BAB 2 DT MG 1 Blok 5b
BAB 2 DT MG 1 Blok 5b
TINJAUAN PUSTAKA
Kematian ibu adalah kematian yang terjadi pada ibu selama masa kehamilan atau
dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa melihat usia dan lokasi kehamilan, oleh
setiap penyebab yang berhubungan dengan atau diperberat oleh kehamilan atau
penanganannya tetapi bukan oleh kecelakaan atau incidental (faktor kebetulan). (Depkes RI,
2009).
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan tolak ukur keberhasilan kesehatan ibu, yang
manjadi indikator terpenting untuk menilai kualitas pelayanan obstetri dan ginekologi di
suatu wilayah. Menurut SDKI tahun 2007, AKI di Indonesia tahun 2007 sebesar 248/100.000
kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan AKI menurut SDKI tahun 2003 sebesar
307/100.000 kelahiran hidup, AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari
target MDGs 2015 yaitu sebesar 102/100.000 kelahiran hidup. Sehingga masih memerlukan
kerja keras dari semua komponen untuk mencapai target tersebut. Bidan sebagai tenaga
kesehatan dalam tatanan pelayanan kebidanan komunitas di lini terdepan, mempunyai
peranan penting dalam penurunan AKI yang dinilai masih tinggi.
Indikator yang umum digunakan dalam kematian ibu adalah AKI atau Maternal
Mortality Ratio (MMR). Defenisi AKI adalah jumlah ibu yang meninggal selama kehamilan,
bersalin dan nifas yang dikarenakan oleh faktor kehamilannya per 100.000 kelahiran hidup
(Kemenkes, 2010). Angka ini mencerminkan risiko obstetri yang dihadapi seorang ibu
sewaktu dia hamil. Jika ibu hamil beberapa kali maka risikonya meningkat, dan digambarkan
sebagai risiko kematian ibu sepanjang hidupnya, yaitu probabilitas menjadi hamil dan
probabilitas kematian karena kehamilan sepanjang masa reproduksi.
Selain hal tersebut di atas, AKI juga mencerminkan keberhasilan pembangunan
kesehatan suatu negara, merefleksikan status kesehatan ibu selama hamil dan nifas, kualitas
pelayanan kesehatan serta kondisi lingkungan sosial dan ekonomi (Kemenkes, 2010).
Sejak permulaan kehamilan pertama manusia, mereka yang menjuruskan diri pada
ketrampilan untuk menolong persalinan telah mulai dirintis. Di Indonesia dikenal dengan
istilah paraji atau dukun beranak. Salah satu bentuk kepedulian dunia melalui WHO dan
UNICEF 1978 melaksanakan pertemuan yang berkaitan dengan tingginya angka kematian
ibu di seluruh dunia mencanangkan “primaryhealthcare dan helathforallbytheyears 2000”.
Diperkirakan terjadi kematian sekitar 560.000-585.000 orang setiap tahunnya dengan tekanan
terbesar di Negara berkembang. Di samping itu dapat pula diaudit bahwa sebagian besar
kematian maternal masih dapat dihindari bila pertolongan pertama dapat dilakukan dengan
memuaskan, dan juga dikemukakan bahwa kematian maternal merupakan masalah yang
kompleks karena berkaitan dengan penyebab antara dan penyebab tidak langsung.
Obstetri social menetapkan arahnya pada upaya promotif dan preventif dalam bidang
obstetric sehingga lebih mengkhususkan pada upaya meniadakan sebanyak mungkin
penyebab kematian antara dan penyebab kematian langsung.
Penyebab kematian natara yaitu :
1. Kesanggupan dalam memberikan pelayanan gawat darurat
2. Keadaan gizi ibu hamil laktasi yang berkaitan dengan status social ekonomi.
3. Kebodohan dan kemiskinan sehingga masih tetap berorientasi pada pelayanan
tradisional.
4. Penerimaan gerakan keluarga berencana, masih kurang yang nyata dapat menurunkan
AKI AKP.
5. Masalah perilaku seksual terjadi kehamilan yang tidak dikehendaki sehingga mencari
jalan pintas terminasi unadekat.
Setiap tiga menit, dimanapun di Indonesia, satu anak balita meninggal dunia. Selain
itu setiap jam, satu perempuan meninggal dunia ketika melahirkan atau karena sebab-sebab
yang berhubungan dengan kehamilan (UNICEF, 2012). Tahun 2010, sekitar 800 wanita
meninggal setiap harinya dengan penyebab yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan,
hampir semua kematian (99%) terjadi di negara berkembang, dimana mortalitas yang lebih
tinggi di area pedesaan, komunitas miskin dan berpendidikan rendah. Setengah dari kematian
ibu terjadi di sub-Sahara Afrika dan sepertiga lainnya di Asia Selatan. Negara maju
melaporkan 16 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dan negara berkembang
melaporkan 240 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2012).
Data tren AKI dari tahun 1990-2012 menunjukkan Indonesia masuk dalam daftar AKI
tertinggi diantara beberapa negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Thailand, Philipina,
Vietnam, dan Myanmar. Lebih dari 9.500 ibu di Indonesia meninggal setiap tahun, sebagai
perbandingan, kematian ibu di Filipina sekitar 1.900, di Thailand sekitar 420, dan di Malaysia
hanya sekitar 240 setiap tahunnya (Kemenkes, 2012).
Data WHO (2014) mengenai AKI negara-negara ASEAN tahun 2010, menunjukkan
AKI Indonesia (228 per 100.000 kelahiran hidup) jauh di atas AKI negara-negara ASEAN,
dimana Malaysia 29 per 100.000 kelahiran hidup, Philipina 99 per 100.000 kelahiran hidup,
Thailand 48 per 100.000 hidup, Brunei 24 per 100.000 kelahiran hidup, dan Singapura 3 per
100.000 kelahiran hidup.
Secara global, lima penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan,HDK, infeksi,
partus lama/macet dan abortus. Kematian ibu di Indonesia telah didominasi oleh tiga
penyebab utama kematian yaitu perdarahan, HDK, dan infeksi. Proporsi ketiga penyebab
kematian ini telah berubah dimana perdarahan dan infeksi semakin menurun, sedangkan
HDK proporsinya semakin meningkat, hampir 30% kematian ibu di Indonesia pada tahun
2011 disebabkan oleh HDK, sementara di dunia didominasi oleh perdarahan (Kemenkes,
2012).
Masalah KIA di negara berkembang, seperti Indonesia antara lain adalah sebagian
besar kematian terjadi di rumah, sebagian besar (60%) kematian ibu terjadi setelah
persalinan, 50% kematian ibu terjadi pada masa nifas, sebagian besar kematian terjadi tanpa
pertolongan dari tenaga profesional, keterlambatan akses pada pelayanan berkualitas,
sebagian besar keluarga tidak mengetahui tanda bahaya bagi ibu dan bayi, terbatasnya
transportasi dan sumberdaya sebagai faktor yang berhubungan dengan keterlambatan akses
pelayanan kesehatan, sebagian besar komplikasi kehamilan mempengaruhi risiko pada ibu
dan bayi, status sosial dan budaya berhubungan dengan kematian ibu dan anak (Kusmiran,
2011).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan ibu antara lain, terdapat 1.534 kematian ibu dengan jumlah kelahiran
hidup adalah 49.605. Masih dijumpai (23,9%) perempuan yang menikah pada umur risiko
tinggi (<15 tahun, 15-19 tahun). Hampir seluruh ibu hamil (95,4%) sudah melakukan
pemeriksaan kehamilan (K1), tetapi pemeriksaan antenatal care (ANC) atau K4 sebesar
70,4%. Tenaga kesehatan yang paling banyak
Berdasarkan trias penyebab kematian ibu (preeklampsia, perdarahan dan infeksi) maka
intervensi kunci yang dapat dilakukan oleh peran petugas kesehatan adalah
Preeklampsia-eklampsia:
—Pencegahan preeklampsia melalui penguatan asuhan antenatal yang terfokus, antara lain
dengan mendeteksi kemungkinan risiko, edukasi pengenalan dini tanda bahaya kehamilan.
—Penatalaksanaan preeklampsia dan eklampsia dengan penatalaksanaan awal dan
manajemen kegawatdaruratan(dengan penggunaan magnesium sulfat).
Perdarahan pasca persalinan:
—Identifikasi risiko perdarahan pasca persalinan: anak besar, kehamilan multipel,
polihidramnion, riwayat seksio sesar, partus lama, partus presipitatus, anemia.
—Pencegahan komplikasi dengan manajemen aktif kala III(uterotonika, masase fundus dan
peregangan tali pusat terkendali).
—Manajemen kegawatdaruratan perdarahan persalinan (kompresi bimanual, uterotonika,
tamponade balon kateter hingga penatalaksanaan bedah).
Infeksi intrapartum:
—Pencegahan partus lama melalui penggunaan partograf.
—Penggunaan antiobiotik secara rasional.
—Manajemen ketuban pecah dini.
—Manajemen pasca persalinan.
3.1 Kesimpulan
Perdarahan postpartum merupakan penyebab utama tingginya angka kematian ibu
(AKI). Perdarahan postpartum menyebabkan kematian sebanyak 30% di negara berkembang
Perdarahan postpartum merupakan penyebab tersering dari keseluruhan kematian
akibat perdarahan obstetrik. Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml
setelah bayi lahir pada persalinan per vaginam dan melebihi 1000 ml pada seksio sesarea
(Chunningham, 2012), atau perdarahan yang lebih dari normal yang telah menyebabkan
perubahan tanda vital, seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak
napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit (Karkata, 2010). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan perdarahan postpartum yaitu umur, jumlah paritas, jarak antar kelahiran,
riwayat persalinan sebelumnya, lama partus, lama lepasnya plasenta, anemia, pengetahuan
dan faktor fasilitas pelayanan kesehatan (Pardosi, 2006). Faktor lain yang berhubungan
dengan perdarahan postpartum yaitu pada keadaan preeklamsia berat dimana bisa ditemukan
defek koagulasi dan volume darah ibu yang kecil yang akan memperberat penyebab
perdarahan postpartum.
3.2 Saran
Sebagai seorang bidan kita harus mencegah kematian ibu akibat perdarahan postpartum
atau berkontribusi lebih terhadap penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) yang disebabkan
oleh perdarahan.
Sebagai pembaca diharapkan dapat mengetahui secara dini tentang perdarahan
postpartum.
Daftra Kepustakaan
Sibai BM. Evaluation and Management of Postpartum Hemorrhage. In: Sibai BM, editor.
Management of Acute Obstetrics Emergencies. 1st ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2011, 41-70.
Sibai BM. Management of Eclampsia. In: Sibai BM, editor. Management of Acute Obstetrics
Emergencies. 1st ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011, 115-124.
Situasi Kesehatan Ibu. In: Pusat Data dan Informasi, editor. Infodatin. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI; 2014, 1-6.
World Health Organization. Maternal Mortality Available at: URL: www.who.int. Accessed
November 15, 2015.