TINJAUAN PUSTAKA
Sistem tenaga listrik merupakan sekumpulan pusat listrik dan gardu induk
atau pusat beban yang satu sama lain dihubungkan oleh jaringan transmisi sehingga
merupakan sebuah kesatuan interkoneksi (Marsudi, 2006). Operasi sistem tenaga
listrik menyangkut berbagai aspek yang luas, khususnya biaya dan penyediaan
tenaga listrik bagi masyarakat. Dalam pengoperasian sistem tenaga listrik perlu
diperhatikan hal-hal berikut ini :
a. Perencanaan Operasi
Yaitu pemikiran bagaimana sistem tenaga lisrik akan dioperasikan
untuk jangka waktu tertentu. Pemikiran ini harus mencakup perkiraan
beban, optimalisasi, keandalan serta mutu tenaga listrik.
b. Pelaksanaan dan Pengendalian Operasi
Yaitu pelaksanaan dari rencana operasi serta pengendaliannya apabila
terjadi hal-hal yang menyimpang dari rencana operasi.
c. Analisa Operasi
Yaitu analisa atas hasil-hasil operasi untuk memberikan umpan balik
bagi Pelaksanaan dan Pengendalian Operasi. Analisa operasi juga
diperlukan untuk memberikan saran-saran bagi pengembangan sistem
serta penyempurnaan pemeliharaan instalasi.
Pengoperasian sistem tenaga listrik sering menemui berbagai persoalan
yang disebabkan oleh pemakaian tenaga listrik yang selalu berubah dari waktu ke
waktu, biaya bahan bakar yang cenderung berubah, serta kondisi peralatan maupun
lingkungan. Berbagai persoalan pokok yang dihadapi dalam pengoperasian sistem
tenaga listrik adalah ;
a. Pengaturan frekuensi
b. Pemeliharaan peralatan
c. Biaya operasi
d. Perkembangan system
e. Gangguan dalam system
f. Tegangan dalam system
Pengoperasian sistem tenaga listrik perlu dikelola atas dasar pemikiran
manajemen operasi yang baik dalam menghadapi persoalan-persoalan yang ada.
Penyediaan tenaga listrik yang ekonomis harus tetap memperhatikan :
a. Perkiraan beban (load forecast)
b. Syarat-syarat pemeliharaan peralatan
c. Keandalan yang diinginkan
d. Alokasi beban dan produksi pembangkit yang ekonomis
Dengan memperhatikan hal-hal yang menyangkut tentang pengoperasian
sistem tenaga listrik, maka diharapkan akan menghasilkan sistem yang ekonomis
namun tetap memperhatikan pemeliharaan dan keandalan sistem.
2.3 Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Suatu pembangkit daya uap menggunakan air sebagai fluida kerja. Secara
sederhana, prinsip kerja PLTU yaitu air dipompa kedalam boiler/ketel uap, pada
boiler air diubah menjadi uap. Kemudian uap yang memiliki tekanan dan
temperatur tertentu akan masuk ke dalam turbin uap, lalu energi uap tersebut
digunakan untuk memutar turbin uap sehingga menghasilkan energy mekanik.
Turbin uap yang dikopel dengan generator, akan memutar generator secara
langsung. Kemudian, uap yang sudah digunakan untuk memutar turbin akan masuk
ke kondensor dan akan diubah kembali menjadi air. Air hasil kondensasi di
kondensor disebut air kondensat. Kemudian air kondensat dialirkan kembali ke
boiler dengan menggunakan pompa, dan begitu seterusnya dilakukan secara
berulang ulang. Pada kondensor, jika volume air berkurang, maka akan
ditambahkan kembali (makeup water) sehingga volume air tetap.
Pada saat ini umumnya sistem tenaga listrik mempunyai lebih dari 1 pusat
pembangkit, sehingga timbul masalah untuk membagi beban di antara unit-unit
pembangkit sesuai permintaan beban pada sistem tersebut. Selain itu pembagian
beban di antara unit-unit pembangkit harus mempertimbangkan biaya operasi
pembangkit agar seekonomis mungkin. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan
economic dispatch. Tujuan utama economic dispatch adalah menjadwalkan
keluaran unit pembangkit agar dapat memenuhi permintaan beban pada suatu
sistem dengan biaya operasi seminimal mungkin.
Menurut Chen & Shih (2013) untuk memulai algoritma PSO, kecepatan awal
(velocity) dan posisi awal (position) ditentukan secara random. Kemudian proses
pengembangannya sebagai berikut:
1. Asumsikan bahwa ukuran kelompok atau kawanan (jumlah partikel) adalah
N. Kecepatan dan posisi awal pada tiap partikel dalam N dimensi ditentukan
secara random (acak).
2. Hitung kecepatan dari semua partikel. Semua partikel bergerak menuju titik
optimal dengan suatu kecepatan. Awalnya semua kecepatan dari partikel
diasumsikan sama dengan nol, set iterasi i = 1.
3. Nilai fitness setiap partikel ditaksir menurut fungsi sasaran (objective
function) yang ditetapkan. Jika nilai fitness setiap partikel pada lokasi saat
ini lebih baik dari Pbest, maka Pbest diatur untuk posisi saat ini.
4. Nilai fitness partikel dibandingkan dengan Gbest. Jika Gbest yang terbaik
maka Gbest yang diupdate.
5. Persamaan (2.1) dan (2.2) ditunjukkan di bawah ini untuk memperbaharui
(update) kecepatan (velocity) dan posisi (position) setiap partikel.
Dimana:
6. Cek apakah solusi yang sekarang sudah konvergen. Jika posisi semua
partikel menuju ke satu nilai yang sama, maka ini disebut konvergen. Jika
belum konvergen maka langkah 2 diulang dengan memperbarui iterasi i = i
+ 1, dengan cara menghitung nilai baru dari Pbest,j dan Gbest. Proses iterasi
ini dilanjutkan sampai semua partikel menuju ke satu titik solusi yang sama.
Biasanya akan ditentukan dengan kriteria penghentian (stopping criteria),
misalnya jumlah selisih solusi sekarang dengan solusi sebelumnya sudah
sangat kecil.
7. Menurut Engelbrecht (2006) ada 2 aspek penting dalam memilih kondisi
berhenti yaitu:
a. Kondisi berhenti tidak menyebabkan PSO convergent premature
(memusat sebelum waktunya) dimana solusi tidak optimal yang didapat.
b. Kondisi berhenti harus melindungi dari kondisi oversampling pada
nilainya, jika kondisi berhenti memerlukan perhitungan yang terus
menerus maka kerumitan dari proses pencarian akan meningkat.
Beberapa kondisi berhenti yang dapat dipakai dalam Particle Swarm
Optimization menurut Engelbrecht (2006) adalah:
Berhenti ketika jumlah iterasi telah mencapai jumlah iterasi maksimum
yang diperbolehkan, berhenti ketika solusi yang diterima ditemukan,
Berhenti ketika tidak ada perkembangan setelah beberapa iterasi.