terminal illness. 1 Seseorang yang berada dalam keadaan terminal illness ini
sedang mengalami proses dying atau sakratul maut yang berarti mendekat kepada
kematian. 2 Pada bab yang kedua ini, penulis akan memaparkan beberapa
1
Totok S.Wiryasaputra, Pendampingan Menjelang Ajal, Terminal Illness, 23.
2
Ibid, 16.
3
Darmaningtyas, Pulung Gantung, Menyingkap tragedi Bunuh Diri di Gunung Kidul, 60.
kepada pemiliknya. Dalam konsep budaya Jawa, ada harapan mengalami
kematian penuh kedamaian yang disebut dengan surud ing kasedan jati. 4
dan titis ing pati. 5 Mati yang titis dipahami sebagai suasana ajal dengan
kepada yang memiliki. Keadaan ini disebut mulih mula mulanira yang
ke alam semesta dan suksma atau urip kembali kepada Tuhan yang
memberi kehidupan.
berasal, apa dan siapa dia pada masa kini dan ke mana arah tujuan hidup
sangkane saka ngendi lan eling parane bakal menyang ngendi (ingat
asalnya dari mana dan akan kembali kemana). 7 Tuhan sebagai suatu
4
Purwadi, Filsafat Jawa dan Kearifan Lokal ( Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007), 3.
5
Ki Sondong Mandali, Ngelmu Urip Bawarasa Kawruh Kejawen (Semarang: Yayasan
Sekar Jagad, 2003), 45.
6
Clifford Geertz, Abangan,Santri,Priyayi Dalam Masyarakat Jawa (Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya, 1981), xii.
7
Iman Budhi Santosa, Laku Prihatin, Investasi menuju Sukses ala Manusia Jawa
(Yogyakarta: publishing memayu, 2011), 25.
memerintah dan menguasai semua mahluk). 8 Sebutan yang paling awal
9
untuk Tuhan adalah Hyang disebut juga sebagai Sangkan Paraning
Dumadi. Tuhan adalah sang Sangkan sekaligus sang Paran, karena itu
juga disebut Sang Hyang Sangkan Paran (puncak, asal mula dan tujuan
akhir dari segala ciptaan). 10 Bagi Orang Jawa, karena wujud Tuhan tidak
dapat digambarkan dengan apa pun juga, maka disebut tan kena kinaya
peranan dan sifatNYA, misalnya Gusti Kang Karya Jagad Saisine (Sang
Pencipta Jagad), Gusti Ingkang Maha Asih (Tuhan yang maha kasih),
Gusti ingkang Maha Agung (Tuhan yang maha besar), atau Kang
8
Ki Sondong Mandali, Ngelmu Urip (Semarang: Sekar Jagat, tanpa tahun), 29.
9
Rachmat Subagyo, Agama dan Alam Kerohanian Asli di Indonesia (Jakarta: Cipta Loka
Karya, 1979), 60.
10
JB Banawiratma, Wahyu,Iman dan Kebatinan (Yogyakarta: Kanisius, 1986), 65.
11
Bendung Layungkuning, Sangkan Paraning Dumadi, Orang Jawa dan Rahasia
Kematian (Yogyakarta: Narasi, 2013), 9.
anyembah atau kawula (yang menyembah). 12 Sebutan Gusti ini juga
kematian, yaitu mati ngurag (mati pada usia tua), mati sabil (mati karena
Sedangkan dari sisi sifatnya, dikenal mati utama (mati secara terhormat
dan dapat diteladani), mati madya (mati secara wajar karena sudah berusia
tua dan mati nistha (mati belum saatnya, karena bunuh diri atau
kelalaian). 15
dimulai ketika secara medis lansia tersebut sudah tidak bisa disembuhkan
12
Suwardi Endraswara, Agama Jawa-Langkah Batin Menuju Sangkan Paran
(Yogyakarta: Lembu Jawa, 2012), 87.
13
Sujamto, Reorientasi dan Revitalisasi Pandangan Hidup Jawa (Semarang: Dahara
Prize, 2000), 49.
14
A. Sudiarja,SJ, Matinya Kematian, 11.
15
Darmaningtyas, Pulung Gantung, Menyingkap tragedi Bunuh Diri di Gunung Kidul,
55-56.
Berkaitan dengan proses lelaku ini, Orang Jawa memiliki
kebiasaan untuk menandai peristiwa demi peristiwa yang sudah terjadi dan
dapat dijadikan pedoman atau ajaran bagi masyarakat yang disebut dengan
buku primbon. 16
(1) Pergelangan tangan sudah lemas, tidak mau melakukan tindakan apa-
apa, termasuk tidak mau makan dan sulit tidur, (2) Sudah mengeluarkan
air besar yang biasa disebut tinja kalong dan ke Sembilan lubang tubuh
keringat keluar dari sekujur tubuh, (4) Kulit tidak berbunyi ketika diraba,
denyut nadi semakin melemah dan dari telinga sudah tidak terdengar suara
16
Suwardi Endraswara, mistik kejawen ( Yogyakarta: Narasi, 2006 ), 69.
apapun, (4) Ada perubahan besar pada perilaku yang berbeda dari
baik dalam hal makan atau pekerjaan-pekerjaan yang lain, (7) Bermimpi
yang dibangun juga indah, demikian juga sebaliknya, (8) Merasakan jenuh
bertingkah laku seperti anak-anak, dan (9) Dalam berelasi dengan orang
pucat, (2) telinga mengerut, (3) Pembicaraan sudah tidak runtut atau
besar, (5) Kaki linu, inginnya hanya tidur dan bermalas-malasan seperti
17
Kangjeng Pangeran Harya Tjakaraningrat, Kitab Primbon Betaljemur Adammakna (
Yogyakarta: Soemodidjoyo Mahadewa, 1978 ), 229-230.
wanita hamil, (6) Menginginkan makanan yang pedas-pedas dan setelah
secara ilmiah melalui penelitian yang sistematis. Dalam hal ini, penulis
yang lahir di Swis pada tahun 1926 telah melakukan penelitian luas
18
Rd Mugihardjo, Primbon Sangkan Paraning Manungsa (Surabaya: Tanpa Penerbit,
1959) , 40-43.
menyangkut latar belakang usia, agama, asal-usul, warna kulit dan
dengan lebih dari dua ratus orang yang mengalami terminal illness untuk
manusia pada saat menjelang kematian, dan terjadi berurutan dari tahap
19
Elisabeth Kübler-Ross, On Death and Dying (New York: Macmillan Publishing
Company, 1970 ), 35-112.
belum sepenuhnya mampu menerima kematiannya. Sikap untuk
2. Tahap Kemarahan. .
memiliki konflik relasi dengan orang lain atau tidak melakukan hal-hal
baik dalam hidup sebelumnya. Perasaan bersalah ini perlu diatasi
baik akan mendapat imbalan. Dalam hal ini imbalan yang diharapkan
organ tubuh, dan aktif dalam kegiatan rohani. Menurut Elisabeth Kübler-
4. Tahap Depresi.
muncul dua jenis depresi yaitu depresi reaktif dan depresi preparatory
(persiapan).
kehilangan,
sehingga merasa menjadi manusia yang tidak sempurna. Pada tahap ini
kehilangan keluarga dan sahabat yang dicintainya. Pada tahap ini, pasien
atau sekedar duduk bersama walau dalam situasi diam. Depresi akan
5. Tahap Penerimaan.
lebih banyak. Seseorang yang berada pada tahap ini akan merenungkan
Pada saat itu terjadi kehampaan perasaan dan rasa sakit sudah mulai
akhir hidupnya.
Kübler-Ross dalam suatu tahap yang disebut chaos. Pada tahap chaos,
20
Deboradewi Sutantyo, Pendampingan Menjelang Kematian, Tesis(Salatiga: Program
Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana, 2005), 23.
seperti putaran turbulensi, dan terjadi penderiaan batin yang sangat
berat. 21
sangat besar. Rasa takut dan ngeri hilang karena dikalahkan oleh rasa
2. Gregg R. Albers.
tahap yang disebut reaksi. 23 Pada tahap reaksi terjadi proses mekanisme
21
Ibid.,26.
22
Ibid.,27.
23
Ibid.,30.
mekanisme pertahanan diri dilakukan dengan berusaha menolak kenyataan
bahwa dirinya sakit, merasa diri sehat dan pasti akan sembuh. Kecuali itui,
Pada tahap ini, pasien juga berpikir dan melakukan tindakan yang
mau minum obat dan makan segala sesuatu yang seharusnya menjadi
menyesuaikan diri.
Tahap yang kedua adala tahap penerimaan. Pada tahap ini pasien
tidak dapat disembuhkan lagi karena sudah tidak ada obat yang dapat
akan tampak ketika ia mulai mawas diri apakah hidupnya sudah berkenan
Pada sisi yang lain, ada juga yang memberikan kritikan terhadap
teori Elisabet Kübler-Ross, antara lain Marshall serta Antonof dan Spika.
penelitiannya bahwa ekspresi yang terlihat pada pasien penyakit terminal adalah
sebagai kerangka teori dalam penelitian ini. Pilihan ini disebabkan oleh
beberapa hal:
25
Totok S,Wiryasaputra, Pendampingan Menjelang Ajal., 72-72.
26
Singgih D.Gunarsa, Dari Anak sampai usia Lanjut,Bunga Rampai Psikologi
Perkembangan (Jakarta:BPK Gunung Mulia,2004), 452.
27
Ibid.
1. Sejauh pemahaman penulis, Elisabet Kübler-Ross merupakan
lansia Jawa.
mengembangkannya.
berikutnya.
berguna untuk memperkirakan gejala yang akan terjadi dan memberikan pola bagi
interpretasi data, 28 dalam penelitian ini penulis akan menggunakan kerangka teori
lansia Jawa. Penulis juga menggunakan teori ini untuk menjadi pola dalam proses
Jawa.
28
Bagong Suyanto-Sutinah-Ed, Metode Penelitian Sosial-Berbagai Alternatif
Pendekatan., 34-37.