Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara teoritis, tidak ada perbedaan signifikan antara perekonomian klasik
dengan modern. Teori harga secara mendasar sama, yakni bahwa harga wajar atau
harga keseimbangan diperoleh dari interaksi antara kekuatan permintaan dan
penawaran (suplai) dalam suatu persaingan sempurna, hanya saja dalam
perekonomian modern teori dasar ini berkembang menyadi kompleks karena adanya
diversifikasi pelaku pasar, produk, mekanisme perdagangan, instrumen, maupun
perilakunya,yang mengakibatkan terjadinya distorsi pasar.
Dalam struktur pasar apapun sebuah perusahaan beroperasi, penetapan
harga untuk maksimasi laba mangharuskan analisis yang seksama terhadap
hubungan antara biaya marginal dan pendapatan marginal. Tetapi, riset tentang
praktek – praktek penetapan harga aktual menunjukkan bahwa banyak perusahaan
tampaknya menetapkan harga tanpa analisis eksplisit rehadap hubungan marginal.
Studi memperlihatkan bahwa kebanyakan perusahaan menggunakan
penetapan harga markup, menetapkan harga untuk menutup semua biaya langsung
ditambah markup sebesar satu presentase tertentu untuk kontribusi laba (biaya
umum dan laba) daripada menetapkan harga di mana MR = MC. Bagaimana sesuatu
yang tampaknya bertentangan antara teori ekonomi dan praktek penetapan harga
actual ini dijelaskan?
Jika kita memahami prosedur yang dipergunakan untuk keputusan penetapan
harga actual, tidak terdapat konflik antara teori dan praktek. Pada kenyataannya,
praktek – praktek penetapan harga secara markup merupakan alat praktis yang
dengannya perusahaan – perusahaan menerapkan analisis marginal untuk
menetapkan harga berbagai barang dan jasa. Praktek penetapan harga secara
markup yang luwes dan mencerminkan perbedaan dalam biaya marginal dan
elastisitas permintaan merupakan cara yang efisien untuk beroperasi sehingga MR =
MC untuk setiap lini produk yang dijual.
Demikian pula, praktek penetapan harga untuk musim puncak dan di luar puncak,
diskriminasi harga, dan penetapan harga untuk produk - produk kesemuanya
merupakan cara yang efisien untuk beroperasi sehingga MR = MC untuk setiap
pelanggan atau kelompok pelanggan dan kelompok produk.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Harga
1. Definisi Harga
Menurut Stanton, (1984) Harga adalah Price is valueexpressed in terms
of dollars and cens, or any other monetary medium of exchange. yang kurang
lebih memiliki arti harga adalah nilai yang dinyatakan dalam dolar dan sen atau
medium moneter lainnya sebagai alat tukar.
Menurut Basu Swastha (1986: 147) Harga diartikan sebagai Jumlah uang
(kemungkinan ditambah barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah
kombinasi dari barang beserta pelayanannya.
Menurut menurut Alex S Nitisemito (1991:55) Harga diartikan sebagai nilai suatu
barang atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai
tersebut seseorang atau perusahaan bersedia melepaskan barang atau jasa yang
dimiliki kepada pihak lain.
Harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang
dan jasa) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu
barang atau jasa, Tjiptono (2001 : 151). Dan harga merupakan unsur satu–
satunya dari unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau
pendapatan bagi perusahaan di banding unsur bauran pemasaran yang lainnya
(produk, promosi dan distribusi).

2. Tujuan Penetapan Harga

Dalam teori ekonomi klasik, setiap perusahaan selalu berorientasi pada seberapa
besar keuntungan yang akan diperoleh dari suatu produk atau jasa yang dimilikinya,
sehingga tujuan penetapan harganya hanya berdasarkan pada tingkat keuntungan
dan perolehan yang akan diterimanya. Namun di dalam perkembangannya, tujuan
penetapan harga bukan hanya berdasarkan tingkat keuntungan dan perolehannya
saja melainkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan non ekonomis lainnya.
Berikut adalah tujuan penetapan harga yang bersifat ekonomis dan non ekonomis;

1. Memaksimalkan Laba
Penetapan harga ini biasanya memperhitungkan tingkat keuntungan yang ingin
diperoleh. Semakin besar marjin keuntungan yang ingin didapat, maka menjadi
tinggi pula harga yang ditetapkan untuk konsumen. Dalam menetapkan harga
sebaiknya turut memperhitungkan daya beli dan variabel lain yang dipengaruhi
harga agar keuntungan yang diraih dapat maksimum.
2. Meraih Pangsa Pasar
Untuk dapat menarik perhatian para konsumen yang menjadi target market atau
target pasar maka suatu perusahaan sebaiknya menetapkan harga yang serendah
mungkin. Dengan harga turun, maka akan memicu peningkatan permintaan yang
juga datang dari market share pesaing atau kompetitor, sehingga ketika pangsa
pasar tersebut diperoleh maka harga akan disesuaikan dengan tingkat laba yang
diinginkan

3. Return On Investment (ROI) / Pengembalian Modal Usaha


Setiap usaha menginginkan tingkat pengembalian modal yang tinggi. ROI yang tinggi
dapat dicapai dengan jalan menaikkan profit margin serta meningkatkan angka
penjualan.

4. Mempertahankan Pangsa Pasar


Ketika perusahaan memiliki pasar tersendiri, maka perlu adanya penetapan harga
yang tepat agar dapat tetap mempertahankan pangsa pasar yang ada

5. Tujuan Stabilisasi Harga


Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila suatu
perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan pula
harga mereka. Kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi
harga dalam industri-industri tertentu (misalnya minyak bumi). Tujuan stabilisasi
dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang
stabil antara harga suatu perusahaan dan harga pemimpin industri (industry leader)

6. Menjaga Kelangsungan Hidup Perusahaan


Perusahaan yang baik menetapkan harga dengan memperhitungkan segala
kemungkinan agar tetap memiliki dana yang cukup untuk tetap menjalankan aktifitas
usaha bisnis yang dijalani.
Tujuan-tujuan dalam penetapan harga ini mengindikasikan bahwa pentingnya
perusahaan untuk memilih, menetapkan dan membuat perencanaan mengenai nilai
produk atau jasa dan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan atas produk atau
jasa tersebut.

3. Metode Penetapan Harga


Ada beberapa metode yang dapat digunakan sebagai rancangan dan variasi,
dalam penetapan harga menurut Marras (1999: 181-185), harga dapat ditentukan
atau dihitung :

1) Harga didasarkan pada biaya total ditambah laba yang diinginkan


2) Harga yang berdasarkan pada keseimbangan antara permintaan dan suplai.
3) Penetapan harga pasar yang ditetapkan atas dasar kekuatan pasar.
4) Harga yang berdasarkan keseimbangan antara suplai dan permintaan.
5) Penetapan harga atas dasar kekuatan pasar.

B. Penetapan Harga
1) Penetapan Harga Markup
Survey praktek bisnis menunjukkan bahwa praktek penetapan harga markup
merupakan metode penerapan harga yang paling luas dipergunakan oleh
perusahaan - perusahaan bisnis. Dalam pendekatan yang paling umum dalam
praktek penerapan harga markup, perusahaan - perusahaan mengestimasi biaya
variabel rata - rata untuk memproduksi dan memasarkan sebuah produk,
menambahkan biaya umum, dan lalu menambahkan markup, atau margin sebesar
presentase tertentu untuk laba. Pengenaan biaya tidak langsung, atau biaya umum,
biasanya ditentukan dengan mengalokasikan biaya - biaya ini di antara produk -
produk perusahaan atas dasar biaya variabel rata - rata mereka.

Mark up pricing
merupakan penetapan harga, dimana harga tertentu ditetapkan dengan jelas
menambahkan suatu prosentase tetap di atas biaya produksi. Mark up Pricing
berbeda-beda dalam suatu swalayan karena:
1. Adanya persaingan dalam kelas produk yang ada
2. Volume penjualan produk tersebut
3. Resiko yang terjadi dalam menjual masing-masing produk

1) Markup Atas Biaya


Yaitu selisih antara harga dan biaya yang ukur secara relatif terhadap biaya, diukur
dalam % (persen).

2) Markup Atas Harga


Mark up atas harga, selisih harga dan biaya yang diukur secara
relatif terhadap harga, diukur dalam persen.

2). Diskriminasi Harga


Diskriminasi harga yaitu kebijaksanaan untuk memberlakukan harga jual yang
berbeda-beda untuk satu jenis barang yang sama di segmen pasar. Jadi, diskriminasi
harga terjadi jika produk yang sama dijual kepada konsumen yang berbeda dengan
harga yang berbeda. Diskriminasi harga dapat dipahami lebih baik dengan
memperkenalkan konsep surplus konsumen. Surplus konsumen adalah nilai barang
dan jasa bagi para konsumen di atas dan di luar jumlah yang mereka bayarkan
kepada pada penjual.

Diskriminasi harga banyak dipakai sekarang ini, terutama dengan barang-


barang yang tidak mudah dipindahkan dari pasar dengan harga rendah ke pasar
dengan harga tinggi. Ternyata, praktek ini seringkali dapat meningkatkan
kesejahteraan ekonomi. Monopolis menaikkan harga jual produk mereka dan
menurunkan jumlah penjualan mereka untuk meningkatkan keuntungan. Dengan
melakukan hal tersebut, mereka mungkin bisa mendapatkan pasar untuk para
pembeli yang berkeinginan kuat dan kehilangan pasar untuk pebeli yang enggan.

Dengan memberikan harga yang berbeda untuk mereka yang mau membeli
dengan harga tinggi dan mereka yang mau membeli dengan harga yang rendah,
monopolis dapat meningkatkan keuntungan serta kepuasan pelanggannya.

Persyaratan untuk diskriminasi harga yang menguntungkan


Dua kondisi diperlukan untuk diskriminasi harga yang menguntungkan.
Pertama, harus terdapat elastisitas harga dari permintaan yang berada di antara
berbagai bagian pelanggan untuk satu produk tertentu. Kecuali elastisitas harga
berbeda di antara berbagai bagian pasar. Kedua, perusahaan tersebut harus mampu
mensegmentasi pasar dengan mengidentifikasi bagian - bagian pasar dan mencegah
perpindahan pelanggan dalam bagian - bagian pasar yang berbeda.

Jenis - jenis diskriminasi harga


1. Diskriminasi harga derajat 1
Diskriminasi harga derajat 1 dilakukan dengan cara menerapkan harga yang
berbeda-beda untuk setiap konsumen berdasarkan reservation price (Willingness To
Pay) masing-masing konsumen dibedakan pada kemampuan daya beli masing-
masing konsumen. Contoh: seorang dokter memberlakukan tarif konsultasi yang
berbeda-beda pada setiap pasiennya. Diskriminasi harga derajat 1 juga dijelaskan
kedalam grafik yang tersaji pada gambar 1.
Gambar 1. Grafik Diskriminasi Harga Derajat 1

Pada gambar 1 menjelaskan tentang grafik diskriminasi harga derajat 1. Pada grafik
tersebut terdapat hubungan antara P (harga) dan Q (output) yang dimisalkan harga
terdapat P1, P2 dan P3 dan output terdapat Q1, Q2 dan Q3. Pada grafik terlihat
apabila P tinggi maka Q rendah. Hal ini apabila dikaitkan pada kemampuan daya beli
konsumen berarti apabila produsen menawarkan harga yang tinggi maka terdapat
sedikit konsumen yang akan membeli produk tersebut. Dan begitu sebaliknya,
apabila produsen menawarkan harga yang rendah maka terdapat banyak konsumen
yang dapat membeli barang tersebut. Jadi, dalam hal ini perusahaan harus
mengetahui kemampuan daya beli pada masing-masing konsumen.
Diskriminasi harga derajat 1 dapat merugikan konsumen karena terdapat surplus
konsumen yang diterima oleh produsen, biaya yang harusnya diterima oleh
konsumen namun menjadi milik konsumen. Diskriminasi harga derajat 1 juga
disebut perfect price discrimination karena memperoleh surplus konsumen paling
besar.

2. Diskriminasi harga derajat 2


Diskriminasi harga derajat 2 dilakukan dengan cara menerapkan harga yang
berbeda-beda pada jumlah batch atau lot produk yang dijual. Diskriminasi harga ini
dilakukan karena perusahaan tidak memiliki informasi mengenai reservation
pricekonsumen. Contoh: perbedaan harga per unit pada pembelian grosir dan
pembelian eceran, pembeli yang membeli mie instan 1 bungkus dan 1 kardus akan
berbeda harganya.Diskriminasi harga derajat 2 juga dijelaskan kedalam grafik yang
tersaji pada gambar 2.
Gambar 2. Grafik Diskriminasi Harga derajat 2

Pada gambar 2 diatas menjelaskan tentang diskriminasi harga derajat 2. Pada grafik
tersebut pelaku usaha menetapkan harga (P1, P2 dan P3) berdasarkan jumlah
konsumsi.
Kebijakan ini dapat meningkatkan kesejahteraan konsumen karena jumlah output
bertambah dan harga jual semakin murah. Hal ini dikarenakan pelaku usaha
menggunakan sistem perbedaan harga per unit pada pembelian grosir dan
pembelian eceran. Harga eceran lebih tinggi dari pada harga per pak, sehingga
konsumen lebih baik membeli barang langsung per pak daripada membeli barang
eceran.

3. Diskriminasi harga derajat 3


Diskriminasi harga derajat 3 dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda
untuk setiap kelompok konsumen berdasarkan reservation price masing-masing
kelompok konsumen. Diskriminasi harga derajat 3 dilakukan karena perusahaan
tidak mengetahui reservation price masing-masing konsumen, tapi mengetahui
reservation price kelompok konsumen. Kelompok konsumen dapat dibedakan atas
lokasi, geografis, maupun karakteristik konsumen seperti umur, jenis kelamin,
pekerjaan, dan lain-lain. Contoh : barang yang dijuala di pedesaan dan di perkotaan
akan berbda harganya. Diskriminasi harga derajat 3 juga dijelaskan kedalam grafik
yang tersaji pada gambar 3.
Gambar 3. Grafik Diskriminasi Harga Derajat 3
Pada gambar 3 diatas menjelaskan tentang grafik diskriminasi harga derajat
3.Diskriminasi harga ditetapkan berdasarkan perbedaan elastisitas harga.
Permintaan yang lebih inelastis dikenakan harga yang lebih tinggi.

3). Penetapan Harga Produk Berganda

Model mikroekonomi dasar dari suatu perusahaan mengasumsikan bahwa


perusahaan memproduksi satu produk yang homogen. Hampir semua perusahaan
memproduksi setidaknya beberapa model, gaya, atau ukuran dari keluaran mereka,
dan masing - masing variasi ini dipandang sebagai produk yang terpisah untuk
maksud penetapan harga. Walaupun penetapan harga produk berganda
mengharuskan analisis yang sama seperti untuk satu produk, analisis ini diperumit
dengan adanya keterkaitan permintaan dan produksi.

1) Keterkaitan Permintaan
Keterkaitan permintaan timbul karena persaingan atau sifat
saling melengkapi di antara berbagai produk perusahaan. Analisis Keterkaitan
Permintaan Keterkaitan permintaan mempengaruhi keputusan harga melalui
pengaruh mereka terhadap pendapatan marginal

2) Keterkaitan produksi
Sama seperti produk - produk perusahaan yang dapat berkaitan melalui fungsi
permintaan, produk - produk itu juga dapat berkaitan dalam produksi. beberapa
produk dapat diproduksi bersama - sama dalam rasio yang tetap atau dalam proporsi
yang dapat divariasikan.

Produk Gabungan Yang Diproduksi Dalam proporsi Tetap


Kasus paling sederhana dari produksi bersama adalah produk - produk yang
dihasilkan dalam proporsi tetap. Dalam situasi ini, adalah tidak masuk akal untuk
mencoba memisahkan produk - produk tersebut dari sudut pandang produksi atau
biaya. Yaitu produk - produk yang harus dihasilkan dalam proporsi tetap dan tidak
memungkinkan penyesuaian terhadap terhadap rasio keluaran produk.

4). Penetapan Harga Dalam Pasar yang Mapan

Tingkat harga umum yang terjadi di pasar yang mapan adalah tingkat harga yang
memenuhi tujuan harga tertinggi atau tujuan perusahaan - perusahaan tersebut
secara umum. Penetapan harga dalam pasar yang mapan dapat dilakukan dengan
cara :
1) Price Positioning
Jumlah maksimum yang akan dibayar oleh pembeli untuk suatu produk dikenal
sebagai harga reservasi pembeli tersebut. Penelitian pasar yang dilakukan dengan
cermat akan bermanfaat bagi perusahaan dalam menunjukkan harga - harga
reservasi untuk produk tertentu dan untuk setiap ciri yang tercakup atau tidak dalam
produk tersebut.
2) Strategi Harga Product Line
Pendekatan ini memilih markup berdasarkan estimasi elastisitas harga permintaan
yang secara implisit mengasumsikan bahwa permintaan akan setiap item pada lini
produk tidak tergantung permintaan setiap item lain dalam lini produk itu.
3) Penentuan Harga Untuk Menduga Kualitas
Penentuan harga sebuah produk yang lebih tinggi akan meyakinkan konsumen
bahwa item itu berkualitas lebih tinggi dan menyebabkan penjualan serta laba lebih
besar dibanding apabila produk itu dijual dengan harga lebih rendah.
4) Penentuan Harga Produk Dalam Satu Paket
Pembundelan produk adalah praktik penjualan satu atau lebih produk secara
bersama - sama sebagai satu paket dengan harga tunggal. Penjualan secara paket
akan meningkatkan laba yang ditempuh dengan cara menaikkan harga setiap produk
apabila dijual terpisah dan menawarkan bundelan sebagai suatu paket dengan satu
harga yang lebih rendah dari harga jual masing - masing komponen dalam bundelan
tersebut.

Menurut Tjiptono (2001 : 174) ada beberapa faktor yang menyebabkan suatu
perusahaan harus selalu meninjau kembali strategi penetapan harga produk -
produknya yang sudah ada di pasar, diantaranya adalah :
1) Adanya perubahan dalam lingkungan pasar, misalnya pesaing besar
menurunkan harga.
2) Adanya pergeseran permintaan, misalnya terjadinya perubahan selera
konsumen.
Dalam melakukan peninjauan kembali penetapan harga yang telah dilakukan,
perusahaan mempunyai tiga alternatif strategi, yaitu:
1) Mempertahankan Harga, strategi ini dilaksanakan dengan tujuan
mempertahankan posisi dalam pasar dan untuk meningkatkan citra yang baik di
masyarakat.
2) Menurunkan Harga, Strategi ini sulit untuk dilaksanakan karena perusahaan
harus memiliki kemampuan finansial yang besar, sementara konsekuensi yang harus
ditanggung, perusahaan menerima margin laba dengan tingkat yang kecil. Ada tiga
alasan atau penyebab perusahaan harus menurunkan harga produk yang sudah
mapan.
3) Menaikan Harga, suatu perusahaan melakukan kebijakan menaikan harga
dengan tujuan untuk mempertahankan profitabilitas dalam periode inflasi dan untuk
melakukan segmentasi pasar tertentu.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Makalah ini meneliti sejumlah topik penetapan harga. Penetapan harga secara
markup, sebuah tekhnik penetapan harga yang umum dalam praktek, diperlihatkan
sangat erat berkaitan dengan analisis marginal. Penggunaan yang tepat dari tekhnik -
tekhnik penetapan harga secara markup mengharuskan diberikannya perhatian yang
erat baik pada pertimbangan biaya maupun permintaan. Sensitivitas harga terhadap
biaya marginal, digandakan dengan hubungan berbalik yang umumnya diamati
antara margin laba dan elastisitas dari permintaan, menyiratkan bahwa baik
pertimbangan biaya maupun permintaan memang memainkan peran penting dalam
praktek penetapan harga markup.

Analisis laba inkremental juga diperlihatkan sebagai alat yang kuat untuk
keputusan penetapan harga optimal. Selama periode - periode di luar puncak, ketika
sebuah perusahaan memiliki kapasitas berlebih, biaya yang dialokasikan sepenuhnya
jarang sesuai untuk maksud keputusan. Hanya biaya inkremental yang berkaitan
dengan keluaran relevan dalam situasi seperti ini.

Untuk berhasil terlibat dalam diskriminasi harga, perusahaan harus :


1. Menghadapi elastisitas harga dari permintaan yang berbeda di berbagai
segmen pasar
2. Mampu mengisolasi berbagai bagian pasar untuk mencegah perpindahan.

Diskriminasi harga sempurna (derajat pertama) akan memaksimumkan laba penjual


dengan menghapus semua surplus konsumen, yang adalah manfaat yang tidak
dibayarkan yang diturunkan dari kegiatan konsumsi.

Penetapan harga produk berganda diperlihatkan menggunakan konsep


ekonomi yang sama seperti penetapan harga satu produk Penetapan harga produk
berganda yang optimal mengharuskan bahwa pendapatan dan biaya inkremental
adalah sama untuk setiap produk. Penggunaan konsep laba inkremental secara tepat
akan memastikan bahwa pengaruh total dari sebuah keputusan penetapan harga
terhadap perusahaan dianalisis dan mengarah pada penetapan harga optimal dalam
kasus produk berganda, sama seperti dengan satu produk.

DAFTAR PUSTAKA

Fandy Tjiptono. 2001. Manajemen Jasa. Yogyakarta :Andy Offset.


Karwowski, W and Marras, S.W. 1999. The Occupational Ergonomics Handbook.
New York : CRC Press LLC
Nitisemito, Alex S, 1991. Manajemen Personalia – Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Ghalia
Pappas, James L. dan Hirschey, Mark. 1995. Ekonomi Manajerial.Jakarta :
PT. Binarupa Aksara Indonesia.
Stanton, William J. 1984. Prinsip Pemasaran. Jakarta : Penerbit Erlangga
Swasta, Basu DH dan Irawan. M.B.A. 1986. Manajemen Pemasaran Modern.
Yogyakarta: Edisi ke dua. Penerbit Liberty

Anda mungkin juga menyukai