PENDAHULUAN
1
eklampsia/preeklampsia sebanyak 2 kasus (40%), kemudian perdarahan sebanyak 2 kasus
(40%) dan emboli sebanyak 1 kasus (20%) (Profil Daerah Kabupaten Lombok Barat,
2017).
Preeklampsia adalah kelainan multisistemik spesifik pada kehamilan yang ditandai
oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu. Kondisi
yang terjadi pada kasus preeklampsia perlu ditangani dengan tepat karena preeklampsia
dapat menimbulkan komplikasi yang serius pada ibu dan janin. Komplikasi yang dapat
terjadi pada ibu dan janin meliputi komplikasi maternal dan komplikasi fetal yang dapat
mengancam nyawa. (Setyawati, 2018).
Etiologi terjadinya preeklampsi belum bisa diketahui secara pasti sampai saat ini,
tetapiada beberapa faktor yang mempengaruhiterjadinya preeklampsi
yaituprimigravida/nulliparitas, usia ibu yang ekstrim(<20 th dan >35 th), riwayat keluarga
pernahpreeklampsi/eklampsi, penyakit-penyakit ginjaldan hipertensi yang sudah ada
sebelum hamil,obesitas, diabetes melitus, penyakit trofoblas(70% terjadi pada kasus
molahidatidosa).Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3
merupakanparitas paling aman ditinjau dari kejadianpreeklamsi dan risiko meningkat lagi
padagrande multigravida (Bobak, 2012).
Peran bidan dalam menurunkan AKI antara lain : memberikan pendidikan kesehatan
tentang kehamilan dan persalinan, pengawasan pada kuunjungan ke pelayanan kesehatan
selama masa kehamilan, persalinan dan nifas, di sini peran bidan sangat diperlukan.
Bidan harus mampu memberikan perawatan yang komprehensif, berkesinambungan, teliti
dan penuh kesabaran (Afrilia, 2018).
Berdasarkan laporan kasus komplikasi dan kematian ibu di UPT BLUD Puskesmas
Gerung sampai dengan bulan Desember 2018 ditemukan 15 kasus preeklampsia di
wilayah kerja Puskesmas Gerung. Diantaranya terdapat sebanyak 3 kasus di Gerung
Utara, 1 kasus di Gerung Selatan, 2 kasus di Tempos, 4 kasus di Banyu Urip, 0 kasus di
Giri Tembesi, 3 kasus di Kebon Ayu, dan sebanyak 2 kasus di Taman Ayu.
Berdasarkan data di atas, preeklampsia merupakan salah satu masalah yang cukup
penting mengingat resikonya sangat tinggi dan dapat mengakibatkan kematian ibu.
Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis tertarik untuk membahas kasus yang
dengan judul “Asuhan Kebidanan Patologi pada Ibu Hamil dengan Preeklampsia
Ringan”.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengembangkan pola pikir kita dalam Asuhan kebidanan Patologi pada
Ny ”S” Kehamilan TM III dengan Preeklampsia Berat di Ruang Bersalin UPT BLUD
Puskesmas Gerung menurut manajemen kebidanan SOAP.
2
b. Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian data objektif pada Ny ”A” Kehamilan
TM III dengan Preeklampsia Berat di Ruang Bersalin UPT BLUD Puskesmas
Gerung.
c. Mahasiswa mampu merumuskan Assesment pada Ny ”A” Kehamilan TM III
dengan Preeklampsia Berat di Ruang Bersalin UPT BLUD Puskesmas Gerung.
d. Mahasiswa mampu melakukan Penatalaksanaan pada kasus Ny ”A” Kehamilan
TM III dengan Preeklampsia Berat di Ruang Bersalin UPT BLUD Puskesmas
Gerung.
1.3 Manfaat Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Preeklampsia (PE) adalah gangguan yang terjadi setelah minggu ke-20 kehamilan dan
ditandai dengan hipertensi dan proteinuria (Silasi Michele, 2010)
Preeklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema
atau kedua-duanya yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke 20 atau kadang-
kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili dan
korialis (Mitayani, 2009)
Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah
umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul
sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. (Sujiyatini, 2009)
Preeklamsia dapat dideskripsikan sebagai kondisi yang tidak dapat diprediksi dan
progresif serta berpotensi mengakibatkan disfungsi dan gagal multi organ yang dapat
mengganggu kesehatan ibu dan berdampak negative pada lingkungan janin. (Boyle M,
2007)
Pre-eklampsia Berat ditandai satu atau lebih dari ciri berikut ini
1. Tekanan darah lebih dari 160 mmHg sistolik atau lebih dari sama dengan 110 mmHg
diastolik pada dua kesempatan setidaknya 6 jam terpisah sementara pasien tirah
baring
2. Proteinuria 5 gram atau lebih tinggi dalam spesimen urin 24 jam atau +3 atau lebih
pada dua sampel urin secara acak dikumpulkan setidaknya 4 jam terpisah
3. Oliguria kurang dari 500 mL dalam 24 jam
4. Cerebral atau visual gangguan
5. Edema paru atau sianosis
6. Epigastrium atau kuadran kanan atas-nyeri
7. Gangguan fungsi hati
8. Trombositopenia
9. Pertumbuhan janin pembatasan (David A Miller, 2010)
Preeklampsia Berat ditandai dengan tekanan darah sistol/diastol lebih dari sama
dengan 160/110 mmHg, protein urin lebih dari sama dengan +3, sakit kepala, gangguan
penglihatan, nyeri epigastrium. Oliguri, trombositopenia, dan edema paru (Cunningham,
2010)
Tanda dan gejala preeklampsia berat adalah tekanan diastol > 110 mmHg, terjadi pada
kehamilan > 20 minggu, proteinurin >+3, hiperrefleksia, nyeri kepala, penglihatan kabur,
oliguri, ngeri abdomen atas, dan edema paru (Saifuddin, 2010)
4
Jadi, pre eklamsia berat adalah suatu kondisi yang spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan timbulnya hipertensi ≥ 160/110 mmHg disertai proteinuria > 5 gr/24 jam
atau oedem yang terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
2.2. Etiologi
Tulisan-tulisan yang menggambarkan eklampsia telah ditelusuri sejauh 2200 SM
(Lindheimer dan rekan, 2009). Dan dari semua mekanisme yang telah diusulkan untuk
menjelaskan penyebabnya. Tidak satupun bisa dikatakan menjadi "penyebab".
Munculnya preeklamsia menjadi puncak dari faktor-faktor yang kemungkinan
melibatkan sejumlah faktor ibu, plasenta, dan janin. Di bawah ini merupakan beberapa
hal yang dapat membantu menegakkan preeklampsia meliputi:
1. Implantasi plasenta dengan invasi trofoblas abnormal dari pembuluh rahim
2. Imunologi maladaptif antara jaringan ibu, plasenta, dan janin
3. Maternal maladaptation, perubahan kardiovaskular atau inflamasi dari kehamilan
normal
4. Faktor genetik termasuk gen predisposisi diwariskan serta pengaruh epigenetik
5
Killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-
G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke
dalam desidua. Sedangkan invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua
menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinaya reaksi inflamasi.
C. Iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
1. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas.
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat plasenta
mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas
adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron
yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta
iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap
membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada
manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk
perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah, maka dulu hipertensi
dalam kehamian disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak membrane
sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel, juga akan merusak nucleus,
dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang
bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti oksidan.
2. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan.
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya
peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada
hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan
peroksida lemak yang relative tinggi. Peroksidan lemak sebagai oksidan/radikal
bebas yang sangat toksis ini akan beredar diseluruh tubuh dalam aliran darah dan
akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah
mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung
berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil,
yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
3. Disfungsi sel endotel
6
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan
membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan
rusaknya seluruh struktur sel endotel. Maka akan terjadi:
a. Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin
(PGE2): suatu vasodilatator kuat.
b. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan
endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan (TXA2): suatu vasokonstriktor kuat
Dalam keadaan normal kadar prostasiklin lebih tinggi. Pada preeklampsia
kadar tromboksan lebih tinggi. Sehingga terjadi vasokontriksi.
c. Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus
d. Peningkatan permeabilitas kapiler
e. Peningkatan faktor koagulasi
f. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor.
D. Faktor Nutrisi
John dan rekan kerja (2002) menunjukkan bahwa pada populasi umum diet tinggi
buah-buahan dan sayuran yang memiliki aktivitas antioksidan dikaitkan dengan
penurunan tekanan darah. Zhang dan rekan (2002) melaporkan bahwa kejadian
preeklampsia dua kali lipat pada wanita yang sehari-hari asupan asam askorbatnya
adalah kurang dari 85 mg. Studi ini diikuti oleh uji acak untuk mempelajari suplemen
makanan. Villar dan rekan (2006) menunjukkan bahwa suplementasi kalsium pada
populasi dengan asupan kalsium yang rendah makanan memiliki efek yang kecil
untuk menurunkan angka kematian perinatal, namun tidak berpengaruh pada kejadian
preeklampsia. (Cunningham, 2010)
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan termasuk minyak
hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Karena minyak ikan
mengandung bahan asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit dan mencegah vasokontriksi pembuluh
darah (Sarwono, 2010)
E. Faktor Genetik
7
Preeklamsia adalah suatu gangguan, multifaktorial poligenik. Dalam review
komprehensif mereka, Ward dan Lindheimer (2009) menyebutkan risiko insiden
untuk preeklamsi 20 sampai 40 persen untuk anak perempuan dari ibu preeklampsia,
11 sampai 37 persen untuk saudara perempuan preeklampsia, dan 22 menjadi 47
persen dalam studi kembar (Cunningham, 2010).
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Telah
terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia 26% anak perempuannya
akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami
preeklampsia (Sarwono, 2010).
2.3. Patofisiologi
A. Sistem Kardiovaskuler
Gangguan berat fungsi kardiovaskular yang normal umum terjadi pada preeklamsia
atau eklamsia. Ini terkait dengan:
1. Afterload jantung meningkat yang disebabkan oleh hipertensi
2. Preload jantung, yang secara substansial dipengaruhi oleh hipervolemia pada
kehamilan
3. Aktivasi endotel dengan ekstravasasi cairan intravaskular ke ruang ekstraseluler,
dan yang terpenting, ke dalam paru-paru.
Selama kehamilan normal, terjadipeningkatan masa ventrikel, tetapi tidak ada
bukti yang meyakinkan bahwa terjadi perubahan struktural tambahan yang
disebabkan oleh preeklamsia (Hibbard dan rekan, 2009)
B. Perubahan Hemodinamik
Penyimpangan kardiovaskular yang berhubungan dengan gangguan hipertensi pada
kehamilan bervariasi, tergantung pada sejumlah faktor. Ini diakibatkan oleh
penyimpangan afterload yang meningkat, adanya penyakit kronis yang mendasari,
kehadiran preeklampsia, dan tahap perjalanan klinis lainnya. Ada klaim bahwa pada
beberapa wanita perubahan ini bahkan mungkin mendahului timbulnya hipertensi
(Bosio, 1999; De Paco, 2008; Easterling, 1990; Hibbard, 2009, dan semua rekan-
rekan mereka). Namun demikian, dengan onset klinis preeklampsia, ada penurunan
curah jantung mungkin karena resistensi perifer meningkat. Studi fungsi ventrikel
wanita preeklampsia dari sejumlah penyelidikan memperlihatkan bahwa meskipun
fungsi jantung adalah hiperdinamik pada semua wanita, tekanan bergantung pada
infus cairan intravena. Secara khusus, hidrasi agresif mengakibatkan
hiperdinamikventrikel pada sebagian besar wanita. Ini juga disertai dengan
8
peningkatan tekanan kapiler pulmonal. Dalam beberapa wanita, edema paru dapat
berkembang meskipun fungsi ventrikel normal karena kebocoran endotel-epitel
alveolar yang diperparah oleh tekanan oncotic menurun dari konsentrasi albumin
serum yang rendah (American College of Obstetricians dan Gynecologists, 2002a).
Nilai yang sama dari fungsi jantung dilaporkan sebelumnya oleh Lang dan rekan
kerja (1991) dan baru-baru Tihtonen dan rekan (2006), yang menggunakan
kardiografi impedansi noninvasif. Dengan demikian, fungsi ventrikel hiperdinamik
sebagian besar merupakan hasil dari tekanan wedge rendah dan bukan akibat dari
kontraktilitas miokard augmented yang diukur seperti stroke ventrikel kiri indeks
kerja. Sebagai perbandingan, wanita yang diberikan lebih banyak volume cairan
umumnya telah memiliki tekanan yang melebihi normal, namun fungsi ventrikel
mereka tetap hiperdinamik karena curah jantung meningkat.
C. Volume Darah
Telah diketahui selama hampir 100 tahun, hemokonsentrasi merupakan ciri dari
eklampsia. Zeeman dan rekan (2009) memperluas pengamatan sebelumnya Pritchard
dan rekan kerja (1984). Mereka menemukan bahwa pada wanita eklampsia, yang
biasanya diharapkan hipervolemia, bahkan tidak ada. Volume darah rata-rata pada
wanita hampir 5000 mL selama beberapa minggu terakhir dari kehamilan normal,
dibandingkan dengan sekitar 3500 mL pada saat tidak hamil. Dengan eklampsia,
bagaimanapun, antisipasi atas pertambahan volume darah tersebut, hilang. Seperti
hemokonsentrasi yang merupakan hasil dari vasokonstriksi umum yang mengikuti
aktivasi endotel dan kebocoran plasma ke ruang interstitial karena permeabilitas
meningkat. Pada wanita dengan preeklamsia, dan tergantung pada tingkat
keparahannya, hemokonsentrasi biasanya tidak ditandai. Wanita dengan hipertensi
gestasional, tapi tanpa preeklamsia, biasanya memiliki volume darah normal (Silver
dan rekan, 1998). Untuk wanita dengan hemokonsentrasi parah, didapat bahwa
penurunan akut hematokrit menjadi penyebab preeklampsia. Dalam hal ini,
hemodilusi mengikuti pembentukan endotel dengan kembalinya cairan interstitial ke
dalam ruang intravaskular. Sehingga, penting untuk mengenali bahwa penyebab
substantif ini (preeklampsi) jatuh di hematokrit, biasanya akibat kehilangan darah
saat melahirkan. Hal ini juga mungkin sebagian hasil dari jumlah eritrosit yang
meningkat pada kehamilan.
9
Vasospasme dan kebocoran plasma dapat bertahan hingga waktu setelah
melahirkan. Dengan meningkatnya volume darah, hematokrit biasanya jatuh. Dengan
demikian, wanita dengan eklampsia:
1. Apakah sensitif terhadap terapi cairan yang diberikan dalam upaya untuk
memperluas volume darah dikontrak ke tingkat kehamilan normal.
2. Apakah sensitif terhadap jumlah kehilangan darah saat melahirkan yang dianggap
normal.
D. Darah dan Koagulasi
Kelainan hematologi berkembang pada beberapa wanita dengan preeklamsia. Di
antara mereka yang sering diidentifikasi adalah trombositopenia, yang kadang-
kadang bisa menjadi begitu parah dan mengancam nyawa. Selain itu, beberapa faktor
pembekuan plasma mungkin akan menurun, dan eritrosit dapat menampilkan bentuk
aneh dan menjalani hemolisis yang cepat.
1. Trombositopenia
Trombositopenia dengan eklampsia telah dijelaskan setidaknya sejak tahun
1922 oleh Stancke. Pada umumnya, jumlah trombosit secara rutin diukur pada
wanita dengan bentuk hipertensi gestasional. Frekuensi dan intensitas
trombositopenia bervariasi dan tergantung pada tingkat keparahan dan durasi dari
sindrom preeklampsia serta frekuensi pemeriksaan jumlah trombosit yang
dilakukan (Heilmann dan rekan, 2007; Hupuczi dan rekan kerja, 2007).
Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit <100.000/uL.
Semakin rendah jumlah trombosit, semakin tinggi tingkat morbiditas dan
mortalitas ibu dan janin (Leduc dan rekan kerja, 1992). Dalam kebanyakan kasus,
penanganan rujukan sangat dianjurkan karena trombositopenia biasanya terus
memburuk. Setelah melahirkan, jumlah platelet akan terus menurun untuk hari
pertama atau lebih. Kemudian biasanya meningkat secara progresif untuk
mencapai tingkat yang normal biasanya dalam 3 sampai 5 hari. Dalam beberapa
kasus, misalnya, dengan sindrom HELLP, jumlah trombosit terus turun setelah
melahirkan. Pada beberapa wanita yang jumlah trombosit tidak meningkat hingga
48 sampai 72 jam, sindrom preeklamsia dikaitkan sebagai kemungkinan
microangiopathies trombotik.
2. Hemolisis
10
Preeklamsia berat sering disertai dengan hemolisis, yang semiquantified oleh
peningkatan kadar laktat dehidrogenase serum. Bukti lain berasal dari
schizocytosis, spherocytosis, dan retikulositosis dalam darah perifer. Ini hasil
derangements sebagian dari hemolisis mikroangiopati disebabkan oleh gangguan
endotel dan deposisi fibrin. Fluiditas membran eritrosit meningkat dengan
sindrom HELLP, perubahan ini disebabkan oleh perubahan lipid serum.
Perubahan membran erythrocytic, kelengketan meningkat, dan agregasi juga
dapat memfasilitasi keadaan hiperkoagulasi.
3. Koagulasi
Perubahan konsistensi koagulasi intravaskular, dan kurang seringnya
penghancuran eritrosit, biasanya ditemukan pada preeklamsia dan eklamsia
(Kenny dan rekan, 2009). Beberapa perubahan ini dikarenakan adanya
peningkatan tingkat fibrinopeptides A dan B dan produk degradasi fibrin, dan
penurunan tingkat protein peraturan-antithrombin III dan protein C dan S.
E. Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
meningkat. Dengan adanya preeklamsia, terdapat beberapa perubahan anatomi dan
patofisiologi reversibel, yang mengakibatkan perfusi ginjal dan filtrasi glomerular
berkurang. Filtrasi glomerulus yang berkurang mungkin akibat dari volume plasma
yang berkurang. Sebagian besar penurunan ini mungkin dari resistensi arteriolar
meningkat ginjal aferen yang mungkin meningkat hingga lima kali lipat (Conrad dan
rekan kerja, 2009). Ada juga perubahan morfologi ditandai dengan endotheliosis
glomerular, memblokir penghalang filtrasi. Kemampuan filtrasi yang berkurang ini
menyebabkan nilai kreatinin serum naik, yaitu, 1 mg/mL, tapi kadang-kadang bahkan
lebih tinggi (Lindheimer dan rekan, 2008a). Pada wanita preeklampsia, konsentrasi
natrium urin tinggi. Osmolaritas urin, rasio kreatinin plasma, dan pecahan ekskresi
natrium juga menunjukkan bahwa melibatkan mekanisme prerenal.
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut
1. Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi oliguri
bahkan anuri
2. Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan permeabilitas membran basalis
sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.
Proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai
preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin lebih dulu lahir.
11
3. Terjadi glomerular capillary endotheliosis akibat sle endotel glomerular
membengkak disertai deposit fibril
4. Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua
korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi nekrosis korteks ginjal yang
bersifat ireversibel
5. Dapat terjadi kerusakan instrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh
darah. Dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar terjadi vasodilatasi
pembuluh darah ginjal.
F. Protein Urin
Setidaknya beberapa derajat proteinuria akan menetapkan diagnosis preeklampsia-
eklampsia. Proteinuria muncul terlambat, dan beberapa wanita dapat eklampsia atau
memiliki kejang-sebelum muncul hasilnya. Misalnya, Sibai (2004) melaporkan
bahwa 10 sampai 15 persen dari wanita dengan sindrom HELLP tidak memiliki
proteinuria pada awal kedatangannya. Zwart dan rekan (2008) melaporkan bahwa 17
persen wanita eklampsia tidak memiliki proteinuria pada saat kejang. Masalah lain
adalah bahwa metode optimal membangun baik tingkat abnormal protein urin atau
albumin masih harus didefinisikan. Chen dan rekan kerja (2008) telah menunjukkan
bahwa cleancatch dan catheterized spesimen urin berkorelasi dengan baik. Tapi
dipstick penentuan kualitatif tergantung pada konsentrasi kemihdan terkenal karena
hasil positif palsu dan negatif. Untuk spesimen 24 jam kuantitatif, standar
"konsensus" nilai ambang yang digunakan adalah>300mg/24 jam-atau ekuivalen
diekstrapolasi dalam koleksi pendek. Yang penting, hal ini belum terbantahkan.
Penentuan protein urin: atau albumin: kreatinin rasio dapat menggantikan
kuantifikasi 24 jam rumit (Kyle dan rekan, 2008). Dalam review sistematis baru-baru
ini, Papanna dan rekan (2008) menyimpulkan bahwa protein urin acak: rasio
kreatinin yang berada di bawah 130-150 mg/g-0.13 sampai 0,15 menunjukkan bahwa
kemungkinan proteinuria melebihi 300 mg/hari. Ada beberapa metode yang
digunakan untuk mengukur proteinuria, dan tidak ada mendeteksi semua berbagai
protein biasanya diekskresikan. Sebuah metode yang lebih akurat melibatkan
pengukuran ekskresi albumin. Filtrasi Albumin melebihi globulin, dan dengan
penyakit glomerular seperti preeclampsia, protein yang banyak dalam urin adalah
albumin. Sehingga memungkinkan pengukuran lebih cepat pada tes albumin dan
kreatinin rasio dalam pengaturan rawat jalan (Kyle dan rekan kerja, 2008).
2.4. Diagnosa
12
Diagnosa preeklamsia berat dapat ditegakkan jika menemukan satu atau lebih tanda dan
gejala sebagai berikut:
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.
Tekanan darah tidak akan menurun meskipun ibu sudah dirawat di RS dan sudah
menjalani tirah baring.
2. Proteinuria > 5 g / 24 jam atau +3 dalam pemeriksaan kualitatif.
3. Oliguria, yaitu produksi urin < 500 cc / 24 jam.
4. Kenaikan kadar kreatinin plasma.
5. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur.
6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya
kapsula Glisson).
7. Edema paru-paru dan sianosis.
8. Hemolisis mikroangiopatik.
9. Trombositopenia < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.
10. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan
aspirate aminotransferase.
11. Pertumbuhan janin intra uterin terhambat.
12. Sindrom HELLP.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk penegakan diagnosa adalah:
1. Darah rutin (Eritrosit, leukosit, trombosis, Hb, Ht, LED)
2. Fungsi hati (SGOT/SGPT, bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase
3. Fungsi Ginjal (Ureum dan kreatinin)
4. Rontgen atau CT scan otak untuk mengetahui sudah terdapat edema atau tidak
2.5. Komplikasi
Preeklampsia adalah penyakit kompleks yang dapat menyebabkan komplikasi pada
sistem organ multiple.
1. Central komplikasi sistem saraf termasuk eklampsia (umum tonik klonik kejang),
yang terjadi sekitar 2% dari kasus preeklampsia di Amerika Serikat.
Meskipun kebanyakan kasus eklampsia terjadi sebagai perkembangan dari
preeklampsia, hal ini bisa terjaditanpa bukti hipertensi atau proteinuria. Sampai
sepertiga kasus eklampsia terjadi pada saat postpartum, bahkan berhari-hari sampai
berminggu-minggu setelah delivery.
13
2. Gagal ginjal akut, gagal hati,edema paru, dan sindrom HELLP adalah komplikasi
tambahan. HELLP sindrom ini ditandai dengan hemolisis, peningkatan enzim hati,
dan trombosit yang rendah.
Hal ini dianggap sebagai varian parah preeklampsia, dan berhubungan dengan risiko
yang lebih tinggi dari ibu dan hasil yang merugikan neonatal dibandingkan
preeklampsia saja.
Baru-baru ini telah terkumpul literatur tentang konsekuensi jangka panjang dari
preeklampsia termasuk peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal,
dan stroke. Sekitar 20% dari wanita dengan PE mengembangkan hipertensi atau
mikroalbuminuria dalam waktu 7 tahun, dibandingkan dengan hanya 2% dari wanita
dengan tekanan darah normal.
Jangka panjang risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular dua kali lipat
terjadi pada wanita dengan preeclampsia dan hipertensi gestasional dibandingkan
dengan usia
3. Preeklampsia berulang
4. Komplikasi janin sekunder untuk preeklampsia termasuk pembatasan pertumbuhan
intrauterin, prematuritas, plasenta abruption, dan peningkatan risiko kematian
perinatal. Preeklampsia adalah penyebab utama kelahiran prematur iatrogenik dan
memberikan kontribusi signifikan terhadap biaya kesehatan meningkatberhubungan
dengan prematuritas. (Silasi Michelle, 2010)
2.6. Penatalaksanaan
A. Terhadap Kehamilan
Berdasarkan William Obstetrics, Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan
gejala – gejala preeklampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap
kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif (Aggressive management) yang berarti kehamilan segera diakhiri atau
diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
14
Adanya tanda dan gejala Impending Eclampsia
Kegagalan terapi pada perawatan konservatif yaitu keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
Diduga terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan.s
b. Janin
Adanya tanda – tanda fetal distress
Adanya tanda – tanda Intra Uterine Growth retriction (IUGR)
NST non reaktif dengan profil biofisik abnormal
Terjadinya oligohidramnion
c. Laboratorik
Adanya tanda – tanda HELLP’s Syndrome khususnya penurunan trombosit
yang cepat
Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasarkan
keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.
2. Konservatif (expectative management) yang berarti kehamilan tetap
dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Indikasi perawatan konservatif adalah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa
disertai Impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Pengobatan yang diberikan sama dengan medikamentosa pada pengelolaan aktif.
Selama perawatan konservatif, sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi
dan evaluasi, sama seperti pengelolaan aktif namun kehamilan tidak diterminasi.
Magnesium Sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda – tanda preeclampsia
ringan (PER), selambat – lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam
tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan
medikamentosa dan kehamilan harus di terminasi. Klien dapat dipulangkan bila
penderita kembali ke gejala – gejala PER.
a. Penyulit Ibu
System saraf pusat
Perdarahan intracranial, thrombosis vena, hipertensi ensefalopati, edema
selebri, edema retina, macular atau retina detachment dan kebutaan
korteks.
Gastrointestinal-hepatik : subskapular hematoma hepar, rupture kapsula
hepar.
15
Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut.
Hematologic: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi.
Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik, depresi
atau arrest pernafasan, kardiak arrest, iskemia miokardium.
Lain – lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendali.
b. Penyulit Janin
Intrauterine fetal growth retriction (IUGR), solusio plasenta, prematuritas,
sindroma distress napas, intra uterine fetal death (IUFD), kematian neonatal
akibat perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis, sepsis, cerebral
palsy, dll.
2.8. Pencegahan
A. Non medikal
1. Melakukan tirah baring
2. Konsumsi suplemen yang mengandung minyak ikan yang kaya dengan asm lemak
tidak jenuh, antioksidan seperti vitamin C, Vit.E, beta-karoten, N-asetilsistein,
asam lipoik. Dan elemen logam berat :zink, magnesium, kalsium.
3. Medikal
a. Pemberian kalsium : 1500-2000 mg /hari dapat dipake sebagai suplemen pada
risiko tinggi terjadinya preeklapsi. Lalu diberikan Zinc 200 mg/hari,
magnesium 365 mg/hari.
b. Obat antitrombotik mencegah preeklampsi: aspirin dosisi rendah rata-rata
dibawah 100 mg/hari
c. Diberikan antioksidan, misalnya vitamin C,dll.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI PADA IBU HAMIL TM III
DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT
DI RUANG BERSALIN UPT BLUD PUSKESMAS GERUNG
16
Tanggal pengkajian : 24 Maret 2019
Pukul : 23.00 wita
Tempat pengkajian : Ruang Bersalin Puskesmas Gerung
No rekam medik : 340829
A. Identitas
Nama pasien : Ny “A” Nama suami : Tn “ H”
Umur : 19 tahun Umur : 25 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/bangsa : Sasak/Indonesia Suku /bangsa : Sasak/Indonesia
Pendidikan : SD Pendidikan : SMU
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : BTN Reyan Alamat : BTN Reyan
E. Status perkawinan
Berapa kali menikah : 1 kali
Umur pertama kali menikah
Suami : 24 tahun Istri : 18 tahun
Lama : ±1 tahun
17
ini
J. Riwayat biologis
a. Pola Nutrisi (Sebelum dan selama hamil) :
Makanan Sebelum Hamil Saat Hamil/MRS
Komposisi Nasi, sayur, lauk pauk Nasi, sayur, lauk pauk
Frekuensi 3-4 kali 3-4 kali
Makanan Pantangan Tidak ada Tidak ada
Masalah Tidak ada Tidak ada
Minum
Jenis Air putih Air putih
Frekuensi 8-10 gelas 8-10 gelas
Masalah Tidak ada Tidak ada
18
Masalah Tidak ada Tidak ada
c. Pola istirahat (Sebelum dan selama hamil) :
Istirahat Sebelum Hamil Saat Hamil/MRS
Siang 2 jam 1-2 jam
Malam 8 jam 7-8 jam
Masalah Tidak ada Tidak ada
d. Personal hygiene :
Personal Hygiene Sebelum Hamil Saat Hamil/MRS
Mandi 2 kali sehari 2 kali sehari
Gosok gigi 2 kali sehari 2 kali sehari
Ganti Pakaian 2 kali sehari 2 kali sehari
Ganti Pakaian Dalam 2 kali sehari 2 kali sehari
A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum : baik
2. Komunikasi nonverbal : lancar
3. Kesadaran : composmentis
4. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 160/120 mmHg (berbaring)
Nadi : 84 kali/menit (teratur)
Pernafasan : 20 kali / permenit
Suhu : 36,50C (aksila)
Berat badan saat ini : 55 Kg
Berat badan sebelum hamil : 47 Kg
Tinggi badan : 150 cm
LILA : 24 cm
HPL : 28-04-2019
19
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Inspeksi : rambut hitam, tidak ada ketombe,
Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan
2. Wajah
Inspeksi : wajah tidak pucat, muka oedema, tidak ada cloasma gravidarum
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3. Mata
Inspeksi : simetris, konjungtiva merah muda, sklera berwarna putih
4. Telinga
Inspeksi : simetris, tidak ada pengeluaran serumen
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
5. Hidung
Inspeksi : simetris, tidak ada polip
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
7. Leher
Inspeksi : tidak ada pembengkakan, tidak ada bekas luka
Palpasi : tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, tidak ada pembengkakan
kelenjar limfe, tidak ada bendungan vena jugularis
8. Payudara
Inspeksi : simetris, puting susu menonjol, hiperpigmentasi pada aerola
Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan
9. Abdomen
Inspeksi : tidak ada bekas luka operasi
Palpasi
Leopold I : TFU 26 cm, teraba bulat tidak melenting dibagian fundus
Leopold II : Teraba panjang, keras seperti papan (punggung janin) di sebelah perut
bagian kanan ibu dan teraba bagian kecil janain sebelah kiri perut ibu
Leopold III : Teraba bagian bulat, keras, melenting (kepala janin) dan tidak dapat
digerakkan di bagian bawah, sudah masuk PAP.
Leopold IV : kepala sudah masuk PAP 4/5 bagian
TBJ : 2.325gr
Auskultasi : DJJ (+) 142 kali/menit
10. Ekstremitas atas : simetris, tidak ada edema, kuku jari tidak pucat
11. Ekstremitas bawah : simetris, edema pada punggung kaki, refleks patella +/
+
C. Pemeriksaan penunjang (tanggal : 24-03-2019)
Laboraturium : PU : +3
20
ANALISA (A) :
Diagnosa Kebidanan
Ibu :
Ny “A” 19 tahun G1P0A0H0 usia kehamilan 35 minggu k/u ibu baik dengan Preeklampsia
Berat
Janin :
T/H/IU presentasi kepala, k/u janin baik dengan DJJ: 142 kali/menit
PENATALAKSANAAN (P) :
Tanggal :
Waktu :
1. Jelaskan kepada ibu hasil pemeriksaan yaitu TD: 160/120 mmHg, N: 84x/menit, RR:
20x/menit, S: 36,55̊C.
Ibu sudah tau keadaannya sekarang.
2. Melakukan konsul dokter jaga
Advice:
a. Pasang infus RL 28 tpm
b. Bolus MgSO4 4gram
c. Drip MgSO4 6 gram
d. Rujuk ke RS
Sudah dilakukan informed consent.
3. Melakukan informed consent. Bahwa akan dipasang infus dan dimasukkan obat
melalui intravena.
Ibu dan keluarga setuju dengan tindakan yang akan dilakukan.
4. Melakukan pemasangan infus RL 28 tpm di tangan kanan ibu
Sudah dilakukan.
5. Memasukkan obat MgSO4 40% 4 gram dibolus
Sudah dilakukan.
6. Sambil menunggu rujukan, drip MgSO4 40% 6 gram
Sudah dilakukan.
7. Rujuk ibu ke RS pukul 23.45 wita
Ibu sudah dirujuk.
21
BAB IV
PEMBAHASAN
1.1. PENGKAJIAN
Pengkajian pada kasus preeklampsia berat harus diidentifikasi berdasarkan faktor
pencetus atau predisposisinya, seperti usia, usia kehamilan, jumlah kehamilan, riwayat
kesehatan, dan status sosial ekonominya serta hasil pemeriksaan fisik dan penunjangnya
berupa hasil tes urin dan darah lengkap klien.
Pada kasus ini, setelah dilakukan pengkajian subjektif terhadap klien, didapat yang
menjadi faktor pencetus klien adalah riwayat penyakit hipertensi dalam kehamilan di
kehamilan pertamanya dan keluarga yaitu ibu dan kakaknya sendiri memiliki penyakit
22
tersebut. Ibu mengaku pada kehamilan pertamanya juga ditemukan tekanan darahnya
naik pada saat menjelang persalinan. Sedangkan pada pengkajian data objektifnya
ditemukan, walau ibu tidak mengalami pusing atau nyeri kepala hebat, nyeri ulu hati dan
pandangan kabur. Didapat hasil pemeriksaan fisik berupa tekanan darah yang tinggi dan
pada ektremitas bawah didapat oedema yang menurut ibu oedem di kedua tungkainya
tidak hilang ketika diistirahatkan dan telah menetap selama kurang lebih 8 hari. Dan
untuk pemeriksaan penunjangnya, didapat hasil tes protein urin klien yang menyatakan
klien memiliki kadar protein urin yaitu sebesar +2, sesuai dengan protap RSUD Cianjur,
bahwa kadar protein urin lebih dari atau sama dengan 3 gram atau +2 adalah merupakan
preeklampsia berat
Pengkajian data subjektif dan objektif ibu sudah cukup menunjang untuk menetapkan
diagnosa. Namun terdapat beberapa hal yang kurang dikaji, seperti bagaimana riwayat
pemeriksaan kehamilan klien dan bagaimana asupan nutrisi klien, mengingat faktor
nutrisipun menjadi salah satu penyebab timbulnya preeklampsi. Yaitu jika ibu
kekurangan asupan buah dan sayur sebagai antioksidan dan mengantisipasi oksidan nitrat
di tubuh klien. Dan hal tersebut seharusnya bisa diantisipasi pada saat kehamilannya
dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang sesuai. Selain itu, seharusnya bidan,
tempat ibu biasa melakukan pemeriksaan, dapat memperhatikan riwayat dan
kemungkinan akan terjadinya preeklampsia lagi, sehingga pemcegahan mungkin dapat
dilakukan.
Ibu tidak jatuh dalam keadaan yang lebih parah selama persalinan dan sepanjang kala
IV, ataupun selama 3 hari pasca salin di RS, namun setelah melakukan kunjungan rumah.
Ternyata tekanan darah ibu didapat 2 hari lalu oleh bidan dan oleh pengkaji tidak turun.
Keadaan ibu tersebut tidak diikuti oleh keluhan lain seperti pusing, nyeri kepala, nyeri
ulu hati dan pandangan kabur. Mengingat preeklampsia dapat berlanjut hingga sampai 6
minggu postpartum dan atau memungkinkan menjadikan hipertensi menetap (Al-Safi Z
dkk:2011). Sehingga ibu perlu mencegah keadaan tersebut dengan melakukan kontrol
dan pemeriksaan penunjang serta menjaga pola makannya.
Pengkaji dalam hal ini kurang mengkaji ibu selama di RSUD Cianjur. Pengkaji tidak
mengetahui bagaimana ibu dapat pulang dan apa saja yang telah diberikan oleh RSUD
Cianjur untuk ibu. Berdasarkan hasil konfirmasi setiap pasien PEB pulang akan
diberikan obat bagi ibu dan bayinya. Bagi ibu, diberikan obat berupa Cefadroxil 2x1,
Asam Mefenamat 3x1, SF 1x1, Metildopa 3x2, dan Nefidipine 3x10mg. Sehingga
kurang dalam memfollow up ibu dan bayi.
23
Ibu mengatakan berencana menggunakan KB implan, padahal jika dilihat dari usia
ibu, rencana ibu yang tidak ingin memiliki anak lagi, dan adanya riwayat penyakit
tekanan darah tinggi, baiknya ibu tidak menggunakan alat kontrasepsi yang mengandung
hormon, dan membuat perubahan pada tubuh ibu. Sehingga alat kontrasepsi seperti IUD,
MOW dan MOP dianjurkan.
1.4. DOKUMENTASI
Pendokumentasian asuhan merupakan hal yang sangat penting dalam memberikan
asuhan. Asuhan yang telah digunakan hendaknya didokumentasikan dengan lengkap,
benar, dan informatif. Hal ini sangat penting sebagai bahan pertanggungjawaban dan
pertanggunggugatan.
Dalam hal ini pengkaji mendokumentasikannya dalam bentuk soap dan partograf
yang dilampirkan.
24
BAB V
PENUTUP
1.1. KESIMPULAN
Dalam melakukan asuhan pada ibu dengan preeklampsia berat hendaknya dipahami
terlebih dahulu mengenai konsep dari kasus tersebut. Setelah itu, melakukan pengkajian
data subjektif dan objektif untuk memastikan diagnosa dan perencanaan asuhan yang
akan diberikan.
Pada kasus ini, pengkajian data sudah cukup menunjang untuk penetapan diagnosa
preeklampsia berat. Penetapan diagnosa diperoleh dari hasil subjektif dan objektif.
Hanya terdapat kekurangan dalam pengkajian konsumsi obat ibu dan penatalaksanaan di
25
rumah sakit setelah ibu melahirkan hingga ibu pulang. Sehingga penatalaksanaan kasus
dengan penanganan preeklampsia berat pada usia cukup bulan sejak bersalin hingga
postpartumnya hanya sesuai ketika melakukan terminasi kehamilan dan observasi, tidak
untuk penatalaksanaan postpartumnya.
Evaluasi telah dilaksanakan terhadap semua asuhan yang telah diberikan.
1.2. SARAN
A. Pengkaji
Dalam melakukan asuhan pada ibu dengan preeklampsia berat hendaknya dipahami
terlebih dahulu mengenai konsep dari kasus tersebut. Setelah itu, melakukan
pengkajian data subjektif dan objektif untuk memastikan diagnosa dan perencanaan
asuhan yang akan diberikan.
B. Institusi Pendidikan
Bimbingan langsung terhadap asuhan pengkaji dengan kliennya diharapkan dapat
membantu pengkaji dalam melakukan dan menetapkan asuhan.
C. Rumah Sakit
Meningkatkan kembali pemberian informasi dan konseling terhadap pasien pulang
mengenai obat-obatan dan motivasi KB, dan memastikan ibu benar-benar pahan apa
yang telah diberikan rumah sakit sehingga ibu mengetahui apa yang harus dia
perhatikan selama kembali ke rumah.
DAFTAR PUSTAKA
26
Lia Yuliani. 2012. Pre-Eklampsia Berat Di Rsud Bayu Asih Purwakarta.
www.jurnalkesmas.org. 22 November 2012. 19.54
Saifudin A B., 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sarwono Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Silasi, Michelle. 2010. An Issue of Obstetrics and Gynecology Clinics. Elsevier Inc.
T.W. Kusuma. 2009. Manajemen Risiko Dalam Pelayanan Pasien Preeklampsia
Berat/Eklampsia Di Instalasi Gawat Darurat Rsupncm. www.isjd.pdii.lipi.go.id. 19.36
Wahyuny Langelo. 2012. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia Di Rskd. Ibu Dan Anak Siti
Fatimah Makassar www.pasca.unhas.ac.id. 8 November 2012. 16.15
Wiknjosastro H., 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo.
27