Anda di halaman 1dari 8

DEFINISI

Ada tujuh tulang servikal vertebrae (tulang belakang) yang mendukung kepala dan
menghubungkannya ke bahu dan tubuh. Sebuah fraktur (patah atau retak) di salah satu tulang
leher disebut fraktur servikal atau kadang-kadang juga disebut patah tulang leher.

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat
trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dan sebagainya.

ETIOLOGI

Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Cedera traumatik Dapat disebabkan oleh :


 Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara
spontan.
 Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan
misalnya jatuh dengan kaki berjulur sehingga menyebabkan fraktur .
 Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat .

2. Fraktur patologik Dalam hal ini, kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur yang dapat terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
 Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan
progresif
 Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul
sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan nyeri
 Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skeletal lain biasanya disebabkan oleh defisiensi diet,
tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena
asupan kalsium dan fosfat yang rendah.
 Osteoporosis .
3. Secara spontan: mmDisebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.

MANIFESTASI KLINIK

Lewis (2006) menyampaikan gejala klinis dari fraktur adalah sebagai berikut:

 Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot,
tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya. Nyeri dirasakan terus
menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang
menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang.
 Bengkak/edama Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir
pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
 Memar/ekimosis Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah
di jaringan sekitarnya.
 Spasme otot Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
 Penurunan sensasi Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
 Gangguan fungsi Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme
otot, paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
 Mobilitas abnormal : Mobilitas abnormal adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-
bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur
tulang panjang.
 Krepitasi: Krepitasi merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
 Deformitas: Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma
dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
 Syok hipovolemik : Syok terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
Ditandai dengan nadi cepat, kerja jantung meningkat, vasokontriksi.
 Pemendekan tulang : Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang disarankan meliputi pemeriksaan laboratorik darah dan


pemeriksaan radiologik, dianjur-kan dengan 3 posisi standar (antero-posterior, lateral, dan
odontoid) untuk vertebra servikal, serta posisi AP dan lateral untuk vertebra torakal dan lumbal.

PENATALAKSANAAN

1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)

2. Pertolongan Pertama untuk Fraktur Servikal

Setiap cedera kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah fraktur
servikal merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Spine
trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan,
sehingga sangat penting untuk menjaga leher .

Jika ada kemungkinan patah tulang leher, leher pasien tidak boleh digerakkan sampai tindakan
medis diberikan dan X-ray dapat diambil. Itu jalan terbaik untuk mengasumsikan adanya cedera
leher bagi siapa saja yang terkena benturan, jatuh atau tabrakan.

Gejala fraktur servikal termasuk parah dengan rasa sakit pada kepala, nyeri yang menjalar ke
bahu atau lengan,memar dan bengkak di bagian belakang leher.

2. Penanganan Operasi

Goal dari penanganan operasi adalah: Reduksi mal aligment, decompresi elemen neural dan
restorasi spinal stability.

Anterior approach, indikasi: ventral kompresi , kerusakan anterior collum , kemahiran neuro
surgeon

Posterior approach, Indikasi: dorsal kompresi pada struktur neural , kerusakan posterior collum
3. Pembatasan aktivitas

Studi spesifik yang membandingkan keluaran dengan atau tanpa pembatasan aktivitas
belum ada. Jadi toleransi terhadap respon pengobatan yang bersifat individual sebaiknya menjadi
panduan bagi praktisi. Pada tahap akut sebaiknya hindari pekerjaan yang mengharuskan gerak
leher berlebihan. Pemberian edukasi mengenai posisi leher yang benar sangatlah membantu
untuk menghindari iritasi radiks saraf lebih jauh. Seperti contohnya : penggunaan telepon dengan
posisi leher menekuk dapat dikurangi dengan menggunakan headset, menghindari penggunaan
kacamata bifokal dengan ekstensi leher yang berlebihan, posisi tidur yang salah. Saat menonton
pertandingan pada lapangan terbuka, maupun layar lebar sebaiknya menghindari tempat duduk
yang menyebabkan kepala menoleh/berotasi ke sisi lesi.

4.Penggunaan collar brace

Ada banyak jenis kolar yang telah dipelajari untuk membatasi gerak leher. Kolar kaku/keras
memberikan pembatasan gerak yang lebih banyak dibandingkan kolar lunak (soft collars ),
kecuali pada gerak fleksi dan ekstensi. Kelebihan kolar lunak : memberikan kenyamanan yang
lebih pada pasien. Pada salah satu studi menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pasien untuk
menggunakan kolar berkisar 68-72%. Penggunaan kolar sebaiknya selama mungkin
sepanjang hari. Setelah gejala membaik, kolar dapat digunakan hanya pada keadaan
khusus , seperti saat menyetir kendaraan dan dapat tidak digunakan lagi bila gejala sudah
menghilang. Sangatlah sulit untuk menyatakan waktu yang tepat kolar tidak perlu digunakan
lagi, namun dengan berpatokan : hilangnya rasa nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan
defisit motorik dapat dijadikan sebagai petunjuk.

5. Modalitas terapi lain

Termoterapi dapat digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri. Modalitas terapi ini dapat
digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi otot. Kompres dingin dapat
diberikan selama 15-30 menit, 1 sampai 4 kali sehari, atau kompres panas /pemanasan selama 30
menit, 2 sampai 3 kali sehari jika dengan kompres dingin/pendinginan tidak efektif. Pilihan
antara modalitas panas atau dingin sangatlah pragmatik tergantung pada persepsi pasien terhadap
pengurangan nyeri. Traksi leher merupakan salah satu terapi yang banyak digunakan
meskipun efektifitasnya belum dibuktikan dan dapat menimbulkan komplikasi sendi
temporomandibular. Ada beberapa jenis traksi, namun yang dapat dilakukan di rumah adalah
door traction. Traksi dapat dilakukan 3 kali sehari selama 15 menit , dan dapat dilakukan dengan
frekuensi yang lebih sedikit selama 4 sampai 6 minggu. Setelah keluhan nyeri hilang pun traksi
masih dapat dianjurkan. Traksi dikontraindikasikan pada pasien dengan spondilosis berat dengan
mielopati dan adanya arthritis dengan subluksasi atlanto-aksial. Latihan yang menggerakan leher
maupun merangsang nyeri sebaiknya dihindari pada fase akut. Saat nyeri hilang latihan
penguatan otot leher isometrik lebih dianjurkan. Penggunaan terapi farmakologik dapat
membantu mengurangi rasa nyeri dan mungkin mengurangi inflamasi di sekitar radiks saraf
(meskipun inflamasi sebenarnya tidak pernah dapat dibuktikan di radiks saraf maupun diskus).
Jika gejala membaik dengan berbagai modalitas terapi di atas , aktivitas dapat secara progresif
ditingkatkan dan terapi dihentikan atau kualitas diturunkan. Jika tidak ada perbaikan atau justru
mengalami perburukan sebaiknya dilakukan eksplorasi yang lebih jauh termasuk pemeriksaan
MRI dan dipertimbangkan dilakukan intervensi seperti pemberian steroid epidural maupun
terapi operatif. Tidak ada patokan sampai berapa lama terapi non-operatif dilanjutkan sebelum
tindakan operatif. Defisit neurologis pada herniasi diskus daerah lumbal yang cukup besar
dilaporkan bisa terjadi perbaikan tanpa operasi. Mungkin hal ini juga bisa terjadi pada herniasi
diskus di servikal.

6. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw thrust.
Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan
pemasangan intubasi nasofaring.

7. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar, imobilisasi lateral

kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.

8. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7)
dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan selimut
dibawah pelvis kemudian mengikatnya.

9. Menyediakan oksigen tambahan.

10. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.

11. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.


12. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari hipotensi dan

bradikardi.

13. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.

14. Berikan antiemboli

15. Tinggikan ekstremitas bawah

16. Gunakan baju antisyok.

17. Meningkatkan tekanan darah

18. Monitor volume infus.

19. Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)

20. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi
gejala

bradikardi.

21. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.

22. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.

23. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord : steroid

dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8 jam setelah

kejadian.

• Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.

• Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi jika ada
indikasi.

• Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.

• Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.


• Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).

• Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara konsisten untuk


menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.

• Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan

KOMPLIKASI

Komplikasi awal :
1. Syok : Syok hipovolemik atau traumatik akibat perdarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang
rusak.
2. Sindrom emboli lemak Setelah terjadi fraktur femur dapat terjadi emboli lemak
khususnya pada dewasa muda (20-30 tahun) pria. Pada saat terjadi fraktur, globula lemak
dapat masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan
kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah.
Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli yang kemudian
menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain.
Awitan gejalanya sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu
setelah cedera, namun paling sering terjadi dalam 24 sampai 72 jam. Gambaran khasnya
berupa hipoksia, takipnea, takikardia dan pireksia. Gangguan cerebral diperlihatkan
dengan adanya perubahan status mental yang bervariasi dari agitasi ringan dan
kebingungan sampai delirium dan koma yang terjadi sebagai respon terhadap hipoksia,
akibat penyumbatan emboli lemak di otak.

Anda mungkin juga menyukai