PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka kejadian
luar biasa penyakit menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi ini
menyebabkan perlunya peningkatan sistem kewaspadaan dini dan respon
terhadap KLB (kejadian luar biasa) tersebut dengan langkah-langkah yang
terprogram dan akurat sehingga proses penanggulangannya menjadi lebih
cepat dan akurat pula. Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang cepat
diperlukan bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup dari para
petugas yang diterjunkan ke lapangan.
Penyakit menular disebabkan oleh insidensi infeksi yang selalu
berubah sehingga menjadi salah satu alasan mengapa studi tentang
penyakit infeksi sangat menarik. Infeksi meningkat pada tahun 1980
sampai 2000, tetapi saat ini menunjukan tanda-tanda pengendalian yang
lebih baik.
Pengontrolan penyakit menular wabah serta kasus penyakit infeksi
yang serius diselidiki oleh spesialis kesehatan masyarakat (CCDC dan
perawat pengendali infeksi dalam masyarakat di Inggris) dan petugas
lingkungan, bekerjasama dengan ahli mikrobiologi dan konsultan penyakit
infeksi. Sumber infeksi, cara penyebaran, kontak, dan lingkungan
pekerjaan diperiksa serta diberi tindakan yang tepat termasuk isolasi dan
pengobtan pasien, serta immunisasi dan kontrol karier dan kontak.
Penyakit menular yang diakibatkan oleh penyimpangan perilaku
seksual di Indonesia yang paling sering terjadi adalah penyakit gonorrhea,
sifilis, herpes, klamidia, kutil kelamin, hepatitis B, HIV-AIDS. Salah satu
penyakit menular yang dialami oleh masyarakat Indonesia adalah penyakit
hepatitis B, karena virus hepatitis B ini 100 kali lebih infeksius
dibandingkan HIV dan 10 kali lebih mudah menginfeksi dari hepatitis C.
Angka kejadian (prevalensi) hepatitis B kronik di Indonesia
diperkirakan mencapai 5-10% dari total penduduk, atau setara dengan 13,5
juta penderita. Jumlah ini membuat Indonesia menajdi negara ke 3 di Asia
yang pengidap hepatitis B kroniknya paling banyak, setelah Cina dan
India. Sekitar kurang lebih 400 juta penduduk di dunia terinfeksi hepatitis
B kronis, setiap tahun kurang lebih 10-30 juta kasus infeksi baru, setiap
tahun kurang lebih 1 juta kematian terkait hepatitis B.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud konsep dasar mengenai ruang lingkup
penyakit menular?
2. Apa saja yang membedakan bagaimana cara penularannya?
3. bagaimana patofisiologi?
4. Bagaimana manifestasi klinis?
5. Bagaimana askep penyakit menular ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu mengidentifikasi ruang lingkup penyakit
menular dan bagaimana cara penularannya melalui tingkah laku yang
menyimpang.
Tujuan Khusus :
1. Mampu memahami konsep dasar mengenai ruang lingkup penyakit
menular.
2. Mampu membedakan bagaimana cara penularannya.
3. Mampu menjelaskan patofisiologi.
4. Mampu menjelaskan manifestasi klinis
5. Mengetahui bagaimana askep pnyakit menular.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
C. Rantai Infeksi
Yang dimaksud penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan
(berpindah dari orang yang satu ke orang yang lain, baik secara langsung
maupun melalui perantara). Penyakit menular ini ditandai dengan adanya
(hadirnya) agen atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah.
Suatu penyakit dapat menular dari orang yang satu kepada yang lain
ditentukan oleh 3 faktor tersebut diatas, yakni :
a. Agen (penyebab penyakit)
b. Host (induk semang)
c. Route of transmission (jalannya penularan)
Apabila diumpamakan berkembangnya suatu tanaman, dapat
diumpamakan sebagai biji (agen), tanah (host) dan iklim (route of
transmission).
Agen-Agen Infeksi (Penyebab Infeksi)
Makhluk hidup sebagai pemegang peranan penting didalam
epidemiologi yang merupakan penyebab penyakit dapat dikelompokkan
menjadi :
1) Golongan virus, misalnya influenza, trachoma, cacar dan sebagainya.
2) Golongan riketsia, misalnya typhus.
3) Golongan bakteri, misalnya disentri.
4) Golongan protozoa, misalnya malaria, filaria, schistosoma dan
sebagainya.
5) Golongan jamur, yakni bermacam-macam panu, kurap dan
sebagainya.
6) Golongan cacing, yakni bermacam-macam cacing perut seperti ascaris
(cacing gelang), cacing kremi, cacing pita, cacing tambang dan
sebagainya.
Agar supaya agen atau penyebab penyakit menular ini tetap hidup
(survive) maka perlu persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a) Berkembang biak
b) Bergerak atau berpindah dari induk semang
c) Mencapai induk semang baru
d) Menginfeksi induk semang baru tersebut.
Kemampuan agen penyakit ini untuk tetap hidup pada lingkungan
manusia adalah suatu faktor penting didalam epidemiologi infeksi. Setiap
bibit penyakit (penyebab penyakit) mempunyai habitat sendiri-sendiri
sehingga ia dapat tetap hidup.
Dari sini timbul istilah reservoar yang diartikan sebagai berikut;
habitat dimana bibit penyakit tersebut hidup dan berkembang, survival
dimana bibit penyakit tersebut sangat tergantung pada habitat sehingga ia
dapat tetap hidup. Reservoar tersebut dapat berupa manusia, binatang
atau benda-benda mati.
Reservoar didalam Manusia, Penyakit-penyakit yang mempunyai
reservoar didalam tubuh manusia antara lain campak (measles), cacar air
(small pox), typhus (typhoid), miningitis, gonoirhoea dan syphilis.
Manusia sebagai reservoar dapat menjadi kasus yang aktif dan carrier.
Carrier adalah orang yang mempunyai bibit penyakit didalam
tubuhnya tanpa menunjukkan adanya gejala penyakit tetapi orang
tersebut dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain. Convalescant
carriers adalah orang yang masih mengandung bibit penyakit setelah
sembuh dari suatu penyakit.
Carriers adalah sangat penting dalam epidemiologi penyakit-
penyakit polio, typhoid, meningococal meningitis dan amoebiasis. Hal
ini disebabkan karena :
1) Jumlah (banyaknya carriers jauh lebih banyak daripada orang yang
sakitnya sendiri).
2) Carriers maupun orang yang ditulari sama sekali tidak tahu bahwa
mereka menderita / kena penyakit.
3) Carriers tidak menurunkan kesehatannya karena masih dapat
melakukan pekerjaan sehari-hari.
4) Carriers mungkin sebagai sumber infeksi untuk jangka waktu yang
relatif lama.
Reservoar pada Binatang, Penyakit-penyakit yang mempunyai
reservoar pada binatang pada umumnya adalah penyakit zoonosis.
Zoonosis adalah penyakit pada binatang vertebrata yang dapat menular
pada manusia. Penularan penyakit-penyakit pada binatang ini melalui
berbagai cara, yakni :
a. Orang makan daging binatang yang menderita penyakit, misalnya
cacing pita.
b. Melalui gigitan binatang sebagai vektornya, misalnya pes melalui
pinjal tikus, malaria, filariasis, demam berdarah melalui gigitan
nyamuk.
c. Binatang penderita penyakit langsung menggigit orang misalnya
rabies.
Benda-Benda Mati sebagai Reservoar, Penyakit-penyakit yang
mempunyai reservoar pada benda-benda mati pada dasarnya adalah
saprofit hidup dalam tanah. Pada umumnya bibit penyakit ini
berkembang biak pada lingkungan yang cocok untuknya. Oleh karena itu
bila terjadi perubahan temperatur atau kelembaban dari kondisi dimana ia
dapat hidup maka ia berkembang biak dan siap infektif. Contoh
clostridium tetani penyebab tetanus, C. botulinum penyebab keracunan
makanan dan sebagainya.
Sumber Infeksi dan Penyebaran Penyakit. Yang dimaksudsumber
infeksi adalah semua benda termasuk orang atau binatang yang dapat
melewatkan / menyebabkan penyakit pada orang. Sumber penyakit ini
mencakup juga reservoir seperti telah dijelaskan sebelumnya.
Macam-Macam Penularan (Mode of Transmission)
Mode penularan adalah suatu mekanisme dimana agen / penyebab
penyakit tersebut ditularkan dari orang ke orang lain atau dari reservoar
kepada induk semang baru. Penularan ini melalui berbagai cara antara
lain :
1. Kontak (Contact)
Kontak disini dapat terjadi kontak langsung maupun kontak tidak
langsung melalui benda-benda yang terkontaminasi. Penyakit-
penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung ini pada umumnya
terjadi pada masyarakat yang hidup berjubel. Oleh karena itu lebih
cenderung terjadi di kota daripada di desa yang penduduknya masih
jarang.
2. Inhalasi (Inhalation)
Yaitu penularan melalui udara / pernapasan. Oleh karena itu
ventilasi rumah yang kurang, berjejalan (over crowding) dan tempat-
tempat umum adalah faktor yang sangat penting didalam epidemiologi
penyakit ini. Penyakit yang ditularkan melalui udara ini sering disebut
air borne infection (penyakit yang ditularkan melalui udara).
3. Infeksi
Penularan melalui tangan, makanan dan minuman.
4. Penetrasi pada Kulit
Hal ini dapat langsung oleh organisme itu sendiri. Penetrasi pada
kulit misalnya cacing tambang, melalui gigitan vektor misalnya
malaria atau melalui luka, misalnya tetanus.
5. Infeksi Melalui Plasenta
Yakni infeksi yang diperoleh melalui plasenta dari ibu
penderita penyakit pada waktu mengandung, misalnya syphilis dan
toxoplasmosis.
Faktor Induk Semang (Host)
Terjadinya suatu penyakit (infeksi) pada seseorang ditentukan pula
oleh faktor-faktor yang ada pada induk semang itu sendiri. Dengan
perkataan lain penyakit-penyakit dapat terjadi pada seseorang tergantung
/ ditentukan oleh kekebalan / resistensi orang yang bersangkutan.
Tiga Kelompok utama penyakit menular
1) Penyakit yang sangat berbahaya karena angka kematian sangat
tinggi
2) Penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan kematian
dan cacat, walaupun akibatnya lebih ringan dari yang pertama
3) Penyakit menular yang jarang menimbulkan kematian dancacat
tetapi dapat mewabah yang menimbulkan kerugian materi.
Tiga Sifat Utama Aspek Penularan Penyakit Dari Orang Ke Orang
1) Waktu Generasi (Generation Time)
Masa antara masuknya penyakit pada pejamu tertentu sampai
masa kemampuan maksimal pejamu tersebut untuk dapat menularkan
penyakit. Hal ini sangat penting dalam mempelajari proses penularan.
Perbedaan masa tunas ditentukan oleh masuknya unsur penyebab
sampai timbulnya gejala penyakit sehingga tidak dapat ditentukan
pada penyakit dengan gejala yang terselubung, sedangkan waktu
generasi untuk waktu masuknya unsur penyebab penyakit hingga
timbulnya kemampuan penyakit tersebut untuk menularkan kepada
pejamu lain walau tanpa gejala klinik / terselubung.
2) Kekebalan Kelompok (Herd Immunity)
Kekebalan kelompok adalah kemampuan atau daya tahan suatu
kelompok penduduk tertentu terhadap serangan/penyebaran unsur
penyebab penyakit menular tertentu didasarkan tingkat
kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut. Herd
immunity merupakan factor utama dalam poses kejadian wabah di
masyarakat serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok
penyakit tertentu.Wabah terjadi karena 2 keadaan
a. Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat
terjadi jika agent penyakit infeksi masuk ke dalam suatu
populasi yang tidak pernah terpapar oleh agen tersebut /
kemasukan suatu agen penyakit menular yang sudah lama
absent dalam populasi tersebut.
b. Bila populasi tertutup seperti asrama, barak dimana keadaan
sangat tertutup dan mudah terjadi kontak langsung masuknya
sejumlah orang-orang yang peka terhadap penyakit tertentu
dalam populasi tersebut.
3) Angka Serangan (Attack Rate)
Adalah sejumlah kasus yang berkembang atau muncul dalam
satu satuan waktu tertentu dikalangan anggota kelompok yang
mengalami kontak serta memiliki resiko / kerentanan terhadap
penyakit tersebut. Angka serangan ini bertunjuan untuk menganalisis
tingkat penularan dan tingkat keterancaman dalam keluarga, dimana
tata cara dan konsep keluarga, system hubungan keluarga dengan
masyarakat serta hubungan individu dalam kehidupan sehari-hari
pada kelompok populasi tertentu merupakan unit Epidemiologi
tempat penularan penyakit berlangsung.
Manisfestasi Klinik Secara Umum
1. Spektrum penyakit menular
Pada proses penyakit menular secara umum dijumpai berbagai
manifestasi klinik, mulai dari gejala klinik yang tidak tampak
sampai keadaan yang berat disertai komplikasi dan berakhir cacat
/ meninggal dunia. Akhir dari proses penyakit adalah sembuh,
cacat atau meninggal
2. Infeksi terselubung (tanpa gejala klinis)
Adalah keadaan suatu penyakit yang tidak menampakan secara
jelas dan nyata dalam bentuk gejala klinis yang jelas sehingga
tidak dapat di diagnosa tanpa cara tertentu seperti tes tuberkolin,
kultur tenggorokan, pemeriksaan antibody dalam tubuh dan lain-
lain.
Gambar Penyebaran Karakteristik Manistestasi Klinik, Dari 3
jenis penyakit menular
1) Lebih banyak dengan tanpa gejala klinik (terselubung) contoh:
tubekulosis, poliomyelitis, hepatitis A
2) Lebih banyak dengan gejala klinik jelas contoh: measles,
chiceplax
3) Penyakit yang umumnya berakhir dengan kematian contoh:
rabies
D. Pencegahan
Secara umum, pencegahan penyakit menular dapat dilakukan melalui
langkah-langkah:
a. Eliminasi Reservoir (Sumber Penyakit)
Eliminasi reservoir manusia sebagai sumber penyebaran penyakit dapat
dilakukan dengan :
1) Mengisolasi penderita (pasien), yaitu menempatkan pasien di tempat
yang
khusus untuk mengurangi kontak dengan orang lain.
2) Karantina adalah membatasi ruang gerak penderita dan
menempatkannya bersama-sama penderita lain yang sejenis pada
tempat yang khusus didesain
untuk itu. Biasanya dalam waktu yang lama, misalnya karantina untuk
penderita kusta.
3) Memutus Mata Rantai Penularan
Meningkatkan sanitasi lingkungan dan higiene perorangan adalah
merupakan usaha yang penting untuk memutus hubungan atau mata
rantai penularan penyakit menular.
4) Melindungi Orang-Orang (Kelompok) yang Rentan
Bayi dan anak balita adalah merupakan kelompok usia yang rentan
terhadap penyakit menular. Kelompok usia yang rentan ini perlu
lindungan khusus (specific protection) dengan imunisasi baik
imunisasi aktif maupun pasif. Obat-obat profilaksis tertentu juga dapat
mencegah penyakit malaria, meningitis dan disentri baksilus. Pada
anak usia muda, gizi yang kurang akan menyebabkan kerentanan pada
anak tersebut. Oleh sebab itu, meningkatkan gizi anak adalah juga
merupakan usaha pencegahan penyakit infeksi pada anak.
Pengertian pencegahan secara umum adalah mengambil tindakan
terlebih dahulu sebelum kejadian. Dalam mengambil langkah-langkah
untuk pencegahan, haruslah didasarkan pada data / keterangan yang
bersumber dari hasil analisis epidemiologi atau hasil pengamatan. Pada
dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni :
1. Pencegahan primer
Sasaran pencegahan tingkat pertama dapat ditujukan pada factor
peyebab, lingkungan serta factor penjamu.
a. Sasaran yang ditujukan pada factor penyebab yang bertujuan untuk
mengurangi penyebab atau menurunkan pengaruh penyebab serendah
mungkin dengan usaha antara lain : desinfeksi, pasteurisasi, yang bertujun
untuk menghilangkan mikro-organisme penyebab penyakit,
penyemprotan/insektisida dalam rangka menurunkan dan menghilangkan
sumber penularan maupun memutuskan rantai penularan, di samping
karantina dan isolasi yang juga dalam rangka memutuskan rantai
penularan. Selain itu usaha untuk mengurangi/menghilangkan sumber
penularan dapat dilakukan melalui pengobatan penderita serta
pemusnahan sumber yang ada (biasanya pada binatang yang menderita),
serta mengurangi/menghindari perilaku yang dapat meningkatkan resiko
perorangan dan masyarakat.
b. Mengatasi / modifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik
seperti peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan dan perumahan serta
bentuk pemukiman lainnya, perbaikan dan peningkatan lingkungan
biologis seperti pemberantasan serangga dan binatang pengerat, serta
peningkatan lingkungan social seperti kepadatan rumah tangga, ubungan
antar individu dan kehidupan social masyarakat.
c. Meningkatkan daya tahan penjamu yang meliputi perbaikan status gizi,
status kesehatan umum dan kualitas hidup penduduk, pemberian
imunisasi serta berbagai bentuk pencegahan khusus lainnya, peningkatan
status psikologis, persiapan perkawinan serta usaha menghindari pengaruh
factor keturunan, dan peningkatan ketahanan fisik melalui peningkatan
kualitas gizi, serta olah raga kesehatan.
2. Pencegahan sekunder
Sasaran pencegahan ini terutama ditujukan pada mereka yang
menderita atau dianggap mendrita(suspek) atau yang terancam akan
menderita(masa tunas). Adapun tujuan usaha pencegahan tingkat kedua ini
yang meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dapat dicegah
meluasnya penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah, serta untuk
segera mencegah terjadinya akibat samping atau komplikasi.
a. Pencarian penderita secara dini dan aktif mlalui peninkatan usaha
surveillans penyakit tertentu, pemeriksaan berkala serta pmeriksaan
kelompok tertentu ( calon pegawai, ABRI, mahasiswa dan lain sebagainya
), penyaringan ( screenin) untuk pnyakit tertentu secara umum dalam
masyarakat, serta pengobatan dan perawatan yang efektif.
b. Pemberian chemoprophylaxis yang terutama bagi mereka yang
dicurigai berda pada proses prepatogenesis dan pathogenesis penyakit
tertentu.
3. Pencegahan tersier
Sasaran pencegahan tingkat ke tiga adalah penderita penyakit tetentu
dengan tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan
permanen, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mncegah
kematian akibat penaykit tersebut. Berbagi usaha dalam mencegah proses
penyakit lebih lanjut seperti pada penderita diabetes mellitus, penderita
tuberculosis paru yang berat, penderita penyakit measles agar jangan terjadi
komplikasi dan lain sebagainya.
Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah
terjadinya akibat samping dari penyembuhan suatu penyakit tertentu.
Rehabilitasi adalah usaha pengembalian fungsi fisik, psikologis dan social
seoptimal mungkin yng meliputi rehabilitasi fisik atau medis, rehabilitasi
mental/psikologis serta rehbilitasi social.
E. Peran Perawat
Dewasa ini walaupun isolasi penderita beberapa penyakit menular tentu
masih dilakukan demikian pula berbagai usaha membebas hamakan benda
atau alat, akan tetapi dalam usaha penanggulangan penyakit menular pada
umumnya lebih diarahkan pada kemungkinan penyebaran organisme
penyebab dalam masyarakat. Penderita tanpa gejala klinik memegang perana
penting karena mereka merupakan sumber utama penyebaran penyakit
menular tertentu di masyarakat (Noor N, 2006).
Dengan adanya perbedaan manifestasi klinis pada berbagai jenis penyakit
menular maka tidak semua penderita atau kejadian penyakit menular dalam
masyarakat dapat tercatat dengan baik oleh petugas kesehatan (perawat). Pada
umumnya penyakit dengan manifestasi penyakit yang berat yang akan tercatat
sebagai penderita rawat inap di rumah sakit. Sedangkan penderita dengan
gejala klinik ringan atau sedang, mungkin sebagian besar akan pergi ke pusat
pelayanan kesehatan atau kedokter untuk berobat sehingga dapat tercatat pada
lapora kejadian penyakit. Sedangkan penyakit tanpa gejala klinik umumnya
tidak tercatat dan tidak di laporkan. Oleh sebab itu, pada penyakit tertentu
akan terjadi pelaporan peristiwa kejadian infeksi lebih rendah dari
sebenarnya, sedangkan untuk penyakit yang manifestasi klinik berat, akan
menghasilkan angka kematian (CFR) lebih tinggi dari yang sebenarnya.
Dengan demikian, maka analisis penyakit menular dalam masyarakat harus
ditetapkan pula kriteria diagnosa yang digunakan (Noor N, 2006).
Sebagai seorang perawat komunitas dalam hal ini, peran dan tugas
sebagai perawat komunitas tetap kita laksanakan yakni:
1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan oleh
perawat dengan mempertahan keadaan kebutuhan dasar manusiayang
dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnose
keperawatan agar bias direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat
sesuai dengan tingkat kebutuhan manusia, kemudian dapat dievaluasi
tingkat perkembangannya. Asuhan keperawatan yang diberikan dari hal
yang sederhana sampai kompleks.
2. Peran sebagi advokad
Peran ini dilakukan perawat dalam meembantu klien, keluarga
dalam mnginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau
informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindkan
keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan
mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas
pelayanan yang sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya,
hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk
menerima ganti rugi akibat kelalaian.
3. Peran sebagai educator
Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang
diberikan , sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setalah dilakukan
pendidikan kesehatan.
4. Peran sebagai coordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorgaisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi
pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien
5. Peran sebagai kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari: dokter, fisioterrfis dan lainnya dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi
atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
6. Peran sebagai kosultan
Sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas
permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan peayanan keperawatan
yang diberikan.
A. Pengkajian
1. Pengkajian Inti
a) Nama Kepala Keluarga
b) Usia : semua rentang usia memiliki resiko untuk terkena
penyakit TB paru
c) Jenis kelamin : baik laki – laki maupun perempuan dapat terkena penyakit
TB paru
d) Suku bangsa : semua suku bangsa bisa terkena TB paru
e) Keluhan yang dirasakan masyarakat : adanya salah satu warga atau
beberapa orang warga yang memiliki tanda-tanda TB Paru seperti batuk
yang lama, demam tinggi, BB menurun,dll.
f) Pengkajian Fisik meliputi tanda-tanda vital, pemeriksaan dahak,
pemeriksaan darah, status nutrisi.
g) Angka kematian penderita TB Paru didesa tersebut
2. Pengkajian Instrumen
a. Lingkungan fisik
Pemukiman : daerah pada penduduk.
Sanitasi :
- penyediaan air bersih
- peneyediaan air minum
- pembuangan sampah
sumber polusi
b. Pelayanan kesehatan dan social
Pelayanan kesehatan :
- Lokasi sarana kesehatan : bisa dijangkau oleh masyarakat
- Sumber daya yang dimiliki : adanya kader atau tenaga
kesehatan yang terlatih
- Jumlah kunjungan : presentase jumlah penderita TB Paru
yang berkunjung ke pelayanan kesehatan
- Sistem rujukan : memiliki system rujukan ke pelayanan
kesehatan yang lebih tinggi
Fasilitas social ( pasar, took, swalayan )
- Lokasi : dalam komunitas apakah bisa dijangkau oleh
masyarakat
- Kepemilikan : fasilitas dimiliki oleh pribadi/individu atau
pemerintah
Kecukupan : dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
c. Ekonomi
Jenis pekerjaan : pekerjaan masyarakat setempat, biasanya petani
dan tukang, buruh
Jumlah penghasilan rata-rata per bulan :
Jumlah pengeluaran rata-rata per bulan : >Rp. 200.000,00
d. Pendidikan
Tingkat pendidikan komunitas : rata-rata lulusan SMA
Fasilitas pendidikan yang tersedia : formal atau non formal
Jenis bahasa yang digunakan : bahasa Indonesia dan bahasa daerah
setempat
e. Kebijakan dan Pemerintahan
Penyediaan tempat rehabilitasi TB Paru
Pelatihan PMO (Pengawas Minum Obat
B. Analisa Data
C. DIAGNOSA PERAWATAN
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya faktor resiko :
Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis
Kerusakan membran alveolar kapiler
Sekret yang kental
Edema bronchial
b. Resiko infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan :
Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap
Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar
Malnutrisi
Terkontaminasi oleh lingkungan
Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman
c. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang kondisi, pengobatan,
pencegahan, berhubungan dengan :
Tidak ada yang menerangkan
Interpretasi yang salah, tidak akurat
Informasi yang didapat tidak lengkap
Terbatasnya pengetahuan / kognitif
d. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan:
Kelelahan
Batuk yang sering, adanya produksi sputum
Dyspnoe
Anoreksia
Penurunan kemampuan finansial (keluarga).
a. INTERVENSI
1. Kaji dyspnoe, takipnoe, bunyi pernafasan abnormal. Meningkatnya
respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan fatique.
TB paru dapat menyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-paru yang
berasal dari bronchopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis,
pleural efusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi
distress.
Intervensi
1. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi
melalui bronkhus pada jaringan sekitarnya atau melalui aliran darah atau
sistem limfe dan potensial infeksi melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman
atau menyanyi.
Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima terhadap terapi
yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
2. Mengidentifikasi orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi
seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk
mendapatkan terapi pencegahan.
3. Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk
Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
4. Gunakan masker setap melakukan tindakan
Untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi
5. Monitor temperatur
Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
6. Ditekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani
Periode menular dapat terjadi hanya 2 – 3 hari setelah permulaan
kemoterapi tetapi dalam keadaan sudah terjadi kavitas atau penyakit sudah
berlanjut sampai tiga bulan.
Kolaborasi
7. Pemberian terapi untuk anak
a. INH, Etambutol, Rifampisin
INH adalah obat pilihan bagi penyakit TB primer dikombinasikan dengan
obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama
9 bulan dan etambutol untuk 2 bulan pertama.
b. Pyrazinamid ( PZA ) / aldinamide, Paraamino Salicyl ( PAS ),
Sycloserine, Streptomysin
Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
c. Monitor sputum BTA
Klien dengan 3 kali pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan sampai
batas waktu yang ditentukan.
Intervensi
Kaji dan komunikasikan status nutrisi klien dan keluarga seperti yang dianjurkan :
1. Catat turgor kulit
2. Timbang berat badan
3. Integritas mukosa mulut, kemampuan dan ketidakmampuan menelan, adanya
bising usus, riwayat nausea, vomiting atau diare.
Digunakan untuk mendefinisikan tingkat masalah dan intervensi
4. Mengkaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai
Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien.
5. Memonitor intake dan output secara periodik.
Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
6. Catat adanya anoreksia, nausea, vomiting, dan tetapkan jika ada hubungannya
dengan medikasi. Monitor volume, frekwensi, konsistensi BAB.
Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.
7. Anjurkan bedrest
Membantu menghemat energi khususnya terjadinya metabolik saat demam.
8. Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi
Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan
untuk pengobatan yang dapat merangsang vomiting.
Daftar Pustaka
Bustman N. (2006) Pengantar epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta