Anda di halaman 1dari 21

WELCOASUHAN KEPERAWATANAA

ASUHAN KEPERAWATAN
RETENSIO PLASENTA

A. DEFINISI
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam
setelah persalinan bayi, dapat terjadi retensio plasenta berulang ( habitual retension )
oleh karena itu plasenta harus dikeluarkan karena dapatmenimbulkan bahaya
perdarahan, infeksi sebagai benda mati , dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat
terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganaskorio karsioma. Sewaktu suatu
bagian plasenta (satu atau lebih lobus)tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi
secara efektif dan keadaan inidapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang
bisa ditemui adalahperdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak b
erkurang(Prawiraharjo, 2005). Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dala
msetengah jam setelah janin lahir (Depkes, 2007).

B. KLASIFIKASI
Berdasarkan tempat implantasinya retensio plasenta dapat di klasifikasikan
menjadi 5 bagian :
1. Plasenta Adhesiva
Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta dan melekat pada
desidua endometrium lebih dalam.
2. Plasenta Akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki lapisan miometrium yang
menembus lebih dalam miometrium tetapi belum menembus serosa.
3. Plasenta Inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau memasuki
miometrium , dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
sampai ke miometrium.
4. Plasenta Perkreta
Implantasi jonjot khorion plsenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa di uterus, yang menembus serosa atau peritoneum dinding
rahim .
5. Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh kontraksi
ostium uteri (Sarwono, 2005).

C. ETIOLOGI
Adapun faktor penyebab dari retensio plasenta adalah :
 Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh dan melekat lebih dalam.
 Plasenta sudah terlepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan
meyebabkan perdarahan yang banyak atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian
bawah rahim yang akan menghalangi plasenta keluar .
 Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan (Mochtar, 1998)
 Apabila terjadi perdarahan post partum dan plasenta belum lahir, perlu di usahakan
untuk melahirkan plasenta dengan segera . Jikalau plasenta sudah lahir, perlu
dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan
jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia uterus membesar dan lembek pada
palpasi, sedang pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir uterus berkontraksi
dengan baik (Wiknjosastro, 2005).

D. TANDA DAN GEJALA

Gejala Akreta parsial Inkarserata Akreta


Konsistensi uterus Kenyal Keras Cukup
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat
Bentuk uterus Discoid Agak globuler Discoid
Perdarahan Sedang – banyak Sedang Sedikit / tidak
ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Pelepasan plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat
seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali,
kecuali akibat
inversion oleh
tarikan kuat
pada tali pusat.

E. PATOFISIOLOGI
Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi
progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun
serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan
pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit
oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum
terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi
yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang.
F. PATHWAY
G. KOMPLIKASI
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:
 Perdarahan
 Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga
kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
 Infeksi
 Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan
pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
 Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi
pada ostium baik hingga yang terjadi.
 Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder
dan nekrosis
 Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma Dengan masuknya mutagen,
perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-
diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive
atau invasive, proses keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi
tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini
merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang
beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan
abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.
 Syok haemoragik

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit
(Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang
disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
 Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time(PT)
dan Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana
dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk
menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

I. TERAPI
Terapi yang dilakukan pada pasien yang mengalami retensio plasenta adalah
sebagai berikut :
 Bila tidak terjadi perdarahan
Perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus atau transfusi,
pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian dibantu
dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah telah terjadi
pemisahan plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman.
 Bila terjadi perdarahan
lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran manual
tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. Bila plasenta tidak dapat
dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan hysterectomia.

Cara untuk melahirkan plasenta:


1. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : Tangan kanan penolong
meregangkan tali pusat sedang tangan yang lain mendorong ringan.
2. Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose).Melahirkan plasenta
dengan cara memasukkan tangan penolong kedalam cavum uteri, melepaskan
plasenta dari insertio dan mengeluarkanya.
3. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan narkose yang
dalam pun tangan tak dapat masuk, maka dapat dilakukan hysterectomia untuk
melahirkan plasentanya.

F. MANUAL PLASENTA
Manual Plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan
retensio plasenta. Teknik operasi manual plasenta tidaklah sukar, tetapi harus
diperkirakan bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa
penderita.
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan :
 Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive dan
plasenta akreta serta Plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
 Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
 Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan :
a. Darah penderita terlalu banyak hilang.
b. Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi.
c. Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
Manual Plasenta dengan segera dilakukan :
1. Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
2. Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
3. Pada pertolongan persalinan dengan narkoba.
4. Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
Manual Plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan
terjadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat
kesempatan penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit
sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
G. KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN RETENSIO PLASENTA
Adapun karakteristik ibu bersalin dengan retensio plasenta adalah :
1. Umur
Harlock (1999) dan Balai Pustaka (2002) mengatakan bahwa, umur adalah indeks
yang menempatkan individu dalam urutan atau lamanya seorang hidup dari lahir sampai
mengalami retensio plasenta. Faktor yang mempengaruhi tingginya kematian ibu adalah
umur, masih banyaknya terjadi perkawinan dan persalinan diluar kurun waktu reproduksi
yang sehat adalah umur 20-30 tahun. Pada Usia muda resiko kematian maternal tiga kali
lebih tinggi pada kelompok umur kurang dari 20 tahun dan kelompok umur lebih dari 35
tahun (Mochtar, 1998). Tingginya Angka Kematian Ibu pada usia muda disebabkan
belum matangnya organ reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu
maupun perkembangan dan pertumbuhan janin. (Manuaba, 1998).

2. Paritas
Paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian lebih tinggi, lebih tinggi paritas
lebih tinggi kematian maternal. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya retensio
plasenta adalah sering dijumpai pada multipara dan grande multipara ( Sarwono, 2005).
Multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi beberapa kali ( samapi 5
kali), sedangkan grande multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi 6 kali
atau lebih, hidup atau mati ( Sarwono, 2005 ).

3. Interval Kelahiran Anak


Usaha pengaturan jarak kelahiran akan membawa dampak positif terhadap
kesehatan ibu dan janin.Interval kelahiran adalah selang waktu antara dua persalinan
(Ramali, 1996). Perdarahan postpartum karena retensio plasenta sering terjadi pada ibu
dengan interval kelahiran pendek (<2 tahun ), seringnya ibu melahirkan dan dekatnya
jarak kelahiran mengakibatkan terjadinya perdarahan karena kontraksi rahim yang
lemah.

H. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan
retensio placenta adalah sebagai berikut :
1. Identitas klien
Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa
lalu, riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan,
persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan sehari-hari sebagai berikut :
1. Sirkulasi :
a) Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak tejadi sampai kehilangan
darah bermakna)
b) Pelambatan pengisian kapiler
c) Pucat, kulit dingin/lembab
d) Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
e) Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
f) Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
2. Eliminasi :
Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
3.Nyeri/Ketidaknyamanan :
Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen
placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
4.Keamanan :
Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin
tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada
labia mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari
episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah vagina, atau robekan pada serviks.
5. Seksualitas :
a) Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen
placenta yang tertahan)
b) Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel,
polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa.
6. Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik
(inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi) pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%).

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN
Kekurangan Volume Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kemungkinan
Cairan b/d vaskuler keperawatan selama 1x24 penyebab ketidakseimbangan
berlebihan menit diharapkan masalah elektrolit
klien teratasi, dengan 2. Monitor adanya kehilangan
kriteria hasil: cairan dan elektrolit
 Tekanan darah normal 3. Monitor status hidrasi
 Frekuensi Nadi normal (membran mukosa, tekanan
 keseimbangan intake dan ortostatik, keadekuatan
output selama operasi denyut nadi )
baik 4. Monitor keakuratan intake
 Turgor kulit elastis dan output cairan
5. Monitor vital signs
6. Monitor pemberian terapi IV
Nyeri akut b/d trauma Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau secara komprehensip
keperawatan selama 1x30 terhadap nyeri termasuk
menit diharapkan masalah lokasi, karakteristik, durasi,
klien teratasi, dengan frekuensi, kualitas, intensitas
kriteria hasil: nyeri dan faktor presipitasi
 Nyeri yang terkontrol 2. Observasi reaksi
 Menggunakan tindakan ketidaknyaman secara
pengurangan (nyeri) tanpa nonverbal
analgesik 3. Gunakan strategi komunikasi
 Tingkat nyeri berkurang terapeutik untuk
mengungkapkan pengalaman
nyeri dan penerimaan klien
terhadap respon nyeri
4. Tentukan pengaruh
pengalaman nyeri terhadap
kualitas hidup( napsu makan,
tidur, aktivitas,mood,
hubungan sosial)
5. Tentukan faktor yang dapat
memperburuk nyeri
6. Lakukan evaluasi dengan
klien dan tim kesehatan lain
tentang ukuran pengontrolan
nyeri yang telah dilakukan
7. Berikan informasi tentang
nyeri termasuk penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan
hilang, antisipasi terhadap
ketidaknyamanan dari
prosedur
8. Control lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon
ketidaknyamanan klien( suhu
ruangan, cahaya dan suara)
9. Hilangkan faktor presipitasi
yang dapat meningkatkan
pengalaman nyeri klien(
ketakutan, kurang
pengetahuan)
10. Ajarkan cara
penggunaan terapi non
farmakologi (distraksi, guide
imagery,relaksasi)
11. Kolaborasi pemberian
analgesic
Resiko Syok b/d Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk
kehilangan banyak keperawatan selama 1x24 banyak minum
darah menit diharapkan syok tidak 2. Observasitanda-tandavital
terjadi dengan kriteria hasil: tiap 4 jam.
 Kehilangan darah yang 3. Observasi terhadap tanda-
terlihat tanda dehidrasi.
 Perdarahan vagina 4. Observasi intake cairan dan
normal output.
 Kulit dan membran 5. Kolaborasi dalam pemberian
mukosa normal cairan infus / transfusi
 Tanda-tanda vital
6. Pemberian koagulantia dan
normal uterotonika.

Resiko Infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan 1. Cuci tangan setiap


tingkatan infasif keperawatan selama 3 x 24 sebelum dan sesudah
jam infeksi tidak terjadi melakukan tindakan
dengan kriteria hasil: keperawatan.
 Suhu tubuh normal 2. Instruksikan pada
 Tidak terjadinya pengunjung untuk mencuci
leukositosis tangan sebelum dan
 Lokhea bebas dari bau sesudah berkunjung pada
pasien.
3. Tingkatkan intake nutirsi.
4. Berikan antibiotic bila
perlu.
5. Observasi tanda dan gejala
infeksi.
6. Monitor nilai leukosit.
7. Berikan perawatan pada
area luka.
8. Ajarkan klien dan keluarga
cara menghindar infeksi
KISTA OVARIUM/ KISTOMA OVARIUM

A. DEFINISI
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat tumbu di
mana saja dan jenisnya bermacam-macam (Jacoeb, 2007).
Kista adalah suatu bentukan yang kurang lebih bulat dengan dinding tipis, berisi
cairan atau bahan setengah cair (Soemadi, 2006).
Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada
indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh
semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terlua r dari ovarium (Agusfarly,
2008).
Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal pada ovarium
yang membentuk seperti kantong. Kista ovarium secara fungsional adalah kista yang
dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus mentsruasi. (Lowdermilk, dkk.
2005)

B. JENIS - JENIS KISTA OVARIUM


Menurut etiologi, kista ovarium dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Kista non neoplasma. Disebabkan karena ketidak seimbangan hormon esterogen
dan progresterone diantaranya adalah :
 Kista non fungsional. Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium
yang berkurang di dalam korteks.
 Kista fungsional
 Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi ruptur atau
folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler di antara siklus
menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang menarche kurang dari 12 tahun.
 Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progesterone
setelah ovulasi.
 Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG terdapat
pada mola hidatidosa.
 Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang
menyebabkan hiperstimuli ovarium.

2. Kista neoplasma
 Kistoma ovarii simpleks adalah suatu jenis kista deroma serosum yang
kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista.
 Kistodenoma ovarii musinoum. Asal kista ini belum pasti, mungkin berasal
dari suatu teratoma yang pertumbuhanya I elemen mengalahkan elemen yang
lain
 Kistadenoma ovarii serosum. Berasal dari epitel permukaan ovarium
(Germinal ovarium)
 Kista Endrometreid. Belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya
dengan endometroid
 Kista dermoid. Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis

C. ETIOLOGI
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah
yang nantinya akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe kista
ovarium,tipe folikuler merupakan tipe kista yang paling banyak ditemukan. Kista jenis
ini terbentuk oleh karena pertumbuhan folikel ovarium yang tidak terkontrol. Folikel adalah suatu
rongga cairan yang normal terdapat dalam ovarium. Padakeadaan normal, folikel
yang berisi sel telur ini akan terbuka saat siklus menstruasiuntuk melepaskan sel telur.
Namun pada beberapa kasus, folikel ini tidak terbukasehingga menimbulkan bendungan carian
yang nantinya akan menjadi kista.Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang
keluar akibatdari perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium. Pada
beberapa kasus, kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut dan
gigi.Kista jenis ini disebut dengan Kista Dermoid.

D. PATHWAY DAN PATOFISIOLOGI


Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel
de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm
akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang
pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak
terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan
secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar
kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan
selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista
theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan
HCG. Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau
sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional
(hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple
dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien
dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan
LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi
ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol
dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal
dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal
dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista
jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous.
Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah
tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial.
Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal
embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal.
Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium ektopik. Pada sindroma ovari
pilokistik, ovarium biasanya terdiri folikel-folikel dengan multipel kistik berdiameter 2-5
mm, seperti terlihat dalam sonogram. Kista-kista itu sendiri bukan menjadi problem
utama dan diskusi tentang penyakit tersebut diluar cakupan artikel ini.
E. TANDA DAN GEJALA
Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya sedikit nyeri
yang tidak berbahaya. Tetapi adapula kista yang berkembang menjadi besar dan
menimpulkan nyeri yang tajam. Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala
saja karena mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain seperti endometriosis, radang
panggul, kehamilan ektopik (di luar rahim) atau kanker ovarium.
Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau perubahan ditubuh
Anda untuk mengetahui gejala mana yang serius. Gejala-gejala berikut mungkin muncul
bila anda mempunyai kista ovarium :
1. Perut terasa penuh, berat, kembung
2. Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)
3. Haid tidak teratur
4. Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke
punggung bawah dan paha.
5. Nyeri sanggama
6. Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat hamil.

Gejala-gejala berikut memberikan petunjuk diperlukan penanganan kesehatan segera:


1. Nyeri perut yang tajam dan tiba-tiba
2. Nyeri bersamaan dengan demam
3. Rasa ingin muntah

Kista Ovarium

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemastian diagnosis untuk kista ovarium dapat dilakukan dengan pemeriksaan:
1. Ultrasonografi (USG)
Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba (transducer) digunakan untuk
mengirim dan menerima gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasound) yang
menembus bagian panggul, dan menampilkan gambaran rahim dan ovarium di layar
monitor. Gambaran ini dapat dicetak dan dianalisis oleh dokter untuk memastikan
keberadaan kista, membantu mengenali lokasinya dan menentukan apakah isi kista
cairan atau padat. Kista berisi cairan cenderung lebih jinak, kista berisi material padat
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
2. Laparoskopi
Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan tipis dimasukkan melalui
pembedahan kecil di bawah pusar) dokter dapat melihat ovarium, menghisap cairan
dari kista atau mengambil bahan percontoh untuk biopsi.
3. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan kiste ovarii yang besar biasanya adalah pengangkatan melalui tindakan
bedah. Jika ukuran lebar kiste kurang dari 5 cm dan tampak terisi oleh cairan atau
fisiologis pada pasien muda yang sehat, kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan
aktivitas ovarium dan menghilangkan kiste.
Perawatan paska operatif setelah pembedahan serupa dengan perawatan
pembedahan abdomen. Penurukan tekanan intraabdomen yang diakibatkan oleh
pengangkatan kiste yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat,
komplikasi ini dapat dicegah dengan pemakaian gurita abdomen yang ketat.

H. PROSES PENYEMBUHAN LUKA


Tanpa memandang bentuk, proses penyembuhan luka adalah sama dengan yang
lainnya. Perbedaan terjadi menurut waktu pada tiap-tiap fase penyembuhan dan waktu
granulasi jaringan.
Fase-fase penyembuhan luka antara lain :
 Fase I
Pada fase ini Leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak terbentuk fibrin
yang menumpuk mengisi luka dari benang fibrin. Lapisan dari sel epitel bermigrasi
lewat luka dan membantu menutupi luka, kekuatan luka rendah tapi luka dijahit akan
menahan jahitan dengan baik.
 Fase II
Berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit mulai menghilang dan
ceruk mulai kolagen serabut protein putih semua lapisan sel epitel bergenerasi dalam
satu minggu, jaringan ikat kemerahan karena banyak pembuluh darah. Tumpukan
kolagen akan menunjang luka dengan baik dalam 6-7 hari, jadi jahitan diangkat pada
fase ini, tergantung pada tempat dan liasanya bedah.
 Fase III
Kolagen terus bertumpuk, hal ini menekan pembuluh darah baru dan arus
darah menurun. Luka sekarang terlihat seperti berwarna merah jambu yang luas,
terjadi pada minggu ke dua hingga enam post operasi, pasien harus menjaga agar tak
menggunakan otot yang terkena.
 Fase IV
Berlangsung beberapa bulan setelah pembedahan, pasien akan mengeluh, gatal
disekitar luka, walau kolagen terus menimbun, pada waktu ini menciut dan menjadi
tegang. Bila luka dekat persendian akan terjadi kontraktur karena penciutan luka dan
akan terjadi ceruk yang berlapis putih.

I. KOMPLIKASI
Beberapa ahli mencurigai kista ovarium bertanggung jawab atas terjadinya kanker
ovarium pada wanita diatas 40 tahun. Mekanisme terjadinya kanker masih belum jelas
namun dianjurkan pada wanita yang berusia diatas 40 tahun untuk melakukan skrining
atau deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya kanker ovarium.
Faktor resiko lain yang dicurigai adalah penggunaan kontrasepsi oral terutama yang
berfungsi menekan terjadinya ovulasi. Maka dari itu bila seorang wanita usia subur
menggunakan metode konstrasepsi ini dan kemudian mengalami keluhan pada siklus
menstruasi, lebih baik segera melakukan pemeriksaan lengkap atas kemungkinan
terjadinya kanker ovarium.

J. PENGAKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama dan
alamat, serta data penanggung jawab
2. Keluhan klien saat masuk rumah sakit
Biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut dan terasa ada massa di daerah
abdomen, menstruasi yang tidak berhenti-henti.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri pada daerah abdomen bawah, ada
pembengkakan pada daerah perut, menstruasi yang tidak berhenti, rasa mual dan
muntah.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Sebelumnya tidak ada keluhan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kista ovarium bukan penyakit menular/keturunan.
d. Riwayat perkawinan
Kawin/tidak kawin ini tidak memberi pengaruh terhadap timbulnya kista ovarium.
4. Riwayat kehamilan dan persalinan
Dengan kehamilan dan persalinan/tidak, hal ini tidak mempengaruhi untuk
tumbuh/tidaknya suatu kista ovarium.
5. Riwayat menstruasi
Klien dengan kista ovarium kadang-kadang terjadi digumenorhea dan bahkan
sampai amenorhea.
6. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah secara sistematis.
a. Kepala
1) Hygiene rambut
2) Keadaan rambut
b. Mata
1) Sklera : ikterik/tidak
2) Konjungtiva : anemis/tidak
3) Mata : simetris/tidak
c. Leher
1) pembengkakan kelenjer tyroid
2) Tekanan vena jugolaris.
d. Dada
Pernapasan
1) Jenis pernapasan
2) Bunyi napas
3) Penarikan sela iga
e. Abdomen
1) Nyeri tekan pada abdomen.
2) Teraba massa pada abdomen.
f. Ekstremitas
1) Nyeri panggul saat beraktivitas.
2) Tidak ada kelemahan.
g. Eliminasi, urinasi
1) Adanya konstipasi
2) Susah BAK
7. Data Sosial Ekonomi
Kista ovarium dapat terjadi pada semua golongan masyarakat dan berbagai
tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun sebelum menopause.
8. Data Spritual
Klien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai dengan kepercayaannya
9. Data Psikologis
Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita, dimana ovarium
sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium tersebut sementara
pada klien dengan kista ovarium yang ovariumnya diangkat maka hal ini akan
mempengaruhi mental klien yang ingin hamil/punya keturunan.
10. Pola kebiasaan Sehari-hari
Biasanya klien dengan kista ovarium mengalami gangguan dalam aktivitas,
dan tidur karena merasa nyeri
11. Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium
a. Pemeriksaan Hb
b. Ultrasonografi
Untuk mengetahui letak batas kista.

K. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
Nyeri akut b/d agen injuri Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan pengkajian
biologi keperawatan selama 3x24 nyeri secara
jam diharapkan nyeri pasien komprehensif termasuk
berkurang lokasi, karakteristik,
Kriteria Hasil : durasi, frekuensi,
 Mampu mengontrol nyeri kualitas dan faktor
(tahu penyebab nyeri, presipitasi
mampu menggunakan 2. Observasi reaksi
tehnik nonfarmakologi nonverbal dari
untuk mengurangi nyeri, ketidaknyamanan
mencari bantuan) 3. Gunakan teknik
 Melaporkan bahwa nyeri komunikasi terapeutik
berkurang dengan untuk mengetahui
menggunakan manajemen pengalaman nyeri pasien
nyeri 4. Monitor kultur yang
 Mampu mengenali nyeri mempengaruhi respon
(skala, intensitas, nyeri
frekuensi dan tanda nyeri) 5. Evaluasi pengalaman
 Menyatakan rasa nyaman nyeri masa lampau
setelah nyeri berkurang 6. Evaluasi bersama pasien
 Tanda vital dalam rentang dan tim kesehatan lain
normal tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
7. Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
9. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
11. Monitor tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi.
12. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil

Kecemasan bd diagnosis Setelah dilakukan asuhan 1. Gunakan pendekatan


dan pembedahan keperawatan selama 3x 24 yang menenangkan
jam diharapakan cemasi 2. Nyatakan dengan jelas
terkontrol harapan terhadap pelaku
Kriteria Hasil : pasien
 Klien mampu 3. Jelaskan semua prosedur
mengidentifikasi dan dan apa yang dirasakan
mengungkapkan gejala selama prosedur
cemas 4. Temani pasien untuk
 Mengidentifikasi, memberikan keamanan
mengungkapkan dan dan mengurangi takut
menunjukkan tehnik 5. Berikan informasi
untuk mengontol cemas faktual mengenai
 Vital sign dalam batas diagnosis, tindakan
normal prognosis
 Postur tubuh, ekspresi 6. Dorong keluarga untuk
wajah, bahasa tubuh dan menemani anak
tingkat ·
aktivitas Lakukan back / neck rub
menunjukkan 7. Dengarkan dengan
berkurangnya kecemasan penuh perhatian
8. Identifikasi tingkat
kecemasan
9. Bantu pasien mengenal
situasi yang
menimbulkan kecemasan
10. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
11. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
12. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Bersihkan
penurunan pertahanan keperawatan selama 3x 24 lingkungan setelah
primer jam diharapakan infeksi dipakai pasien lain
terkontrol 2. Pertahankan teknik
Kriteria Hasil : isolasi
 Klien bebas dari 3. Batasi pengunjung
tanda dan gejala bila perlu
infeksi 4. Instruksikan pada
 Mendeskripsikan pengunjung untuk
proses penularan mencuci tangan saat
penyakit, factor yang berkunjung dan
mempengaruhi setelah berkunjung
penularan serta meninggalkan
penatalaksanaannya, pasien
 Menunjukkan 5. Gunakan sabun
kemampuan untuk antimikrobia untuk
mencegah timbulnya cuci tangan
infeksi 6. Cuci tangan setiap
 Jumlah leukosit sebelum dan
dalam batas normal sesudah tindakan
 Menunjukkan kperawtan
perilaku hidup sehat 7. Gunakan baju,
sarung tangan
sebagai alat
pelindung
8. Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
9. Ganti letak IV
perifer dan line
central dan dressing
sesuai dengan
petunjuk umum
10. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingktkan intake
nutrisi
12. Berikan terapi
antibiotik bila perlu
13. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
Self care defisit b/d Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor keterbatasan
keletihan keperawatan selama 3x24 pasien dalam
jam diharapakan pasien perawatan diri
menunjukkan kebersihan diri 2. Berikan kenyamanan
Kriteria Hasil : pada pasien dengan
vPasien bebas dari bau membersihkan tubuh
v Pasien tampak pasien
menunjukkan (oral,tubuh,genital)
kebersihan 3. Ajarkan kepada
v Pasien nyaman pasien pentingnya
menjaga kebersihan
diri
4. Ajarkan kepada
keluarga pasien
dalam menjaga
kebersihan pasien

Anda mungkin juga menyukai