV. (online). available.
http://www.indonesianurse.com/2009/12/14/asuhan-keperawatan-hivaids. 1 maret 2011.