Anda di halaman 1dari 7

Definisi Anemia

Anemia adalah kelompok penyakit yang ditandai dengan penurunan hemoglobin (Hb)
atau sel darah merah (sel darah merah), sehingga kapasitas pembawa oksigen menurun darah.
Organisasi Kesehatan Dunia mendefinisikan anemia sebagai Hb kurang dari 13 g / dL (<130 g
/ L; <8,07 mmol / L) pada laki-laki atau kurang dari 12 g / dL (<120 g / L; <7,45 mmol / L) di
perempuan (Dipiro 9th, 2015).

Data Lab Terkait Anemia


Untuk dapat mendiagnosis anemia, dapat dilakukan beberapa pendekatan menurut
Sudoyo, et al (2010), berikut adalah pemeriksaan dan pendekatan untuk diagnosis anemia:
Pemeriksaan laboratorium merupakan penunjang diagnostic pokok dalam diagnosis anemia.
Pemeriksaan ini terdiri dari:
a) Pemeriksaan penyaring (screening test)
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin,
indeks eritrosit, dan apusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta
jenis morfologik anemia tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis
lebih lanjut.
b) Pemeriksaan darah seri anemia
Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit
dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer
yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.
c) Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan ini memberi informasi yang sangat berharga mengenai keadaan sistem
hematopoiesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitive pada beberapa
jenis anemia.
d) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada:
 Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC (total iron binding capacity), saturasi
ferin, protoporfirin eritrosit, ferritin serum, reseptor transferrin dan pengecatan besi
pada sumsum tulang (Perl’s stain)
 Anemia megaloblastik: folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin,
dan tes Schiling.
 Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin, dan
lain-lain.
 Anemia aplastik: biopsy sumsum tulang.
Juga diperlukan pemeriksaan non-hemolitik tertentu seperti misalnya pemeriksaan
faal hati, faal ginjal, atau faal tiroid.
Gambar . General algorithm for diagnosis of anemias. (↓, decreased; MCV, mean corpuscular
volume; TIBC, total iron-binding capacity; WBC, white blood cells) (Dipiro 9th edition, 2015).

Definisi asidosis metabolik


Asidosis metabolik adalah penurunan konsentrasi serum bikarbonat (HCO3) sering dikaitkan
dengan penurunan pH darah, sering bersamaan dengan penyakit ginjal kronis yang progresif
(CKD) (Ortega et al, 2012).

Data Lab Terkait Asidosis Metabolik


Darah arteri Campuran darah vena
pH 7.40 (7,35-7,45) 7.38 (7,33-7,43)
PO2 80-100 mm Hg 35-40 mm Hg
Sao2 95% (0.95) 70% -75% (0,70-0,75)
PCO2 35-45 mm Hg 45-51 mm Hg
HCO3 22-26 mmol / L 24-28 mmol / L
Gambar . Analisis Gas Darah (Dipiro 9th edition, 2015).

Uremia Syndrome
Uremia adalah sindrom klinis yang berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan,
elektrolit, hormon dan kelainan metabolik, yang berkembang secara paralel dengan penurunan
fungsi ginjal. Penyakit ginjal kronis (chronic kidney disease) lebih sering berkembang menjadi
uremia terutama stadium lanjut CKD, tetapi juga dapat terjadi dengan gagal ginjal akut (AKI)
jika hilangnya fungsi ginjal dengan cepat. Belum ada uremik toksik tunggal yang telah di
identifikasi menyumbang semua manifestasi klinis uremia. Racun, seperti hormon paratiroid
(PTH), beta2 mikroglobulin, poliamina, produk glikosilasi akhir mutakhir, dan molekul
menengah lainnya, diperkirakan berkontribusi terhadap sindrom klinis (Alper, 2015). Disebut
Uremia bila kadar ureum didalam darah di atas 50 mg/dl. Uremia adalah sindrom
penyimpangan biokimia yang ditandai oleh azotemia, asidosis, hiperkalemia, pengendalian
volume cairan yang buruk, hipokalsemia, anemia dan hipertensi. Uremia adalah sindrom klinis
dengan penurunan LFG < 10-15 ml/menit (L, Tao & K, Kendall, 2014).

Etiologi urine syndrome


Pada penyakit ginjal kronis terjadi kerusakan regional glomerulus dan penurunan LFG
terhadap pengaturan cairan tubuh, keseimbangan asam basa, keseimbangan elektrolit, sistem
hematopoesis dan hemodinamik, fungsi ekskresi dan fungsi metabolik endokrin. Sehingga
menyebabkan munculnya beberapa gejala klinis secara bersamaan, yang disebut sebagai
sindrom uremia (Suwitra, 2006). Penyebab dari uremia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
prerenal, renal, dan post renal. Uremia prerenal disebabkan oleh gagalnya mekanisme sebelum
filtrasi glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi penurunan aliran darah ke ginjal (syok,
dehidrasi, dan kehilangan darah) dan peningkatan katabolisme protein. Uremia renal terjadi
akibat gagal ginjal (gagal ginjal kronis/chronic renal failure atau juga pada kejadian gagal
ginjal akut/acute renal failure apabila fungsi ginjal menurun dengan cepat) yang dapat
menyebabkan gangguan ekskresi urea sehingga urea akan tertahan di dalam darah, hal ini akan
menyebabkan intoksikasi oleh urea dalam konsentrasi tinggi yang disebut dengan uremia.
Sedangkan uremia postrenal terjadi oleh obstruksi saluran urinari di bawah ureter (vesica
urinaria atau urethra) yang dapat menghambat ekskresi urin. Obstruksi tersebut dapat berupa
batu/kristaluria, tumor, serta peradangan

Gejala Klinis
Saraf dan Otot Endokrin dan metabolik Lainnya
Kelelahan Amenore dan disfungsi Serositis (termasuk
seksual pericarditis)
Neuropati perifer Penurunan suhu tubuh Gatal
Penurunan ketajaman Perubahan level asam amino Cegukan
penglihatan
Kejang Penyakit tulang karena Stres oksidan
retensi fosfat,
hyperparathyroidism, dan
kekurangan vitamin D
Anoreksia dan mual Resisten insulin Anemia karena kekurangan
eritropoetin dan usia sel
darah merah yang singkat
Penurunan indera penciuman Peningkatan katabolisme Disfungsi granulosit dan
dan perasa protein otot limfosit, platelet

Sistem Neurologis
1. Ensefalopati
Uremia menggambarkan tahap akhir dari gagal ginjal yang progresif dan kegagalan multi
organ. Ini adalah hasil dari akumulasi metabolisme dari protein dan asam amino dan kegagalan
dari katabolisme ginjal, metabolisme, dan proses endokrinologi. Belum ada metabolit yang
telah di identifikasi sebagai satu-satunya penyebab uremia. Uremik ensefalopati (UE) adalah
salah satu manifestasi gagal ginjal. Gejala uremik ensefalopati termasuk kelelahan, malaise,
sakit kepala, kaki gelisah, polineuritis, perubahan status mental, kejang otot, pingsan, koma.
Penyebab pasti UE belum diketahui. Akumulasi metabolit dari protein dan asam amino
mempengaruhi seluruh neuraxis. Beberapa akumulasi zat organik, termasuk urea, senyawa
guanidin, asam urat, asam hipurat, berbagai asam amino, polipeptida, poliamina, fenol, asetoin,
asam glukuronat, karnitin, mioinositol, sulfat, dan fosfat. Senyawa guanidino endogen telah
diidentifikasi menjadi neurotoksik. UE melibatkan banyak hormon. Hormon tersebut termasuk
hormon paratiroid (PTH), insulin, hormon pertumbuhan, glukagon, tirotropin, prolaktin dan
gastrin. UE menggambarkan memburuknya fungsi ginjal. Jika tidak diobati, UE berkembang
menjadi koma dan kematian (Meyer et al, 2007).

2. Neuropati
Uremik neuropati adalah sensorimotor polineuropati distal yang disebabkan oleh toksin
uremik. Tingkat keparahan neuropati berkolerasi kuat dengan tingkat keparahan dari
insufisiensi ginjal. Mekanisme dari uremik neuropati masih belum jelas. Menurut Bolton dan
Young, kejadian klinis uremik neuropati bervariasi 10-83% pada pasien dengan gagal ginjal
(Pan, 2013).

3. Miopati
Uremik miopati adalah perubahan umum pada pasien penyakit ginjal stadium akhir,
terutama yang menjalani dialisis. Manifestasi klinis seperti kelemahan otot, pengecilan otot,
keterbatasan olahraga, dan mudah lelah (Josep, 2002). Uremik miopati adalah perubahan klinis
yang umum, dengan prevalensi keseluruhan sekitar 50% pada pasien dialisis. Uremik miopati
lebih sering pada pasien wanita yang lebih tua dari 60 tahun. Uremik miopati biasanya muncul
dengan LFG di bawah 25 ml/menit dan jarang dengan LFG yang lebih tinggi (Josep, 2002).
Pada penyakit sistemik tertentu, khususnya diabetes dan hipertensi, telah dikaitkan dengan
uremik miopati. Diabetes dan hipertensi mungkin berinteraksi melalui berbagai mekanisme
dengan faktor patogenetik dari uremik miopati, terutama jaringan kapiler yang buruk (Josep,
2002).

Sistem Gastrointestinal
Dapat terjadi perdarahan gastrointestinal. mual dan muntah dapat terjadi pada pasien
dengan uremia berat. Anoreksia, adanya rasa kecap logam pada mulut, napas berbau amonia,
peradangan dan ulserasi pada mulut, lidah kering dan berselaput (Alper, 2015). Perdarahan
gastrointestinal terjadi karena efek uremia pada mukosa gastrointestinal. Uremia
mempengaruhi adhesi platelet sehingga terjadi perdarahan gastrointestinal berkepanjangan
(Shirazian, 2011).

Sistem Hematologi
Dapat terjadi sindrom hemolitik uremia yaitu sindrom klinis yang ditandai dengan
gagal ginjal progresif yang terkait dengan mikroangioapati, anemia hemolitik dan
trombositopenia. Pada sindrom hemolitik uremia terjadi kerusakan sel endotel (Parmar, 2015).
Kelainan hematologi juga dapat terjadi pada sindrom uremik seperti anemia normositik dan
normokromik. Penyebab utama anemia adalah berkurangnya pembentukan sel darah merah
akibat defisiensi pembentukan eritropoietin oleh ginjal dan masa hidup sel darah merah pada
pasien gagal ginjal hanya sekitar separuh dari masa hidup sel darah merah normal (Meyer et
al, 2007).
Sistem Dermatologi
Penimbunan pigmen urin terutama urokrom bersama anemia pada insufisiensi ginjal lanjut
akan menyebabkan kulit pasien putih seakan-akan berlilin dan kekuning-kuningan. Pada orang
berkulit coklat, kulit akan bewarna coklat kekuning-kuningan, sedangkan pada orang berkulit
hitam akan bewarna abu-abu bersemu kuning, terutama didaerah telapak tangan dan kaki.
Selain itu kulit menjadi kering dan bersisik. Jika kadar natrium tinggi akan timbul kristal
uremik di permukaan kulit yang berkeringat (Meyer et al, 2007).

Sistem Kardiovaskular
Kelainan kardiovaskular seperti hipertensi, atherosklerosis, katup stenosis, gagal
jantung kongestif dan angina mempercepat penurunan fungsi ginjal. Kelainan-kelainan ini
menyebabkan gejala klinis uremia jika tidak diobati dengan tepat (Alper, 2015). Pada anak-
anak diagnosis uremia sulit karena gejala klinis yang tidak spesifik. Pasien dengan diabetes
mungkin cenderung hipoglikemi karena fungsi ginjal yang menurun (Alper, 2015).
Apabila LFG menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka
pasien akan menderita sindrom uremik. Sindrom uremik adalah suatu kompleks gejala yang
terjadi akibat atau berkaitan dengan retensi metabolik nitrogen karena gagal ginjal. Sindrom
ini ditandai dengan peningkatan limbah nitrogen didalam darah, perubahan fungsi pengaturan
yang menyebabkan
gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa dalam tubuh yang pada keadaan lanjut
akan menyebabkan gangguan fungsi pada semua sistem organ tubuh (Meyer et al, 2007).
Salah satu gangguan biokimia akibat sindrom uremik yaitu asidosis metabolik berupa
pernafasan kussmaul. Pernafasan Kussmaul adalah pernafasan yang dalam dan berat, yang
timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan ekskresi karbon dioksida. Gangguan pada sistem
perkemihan berhubungan erat dengan metabolisme cairan. Pasien uremia mudah mengalami
perubahan keseimbangan cairan akut. Diare atau muntah dapat menyebabkan dehidrasi yang
cepat, sementara asupan cairan yang berlebihan dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi,
edema, dan gagal jantung kongestif (Meyer et al, 2007).

Komplikasi
1. Anemia
Kapiler peritubular endothelium ginjal menghasilkan hormon eritropoetin yang
diperlukan untuk menstimulasi sumsum tulang dalam mensintesis sel darah merah (sistem
hematopoesis). Keadaan uremia menyebabkan aktivitas pembuatan hormon eritropoetin
tertekan, sehingga menyebabkan gangguan pada sistem hematopoesis yang berakibat pada
penurunan jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin.
Hal ini menyebabkan terjadinya anemia yang memicu terjadinya peningkatan cardiac output,
diikuti dengan peningkatan cerebral blood flow, sebagai kompensasi pemenuhan kebutuhan
oksigen bagi otak (Meyer et al, 2007).
2. Trombositopenia
Kondisi uremia menyebabkan penurunan trombosit yang meningkatkan risiko
perdarahan. Trombosit tidak dapat lagi membentuk bekuan sehingga tidak terjadi agregasi
trombosit. Akibatnya akan timbul perdarahan dari hidung, diare berdarah, atau bisa juga
perdarahan di bawah kulit. Efek samping penggunaan anti hypertensive agents captopril dan
pemberian antikoagulan heparin yang lama melalui reaksi imunologis, juga berperan dalam
terjadinya trombositopenia (Meyer et al, 2007).
3. Gizi Buruk
Uremia menginduksi perubahan fungsi saluran cerna sehingga menghambat asupan
nutrisi dan menghasilkan status gizi buruk yang akhirnya meningkatkan risiko penyakit jantung
dan infeksi (Himmelfarb et al, 2010).
4. Hiperamonemia
Ureum secara tipikal diangkut dari hati ke ginjal tempat ureum tersebut diekskresikan. Ginjal
yang mengalami kegagalan tidak dapat mengekskresikan ureum dan karena itu enzim usus
urease mengubah ureum tambahan menjadi amonia sehingga terjadi hiperamonemia.
5. Resistensi Insulin
Ketika laju filtrasi glomerulus turun dibawah 50 ml per menit per 1,73 m2 terjadi resistensi
insulin. Aktivitas fisik mengurangi kerja insulin, pada pasien uremia resistensi insulin dapat
berkembang sebagian karena kurang aktivitas (Meyer et al, 2007).
Daftar Pustaka
Alper, B.A. 2015. Uremia. http://emedicine.medscape.com. Diakses 24 April 2019.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015, Pharmacotherapy
Handbook, Ninth Edition., McGraw-Hill Education Companies, Inggris.
Himmelfarb, J., & Ikizler, T. 2010. Hemodialysis. Available from
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra0902710 [Accessed 24 April 2019]
Josep, M. 2002. Uremic Myopathy. Available from : http://www.theisn.org/ [Accessed 29
Juni 2015]
L, Tao., & K, Kendall. 2014. Gagal ginjalkronis. Sinopsis Organ System Ginjal. Tangerang :
KARISMA. 155-156.
Meyer, T., & Hostetter, T. 2007. Uremia.
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra071313 [Accessed 24 April 2019]
Ortega LM, Arora S. Metabolic acidosis and progression of chronic kidney disease :
incidence, pathogenesis, and therapeutic therapy. Revista Nefrologia 2012 ; 32(6):724-30.
Pan, Y. 2013. Uremic Neuropathy. Available from: http://emedicine.medscape.com/
[Accessed 24 April 2019]
Parmar, M.S. 2015. Hemolytic Uremic Syndrome. Available from :
http://emedicine.medscape.com/[Accessed 24 April 2019]
Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi
V.Jakarta:Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.2009; 2773-2779.
Suwitra, K. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta : Interna Publishing. 1035-
1036.

Anda mungkin juga menyukai