Anda di halaman 1dari 81

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Urolithiasis atau batu ginjal merupakan batu pada saluran kemih.
Urotialisis sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan mesir kuno dengan
ditemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih
dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari system kaliks
ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang
terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine
seperti pada batu buli-buli karena hyperplasia prostat atau batu uretra yang
terbentuk di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang
terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis
ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan
merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi.
Penyakit batu saluran kemih menyebar ke seluruh dunia dengan
perbedaan di Negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli,
sedangkan di Negara yang lebih maju lebih banyak dijumpai batu saluran
kemih di bagian atas ( ginjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status
gizi dan mobilitas a penduduk aktivitas sehari- hari. Angka prevalensi rata-
rata seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih.
Penyakit Urolithiasis di masyarakat luas pada umumnya dikenal
dengan batu ginjal. Penyakit ini akan menjadi kronik bila tidak mendapat
pengobatan secara dini yaitu terjadinya kerusakan ginjal yang akut
ditandai dengan tidak berfungsinya ginjal.Berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi termasuk di bidang kesehatan berdampak
positif dan negatif terhadap pola hidup masyarakat termasuk perubahan
pola dan gaya hidup masyarakat sehinga kita dapat melihat dampak negatif
yang bisa kita lihat yaitu banyaknya penyakit yang muncul misalnya

1
hipertensi, jantung dan juga ginjal. Selain itu penyakit yang muncul karena
gaya hidup yang kurang sehat adalah batu pada saluran kencing, yang bila
tidak diatasi dapat menimbulkan berbagai komplikasi.
Karena hal tersebut di atas sebagai perawat kita ikut berperan
dalam mengatasi masalah ini antara lain dengan rasa memberikan
penyuluhan pada pasien dan keluarga untuk meningkatkan pengetahuan
tentang urolithiasis dan vesikolithiasis/batu buli-buli khususnya serta cara
pencegahannya.
Gejala awal terbentuknya batu jarang dirasakan oleh penderita, mungkin
hanya perubahan dalam pola perkemihan, namun bila tidak ditindaklanjuti
maka dapat menimbulkan keadaan yang parah, seperti nyeri yang hebat,
terjadi penyumbatan saluran kemih bahkan terjadi kerusakan ginjal.
Peran perawat dalam hal ini adalah memberikan penyuluhan tentang
pencegahan terjadinya batu, seperti mengkonsumsi cairan dalam jumlah
banyak (3 – 4 liter/hari), diit yang seimbang/sesuai dengan jenis batu yang
ditemukan, aktivitas yang cukup serta segera memeriksakan diri bila
timbul keluhan pada saluran kemih agar dapat segera ditangani. Bagi
penderita yang mengalami batu pada saluran kemih agar selalu menjaga
kesehatannya agar tidak terjadinya pembentukan batu yang baru. Hal yang
harus diperhatikan oleh penderita adalah diet makanan dan pemeliharaan
kesehatan seperti berobat ke dokter, minum obat secara teratur dan
menghindari penyakit infeksi yang menjadi salah satu penyebab timbulnya
urolithiasis.

B. Tujuan
Tujuan Umum:

2
1. Setelah mengikuti seminar tentang urolitiasis mahasiswa mampu
memahami konsep penyakit urolitiasis dan mampu memberikan
ASKEP dengan judul urolitiasis.
Tujuan khusus:
1. Mampu menjelaskan konsep penyakit urolitiasis
2. Mampu melakukan pengkajian sesuai urolitiasis
3. Menentukan masalah atau diagnosa keperawatan.
4. Menentukan perencanaan sesuai urolitiasis
5. Mampu melakukan tindakan keperawatan
6. Mampu melakukan evaluasi
7. Mampu melakukan pendokumentasian

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM UROGENITALIA


Sistem urogenitalia atau genitourinaria terdiri atas sistem organ
reproduksi dan urinaria. Keduanya dijadikan satu kelompok sistem
urogenitalia, karena mereka saling berdekatan, berdasar dari embriologi
yang sama, dan menggunakan saluran yang sama sebagai alat
pembuangan, misalkan uretra pada pria.

GINJAL
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di
rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang
dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Cekungan ini di sebut
sebagai hilus renalis, yang di dalamnya terdapat apeks pelfis renalis
dan struktur lain yang merawat ginjal, yakni pembuluh darah, sistem
linfatik, dan sistem saraf.
Besar dan berat ginjal sangat bervariasi : hal ini tergantung pada
jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain.
Dalam hal ini, ginjal lelaki relatif lebih besar ukuranya dari pada
perempuan. Pada orang yang mempunyai ginjal tunggal yang di dapat
sejak usia anak, ukuranya lebih besar dari pada ginjal normal. Pada
autopsi klinis di dapatkan bahwa ukuran rerata gijal orang dewasa
adalah 11,5 cm (panjang)× 6 cm (lebar) × 3,5 cm (tebal). Beratnya
bervariasi antara 120-170 gram, atau kurang lebih 0,4 % dari berat
badan.

STRUKTUR DISEKITAR GINJAL

4
Ginjal dibungkus oleh jaringan tipis dan mengkilat yang disebut
kapsula fibrosa (true capsule) ginjal, yang melekat pada parenkim
ginjal. Diluar kapsul fibrosa terdapat jaringan lemak yang disebelah
luarnya dibatasi oleh fasia gerota. Diantara kapsula fibrosa ginjal
dengan kapsula gerota terdapat rongga perirenal.
Disebelah kranial ginjal terdapat ginjal terdapat kelenjar anak
ginjal terdapat kelenjar anak ginjla atau grandula adrenal atau disebut
juga kelenjar suprarenal yang bewarna kuning. Kelenjar adrenal
bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia
gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat meluas-
nya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine
pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia gerota dapat pula
berfungsi sebagai barier dalam menghambat penyebaran infeksi atau
menghambat metastasis tumor ginjal ke organ disekitarnya. Diluar
fasia gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal yanng terbungkus
oleh peritoneum posterior. Rongga diantara kapsula gerota dan
peritoneum ini disebut rongga pararenal.
Disebelah posterior, ginjal dilindungi oleh berbagai otot punggung
yang tebal serta tulang rusuk ke 11 dan 12, sedangkan diseblah anterior
dilindungi oleh organ intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh
lien, lambung, pankreas, jejenum, dan kolon.

STRUKTUR GINJAL
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi ada 2 bagian, yaitu korteks
dan medula ginjal. Korteks ginjal terletak lebih superfisial dan
didalamnya terdapat berjuta-juta nefron. Nefron merupakan unit

5
fungsional terkecil ginjal. Medula ginjal yang terletak lebih profundus
banyak terdapat duktuli atau saluran kecil yang mengalir hasil
ultrafiltrasi berupa urine.
Nefron terdiri atas glomerulus, tubulus kontortus (TC) proksimal,
loop of henle, tubulus kontortus (TC) distalis, dan duktus kolegentes.
Darah yang membawa sisa hasil metabolisme tubuh diifiltrasi
(disaring) didalam glomerulus dan kemudian setelah sampai ditubulus
ginjal , beberapa zat yang mengalami urine sebanyak 1-2 liter. Urine
yang terbentuk didalam nefron disalurkan melalui piramida kesistem
pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.
Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum,
kaliks mayor, dan pielum/ pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises
terdiri atas epitel trasisional dan dindingnya terdri atas otos polos yang
mampu berkontraksi untuk mengalir urine sampai ke ureter.

VASKULARRISASI GINJAL
Suplai darah keginjal diperankan oleh arteri dan vena renalis.
Arteri renalis merupakan cabang langsung dari aorta abdomenalis dan
vena renalis yang bermuara langsung kedalam vena kava inferior.
Vena dan arteri renali keduanya membentuk pedikel ginjal. Arteri
memasuki ginjal dan vena keluar dari ginjal didalam area yang disebut
hilus renalis. Pada sisi kanan, vena terletak disebelah anterior arteri
renalis. Pada sisi kiri, vena renalis lebih panjang dari pada arteri.
Dibelakang dari kedua pedikel ini terdapat pelvis renalis.
Pada sisi kiri, terdapat rangkaian sistem vena yang berbeda dengan
sebelah kanan, yakni vena yang merawat gona ( vena sepermatika pada
lelaki atau ovarika pada perempuan), langsung bermuara pada vena
renalis kiri. Lain halnya pada sisi kanan, vena tersebut bermuara secara
oblik langsung ke vena kava inferior, dibawah percabangan vena renal
dengan vena kava.

6
Arteri renalis bercabang menjadi anterior dan posterior. Cabang
poterior merawat segmen medius dan posterior. Cabang anterior
merawat kutub atas, bawah, dan seluruh segmen anterior ginjal. Arteri
renalis bercabang menjadi arteri interlobaris, yang berjalan dalam
kolumnabertini ( diantara piramida renalis ), kemudian membelok
membentuk busur mengikuti basis piramida sebagai arteri arkuata, dan
selanjutnya menuju korteks sebagai arteri lobularis. arteri ini
bercabang kecil menuju ke glomeruli sebagai arteri afferen, dan dari
glomeruli keluar arteri eferen yang menuju ke tubulus ginjal. Sistem
arteri ginjal adalah end arteries, yaitu arteri yang tidak mempunyai
anastomosis dengan cabangdari arteri lain, sehingga jika terdapat
kerusakan pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya
iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya. Sistem cairan limfe
gin jal dialirkan kedalam limfonodi yang terletak didalam hilus ginjal.
seperti halnya sistem pembulu darah dan pesyarafan, sistem limfatik
berada didalam rongga retroperitonium.

PERSYARAFAN
Ginjal mendapatkan persyarafan melalui plaksus renalis, yang
seratnya berjalan bersama dengan arteri renalis input dari sistem
simpatetik menyebabkan fasokontrikso yang menghambat aliran darah
ke ginjal. ginjal diduga tidak mendapatkan persyarafan parasimpatetik.
Inplus sensorik dari ginjal berjalan menuju korda spinalis segmen T
10-11, dan memberikan sinyal sesuai dengan level dermatomnya. Oleh
karena itu dapat dimengerti bahwa nyeri didaerah pinggang ( flank )
bisa merupakan nyeri reveral dari ginjal.

FUNGSI GINJAL
Ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting
bagi kehidupan, yakni menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme dan
toksis dari darah, serta mempertahankan homeostatis cairan dan

7
elektrolit tubuh, yang kemudian dibuang melalui urin. Fungsi tersebut
diantaranya : mengontrol sekresi hormon adosteron dan ADH ( anti
diureti hormon ) yang berperan dalam mengatur jumblah cairan tubuh,
mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D, menghasilkan
beberapa hormon, antara lain : eritroprotein yang berperan dalam
pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam mengatur
tekanan darah, serta hormon prostat glandin yang berguna dalam
berbagai mekanisme tubuh.

PEMBENTUKKAN URINE
Pembentukkan urine adalah fungsi ginjal yang paling esensial
dalam mempertahankan homeostatis tubuh pada orang dewasa sehat,
lebih kurang 1200 mili liter darah atau 25% kardiak output, mengalir
ke kedua ginjal. pada kesehatan tertentu alirann darah pada ginjal
mengikat hingga 30% (pada saat latihan fisik), menurun hingga 12%
dari kardia output.
Kapiler glomeruli berdinding porous (berlubang-lubang), yang
memungkinkan terjadinya filtrasi cairan dalam jumlah besar (± 180
L/hari). Molekul yang berukuran kecil ( air elektrolit, dan sisa
metabolisme tubuh, diantaranya kreatining dan ureum) akan di filtrasi
dari darah, sedangkan molekul berukuran lebih besar (protein dan sel
darah) tetap tertahan didalam darah. Oleh karena itu komposisi cairan
filtrat yang berada di kapsul bomean, mirip dengan yang ada didalam
plasma, hanya saja cairan ini tidak mengandung protein dan sel darah.
Volume cairan yang difiltrasi oleh glomelurus setiap satuan waktu
disebut sebagai rerata filtrasi glomelurus dan glomerular filtresion rate
(GVR). Selanjutnya cairan filtrat akan direabsorbsi dan beberapa
elektrolit akan mengalami sekresi di tubulus ginjal, yang kemudian
menghasilkan urine yang akan di salurkan melaluin duktuskolegents.
Cairan urine tersebut di salurkan ke dalam sistem kalies hingga pelvis
ginjal.

8
Tahap Pembentukan Urine :
(1) Filtrasi glomelural Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi
plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler
glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein
plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan
yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan
sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow)
adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200
ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125
ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini
dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular
Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut
filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang
terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s,
tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus
mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan
hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan
osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya
dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga
oleh permeabilitas dinding kapiler.
(2) Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non
elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua
adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat
yang sudah difiltrasi.
(3) Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari
aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi
yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh
(misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi
dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion

9
hidrogen.Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem
carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion
kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa
natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau
ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi,
untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium
harus disekresi dan sebaliknya.Pilihan kation yang akan
disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES)
dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).Pengetahuan tentang
pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita
memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan
lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker
aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada
awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis
berat dikoreksi secara teurapeutik.
KESEIMBANGAN ASAM BASA
Keseimbangan asam basah tubuh di kontrol oleh kompleks sistem
bufer pada tubulus proksimaldan distal, melibatkan pengaturan ion
fosfat , mikorbonat, dan amonium : sedangkan sekresi ion hidrogen
terutama terjadi di tubulus distalis.

PENGHASIL HORMON ERITROPOLETIN, RENIN, DAN


POSTAGLANDIN
Renin. Pada saat darah mengalir ke ginjal, sensor di dalam ginjal
menentukan jumlah kebutuhan cairan yang akan disekresikan melalui
urine, dengan mempertimbangkan konsentrasi elektrolit yang
terkandung di dalamnya. Sebagai contoh , jika pasien mengalami
dehidrasi, ginjal akan menahan cairan cairan tubuh tetap beredar
melalui darah, sehingga urine sangat kental. Jika tubuh telah ter-
dehidrasi, dan warnanya menjadi lebih jernih. Sistem pengetaruan tadi
di kontrol oleh hormon renin, yakni hormon yang di produksi di dalam

10
ginjal yang berperan dalam mengevaluasi sebagai respon dari
penurunan perfusi jaringan.
Eritropoetin (EPO). Ginjal juga menghasilkan eritropoetin, yakni
hormon yang merangsang jaringan hemopoitek (sumsum tulang)
membuat sel darah merah. Terdapat sel khusus yang memantau
konsentrasi oksigen di dalam darah, yaitu jika kadar oksigen turun,
kadar eritropoetin meningkat dan tubuh memulai memproduksi sel
darah merah.
Prostlaglandin (PG). prostlaglandin di sintesis di dalam ginjual,
tetapi perananya belum diketahui secara pasti. Fasodilatasi dan
fasokontriksi yang di induksi oleh PG adalah sebagai respon dari
berbagai stimulus, diantaranya adalah peningkatan tekanan kapsula
bowmen.
1,25 dihidroksi cholekalsiferol. 1,25- dihidroksi cholekalsiferol
adalah metabolit aktif vitamin D, di produksi oleh ginjal dan
membantu mempertahankan kadar kalsium darah. Ginjal juga
memproduksi kinin, yakni kali krein dan bradi kinin, yang biasanya
menyebabkan fasodilatasi sehingga berakibat meningkatnya produksi
jurine dan eksereksi natrium.

URETER

ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi


mengalirkan urine dari pileum ginjal ke dalam kandung kemih.
Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional,
otot-otot sirkuler dan longitidinal yang dapat melakukan gerakan
peristaltik (kotraksi) guna mengeluarkan urine ke kandung kemih.

jika karena sesuatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urine, terjadi
kontraksi otot polos yang berlebihan yang bertujuan untuk mendorong
atau mengeluarkan sumbatan itu dari saluran kemih. Kontraksi tu

11
dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala sesuai dengan
irama peristaltik ureter.

Sepanjang perjalanan ureter dari pileum menuju kandung kemih


secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya
relatif lebih sempit daripada ditempat lain , sehingga batu atau benda –
benda lain yang berasal dari ginjal seringkali sangkut di ureter.
Tempat-tempat penyempitan itu antara lain : pada perbatasan antara
pelvis renalis dan ureter, tempat ureter menyilang arteri iliaka di
rongga pelvis dan apada saat ureter masuk kekandung kemih.

PERSYARAFAN

Ureter mendapatkan persyarafan otonomik simpatetik dan


parasimatik. Ganglionik berasal dari coelia, aourenal, mesentrika
superior dan plaksus otonomik hipograstik inferior. Para simpatetik :
serabut fagal melalui coeliac ke ureter sebelah atas, sedangkan serabut
dari S2-4 ke ureter bawah. Peranan persyarafan otonomik belum jelas
dan tidak berperan pada peristaltik ureter ( meskipun ada kemungkinan
memodulasi gerakkan tersebut ), gelombang pristaltik berasa dari
pacemaker yang berada di dalam instrisik sel otot polos yang teeletak
di kaliks minor sistem pelvis kalises.

BULI-BULI ( VESIKA URINARIA )

kandung kemih adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot
detrusor yang saling beranyaman. Disebelah dalam adalah otot
longitudinal,di tengah merupakan otot serkuler dan yang paling luar
merupakan otot longitudinal. Mukosa kandung kemih terdiri atas sel–
sel transisional yang sama seperti pada pelvis renalis,ureter dan uretra

12
posterior.Pada dasar kandung kemih kedua muara dan meatus uretra
internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum kandung
kemih.

Secara anatomik bentuk kandung kemih terdiri atas 3 permukaan,


yaitu permukaan superior yang berbatasan dengan ronggga
peritoneum, permukaan inferiolateral, dan permukaan posterior.
Permukaan superirpor merupaka lokus minoris (daerah terlemah)
dinding kandung kemih. Kandung kemih befungsi menampung urine
dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam
mekanisme miksi(berkemih).

URETRA

uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari


kandung kemih melalui proses miksi. Secara anatomi uretra dibagi
menjadi dua bagian yaitu uretra anterior dan uretra posterior,pada pria
berfungsi dalam menyalurkan cairan mani.uretra diperlengkapi dengan
sfingter uretra interna yang terletak pdaa perbatasan uretra anterior dan
posterior ,stingfer uretra interna terdiri atas otot polos yang
dipersyarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat kandung kemih
penuh stingfer ini terbuka. stingfer uretra eksterna terdiri atas otot
bergaris dipersyarafi oleh sistem somatik yangdapat diperintah sasuai
dengan keinginan seseorang.

13
2. PENGERTIAN PENYAKIT SISTEM PERKEMIHAN
Batu yang terdapat di ginjal
Batu ginjal atau nefrolitiasiss merupakan suatu keadaan terdapat
batu (kalkuli) di ginjal. Batu ginjal terbentuk ada tubuli ginjal kemudian
erada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisis
pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari
dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga
disebut batu staghorn. Kelaian atau obstruksi pada sistem pelvikalises
ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik)
mempermudah timbulnya batu saluran kemih. Jika disertai dengan infeksi
sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, apses ginjal, abses
perinefrik, abses paranefrik, ataupun pilonefritis.
(Arif Muttaqin Kumala Sari halaman 108,2014)

Batu yang terdapat di ureter


Batu kandung kemih adalah satu batu yang sudah terbentuk dari
endapan mineral yang berada didalam kandung kemih, karena dengan
adanya batu tersebut akan membuat saluran kemih menjadi tersumbat dan
akan terhambat, dalam batu kandung kemih mempunyai ukuran yang
berbeda-beda ada yang berukuran kecil ada juga sampai dengan besar.
Maka untuk itu dengan adanya kandung kemih akan membuat
semua orang mengalami berbagai macam keluhan dan penyakit didalam
tubuh, selain itu akan berisiko mempunyai batu kandung kemih terutama
pada pria yang berumur di atas 52 tahun dan sudah menderita pembesaran

14
prostat maka akan mudah terkena dengan batu saluran kemih pada pria.
Saluran urin yang sudah tersumbat dengan batu kandung kemih dan akan
membuat penghalang saluran urin tersebut dan terhalangnya tersebut akan
membuat keluhan seperti dengan rasa nyeri disaat buang air kecil dan akan
mengalami kesulitan untuk mengeluarkan urine.
Infeksi dan komplikasi yang terjadi pada semua orang itu dapat
disebabkan dengan adanya batu kandung kemih yang segera diatasi dan
diobati, penyakit infeksi atau komplikasi terjadi pada klien yang menderita
karena terlalu menyepelekan kesehatan tubuh sehingga harus pelajari
dalam gejala dan penyebab yang terjadi pada batu saluran kemih agar
berfungsi sebagai pencegahan tingkat selanjutnya sehingga ia akan
menimbulkan efek infeksi pada saluran kemih.

Batu yang terdapat di kandung kemih


Batu yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher
kandung kemih, maka aliran mula-mula lancar secara tiba-tiba akan
berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri ( sjamsuhidajat dan wim
de jong, (1998-1027)

Batu yang terdapat uretra


Batu uretra adalah batu yang terdapat disaluran uretra, umumnya
merupakan batu sekunder karena tidak terbentuk diureta. Batu berasal dari
saluran proksimal uretra, baik vesika urinaria, ureter maupunginjal yang
kemudian turun sampai ke uretra, kecuali terdapat divertikula diuretra.

15
Batu yang terdapat dibatu ginjal
karena batu tersebut pecah atau bergeser tempat.bila batu tersebut
tidak pecah atau tidak bergeser dari tempatnya maka tidak akan
menimbukan keluhan pada penderitanya. Tetapi bila batu yang bersarang
tersebut pecah atau bergeser tempat maka penderita akanmerasa kesakitan,
bahkan disertai dengan keluarnya darah dari alat vital penyakit batu ginjal
banyak diderita oleh masyarakat indonesia, terutama yang tinggal didaerah
berkapur. Namun demikian, masyarakat yang tinggal di daerh yang tidak
berkapur pun memiliki kemungkinan terkena batu ginjal karena bahan
pembuat batu ginjal tidak hanya zat kapur.(hery soeryoko hal. 1,2011)

3. ETIOLOGI
Ada beberapa faktor yang memungkinkan terbentuknya batu dalam
saluran kemih, yaitu sebagai berikut:
a. Hiperkalsiuria adalah kelainan metabolik yang paling umum. Beberapa
kasus hiperkasiuria berhubungan dengan gangguan usus meningkatkan
penyerapan kalsium ( dikaitkan dengan kelebihan diet kalsium dan/
atau mekanisme penyerapan kalsium terlalu aktif), beberapa kelebihan
terkait dengan resorpsi kalsium dari tulang ( yaitu
hiperparatiroidisme), dan beberapa yang berhubungan dengan
ketidakmampuan dari tubulus ginjal untuk merebut kembali kalsium
dalam filtrat glomerulus ( ginjal kebocoran hiperkalsiuria).
b. Pelepasan ADH (anti diuretik hormon: mengontrol kadar air dalam
tubuh dan mengatur tekanan darah. yang menurun dan peningkatan
konsentrasi, kelarutan, dan PH urin (adalah derajat keasamaan air seni,
PH urin pada orang normal adalah 4,8- 7,4 PH di bawah 7,0 di sebut
asam (ACID) dan PH di atas 7,0 di namakan basa (alkali). PH urine
menjadi basa misalnya diet vegetarian, setelah makan, muntah hebat,
infeksi saluran kencing oleh bakteri proteus atau teseudomonas, urine
yang di simpan lama. PH urine bisa menjadi rendah atau asam dapat di

16
jumpai pada : diabetes, demam pada anak, asidosis sistemik, terapi
obat-obatan tertentu.
c. Lamanya kristal terbentuk dalam urin ,(dipengaruhi oleh jenis
makanan, kecepatan metabolisme, konsentrasi urine : tergantung
banyak sedikitnya minum mobilisasi rutin.) dan gangguan aliran urin
(dapat disebabkan oleh sumbatan berupa kristal-kristal batu ginjal).
d. Gangguan reabsobsi ginjal (gangguan pada proses pembuatan urine
dengan bahan utama darah yang ada di pembuluh darah yang
menampung sisa urea hasil deaminasi protein produksi urine).
Infeksi saluran kemih (dapat disebabkan oleh sering menahanya urinen
yang seharusnya keluar tetapi di tahan dan refleks masuknya kembali
urinen ke vesika urinaria) .
e. Kurangnya asupan air dan diet yang tinggi mengandung zat penghasil
batu.
f. Idiopatik (penyebab yang tidak di ketahui contohnya poli neuritis akut
idiopatik trombositopenik purpura idiopatik, hipertensi intrakranial
idiopatik, fibrosis paru idiopatik, skoliosis idiopatik dll).

4. TANDA DAN GEJALA


a. Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada dikaliks,
dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu
yang mengisi pileum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan
gambar menyerupai tanduk sehingga disebut batu staghorn.
Kelainan atau obstruksi pada sistem versikalises ginjal
(penyempitan infundibulum dan stenosis urerterovelpik.)
b. Sepanjang perjalanan ureter dari pileum menuju kandung kemih
secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya
relatif lebih sempit daripada ditempat lain , sehingga batu atau
benda –benda lain yang berasal dari ginjal seringkali sangkut di
ureter. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain : pada
perbatasan antara pelvis renalis dan ureter, tempat ureter menyilang

17
arteri iliaka di rongga pelvis dan apada saat ureter masuk
kekandung kemih.
. Batu yang terjebak di ureter:
1.) Menyebabkan gelombang Nyeri yang luar biasa, kronis, dan
kolik yang menyebar ke paha dan genitalia
2.) Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar
3.) Hematuri akibat aksi abrasi batu.
4.) Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu
0,5-1 cm.

c. Gejala khas buli-buli atau vesika urinaria adalah berupa gejala


iritasi antara lain : nyeri kencing atau disuria hingga strangmuri,
perasaan tidak enak sewaktu kencing, vdan kencing tiba-tiba
terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi
tubuh. Nyeri pada saat miksi sering dirasakan(referenfain) pada
ujung penis skrotum, perineum,nyeri pinggang, sampai kaki. Pada
anak sering kali mengeluh adanya enuresis nogturna, disamping
sering menarik-narik penisnya (pada anak laki-laki) atau
menggosok-gosok vulpa pada anak perempuan.

Batu yang terjebak di kandung kemih:


1.) Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan
infeksi traktus urinarius dan hematori.
2.) Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih
akan terjadi retensi urine .

d. Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal/ureter yang turun


kebuli-buli, kemudian masuk keuretra. Batu uretra yang merupakan
batu primer terbentuk diuretra sangat jarang, kecuali jika terbentuk
didalam diventrikel uretra. Angka kejadian batu uretra ini tidak
lebih 1% dari seluruh batu saluran kemih. Keluhan yang

18
disampaikan pasien adalah miksi tiba-tiba berhenti hingga terjadi
retensi urine, yang mungki sebelumnya didahului dengan nyeri
pinggang. Jika batu berasal dari ureter yang turun kebuli-buli dan
kemudian ke uretra, biasanya pasien mengeluh nyeri pinggang
sebelum mengeluh kesulitan miksi. Batu berada di uretra anterior
sering kali dapat diraba oleh pasien berupa benjolan keras diuretra
pars bulbaso maupun pendularis, atau kadang-kadang tampak
dimetus uretra eksterna. Nyeri dirasakan pada gland penis atau
pada tempat batu berada.

5. PATOFISIOLOGI
a. Hiperkalsemia mengacu pada kelebihan kalsium dalam plasma.
Dimana penyebab umumnya adalah penyakit neoplastik malignan
dan hiperparatiroidisme. Penyakit neoplastik malignan dapat
menyebabkan hiperkalsemia dengan cara bermetastase ke tulang
sehingga menghancurkan sel-sel tulang dan melepaskan kalsium
tulang kedalam darah. Hiperparatiroidisme menyebabkan
timbulnya absorbsi garam-garam kalsium yang cepat dari tulang
sehingga meningkatkan pelepasan kalsium dari tulang kedalam
cairan eksternaal dan timbullah hiperkalsemia dalam cairan
eksternal. Imobilisasi lama juga dapat menyebabkan mineral tulang
akan hilang, kadang menyebabkan kenaikkan kalsium total dan
secara khusus yang terionisasi dalam aliran darah, begitupula
dengan kelebhan vitamin D dapat mempengeruhi konsentrasi
kalsium darah, yaitu dengan meningkatkan penyerapan kalsium
dari saluran pencernaan.

Hiperkalsiuri

( tepatnya dibagian
Masuk kedalam ginjal
nefron

19
endapan

Batu ginjal

b. Pelepasan ADH yang menurun dari peningkatan konsentrasi,


kelarutan, dan PH urin
Fungsi ADH adalah merangsang penyerapan semula air ditubul
ginjal.
1.) Mekanisme pengenceran dipengaruhi oleh ADH (anti diuretik
hormon) dan aldosteron dan penurunan pelepasan ADH ataun
efek yang timbul akibat pengeluaran urin yang kurang pekat
dalam jumlah besar danADHdehidrasi hipertonik menyebabkan
penyusutan sel.

Konsentrasi urin
meningkat

urine menjadi
pekat

Infeksi saluran
kemih

Menyebabkan banyak
penyakit

c. Terbentuknya kristal didalam urin tersebut disebabkan oleh adanya


peningkatan pada bakteri dan saluran kandung kemih yang
terinfeksi bakteri pemecah urea dan urine yang kemudian

20
membentuk batu pada kandung kemih. Jika tubuh kekurangan
cairan atau kurang minum air putih, akan terjadi kepekatan urine
yang semakin meningkatkan yang mempermudah pembentukkan
batu ginjal. batu ginjal memiliki komponen penyusun batu ginjal
melalui proses pembentukan batu ginjal yang terdiri dari 80% batu
kalsium, kalsium okalat dan kalsium fosfat.

Adanya peningkatan bakteri

Saluran kandung kemih terinfeksi bakteri

Pemecah urea dan urine

Membentuk batu ginjal

d. Gangguan rebsobsi ginjal dan gangguan aliran urine


Rebsobsi adalah awal proses pembuatan urine dengan bahan utama
darah yang ada di pembuluh darah yang menampung sisa urea hasil
deaminasi protein dan sisa ekskresi urea yang tidak di perlukan lagi
oleh hati di alirkan ke pembuluh darah sehingga perlu di singkirkan
oleh pembuluh darah oleh ginjal jika pengeluaraan zat ekskresi
urea yang tidak diperlukan untuk tubuh terjadi kerusakaan di
tubulus kontortus proksikmal nefron maka akan terjadi gangguan
reabsobsi dan gangguan aliran urine.

Adanya
kerusakan nefron

penyaringan

Zat yang tidak


diperlukan oleh 21
tubuh
reabsorbsi

Menyebabkan
berbagai penyakit
asam urat

e. Infeksi saluran kemih masuknya mikroorganisme ke dalam saluran


kemih dapat melalui :
Penyerapan endogen yaitu kontak langsung tempat terdekat,
hematogen (kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan
tubuh yang rendah, karena menderita suatu penyakit kronik dan
penyebaran hematogen biasanya juga timbul akibat infeksi salah
satu tempat), linfogen (merupakan infeksi bakteri piala ginjal,
tubulus dan jaringan intertisial dari salah satu kedua ginjal) , e
xsogen (sebagai akibat pemakian alat berupa kateter).

Sering menahan urine

Urine reflek masuk ke


vesika urinaria

Iritasi akibat zat-zat yang


tidak diprlukan oleh tubuh

f. Kurang asupan air (tubuh jangan sampai kekurangan cairan sebab


jika hal itu terjadi maka ginjal akan bekerja lebih keras dan

22
akhirnya sisa kotoran akan menumpuk di ginjal karena tidak bisa di
keluarkan oleh sistem kemih dengan baik).

Kekurangan air
atau cairan dalam
tubuh

Ginjal berkerja
keras

fungsi nefron

Sisa kotoran tidak


keluar secara maksimal

g. Diet yang tinggi mengandung zat penghasil batu seperti kalsium


pada susu, brokoli, bayam, dan kacang kedelai. Garam (sebab
utama dalam pembentukan endapan-endapan batu urine dalam
sistem perkemihan mengandung terlalu banyak garam atau karena
garam-garam tidak larut.

Banyak
mengkonsumsi
garam dan kalium

pengendapan

Pembentukan batu
ginjal

Batu ginjal

23
24
6. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan adanya perubahan TTV sekunder
dari nyeri kolik. Pasien terlihat sangat kesakitan, keringat dingin, dan
lemah.

a. Inspeksi : pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya


hematuria, retensi urine, dan sering miksi. Adanya nyeri kolik
menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah.
b. palpasi : palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi massa. Pada
beberapa kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
c. Perkusi : perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan
memberikaan ketokan pada sudut kosto vertebra dan di dapatkan
respon nyeri.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum
menunjukkan adanya sel darah merah, sel darah putih dan
kristal(sistin,asam urat, kalsium oksalat), serta serpihan, mineral, bakteri,
pus, pH urine asam(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin
meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat.
b. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin
meningkat.
c. Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus
aureus, proteus,klebsiela,pseudomonas).
d. Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat,
protein dan elektrolit.
e. BUN/kreatinin serum dan urine : Abnormal ( tinggi pada serum/rendah pada
urine) sekunder terhadap tingginya batu okkstuktif pada ginjal
menyebabkan iskemia/nekrosis.

25
f. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan
penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus
ginjal.
g. Hitung Darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat menunjukan
infeksi/septicemia.
h. Sel darah merah : biasanya normal.
i. Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (
mendorong presipitas pemadatan) atau anemia(pendarahan, disfungsi
ginjal).
j. Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum
dan kalsium urine).
k. Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada
area ginjal dan sepanjang ureter.
l. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukan abdomen pada struktur anatomik (
distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
m. Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukan batu dan efek obstruksi.
n. Stan CT : mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal,
ureter, dan distensi kandung kemih.
o. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

26
. 8. PENATALAKSANAAN
a. penatalaksanaan medis
1.) terapi Farmakologis
a.) Morfin dan meperiden yang dapat mencegah syok dan sinkop akibat
nyeri yang luar biasa.
b.) Amonium klorida atau asam asetohidroksamik (Lithostat), dapat
mengubah urin menjadi asam pada kasus urolithiasis karena batu
kalsium.
c.) Allopurinol (Zyloprim) untuk mengurangi kadar asam urat serum dan
ekskresi asam urat ke dalam urine, sehingga urine menjadi basa.
2.) operasi terbagi menjadi dua :
Bedah laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih
untuk saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak di pakai untuk
mengambil batu ureter.

Bedah terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai
untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi maupun ESWEL,
pengambilan batu masih di lakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah pielolitomi ( dilakukan jika batu
terletak di dalam piala ginjal ) atau nefrolitotomi untuk mengambil batu
didalam ginjal dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien
harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi.

b. pentalaksanaan keperawatan
1.) Terapi Nutrisi
Makanan yang harus dihindari adalah :
a) Makanan yang kaya akan vitamin D, karena vitamin D meningkatkan
reabsorbsi kalsium. Contoh makanan:

27
(1) Produk susu : semua keju, susu ( > dari ½ cangkir sehari ), krim
asam (yoghurt).
(2) Daging, ikan, unggas : otak, jantung, hati, ginjal, sardin,
sweetbread, telur ikan, kelinci, rusa.
(3) Sayuran : lobak, bayam, buncis, seledri, kedelai.
(4) Buah : kismis, semua jenis beri, anggur.
(5) Roti, sereal : roti murni, roti gandum, catmeal, beras merah, jagung
giling, sereal.
b.) Makanan yang harus dibatasi
(1) Garam meja dan makanan tinggi natrium, karena Na bersaing
dengan Ca dalam reabsorbsinya di ginjal.
(2) Minuman : teh, coklat, minuman berkarbonat, bir.
(3) Lain – lain : kacang, sup yang dicampur susu, makanan pencuci
mulut
(4) makanan dan minuman yang mengandung banyak kalsium
Susu, brokoli, lobak, bayam, buncis, daging, keju dll.

9. PENCEGAHAN
a. Usahakan diuresis yang adekuat: minum air 2-3 liter per hari dapat di capai
diuresis 1,5 liter/hari.
b. Pelaksanaan diet bergantung dari jenis penyakit batu (rendah kalsium tinggi
sisa asam, diet tinggi sisa basa, dan diet rendah purin).
c. Eradikasi infeksi saluran kemih khususnya untuk batu struvit.
d. Gaya hidup seperti : olahraga, pola makan yang sehat tidak mengandung
banyak garam, banyak kalsium, tidak meminum-minuman yang keras dan
obat-obtan terlarang untuk meningkatkan kinerja ginjal.

10 . KOMPLIKASI
a. Sumbatan : akibat pecahan batu
b. Infeksi : akibat desiminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat
obstruksi

28
c. kerusakan fungsi ginjal : akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan
dan pengangkatan batu ginjal.
d. batu yang berukuran besar dapat mengiritasi hingga meluikai saluran
kemih ketika dilalui oleh batu ginjal
e. batu ginjal juga dapat tersangkut di saluran kemihdan menghambat aliran
urin sehingga resiko terjadi infeksi ginjal (pielonefritis) akan menigkat

BAB III

29
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Biodata :
a) Nama :
b) Umur : 70 Tahun ke atas
c) Jenis Kelamin : Laki-laki
d) Pekerjaan : perkantoran
e) Alamat :-
f) Diagnosa Medis :-
g) Keluarga yang dapat dihubungin :-
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum:
Kondisi klien lemah, kesadaran komposmentis, terlihat
pembengkakkan dibeberapa bagian tubuh
b. Pada pemeriksaan kepala dan wajah cembung dan erlihat edema
pada wajah
c. Pada kelopak mata ditemukan edema periobital, konjungtiva
anemis.
d. Pemeriksaan hidung:
Biasanya terdapat pernafasan cuping hidung bila terjadi edema
pada rongga pleura.
e. Pemeriksaan mulut
Mukosa bibir kering, pucat atau sianosis
f. Pada abdomen ditemukan distensi ( penumpukkan gas atau cairan )
yang mengakibatkan perut menggembung melebihi ukuran normal
g. Turgor kulit tidak elastis edema mukosa usus
h. Pemeriksaan genetalia biasanya ditemukan pembengkakan labia
dan skotum
i. Pemeriksaan ekstermitas

30
Ukuran lingkar lengan biasanya terdapat edema, pucat, CTR
kurang dari 3 detik, ekstermitas teraba dingin jika sirkulasi perifer
terganggu akibat edema
j. Peningkatan berat badan
k. Sistem kardiovaskuler
Nadi 70-110 kali permenit, tekanan darah 95/65 hingga 100/60
mmhg hipotensi
l. Sistem persyarafan dalam batas normal
m. Sistem perkemihan
Urin per 24 jam 600-700ml, hematuri, proteinuria, oliguria
n. Sistem pencernaan
Diare nafsu makan menurun, anoreksia, nyeri daerah perut,
malnutrisi, hernia umbilikalis, prolaps ani
o. Sistem muskuloskeletal
Dalam batas normal
p. Sistem endokrin
Dalam batas normal
q. Sistem reproduksi
Dalam batas normal
3. Body sistem
a. B1 (breathing)
Biasanya ditemukan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas
yang merupakan respon terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
Frekuensi pernapasan 15-32x/menit, rata-rata 18x/menit, efusi
pleura karena distensi abdomen
b. B2 (blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respon sekunder dari
peningkatan beban volume.
c. B3 (brain)

31
Didapat edema wajah terutama periobital, skera tidak ikterik.
Status neurologis mengalami perubahan sesuai tingkat parahnhya
azotemia pada sistem saraf pusat.
d. B4 (bladder)
Perubahan warna pada urin biasanya di temukan batu dan disertai
nyeri.
e. B5 (bowl)
Didapatnya ada mual muntah, anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dan kebutuhan. Didapatkan
asites pada abdomen
f. B6 (bone)
Didapatnya ada kelemahan fisik secara umum, efek sekundr dari
edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.

4. Data Pengkajian
a. Aktifitas/istirahat
Gejala : Perkejaan mononton, perkerjaan dimana pasien terpajan
pada lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan
aktivitas/imobilisasi sehubungan dengan kondisi
sebelumnya(contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla
spinalis).
b. Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD/nadi(nyeri, anseitas, gagal ginjal).
Kulit hangat dan kemerahan, pucat.
c. Eliminasi
Gejala : Riwayat adanya/ ISK Kronis;obstruksi
sebelumnya(kalkulus). Penurunan haluaran urine,
kandung kemih penuh. Rasa terbakar, dorongan kemih.
Tanda : oliguria, hematuria, piuria. Perubahan pola berkemih.
d. Makanan/cairan

32
Gejala : muntah/mual ,nyeri tekan abdomen. Diet rendah
purin, kalsium oksalat, dan fosfat. Ketidakcukupan
pemasukan cairan; tidak minum air dengan cukup.
Tanda : distensi abdominal; penurunan/tak adanya bising usus,
muntah.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : episode akut nyeri berat/ kronik. Lokasi tergantung pada
lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut
kostovetebral ; dapat menyebar ke seluruh punggung,
abdomen, dan turun ke lipat paha/genitalia. Nyeri dangkal
konstan menunjukan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus
ginjal. Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak
hilang dengan posisi atau tindakan lain.
Tanda : melindungi; prilaku distraksi. Demam dan menggigil.
f. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal,
hipertensi,gout, ISK Kronis. Riwayat penyakit usus
halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme.
Penggunaan antibiotic, antihipertensi, natrium
bikarbonat,alupurinol,fosfat,tiazid, pemasukan berlebihan
kalsium dan vitamin.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pra operasi :
a. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan
kontraksi uretra.
b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan situasi kandung
kemih oleh batu,iritasi ginjal atau uretral.
c. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan situasi kandung
kemih oleh batu,iritasi ginjal atau uretral.

33
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/
menginggat salah interpertasi informasi.
2. Post operasi:
a. Resiko kurang volume cairan b.d. haemoragik/ hipovolemik
b. Nyeri b.d insisi bedah
c. Perubahan eliminasi perkemihan b.d. penggunaan kateter
d. Resiko infeksi b.d. insisi operasi dan pemasangan kateter.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa I
Nyeri Kronis
NOC : Kontrol Nyeri
Skala Outcomes :
Mengenali kapan nyeri terjadi Skala:3–5,kadang-kadang
menunjukkan sampai dengan
secara kosisten menunjukkan.
Menggambarkan faktor penyebab Skala:3-5,kadang-kadang
menunjukkan sampai dengan
secara konsisten menunjukkan .
Mengunakan jurnal harian untuk Skala:3–5,kadang-kadang
memonitor gejala dari waktu ke menunjukkan sampai dengan
waktu secara kosisten menunjukkan.
Menggunakan tindakan pencegahan Skala:3–5,kadang-kadang
menunjukkan sampai dengan
secara kosisten menunjukkan.
Skala:3–5,kadang-kadang
Menggunakan tidakan pengurangan menunjukkan sampai dengan
(nyeri) tanpa analgesik secara kosisten menunjukkan.
Menggunakan analgesik yang Skala:3–5,kadang-kadang
direkomendasikan menunjukkan sampai dengan

34
secara kosisten menunjukkan.
Melaporkan perubahan terhadap Skala:3–5,kadang-kadang
gejala nyeri pada profesional menunjukkan sampai dengan
kesehatan secara kosisten menunjukkan.
Melaporkan gejala yang tidak Skala:3–5,kadang-kadang
terkontrol pada profesional menunjukkan sampai dengan
kesehatan secara kosisten menunjukkan.
Menggunakan sumber daya yang Skala:3–5,kadang-kadang
tersedia menunjukkan sampai dengan
secara kosisten menunjukkan.
Mengenali apa yang terkait dengan Skala:3–5,kadang-kadang
gejala nyeri menunjukkan sampai dengan
secara kosisten menunjukkan.
Melaporkan nyeri yang terkontrol Skala:3–5,kadang-kadang
menunjukkan sampai dengan
secara kosisten menunjukkan.

NIC :
1. pemberian obat
2. manajemen pengobatan
3. manajemen nyeri
a. Pemberian Obat :
1) pertahan kan aturan dan prosedur yang sesuai dengan
keakuratan dan keamanan pemberian obat-obatan
2) pertahankan lingkungan yang bisa memaksimalkan
keamanan dan efektivitas pemberian obat-obatan.
3) hindari interupsi ketika menyiapkan, materifikasi dan
memberikan obat
4) ikuti prosedur 5 benar dalam pemberian.

35
5) verifikasi resep obat-obatan sebelum pemberian obat
6) resepkan atau rekomendasikan obat yang sesuai
berdasarkan kewenangan untuk meresepkan
7) monitor kemungkinan alergi terhadap obat, interaksi dan
kontr aindikasi, termasuk obat-obatan konter dan obat-
obatan herbal.
8) catat alergi yang dialami klien sebelum pemberian obat dan
tahan obat-obatan jika diperlukan
9) beritahukan klien mengenai jenis obat, alasan pemberian
obat, hasil yang diharapkan dan efek lanjutan yang akan
terjadi sebelum pemberian obat
10) pastikan bahwa obat-obatan hipnotik,narkotik, dan
antibiotik sudah diberhentikan atau diresepkan kembali
dengan tanggal yang baru.
11) catat kadarluarsa obat yang tertera pada wadah obat.
12) siapkan obat-obatan dengan menggunakan peralatan dan
teknik yang sesuai selama pemberian terapi obat-obatan
13) verivikasi perubahan betuk obat sebelum pemberian obat
(misalnya, tablet yang dihaluskan, obat oral cair yang
diberikan dari infus, paket obat yang tidak biasanya)
14) gunakan barkode untuk membantu pemberian obat jika
memungkinkan
15) hindari pemberian obat yang tidak diberi label
16) buang obat-obatan yang sudah kadarluarsa dan tidak
terpakai lagi, sesuai dengan portokol yang ada
17) monitor tanda-tanda vital dan nilai-nilai labolatarium
sebelum pemberian obat-obatan secara tepat
18) bantu klien dalam pemberian obat
19) berikan obat-obatan yang sesuai dengan teknik dan cara
yang tepat

36
20) gunakan perintah, aturan dan prosedur yang sesuai dalam
metode pemberian obat
21) instruksikan klien dan keluarga mengenai efek yang
diharapkan dan efek lanjut obat
22) validasi dan dokumentasikan pemahaman klien dan
keluarga mengenai efek yang diharapkan dan efek lanjut
obat
23) pertimbangkan kebutuhan klien untuk mendapatkan obat-
obatan seperlunya secara tepat
24) memonitor klien terhadap efek terapeutik untuk semua
obat-obatan
25) monitor klien terhadap efek lanjut toksitas dan interaksi
pemberian obat
26) keluarkan narkotik dan obat terlarang lainnya sesuai
dengan portokol
27) dokumentasikan pemberian obat dan respon klien(misalnya
nama generik obat, dosis, waktu, cara, alsan pemberian obat
dan efek yang dicapai) sesuai degan portokol.

b. Manajemen Pengobatan
1.) tentukan obat apa yang diperlukan, dan kellah menurut resep dan/
atau protokol
2.) diskusikan masala keuangan yang berkaitan degan regimen obat
3.) tentukan kemampuan pasien untuk mengobati diri sendiri dengan
cara yang tepat
4.) monitor efektivitas cara pemberian obat yang sesuai
5.) monitor pasien mengenai efek terapiutik obat
6.) monitor tanda dan gejala toksisita obat
7.) monitor efek samping obat
8.) monitor level serum darah(misalnya, elektrolit, protrombin, obat-
obatan) yang sesuai

37
9.) monitor interaksi obat yang non terapiutik
10.) kaji ulang pasien dan atau keluarga secara berkala mengenai jenis
dan jumlah obat yang diomsumsi
11.) buang obat yang sudah kadarluarsa, yang sudah diberhentikan atau
yang mempunyai kontraindikasi obat
12.) vasilitas perubahan pengobatan dengan Dokter
13.) moitor respon terhadap perubahan pengobatan dengan cara yang
tepat
14.) pertimbangkan pengetahuan pasien tentang obat-obatan
15.) pantau kepatuhan mengenai regmen obat
16.) pertimbangkan faktor-faktor yang dapat menghalangi pasien untuk
mengkomsumsi obat yang diresepkan
17.) kembagkan strategi bersama pasien untuk meningkatkan
pengetahuan mengenai regien obat yang diresepkan
18.) konsultasi dengan profesional perawatan kesehatan lainnya untuk
menngkatkan jumlah dan frekwensi obat yang dibutuhkan agar
didapatkan efek terapeutk
19.) ajarkan pasien dan/ atau anggota kelarga engenai tindakkan dan
efek samping diharapkan dari obat
20.) berikan pasien dan anggota kluarga mengenaitindakkan dan efek
sampin yang diharapkan dari obat
21.) berikan pasien dan anggota keluarga mengenai informasi tertulis
dan seksual untuk meningkatkan pemahan diri mengenai
pemberian obat yang tepat
22.) kembangkan strategi untuk mngellah efek samping obat
23.) berikan pasien dan anggota keluarga mengenai informasi tertulis
dan visual untuk menngkatkan pemahaman diri mengenai
pemberian obat yang tepat.
24.) kembangkan strategi untuk mengelolah efek samping obat
25.) dapatkan ressep dokter bagi pasien yang melakukan pengobatan
sendiri dengan cara yang tepat .

38
26.) buat protokol untuk penyimpanan, penyimpana ulang, dan
pemantauan obat yang tersisauntuk tujuan pengobatan sendiri.
27.) selidiki sumber-sumber keuangan yang memungkinkan untuk
memperoleh obat-obat yang diresepkan dengan cara yang tepat.
28.) tentukan dampak penggunaan obat pada gaya hidup pasien .
29.) berikan alternatif mengenai jangka waktu dan cara pengobatan
mandiri untuk meminimalkan efek gaya hiup.
30.) bantu pasien dan anggota keluarga dalam membuat penyesuaia
gaya hidup yang diperlukan terkait dengan (pemakaian) obat-
obatan tertentu dengan cara yang tepat.
31.) anjurkan pasien mengenai kapan harus mencari bantuan medis.
32.) identifikasi jenis dan jumlah obat bebas yang digunakan.
33.) berikan informasi mengenai pengunaan obat bebas dan bagaimana
obat-obatan tersebut dapat mempengaruhi kondisi saat ini.
34.) pertimbangkan apakah pasien menggunakan obat-obatan berbasis
budaya dan kemungkinan adanya efek dari penggunaan obat bebas
dan obat yang diresepkan.
35.) kaji ulang strategi bersama pasien dalam mengelola obatan.
36.) sediakan pasien dengan daftar sumber-sumber untuk bisa
dihubungi untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai
obat-obatan tersebut
37.) hubungi pasien dan keluarga setelah pemulangan pasien untuk
menjawab pertanyaan dan mendiskusikan kekhwatiran terakhir
dengan regimen obat.
38.) dorong pasien untuk(bersedia dilakukan) uji skrining dalam
menentukan efek obat.

c. manajemen nyeri
1. lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor pencetus

39
2. observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan
terutama pada mereka yang yang tidak dapat berkomunikasi secara
efektif
3. pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan pemantauan
yang ketat
4. gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan terhadap nyeri.
5. gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
6. pertimbangkan pengaruh budaya respon nyeri
7. tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup
pasien (misalnya tidur, nafsu makan, pengertian, perasaan,
hubungan, performa kerja dan tanggung jawab peran)
8. gali bersama pasien faktor-faktoryang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
9. evaluasi pengalaman nyeri dimasa lalu yang meliputi riwayat nyeri
kronik individu atau keluarga atau nyeri yang menyebabkan
disabiliyti/ ketidakmampuan/ kecatatan dengan tepat
10. evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lainnya mengenai
efektifitas tindakan pengontrolan nyeri yang pernah digunakan
sebelumnya
11. bantu kelurga dalam menari dan menyediakan dukungan
12.) gunakan metode penilaian yang sesuai dengan tahapan
perkembangan yang memungkinkan untuk memonitor perubahan
nyeri akan dapat membantu mengidentifikasi faktor pencetus aktual
dan potesial (misalnya catatan perkembangan, catatan harian)
13.) tentukan kebutuhan frekwensi untuk melakukan pengkajian
ketidaknyamanan pasien dan mengimplementasikan rencana
monitor
14.) berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur

40
15.) kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan, (misalnya suhu ruangan,
pencahayaan dan bising)
16.) kurangi atau eliminasi faktor-faktor yang dapat mencetuskan atau
menigkatkan nyeri ( misalnya ketakutan, kelelahan, keadaan
monoton dan kurang pengetahuan )
17.) pertimbangkan keinginan pasien untuk berpartisipasi, kemampuan
berpartisipasi, kencendrungan, dukung dari orang terdekat terhadap
metode dan kontraindikasi keika memilih strategi penurunan nyeri.
18.) pilih dan implementasikan tindaka yan beragam ( misalnnya
farmakologi, nonfarmakologi, interpersonal) untuk memfasilitasi
penurunan nyeri, sesuai dengan kebutuhan
19.) ajakkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
20.) pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih strategi
penurunan nyeri
21.) dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri dengan
tepat
22.) ajarkan penggunaan teknik non farmakologi ( seperti biofitback,
TEENS, hipnosis, relaksasi, bimbingan antisivatif, terapi musik,
terapi bermain, terpa aktivitas, akrupressur , aplikasi panas/dingin
dan pijatan, sebelum, sesudah dan jika memungkinkan, ketika
melakukan aktivitas yang menimbulkan nyeri ; sebelum nyeri
terjadi atau meningkat ; dan bersamaan dengan tindakkan
penurunan rasa nyeri lainnya)
23.) gali penggunaan metode famakologi untuk menurukan nyeri
24.) dorong pasien untuk menggunakan obat-obatan penurun nyeri yang
adekuat
25.) kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan mengimplentasikan tindakan penurunan nyeri
non farmakologi sesuai kebutuhan

41
26.) berikan individu penurun nyeri yang optimal dengan peresepan
analgesik
27.) implementasikan penggunaan pasien-terkontrol analgesi (PCA),
jika sesuai.
28.) gunak tindakkan pengntrol nyeri sebelum nyeri bertambah berat.
29.) berikan obat sebelum melakukan aktivitas untuk meningkatkan
partisipasi namun lakukan evaluasi mengenai bahaya dari sadasi
30.) pastikan pemberian analgesik dan atau strategi non farmaklogi
sebelum dilakukan prosedur yang menimbulkan nyeri
31.) periksa ketidaknamanan bersama pasien, catat perubahan dalam
catatan medis pasien, informasikan petugas kesehatan lain yang
merawat pasien.
32.) evaluasi ke efektivan dari tindakan pengontrol nyeri yang di pakai
selama pengkajian nyeri dilakukan.
33.) mulai dan modifikasi tindakkan pengontrol nyeri berdasarkan
respon pasien.
34.) dukung istirahat tidur yang adekuat untuk membantu penurunan
nyeri .
35.) dorong pasien untk mendiskusikan pengalaman nyerinya, sesuai
kebutuhan .
36.) beritahu dokter jika tindakkan tidak berhasil atau jika keluhan
berubah signifikan dari pengalaman nyeri sebelumnya.
informasikan tim kesehatan lain atau anggota keluarga mengenai
strategi non farmakologi yang sedang digunakan untuk mendorong
pendekatan preventif terkait dengan manajemen nyeri.
37.) gunakan pendekatan multi disiplin untuk manajmen nyeri, jika
sesuai
38.) pertimbangkan untuk merujuk pasien, keluarga dan orang terdekat
pada kelompok pendukung dan sumber-sumber lainnya, sesuai
kebutuhan.

42
39.) berikan informasi yang akurat untuk meningkatkan pengetahuan
dan respon keluarga terhadap pengalaman nyeri.
40.) libatkan keluarga dalam modaltas penurunan nyeri, jka
memungkinkan
41.) monitor kepusaan pasien terhada manajemen nyeri dalam interval
yang spesifik.

2. Diagnosa II
Gangguan Eliminasi Urine
NOC : Eliminasi Urin
Skala Outcomes
Pola eliminasi Skala : 3-4, cukup terganggu s/d
tidak terganggu
Bau urine Skala : 3-4, cukup terganggu s/d
tidak terganggu
Jumlah urine Skala : 3-4, cukup terganggu s/d
tidak terganggu
Warna urine Skala : 3-4, cukup terganggu s/d
tidak terganggu
Kejernihan urine Skala : 3-4, cukup terganggu s/d
tidak terganggu
Intake cairan Skala : 3-4, cukup terganggu s/d
tidak terganggu
Mengosongkan kantung kemih Skala : 3-4, cukup terganggu s/d
sepenuhnya tidak terganggu
Mengenali keinginan untuk Skala : 3-4, cukup terganggu s/d
berkemih tidak terganggu
Partikel-partikel urine terlihat Skala 3-5, sedang s/d tidak ada
Darah terlihat dalam urine Skala 3-5, sedang s/d tidak ada
Nyeri saat kencing Skala 3-5, sedang s/d tidak ada

43
Rasa terbakar saat berkemih Skala 3-5, sedang s/d tidak ada
Ragu untuk berkemih Skala 3-5, sedang s/d tidak ada
Frekuensi berkemih Skala 3-5, sedang s/d tidak ada
Keinginan mendesak untuk Skala 3-5, sedang s/d tidak ada
berkemih
Retensi urine Skala 3-5, sedang s/d tidak ada
Nokturia Skala 3-5, sedang s/d tidak ada
Inkotinensia urine Skala 3-5, sedang s/d tidak ada
Stress inkotinesial Skala 3-5, sedang s/d tidak ada
Inkotinesia berkemih Skala 3-5, sedang s/d tidak ada
Inkotinensia fungsional Skala 3-5, sedang s/d tidak ada

NIC :

1. Bantuan Perawatan Diri


2. Peresepan Obat
a. Bantuan Perawatan Diri
1.) pertimbangkan budaya pasien ketika meningkatkan
aktfitas perawatan diri.
2.) pertimbangkan usia pasien ketika meningkatkan aktifitas
perawatan diri.
3.) monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri
4.) monior kebutuhan pasien terkait dengan alat-alat
kebersihan diri, alat bantu untuk berpakaian, berdandan
,eliminasi dan makan.
5.) berikan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan
(lingkungan) yang hangat, santai, tertutup dan
(berdasarkan) pengalamn individu
6.) berikan peralatan kebersihan pribadi (misalnya deodorant,
sikat gigi, dan sabun mandi)

44
7.) erikan bantuan sampai pasien mampu melakukan
perawatan diri mandiri
8.) bantu pasien menerima kebutuhan (pasien) terkait dengan
kondisi ketergantungannya
9.) lakukan pengulangan yang konsisten terhadap rutinitas
kesehatan yang dimaksudkan untuk membangun (perawatan
diri)
10.) dorong pasien untuk melakukan aktifitas normal sehari –
hari sampai batas kemampuan (pasien)
11.) dorong pasien untuk melakukan aktivitas normal sehari-
hari sampai batas kemampuan (pasien).
12.) dorong kemandirian pasien, tapi bantu ketika pasien tak
mampu melakukannya
13.) ajarkan orang tua/untuk mendukung kemandirian dengan
membantu hanya ketika pasien tak mampu
melakukan(perawatan diri)
14.) ciptakan rutinitas aktifitas perawatan diri

b. Peresepan Obat
1.) evaluasi tanda dan gejala dari masaah kesehatan saat ini
2.) kaji riwayat kesehatan dan penggunaan obat-obatan
3.) identifikasi obat yang diketahui
4.) kaji kemampuan keluarga dalam memberikan obat-obatan
5.) identifikasi obat-obatan yang memiliki indikasi untuk
masalah kesehatan saat ini
6.) resepkan obat-obatan sesuai dengan otoritas peresepan obat
dan atau sesuai protokol
7.) tuliskan resep, menggunakan nama termasuk dosis dan
petunjuk pemberian obat

45
8.) ucapkan dengan jelas singkatan yang slit yang dapat dengan
mudah menimblkan kesalah pahaman( misalnya, mikrogram,
miligram, units)
9.) periksa bahaya angka desimal dalam dosis terlihat jelas
dengan menggunakan awalan angka nol (0,2 vs 2)
10.) hidari penggunaan angka nol dibelakang koma (2vs 2,0)
11.) gunakan metode peresepan elektronik jika tersedia
12.) gunakan singkatan akronim dan simbol yang terstandarisasi
13.) periksa bahwa semua obat yang diresepkan telah ditlis
dengan benar , lengkap dan sesuai dengan keperluan dan
penggunaannya
14.) ikuti rekomendasi untuk penggunaan dosis awal dari obat
(mg/kg berat badan, luas permukaan tubuh, atau dosis
efektif terendah)
15.) konsultasikan dengan dosen atau petugas farmasi sesuai
kebutuhan
16.) konsultasikan pada referensi pemberian obat untuk dokter
dan referensi lainnya jika diperlukan
17.) konsultasikan pada perwakilan dari perusahaan penyedian
obat sesuai kebutuhan
18.) ajarkan pasien dan/atau keluarga metode pemberian obat
sesuai kebutuhan
19.) ajarkan pasien dan keluarga terkait reaksi yang diharapkan
dan efek samping dari obat
20.) berikan alternatif waktu pemberian dan modalitas dalam
pemberian obat secara mandiri untuk meminimalkan
perubahan gaya hidup
21.) ajarkan pasien dan keluarga mengenai bagaimana cara
menebus kembali obat yang diresepkan sesuai keperluan
22.) ajarkan pasien atau keluarga kapan waktu untuk mencari
bantuan tambahan

46
23.) monitor efek terapeutik dan efek samping dari obat yang
diberikan sesuai kebutuhan
24.) pertahankan pengetahuan mengenai obat-obat yang
digunakan dalam praktek keperawatan, termasuk indikasi
penggunaan, tindakan pencegahan, efek samping, efek
toksis, dan informasi dosis seperti yang dipersyaratkan oleh
otoritas peresepan obat dan undang-undang

3.Diagnosa III
Risiko Ketidakefektifan Perfusi Ginjal
NOC: Perfusi Jaringan
Skala Outcome :
Aliran darah melalui pembulu Skala : 3-4, defisiasi sedang dari
darah hepara kisaran normal s/d tidak ada
defisiasi dari kisaran normal.
Skala : 3-4, defisiasi sedang dari
Aliran darah melalui pembulu
kisaran normal s/d tidak ada
darah ginjal.
defisiasi dari kisaran normal.
Skala : 3-4, defisiasi sedang dari
Alian darah melalui saluran
kisaran normal s/d tidak ada
pembulu darah intestinal.
defisiasi dari kisaran normal.
Skala : 3-4, defisiasi sedang dari
Aliran darah melalui pembulu
kisaran normal s/d tidak ada
darah limpa

47
defisiasi dari kisaran normal.
Skala : 3-4, defisiasi sedang dari
Aliran darah melalui pembulu
kisaran normal s/d tidak ada
darah pankreas
defisiasi dari kisaran normal.
Skala : 3-4, defisiasi sedang dari
Aliran darah melalui pembulu
kisaran normal s/d tidak ada
darah jantung
defisiasi dari kisaran normal.
Skala : 3-4, defisiasi sedang dari
Aliran darah melalui pembulu
kisaran normal s/d tidak ada
darah pulmonari
defisiasi dari kisaran normal.
Skala : 3-4, defisiasi sedang dari
Aliran darah melalui pembulu
kisaran normal s/d tidak ada
darah serebral
defisiasi dari kisaran normal.
Skala : 3-4, defisiasi sedang dari
Aliran darah melalui perifer
kisaran normal s/d tidak ada
defisiasi dari kisaran normal.
Skala : 3-4, defisiasi sedang dari
Aliran darah melalui pembulu
kisaran normal s/d tidak ada
darah pada tingkat sel
defisiasi dari kisaran normal.

NIC:
1. Pengurangan Perdarahan
a. Pengurangan Perdarahan
1.) identifikasi perdarahan
2.) monitor akan pendarahan secara ketat
3.) beri penekanan langsung atau penekanan pada balutan,
jika sesuai
4.) beri kompres pada daerah yang terkena, dengan tepat
5.) monitor jumlah dan sifat kehilangan darah
6.) monitor ukuran dan karakter hematoma, jika ada

48
7.) perhatikan kadar hemoglobin/ hematokrit sebelum dan
sesudah kehilangan darah
8.) monitor kecendrungan dalam tekanan darah serta
parameter hemodinamik, jika tersedia ( misalnya,
tekanan Vena sentral dan kapilertaru atau arteri wedge
ressure)
9.) monitor status cairan, termasuk asupan ( intake) dan
saluran (output)
10.) monitor tijauan koagulasi, termaksud waktu
prothrombin ( prthrombin time atau PPT), fibrinogen,
degradasi fibrin/ produk split, dan jumlah trombosit
dengan tepat
11.) monitor penentuan dari jaringan pelepasan oksigen
(misalnya PaO2, SaO2, dan kadar hemoglobin dan kardia
output), ika tesedia
12.) monitor fungsi neurologis
13.) periksa pendarahan dari selaput lendir, memar setelah
trauma minimal, mengalir dari tempat tususkkan, dan
adanya petekai
14.) monitor tanda dan gejala pendarahan persisten (yaitu,
periksa semua sekresi darah yang tampak ataupun yang
tersembunyi/ okultisme)
15.) atur ketersediaan produk-produk darah untuk trasfusi,
jika perlu
16.) pertahan kan kepatenan akses iv
17.) beri produk-produk darah (misalnya, trombosit dan
plasma beku segar), dengan tepat
18.) lakukan hemates semua kotoran dan amati darah pada
emesis, dahak, tinja, urin, drainase NG, dan drainase
luka,dengan tepat

49
19.) lakukan tindakan pencegahan yang tepat dalam
menanganani produk darah atau sekresi yang berdarah
20.) evaluasi respon psikologis pasien terhadap pendarahan
dan peresepsinya pada perestiwa (pendarahan)
21.) instruksikan pasien dan keluarga akan tanda-tanda
perdarahan dan tindakan yang tepat (memberi tahu
perawat), bila perdarahan lebih lanjut terjadi
22.) instrusikan pasien akan pembatasan aktifitas
23.) instrusikan pasien dan keluarga mengenai tingkat
keparahan kehilangan darah dan tindakan-tindakan yang
tepat untuk dilakukan

3. Diagnosa IV
Gangguan Rasa Nyaman
NOC : Status kenyamanan
Skala otcome
Kesejahteraan fisik 3-4, cukup terganggu s/d tidak
terganggu
Kontrol terhadap gejala 3-4, cukup terganggu s/d tidak
terganggu
Kesejahteraan pisikolgis 3-4, cukup terganggu s/d tidak
terganggu

50
Lingkungan fisik 3-4, cukup terganggu s/d tidak
terganggu
Suhu ruangan 3-4, cukup terganggu s/d tidak
terganggu
Dukungan sosial dari keluarga 3-4, cukup terganggu s/d tidak
terganggu
Dukngan sosial dari teman-teman 3-4, cukup terganggu s/d tidak
terganggu
Hubungan sosial 3-4, cukup terganggu s/d tidak
terganggu
Kehidupan spritual 3-4, cukup terganggu s/d tidak
terganggu
Perawatan sesuai dengan keyakinan 3-4, cukup terganggu s/d tidak
budaya terganggu
Perawatan sesuai dengan kebutuhan 3-4, cukup terganggu s/d tidak
terganggu
Mampu mengkomunikasikan 3-4, cukup terganggu s/d tidak
kebutuhan terganggu

NIC :
1. pengurangan kecemasan
a. pengurangan kecemasan
1) gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
2) nyatakan dengan jelas harapan perilaku terhadap klien
3) jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang akan
dirasakan yang mungkin akan dialami klien selama
prosedur dilakukan
4) pahami situasi krisis yang terjadi dari presektif klien
5) berikan informasi faktual terkait diagnosis, perawatan dan
proknosis

51
6) berada di sisi klien untuk mningkatan rasa anman dan
mengurangi ketakutan
7) dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara
yang tepat
8) berikan objek yang menunjukan perasaan aman
9) lakukan usapan pada punggung, leher dengan cara yang
tepat
10) dorong aktifitas yang tidak kompetitif secara tepat
11) jauhkan peralatan perawatan dari pandangan klien
12) dengarkan klien
13) puji/ kuatkan perilaku yng baik secara tepat
14) ciptakan atmosfer rasa aman untuk meningkatkan
kepercayaan
15) dorong verbalisasi perasaan, peresepsi dan ketakutan
16) identifikasi pada saat terjadi perubahan tingkat kecemasan
17) berikan aktifitas penganti yang bertujuan untuk mengurangi
tekanan
18) bantu klien mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
19) kontrol stimulus untuk kebutuhan klien secara tepat
20) bantu klien mengarti kulasi diskripsi yang realistis
mengenai kejadian yang akan datang
21) pertimbangkan kemampuan klien dengan mengambil
keputusan
22) instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
23) atur penggunaan obat-obatan untuk mengurangi kecemasan
secara tepat
24) kaji tanda ferbal dan non verbal kecemasan
2. Manajemen lingkungan : Kenyamanan
b. manajemen lingkungan : kenyamanan

52
1) tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola
lingkungan dan kenyamanan yang optimal
2) mudahkan transisi pasien dan keluarga dengan adanya
sambutan hangat dilingkungannya yang baru
3) pertimbangkan penempatan pasien dikamar dengan
beberapa tempat tidur (teman sekamar dengan masalah
lingkungan yang sama bila memungkinkan)
4) sediakan kamar terpisah jika dapat frefensi dan kebutuhan
pasien dan keluarga untuk mendapatkan ketenangan dan
istirahat, jika memungkinkan
5) cepat bertindak jika terdapat panggilan bel, yang harus slalu
dalam jangkauan
6) hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk
istirahat
7) ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
8) sediakan lingkungan yang aman dan bersih
9) berikan pilihan sedapat mungkin untuk dapat melakukan
kegiatan dan kunjungan sosial
10) pertimbangkan sumber-sember ketidaknyamanan seperti
balutan yang lembab, posisi selang, balutan yang tertekan,
seprai kusut, maupun lingkungan yang menganggu
11) sesuaikan suhu ruangan yang paling menyamankan
individu, jika menungkinkan
12) berikan atau singkirkan selimut untuk meningkatkan
kenyaman terhadap suhu, seperti yang di indikasikan
13) hindari paparan dan aliran udara yang tidak perlu, terlalu
panas, maupun terlalu dingin
14) sesuaikan pencahayaan untuk memenuhi kebutuhan
kegiatan individu, hindari cahaya langsung pada mata.
15) fasilitasi tindakan-tindakan kebersihan untuk menjaga
kenyamanan individu(misalnya, menyeka alis,

53
mengoleskan krim kulit, dan membersikan badan, rambut
dan rongga mulut)
16) posisikan pasien untuk memfasilitasi kenyamanan
(misalnya gunakan prinsip-prinsip keselarasan tubuh,
sokong dengan bantal, sokong sendi selama pergerakan,
belat sayatan, dan imobisasi sayatan yang nyeri)
17) monitor kulit terutama daerah tonjolan tubuh terhadap
adanya tanda-tanda tekanan atau iritasi
18) hindari mengespos kulit atau selaput lendir pada zat iritan
(misalnya tinja diare dan drinase luka)
19) berikan sumber-sumber edukasi yang relefan dan berguna
mengenai manajemen penyakit dan cedera pada pasien dan
keluarga jika sesuai.
4. Diagnosa V
Hipertermia
NOC : Termoregulasi
Skala otcome
Merasa merinding saat dingin 3-4, cukup tergangg s/d sedikit
terganggu
Berkeringat saat panas 3-4, cukup tergangg s/d sedikit
terganggu
Menggigil saat dingin 3-4, cukup tergangg s/d sedikit
terganggu
Denyut jantung apikal 3-4, cukup tergangg s/d sedikit
terganggu
Denyut nadi radial 3-4, cukup tergangg s/d sedikit
terganggu
Tingkat pernapasan 3-4, cukup tergangg s/d sedikit
terganggu
Melaporkan kenyamanan suhu 3-4, cukup tergangg s/d sedikit

54
terganggu
Hipotermia 3-4, cukup tergangg s/d sedikit
terganggu

NIC

1. Perawatan deman
a. perawatan demam
1) pantau suhu dan tanda vital lainnya
2) monitor warna kulit dan suhu
3) monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehiangan
cairan yang dirasakan
4) beri obat atau cairan IV (misalnya anti piretik, agen anti
bakteri, dan agen anti mengigil)
5) tutup pasien dengan selimut atau pakian ringan tergantung pada
fase demam (yaitu memberikan selimut hangat untuk fase
dingin, menyediakan pakian atau linen tempat tidur ringan
untuk demam fase bergejolak/ flus)
6) dorong konsumsi cairan
7) fase litasi istirahat, terapkan pembatasan aktifitas jika
diperlukan
8) berikan oksigen yang sesuai
9) memandikan pasien dengan spons hangat dengan hati-hati
(yaitu: untuk pasien dengan suhu yang sangat tinggi tidak
memberikannya selama fase dingin dan hindari agar pasien
tidak mengigil
10) tingkatkan sirkulasi udara
11) pantau komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan
demam yang berhubungan dengan demam serta tanda dan
gejala kondisi penyebab demam (misalnya kejang, penurunan
tingkat kesadaran, status elektrolit abnormal, ketidak

55
seimbangan asam basa, aritmia jantung, dan perubahan
abnormal litas sel)
12) pastikan tanda lain dari infeksi yang terpantau pada orang tua,
karena hanya menujukan demam ringan atau tidak demam
sama sekali selama proses infeksi
13) pastikan langkah-langkah keamanan pasien yang gelisah atau
mengalami delirium
14) lembab kan bibir dan mukosa hidung yang kering.

5. Diagnosa VI
Diare
NOC: Kontinensi Usus
Skala Outcome:
Mengenali kenginan untuk defekasi Skala: 3-4, kadang-kadang
menunjukkan s/d secara konsisten
menunjukkan
Mempertahankan pola pengeluaran Skala: 3-4, kadang-kadang
feses yang bisa diprediksi menunjukkan s/d secara konsisten
menunjukkan
Mempertahankan kontrol Skala: 3-4, kadang-kadang
pengeluaran feses menunjukkan s/d secara konsisten
menunjukkan
Mengeluarkan feses paling tidak 3 Skala: 3-4, kadang-kadang
kali perhari menunjukkan s/d secara konsisten
menunjukkan
Tekanan sfingter fungsional Skala: 3-4, kadang-kadang
menunjukkan s/d secara konsisten
menunjukkan
Merespon keinginan untuk BAB Skala: 3-4, kadang-kadang
secara tepat waktu menunjukkan s/d secara konsisten

56
menunjukkan
Tiba ditoilet antara dorogan untuk Skala: 3-4, kadang-kadang
BAB dan waktu untuk menunjukkan s/d secara konsisten
mengeluarkan feses menunjukkan
Menjaga lingkungan yang bebas Skala: 3-4, kadang-kadang
hambatan untu eliminasi mandiri menunjukkan s/d secara konsisten
menunjukkan
Minum cairan secara adekuat Skala: 3-4, kadang-kadang
menunjukkan s/d secara konsisten
menunjukkan
Mengkomsumsi serat yang adekuat Skala: 3-4, kadang-kadang
menunjukkan s/d secara konsisten
menunjukkan
Menggambarkan hubungan asupan Skala: 3-4, kadang-kadang
makanan dengan konsisten feses menunjukkan s/d secara konsisten
menunjukkan
Memantau jumlah dan konsisten Skala: 3-4, kadang-kadang
feses menunjukkan s/d secara konsisten
menunjukkan
Eliminasi secara mandiri Skala: 3-4, kadang-kadang
menunjukkan s/d secara konsisten
menunjukkan
Diare Skala: 3-4, kadang-kadang
menunjukkan s/d tidak pernah
menunjukkan
Konstipasi Skala: 3-4, kadang-kadang
menunjukkan s/d tidak pernah
menunjukkan
Penggunaan laksatif yang berlebihan Skala: 3-4, kadang-kadang
menunjukkan s/d tidak pernah

57
menunjukkan
Penggunaan enema berlebihan Skala: 3-4, kadang-kadang
menunjukkan s/d tidak pernah
menunjukkan
Pakaian kotor sepanjang hari Skala: 3-4, kadang-kadang
menunjukkan s/d tidak pernah
menunjukkan
Pakaian kotor saat malam hari atau Skala: 3-4, kadang-kadang
saat tidur menunjukkan\ s/d tidak pernah
menunjukkan

NIC:
1. Manajemen Diare
2. Manajemen Pengobatan
a. Manajemen Diare
1) tentukan riwayat diare
2) ambil tinja untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas bia diare
berlanjut
3) evaluasi profil pengobatan terhadap adanya efek samping pada
gastrointestinal
4) ajari pasien cara penggunaan obat anti diare secara tepat
5) instruksikan pasien atau anggota keluarga untuk mencatat
warna, volume, fekwensi, dan konsisten tinja.
6) amati turgor kulit secara berkala
b. Manajemen Pengobatan
1) tentukan obat apa yang diperlukan, dan kelola menurut resep
dan/ atau protokol
2) diskusikan masalah keuangan yang berkaitan dengan regimen
obat
3) tentukan kemampuan pasien untuk mengobati diri sendiri
dengan cara yang tepat

58
4) monitor efektifitas cara pemberian obat yang sesuai
5) monitor tanda dan gejala toksisitas obat
6) monitor efek samping obat
7) fasilitasi perubahan pengobatan dengan dokter
8) pantau kepatuhan mengenai regime obat
9) pertimbangkan faktor-faktor yang dapat menghalangi pasien
untuk mengkomsumsi obat yang diresepkan
10) ajarkan pasien atau keluarga mengenai metode pemberian obat

D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana tindakkan yang telah
ditepapkan sebelumnya (intervensi).

Diagnosa I

Nyeri Kronis

NIC:
1.pemberian obat
2.manajemen pengobatan
3.manajemen nyeri
a. pemberian obat
1) mempertahankan aturan dan prosedur yang sesuai dengan
keakuratan dan keamanan pemberian obat-obatan
2) mempertahankan lingkungan yang bisa memaksimalkan
keamanan dan efektivitas pemberian obat-obatan.

59
3) menghindari interupsi ketika menyiapkan, materifikasi dan
memberikan obat
4) mengikuti prosedur 5 benar dalam pemberian.
5) memverifikasi resep obat-obatan sebelum memberian obat
6) meresepkan atau mrekomendasikan obat yang sesuai
berdasarkan kewenangan untuk meresepkan
7) memonitor kemungkinan alergi terhadap obat, interaksi dan
kontr aindikasi, termasuk obat-obatan konter dan obat-
obatan herbal.
8) mencatat alergi yang dialami klien sebelum pemberian obat
dan tahan obat-obatan jika diperlukan
9) memberitahukan klien mengenai jenis obat, alasan
pemberian obat, hasil yang diharapkan dan efek lanjutan
yang akan terjadi sebelum pemberian obat
10) mepastikan bahwa obat-obatan hipnotik,narkotik, dan
antibiotik sudah diberhentikan atau diresepkan kembali
dengan tanggal yang baru.
11) mencatat kadarluarsa obat yang tertera pada wadah obat.
12) menyiapkan obat-obatan dengan menggunakan peralatan
dan teknik yang sesuai selama memberian terapi obat-obatan
13) memverivikasi perubahan betuk obat sebelum memberian
obat (misalnya, tablet yang dihaluskan, obat oral cair yang
diberikan dari infus, paket obat yang tidak biasanya)
14) menggunakan barkode untuk membantu pemberian obat
jika memungkinkan
15) menghindari pemberian obat yang tidak diberi label
16) membuang obat-obatan yang sudah kadarluarsa dan tidak
terpakai lagi, sesuai dengan portokol yang ada
17) memonitor tanda-tanda vital dan nilai-nilai labolatarium
sebelum memberian obat-obatan secara tepat
18) membantu klien dalam pemberian obat

60
19) memberikan obat-obatan yang sesuai dengan teknik dan
cara yang tepat
20) menggunakan perintah, aturan dan prosedur yang sesuai
dalam metode pemberian obat
21) menginstruksikan klien dan keluarga mengenai efek yang
diharapkan dan efek lanjut obat
22) memvalidasi dan dokumentasikan pemahaman klien dan
keluarga mengenai efek yang diharapkan dan efek lanjut
obat
23) mempertimbangkan kebutuhan klien untuk mendapatkan
obat-obatan seperlunya secara tepat
24) memonitor klien terhadap efek terapeutik untuk semua obat-
obatan
25) memonitor klien terhadap efek lanjut toksitas dan interaksi
pemberian obat
26) mengeluarkan narkotik dan obat terlarang lainnya sesuai
dengan portokol
27) mendokumentasikan pemberian obat dan respon
klien(misalnya nama generik obat, dosis, waktu, cara, alsan
pemberian obat dan efek yang dicapai) sesuai degan
portokol.

b. manajemen pengobatan
1) menentukan obat apa yang diperlukan, dan kellah menurut
resep dan/ atau protokol
2) mendiskusikan masala keuangan yang berkaitan degan
regimen obat
3) menentukan kemampuan pasien untuk mengobati diri
sendiri dengan cara yang tepat
4) memonitor efektivitas cara pemberian obat yang sesuai
5) memonitor pasien mengenai efek terapiutik obat

61
6) memonitor tanda dan gejala toksisita obat
7) memonitor efek samping obat
8) memonitor level serum darah(misalnya, elektrolit,
protrombin, obat-obatan) yang sesuai
9) memonitor interaksi obat yang non terapiutik
10) mengkaji ulang pasien dan atau keluarga secara berkala
mengenai jenis dan jumlah obat yang diomsumsi
11) membuang obat yang sudah kadarluarsa, yang sudah
diberhentikan atau yang mempunyai kontraindikasi obat
12) memvasilitas perubahan pengobatan dengan Dokter
13) memoitor respon terhadap perubahan pengobatan dengan
cara yang tepat
14) mempertimbangkan pengetahuan pasien tentang obat-
obatan
15) memantau kepatuhan mengenai regmen obat
16) memperrtimbangkan faktor-faktor yang dapat
menghalangi pasien untuk mengkomsumsi obat yang
diresepkan
17) mengembangkan strategi bersama pasien untuk
meningkatkan pengetahuan mengenai regien obat yang
diresepkan
18) mengkonsultasi dengan profesional perawatan kesehatan
lainnya untuk menngkatkan jumlah dan frekwensi obat
yang dibutuhkan agar didapatkan efek terapeutk
19) mengajarkan pasien dan/ atau anggota kelarga engenai
tindakkan dan efek samping diharapkan dari obat
20) memberikan pasien dan anggota kluarga
mengenaitindakkan dan efek sampin yang diharapkan dari
obat

62
21) memberikan pasien dan anggota keluarga mengenai
informasi tertulis dan seksual untuk meningkatkan
pemahan diri mengenai pemberian obat yang tepat
22) mengembangkan strategi untuk mngellah efek samping
obat
23) memberikan pasien dan anggota keluarga mengenai
informasi tertulis dan visual untuk menngkatkan
pemahaman diri mengenai pemberian obat yang tepat.
24) mengembangkan strategi untuk mengelolah efek samping
obat
25) mendapatkan ressep dokter bagi pasien yang melakukan
pengobatan sendiri dengan cara yang tepat .
26) membuat protokol untuk penyimpanan, penyimpana
ulang, dan pemantauan obat yang tersisauntuk tujuan
pengobatan sendiri.
27) menyelidiki sumber-sumber keuangan yang
memungkinkan untuk memperoleh obat-obat yang
diresepkan dengan cara yang tepat.
28) menentukan dampak penggunaan obat pada gaya hidup
pasien .memberikan alternatif mengenai jangka waktu dan
cara pengobatan mandiri untuk meminimalkan efek gaya
hiup.
29) membantu pasien dan anggota keluarga dalam membuat
penyesuaia gaya hidup yang diperlukan terkait dengan
(pemakaian) obat-obatan tertentu dengan cara yang tepat.
30) menganjurkan pasien mengenai kapan harus mencari
bantuan medis.
31) mengidentifikasi jenis dan jumlah obat bebas yang
digunakan.

63
32) memberikan informasi mengenai pengunaan obat bebas
dan bagaimana obat-obatan tersebut dapat mempengaruhi
kondisi saat ini.
33) mempertimbangkan apakah pasien menggunakan obat-
obatan berbasis budaya dan kemungkinan adanya efek dari
penggunaan obat bebas dan obat yang diresepkan.
34) mengkaji ulang strategi bersama pasien dalam mengelola
obatan.
35) menyediakan pasien dengan daftar sumber-sumber untuk
bisa dihubungi untuk mendapatkan informasi lebih lanjut
mengenai obat-obatan tersebut
36) menghubungi pasien dan keluarga setelah pemulangan
pasien untuk menjawab pertanyaan dan mendiskusikan
kekhwatiran terakhir dengan regimen obat.
37) mendorong pasien untuk(bersedia dilakukan) uji skrining
dalam menentukan efek obat.

c. manajemen nyeri
1) melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
2) mengobservasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
ketidaknyamanan terutama pada mereka yang yang tidak
dapat berkomunikasi secara efektif
3) memaastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan
pemantauan yang ketat
4) menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan
terhadap nyeri.
5) menggali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai
nyeri

64
6) mempertimbangkan pengaruh budaya respon nyeri
7) menentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas
hidup pasien (misalnya tidur, nafsu makan, pengertian,
perasaan, hubungan, performa kerja dan tanggung jawab
peran)
8) menggali bersama pasien faktor-faktoryang dapat menurunkan
atau memperberat nyeri
9) mengevaluasi pengalaman nyeri dimasa lalu yang meliputi
riwayat nyeri kronik individu atau keluarga atau nyeri yang
menyebabkan disabiliyti/ ketidakmampuan/ kecatatan dengan
tepat
10) mengevaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lainnya
mengenai efektifitas tindakan pengontrolan nyeri yang pernah
digunakan sebelumnya
11) membantu kelurga dalam menari dan menyediakan dukungan
12) menggunakan metode penilaian yang sesuai dengan tahapan
perkembangan yang memungkinkan untuk memonitor
perubahan nyeri akan dapat membantu mengidentifikasi
faktor pencetus aktual dan potesial (misalnya catatan
perkembangan, catatan harian)
13) menentukan kebutuhan frekwensi untuk melakukan
pengkajian ketidaknyamanan pasien dan
mengimplementasikan rencana monitor
14) memberikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedur
15) mengendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan, (misalnya suhu
ruangan, pencahayaan dan bising)

65
16) mengurangi atau eliminasi faktor-faktor yang dapat
mencetuskan atau menigkatkan nyeri ( misalnya ketakutan,
kelelahan, keadaan monoton dan kurang pengetahuan )
17) mempertimbangkan keinginan pasien untuk berpartisipasi,
kemampuan berpartisipasi, kencendrungan, dukung dari orang
terdekat terhadap metode dan kontraindikasi keika memilih
strategi penurunan nyeri.
18) memilih dan implementasikan tindaka yan beragam (
misalnnya farmakologi, nonfarmakologi, interpersonal) untuk
memfasilitasi penurunan nyeri, sesuai dengan kebutuhan
19) mengajak prinsip-prinsip manajemen nyeri
20) mempertimbang tipe dan sumber nyeri ketika memilih
strategi penurunan nyeri
21) mendorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani
nyeri dengan tepat
22) mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi ( seperti
biofitback, TEENS, hipnosis, relaksasi, bimbingan antisivatif,
terapi musik, terapi bermain, terpa aktivitas, akrupressur ,
aplikasi panas/dingin dan pijatan, sebelum, sesudah dan jika
memungkinkan, ketika melakukan aktivitas yang
menimbulkan nyeri ; sebelum nyeri terjadi atau meningkat ;
dan bersamaan dengan tindakkan penurunan rasa nyeri
lainnya)
23) menggali penggunaan metode famakologi untuk menurukan
nyeri
24) mendorong pasien untuk menggunakan obat-obatan penurun
nyeri yang adekuat
25) mengkolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim
kesehatan lainnya untuk memilih dan mengimplentasikan
tindakan penurunan nyeri non farmakologi sesuai kebutuhan

66
26) memberikan individu penurun nyeri yang optimal dengan
peresepan analgesik
27) mengimplementasikan penggunaan pasien-terkontrol analgesi
(PCA), jika sesuai.
28) menggunakan tindakkan pengntrol nyeri sebelum nyeri
bertambah berat.
29) memberikan obat sebelum melakukan aktivitas untuk
meningkatkan partisipasi namun lakukan evaluasi mengenai
bahaya dari sadasi
30) memastikan pemberian analgesik dan atau strategi non
farmaklogi sebelum dilakukan prosedur yang menimbulkan
nyeri
31) memeriksa ketidaknamanan bersama pasien, catat perubahan
dalam catatan medis pasien, informasikan petugas kesehatan
lain yang merawat pasien.
32) mengevaluasi ke efektivan dari tindakan pengontrol nyeri
yang di pakai selama pengkajian nyeri dilakukan.
33) memulai dan modifikasi tindakkan pengontrol nyeri
berdasarkan respon pasien.
34) mendukung istirahat tidur yang adekuat untuk membantu
penurunan nyeri .
35) mendorong pasien untk mendiskusikan pengalaman nyerinya,
sesuai kebutuhan .
36) memberitahu dokter jika tindakkan tidak berhasil atau jika
keluhan berubah signifikan dari pengalaman nyeri
sebelumnya. informasikan tim kesehatan lain atau anggota
keluarga mengenai strategi non farmakologi yang sedang
digunakan untuk mendorong pendekatan preventif terkait
dengan manajemen nyeri.
37) menggunakan pendekatan multi disiplin untuk manajmen
nyeri, jika sesuai

67
38) mempertimbangkan untuk merujuk pasien, keluarga dan
orang terdekat pada kelompok pendukung dan sumber-sumber
lainnya, sesuai kebutuhan.
39) memberikan informasi yang akurat untuk meningkatkan
pengetahuan dan respon keluarga terhadap pengalaman nyeri.
40) melibatkan keluarga dalam modaltas penurunan nyeri, jka
memungkinkan
41) memonitor kepusaan pasien terhada manajemen nyeri dalam
interval yang spesifik.

Diagnosa II
NIC:
a. Bantuan Perawatan Diri
1) mempertimbangkan budaya pasien ketika meningkatkan aktfitas
perawatan diri.
2) mempertimbangkan usia pasien ketika meningkatkan aktifitas
perawatan diri.
3) memonitor kemampuan perawatan diri secara mandiri
4) memonior kebutuhan pasien terkait dengan alat-alat kebersihan
diri, alat bantu untuk berpakaian, berdandan ,eliminasi dan makan.
5) memberikan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan
(lingkungan) yang hangat, santai, tertutup dan (berdasarkan)
pengalaman individu
6) memberikan peralatan kebersihan pribadi (misalnya deodorant,
sikat gigi, dan sabun mandi)
7) memberikan bantuan sampai pasien mampu melakukan perawatan
diri mandiri
8) membantu pasien menerima kebutuhan (pasien) terkait dengan
kondisi ketergantungannya
9) melakukan pengulangan yang konsisten terhadap rutinitas
kesehatan dimaksudkan untuk membangun (perawatan diri)

68
10) mendorong pasien untuk melakukan aktifitas normal sehari –hari
sampai batas kemampuan (pasien)
11) mendorong pasien untuk melakukan aktivitas normal sehari- hari
sampai batas kemampuan (pasien).
12) mendorong kemandirian pasien, tapi bantu ketika pasien tak
mampu melakukannya
13) mengajarkan orang tua/untuk mendukung kemandirian dengan
membantu hanya ketika pasien tak mampu melakukan(perawatan
diri)
14) menciptakan rutinitas aktifitas perawatan diri

d. Peresepan Obat
1) mengevaluasi tanda dan gejala dari masaah kesehatan ssaat ini
2) mengkaji riwayat kesehatan dan penggunaan obat-obatan
3) mengidentifikasi obat yang diketahui
4) mengkaji kemampuan keluarga dalam memberikan obat-obatan
5) mengidentifikasi obat-obatan yang memiliki indikasi untuk
masalah kesehatan saat ini
6) meresepkan obat-obatan sesuai dengan otoritas peresepan obat dan
atau sesuai protokol
7) menuliskan resep, menggunakan nama termasuk dosis dan
petunjuk pemberian obat
8) mengucapkan dengan jelas singkatan yang slit yang dapat dengan
mudah menimblkan kesalah pahaman( misalnya, mikrogram,
miligram, units)
9) memeriksa bahaya angka desimal dalam dosis terlihat jelas dengan
menggunakan awalan angka nol (0,2 vs 2)
10) menghindari penggunaan angka nol dibelakang koma (2vs 2,0)
11) menggunakan metode peresepan elektronik jika tersedia
meggunakan singkatan akronim dan simbol yang terstandarisasi

69
12) memeriksa bahwa semua obat yang diresepkan telah ditlis dengan
benar , lengkap dan sesuai dengan keperluan dan penggunaannya
13) mengikuti rekomendasi untuk penggunaan dosis awal dari obat
(mg/kg berat badan, luas permukaan tubuh, atau dosis efektif
terendah)
14) mengkonsultasikan dengan dosen atau petugas farmasi sesuai
kebutuhan
15) mengkonsultasikan pada referensi pemberian obat untuk dokter dan
referensi lainnya jika diperlukan
16) mengkonsultasikan pada perwakilan dari perusahaan penyedian
obat sesuai kebutuhan
17) mengajarkan pasien dan/atau keluarga metode pemberian obat
sesuai kebutuhan
18) mengajarkan pasien dan keluarga terkait reaksi yang diharapkan
dan efek samping dari obat
19) memberikan alternatif waktu pemberian dan modalitas dalam
pemberian obat secara mandiri untuk meminimalkan perubahan
gaya hidup
20) mengajarkan pasien dan keluarga mengenai bagaimana cara
menebus kembali obat yang diresepkan sesuai keperluan
21) mengajarkan pasien atau keluarga kapan waktu untuk mencari
bantuan tambahan
22) memonitor efek terapeutik dan efek samping dari obat yang
diberikan sesuai kebutuhan
23) mempertahankan pengetahuan mengenai obat-obat yang digunakan
dalam praktek keperawatan, termasuk indikasi penggunaan,
tindakan pencegahan, efek samping, efek toksis, dan informasi
dosis seperti yang dipersyaratkan oleh otoritas peresepan obat dan
undang-undang

Diagnosa III

70
NIC:
a. Pengurangan Perdarahan
1) mengidentifikasi perdarahan
2) memonitor akan pendarahan secara ketat
3) memberi penekanan langsung atau penekanan pada balutan,
jika sesuai
4) memberi kompres pada daerah yang terkena, dengan tepat
5) memonitor jumlah dan sifat kehilangan darah
6) memonitor ukuran dan karakter hematoma, jika ada
7) memperhatikan kadar hemoglobin/ hematokrit sebelum dan
sesudah kehilangan darah
8) memonitor kecendrungan dalam tekanan darah serta parameter
hemodinamik, jika tersedia ( misalnya, tekanan Vena sentral
dan kapilertaru atau arteri wedge ressure)
9) memonitor status cairan, termasuk asupan ( intake) dan saluran
(output)
10) memonitor tijauan koagulasi, termaksud waktu prothrombin (
prthrombin time atau PPT), fibrinogen, degradasi fibrin/ produk
split, dan jumlah trombosit dengan tepat
11) memonitor penentuan dari jaringan pelepasan oksigen
(misalnya PaO2, SaO2, dan kadar hemoglobin dan kardia
output), ika tesedia
12) memonitor fungsi neurologis
13) memeriksa pendarahan dari selaput lendir, memar setelah
trauma minimal, mengalir dari tempat tususkkan, dan adanya
petekai
14) memonitor tanda dan gejala pendarahan persisten (yaitu,
periksa semua sekresi darah yang tampak ataupun yang
tersembunyi/ okultisme)
15) mengatur ketersediaan produk-produk darah untuk trasfusi, jika
perlu

71
16) mempertahan kan kepatenan akses iv
17) memberi produk-produk darah (misalnya, trombosit dan plasma
beku segar), dengan tepat
18) melakukan hemates semua kotoran dan amati darah pada
emesis, dahak, tinja, urin, drainase NG, dan drainase
luka,dengan tepat
19) melakukan tindakan pencegahan yang tepat dalam
menanganani produk darah atau sekresi yang berdarah
20) mengevaluasi respon psikologis pasien terhadap pendarahan
dan peresepsinya pada perestiwa (pendarahan)
21) menginstruksikan pasien dan keluarga akan tanda-tanda
perdarahan dan tindakan yang tepat (memberi tahu perawat),
bila perdarahan lebih lanjut terjadi
22) menginstrusikan pasien akan pembatasan aktifitas
23) menginstrusikan pasien dan keluarga mengenai tingkat
keparahan kehilangan darah dan tindakan-tindakan yang tepat
untuk dilakukan

Diagnosa IV
a. pengurangan kecemasan
1) menggunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
2) menyatakan dengan jelas harapan perilaku terhadap klien
3) menjelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang akan
dirasakan yang mungkin akan dialami klien selama prosedur
dilakukan
4) memahami situasi krisis yang terjadi dari presektif klien
5) memberikan informasi faktual terkait diagnosis, perawatan
dan proknosis
6) memberada di sisi klien untuk mningkatan rasa anman dan
mengurangi ketakutan

72
7) mendorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara
yang tepat
8) memberikan objek yang menunjukan perasaan aman
9) melakukan usapan pada punggung, leher dengan cara yang
tepat
10) mendorong aktifitas yang tidak kompetitif secara tepat
11) menjauhkan peralatan perawatan dari pandangan klien
12) mendengarkan klien
13) mempuji/ menguatkan perilaku yng baik secara tepat
14) menciptakan atmosfer rasa aman untuk meningkatkan
kepercayaan
15) mendorong verbalisasi perasaan, peresepsi dan ketakutan
16) mengidentifikasi pada saat terjadi perubahan tingkat
kecemasan
17) memberikan aktifitas penganti yang bertujuan untuk
mengurangi tekanan
18) membantu klien mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
19) mengkontrol stimulus untuk kebutuhan klien secara tepat
20) membantu klien mengarti kulasi diskripsi yang realistis
mengenai kejadian yang akan datang
21) mempertimbangkan kemampuan klien dengan mengambil
keputusan
22) menginstruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
23) mengatur penggunaan obat-obatan untuk mengurangi
kecemasan secara tepat
24) mengkaji tanda ferbal dan non verbal kecemasan

b. manajemen lingkungan : kenyamanan


1) menentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola
lingkungan dan kenyamanan yang optimal

73
2) memudahkan transisi pasien dan keluarga dengan adanya
sambutan hangat dilingkungannya yang baru
3) mempertimbangkan penempatan pasien dikamar dengan
beberapa tempat tidur (teman sekamar dengan masalah
lingkungan yang sama bila memungkinkan)
4) menyediakan kamar terpisah jika dapat frefensi dan kebutuhan
pasien dan keluarga untuk mendapatkan ketenangan dan
istirahat, jika memungkinkan
5) memcepat bertindak jika terdapat panggilan bel, yang harus
slalu dalam jangkauan
6) menghindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu
untuk istirahat
7) menciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
8) menyediakan lingkungan yang aman dan bersih
9) memberikan pilihan sedapat mungkin untuk dapat melakukan
kegiatan dan kunjungan sosial
10) mempertimbangkan sumber-sember ketidaknyamanan seperti
balutan yang lembab, posisi selang, balutan yang tertekan,
seprai kusut, maupun lingkungan yang menganggu
11) menyesuaikan suhu ruangan yang paling menyamankan
individu, jika menungkinkan
12) memberikan atau singkirkan selimut untuk meningkatkan
kenyaman terhadap suhu, seperti yang di indikasikan
13) menghindari paparan dan aliran udara yang tidak perlu,
terlalu panas, maupun terlalu dingin
14) menyesuaikan pencahayaan untuk memenuhi kebutuhan
kegiatan individu, hindari cahaya langsung pada mata.
15) memfasilitasi tindakan-tindakan kebersihan untuk menjaga
kenyamanan individu(misalnya, menyeka alis, mengoleskan
krim kulit, dan membersikan badan, rambut dan rongga
mulut)

74
16) memposisikan pasien untuk memfasilitasi kenyamanan
(misalnya gunakan prinsip-prinsip keselarasan tubuh, sokong
dengan bantal, sokong sendi selama pergerakan, belat sayatan,
dan imobisasi sayatan yang nyeri)
17) memonitor kulit terutama daerah tonjolan tubuh terhadap
adanya tanda-tanda tekanan atau iritasi
18) menghindari mengespos kulit atau selaput lendir pada zat
iritan (misalnya tinja diare dan drinase luka)
19) memberikan sumber-sumber edukasi yang relefan dan
berguna mengenai manajemen penyakit dan cedera pada
pasien dan keluarga jika sesuai.

Diagnosa V
a. Manajemen Diare
24) menentukan riwayat diare
25) mengambil tinja untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas bia
diare berlanjut
26) mengevaluasi profil pengobatan terhadap adanya efek samping
pada gastrointestinal
27) mengajari pasien cara penggunaan obat anti diare secara tepat
28) menginstruksikan pasien atau anggota keluarga untuk
mencatat warna, volume, fekwensi, dan konsisten tinja.
29) mengamati turgor kulit secara berkala

b. Manajemen Pengobatan
1) menentukan obat apa yang diperlukan, dan kelola menurut
resep dan/ atau protokol
2) mendiskusikan masalah keuangan yang berkaitan dengan
regimen obat

75
3) menentukan kemampuan pasien untuk mengobati diri sendiri
dengan cara yang tepat
4) memonitor efektifitas cara pemberian obat yang sesuai
5) memonitor tanda dan gejala toksisitas obat
6) memonitor efek samping obat
7) memfasilitasi perubahan pengobatan dengan dokter
8) memantau kepatuhan mengenai regime obat
9) mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat menghalangi
pasien untuk mengkomsumsi obat yang diresepkan
10) mengajarkan pasien atau keluarga mengenai metode
pemberian obat

E. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap dimana proses penilaian dicapat
meliputi pencapaian tujuan dan kriteria hasil. pelaksanaan evaluasi
didokumentasikan dalam bentuk catatan perkembangan dengan
menggunakan metode SOAP ( subjektif, objektif, asesmen, planning)
setelah mengetahui perkembangan pasien selanjutnya akan dilakukan
tindkkan keperawatan sesuai kebutuhan pasien.
Evaluasi dikatagorikan sebagai formatif atau sumatif. evaluasi
formatif terjadi secara periodik selama pemberian perawatan, sedangkan
evaluasi sumatif terjadi pada akhir aktivitas, seperti diakhir penerimaan,
pengulangan atau pemindahan ketempat lain, atau diakhir kerangka
waktu tertentu, seperti diakhir sesi penuluhan.
Evaluasi yang diharapkan dari diagnosa keperawatan yang
ditemukan pada klien dengan urolitiasis adalah :
1. pasien tidak merasakan nyeri
2. suhu tubuh normal
3. klien dapat melakuka perawatan diri sendiritanpa bantuan
keluarga
4. perdarahan yang dialami telah berhenti

76
5. pasien akan normal pola eliminasi urinnya

77
BAB IV

PENUTUP

A. kESIMPULAN

Urolithiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam sistem urinarius.


Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius. Batu
terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti kalsium
oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat sedangkan nefrolitiasis adalah
adanya batu pada atau kalkulus dalam velvis renal.
Batu dapat ditemukan di setiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih
dan ukurannya bervariasi dari deposit granuler yang kecil, yang disebut pasir atau
kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna orange.
Etiolgi dari urolithiasis dan nefrolitiasis terbagi dua, yaitu faktor instrinsik
dan ekstrinsik. Perjalanan penyakit urolithiasis dan nefrolitiasis hampir sama,
yang berawal dari faktor-faktor pada penyebab pembentukan batu yang dapat
berujung dapat terjadi penyakit ginjal kronis yang dapat menyebabkan kematian.
Penderita urolithiasis dan nefrolitiasis biasanya datang ke pelayanan
kesehatan dengan keluhan nyeri pada pinggang (kolik maupun bukan kolik).
Sehingga untuk memastikan dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan
diagnosa yang tepat. Dan melaksanakan penatalaksanaan yang bertujuan untuk
menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron,
mengendalikan infeksi dan mengurangi obstruksi yang terjadi.

B. SARAN

Dalam hal urolithiasis dan nefrolitiasis bagi individu yang mempunyai faktor
penyebab pembentukan maka segeralah untuk melakukan pencegahan seperti pola
makan dan jenis-jenis makanan yang dibatasi. Namun pada pasien yang sudah
mengalami penyakit urolithiasis, maka perawat dan tim tenaga kesehatan lain
harus memperhatikan intervensi apa yang tepat dan sesuai sehingga tidak terjadi
komplikasi dan tujuan intervensi dapat tercapai dengan baik. Untuk para

78
mahasiswa sebaiknya menambah ilmu dalam hal urolithiasis dan nefrolitiasis
karena dalam makalah ini terdapat keterbatasan referensi yang lengkap.

79
DAFTAR PUSTAKA
Devi,roxana tumanggor.ddk.2016.nursing intervetion classificatoion
(NIC).Indonesia: UNITED KONGDOM

Devi,roxana tumanggor.ddk.2016.nursing outcomes classificatoion


(NOC).Indonesia: UNITED KONGDOM

Muttaqin,arif.ddk.2014.asuhan keperawatan gangguan sistem


perkemihan.jakarta:salemba medika

Brunner and Suddarth’s.2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah.


(Edisi kedelapan). Jakarta : EGC.

Herdman,T.heather.2015-2017.Nanda international INC.Diagnosa


Keperawatan.Jakarta: EGC

Sudoyo,Aru W.ddk.2006.Buku ajaran ilmu penyakit


dalam.Jakarta:Jl.Diponegoro

Purnomo,Basuki.2003.dasar-dasar urologi edisi 2.Jakarta: sagungseto

Purnomo, Basuki.2003.dasar-dasar urologi edisi 3 .Jakarta: sangungseto

80
81

Anda mungkin juga menyukai