Anda di halaman 1dari 14

Bisnis Satelit Bernilai Ribuan Triliun yang

Makin Melejit

Disusun oleh :

I Nyoman Prana Jaya Semedi (1401181233)


MB-42-01

TELKOM UNIVERSITY

Jl. Telekomunikasi, Terusan Buah Batu No.01, Sukapura, Dayeuhkolot,


Bandung
2019
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Baru – baru ini Indonesia boleh berbangga dengan diluncurkannya Satelit Nusantara Satu
pada Kamis malam waktu setempat atau Jumat 22 Februari 2019 sekitar pukul 08:45 WIB.
Dalam tayangan live di akun Space & Universe, satelit itu terpantau meninggalkan landasan
bersama roket milik SpaceX Falcon 9 yang berlokasi di Space-X di Cape Carnaval, Florida,
Amerika Serikat. Satelit Nusantara Satu (PSN VI) adalah satelit komunikasi geo stasioner
(GEO) Indonesia yang dimiliki oleh Pasifik Satelit Nusantara (PSN). Satelit ini ditempatkan
pada posisi di atas equator pada 146 BT dan bergerak bersamaan dengan rotasi bumi.

Satelit Nusantara Satu merupakan Satelit Broadband pertama Indonesia yang


menggunakan teknologi High Throughput Satellite (HTS) dengan kapasitas bandwidth yang
lebih besar untuk memberikan layanan akses broadband ke seluruh wilayah Indonesia.
Memiliki kapasitas 26 transponder C-band dan 12 transponder Extended C-band serta 8 spot
beam Ku-band dengan total kapasitas bandwidth mencapai 15 Gbps, dengan area cakupan
(coverage) hingga ke seluruh wilayah Indonesia.

Satelit, sebagaimana dikutip dari laman NASA, merupakan benda yang mengitari atau
mengorbit objek yang lebih besar dari ukurannya. Terdapat dua jenis satelit, alamiah dan
buatan manusia. Frasa “satelit” umumnya mengacu pada “buatan manusia.” Satelit buatan
manusia, seperti Sputnik, punya misi tertentu, terutama untuk mendukung kehidupan manusia.
Misi tersebut tercipta karena satelit punya posisi unggul: berada di angkasa.

Sejarah satelit sendiri dimulai sejak 4 Oktober 1957, ketika itu Uni Soviet mampu
mengguncang dunia. Mereka sukses meluncurkan Sputnik, satelit buatan manusia pertama di
dunia, ke luar angkasa. Dwight D. Eisenhower, Presiden Amerika Serikat kala itu, mengatakan
dengan intonasi menghibur “setelah segalanya terjadi, Rusia hanya sanggup menempatkan bola
kecil di udara,” tulis Thomas O’Toole di The Washington Post. Lyndon B. Johnson, pemimpin
mayoritas Senat AS, dengan gamblang mengatakan peluncuran Sputnik membuatnya “berpikir
bahwa Amerika Serikat tidak akan berada di posisi terdepan dalam segala hal.”

Sputnik, yang berarti “teman perjalanan” adalah satelit berbentuk bulat berwarna perak
yang membawa empat antena. Berdiameter 56 cm dengan berat 83 kg, satelit tersebut sanggup
mengitari Bumi tiap 98 menit sekali. Sputnik menggunakan gelombang radio untuk
menjangkau keperluan di Bumi.

Dalam laporan berjudul “2017 State of the Satellite Industry Report” yang dirilis Satellite
Industry Association (SIA), misi satelit dibagi dalam empat bagian: telekomunikasi, observasi
Bumi, sains, dan keamanan nasional.

Contoh satelit yang punya misi tertentu ialah Telstar untuk misi komunikasi. Satelit
komunikasi hasil kerja sama antara AT&T, Bell Laboratories, NASA, British General Post
Office, dan French National Post, sebagaimana ditulis Richard Lewis dalam artikelnya yang
terbit di Bulletin of Atomic Scientist edisi Desember 1962, mengatakan Telstar diciptakan
karena dinilai sanggup memberikan infrastruktur komunikasi yang lebih murah dibandingkan
mengembangkan jaringan telepon kabel Trans-Atlantik.

Di Indonesia sendiri, penggunaan satelit untuk berbagai tujuan sebenarnya sudah sangat
luas. Selain untuk komunikasi, satelit juga bisa bermanfaat untuk siaran langsung (direct
broadcasting satellite) dan penginderaan jarak jauh (remote sensing).2 Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), misalnya, mengunakan teknologi penginderaan jarak jauh untuk
menentukan daerah perairan Indonesia yang banyak ikannya, dan dengan teknologi ini BPPT
mencoba membantu meningkatkan hasil tangkapan ikan para nelayan. Departemen
Pertambangan juga memperoleh manfaat dari teknologi ini untuk mengetahui lokasi cadangan-
cadangan mineral dan minyak bumi.

B. Teknologi dan Bisnis

Teknologi dan bisnis merupakan dua hal yang sangat berkaitan satu sama lain di masa
sekarang. Hal tersebut tentu membawa berbagai dampak, terutama dari perspektif industri
keuangan dan perbankan. Di negeri ini selama beberapa tahun belakangan, teknologi telah
mengubah gaya hidup dan mendisrupsi kemapanan dari beragam bidang usaha. Di bisnis
transportasi, hadirnya taksi dan ojek online telah mengubah peta bisnis transportasi darat.

Banyak perusahaan transportasi yang merasa bisnisnya sudah mapan, tiba-tiba seolah
dikalahkan oleh pebisnis-pebisnis baru yang seakan-akan bukan merupakan kompetitornya.
Cara bisnis aplikasi online mengguncang bisnis taksi atau ojek konvensional, juga bisnis
angkot merupakan kenyataan yang terjadi saat ini. Di industri hiburan, hadirnya aplikasi yang
memungkinkan untuk mengunduh musik secara online dan gratis betul-betul memukul bisnis
musik. Bagaimana satu per satu toko-toko kaset dan CD menutup usahanya.

Begitu pula adanya berbagai situs dan aplikasi yang memungkinkan untuk men-download
film secara cuma-cuma, membuat bisnis penjualan DVD hanya tinggal kenangan. Lalu,
hadirnya buku-buku dan media digital membuat sejumlah penerbitan cemas dan bahkan
banyak yang sudah memutuskan menutup usaha atau beralih ke media digital. Hal serupa sudah
dan terus terjadi di industri keuangan. Pertama, yang paling mudah adalah melihat dari
hadirnya perusahaan-perusahaan teknologi finansial atau tekfin.

Dua tahun silam tidak banyak perusahaan tekfin yang dikenal. Namun memasuki tahun
2016, setidak-tidaknya sudah ada 157 perusahaan yang bergerak dalam bisnis ini dan terdaftar
di Otoritas Jasa Keuangan. Fenomena gunung es mungkin saja terjadi dalam bisnis ini. Artinya
jumlah perusahaan yang belum terdaftar mungkin jauh lebih banyak dibandingkan yang
terdaftar.

Kedua, kian meluasnya lingkup layanan bisnis tekfin. Kalau dulu tekfin hanya melayani
sistem pembayaran secara online atau sebagai payment gateway, kini cakupan usahanya kian
meluas. Ada pembiayaan gotong royong (crowd funding), pinjaman, bisnis agregator,
pembayaran, pendanaan personal, dan lain-lain.

Ketiga, dari nilai transaksinya. Ini baik dari jasa pembayaran digital, pendanaan bisnis, atau
personal loan. Angkanya juga terus naik. Menurut data Statista, selama tahun 2015 nilainya
masih USD12,05 miliar dan setahun kemudian naik hampir 25% menjadi USD15,02 miliar.
Untuk tahun ini diperkirakan nilai bisnis tekfin tersebut bakal menjadi USD18,65 miliar atau
tumbuh 24%.

Jadi, jika merujuk pada data tersebut, hadirnya bisnis-bisnis startup ternyata mampu
mengubah cara-cara masyarakat dalam melakukan pembayaran, mengirimkan uang,
memperoleh pendanaan atau pinjaman, dan bahkan berinvestasi. Dan, itu semua terjadi dalam
waktu yang relatif singkat, yakni selama dua-tiga tahun belakangan. Hal tersebut semakin
dipermudah dengan hadirnya layanan berbasis satelit yang semakin memudahkan dalam
melakukan transaksi.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan bisnis telekomunikasi berbasis satelit?
2. Sektor apa saja yang menggunakan bisnis berbasis satelit?
3. Apa saja teknologi yang digunakan dalam bisnis satelit?

D. Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan bisnis satelit baik di global maupun Indonesia.
2. Untuk memahami teknologi yang digunakan pada bisnis telekomunikasi berbasis
satelit.
PEMBAHASAN

Pada 4 Agustus 2018, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk meluncurkan satelit “Merah
Putih” atau Telkom-4. Vice President Corporate Communication Telkom Indonesia Arif
Prabowo mengatakan, peluncuran satelit Telkom, selain digunakan untuk menunjang layanan-
layanan milik Telkom, juga ditujukan untuk memenuhi tingginya permintaan dari sisi bisnis.
Selain dalam negeri, satelit yang diluncurkan Telkom pun dimanfaatkan untuk memenuhi
permintaan bisnis internasional, khususnya di kawasan Asia Selatan.

Booz & Company, firma riset pasar, dalam publikasi berjudul “Why Satellites Matter: The
Relevance of Commercial Satellites in the 21st Century, A Perspective 2012-2020”
mengatakan satelit merupakan industri bernilai €100 miliar. Satelit menjadi tulang-punggung
bagi telepon lintas benua, siaran televisi yang menyebar ke berbagai area, hingga dimanfaatkan
sebagai petunjuk global bagi manusia, alias global positioning system (GPS).

Angka berbeda dipaparkan dalam laporan SIA, dari tahun ke tahun, semenjak 2007,
pendapatan yang diperoleh industri satelit terus mengalami peningkatan. Pada 2007 industri ini
hanya menghasilkan pendapatan $122 miliar, lalu naik dua kali lipat jadi $247 di 2014. Secara
keseluruhan, industri satelit menghasilkan pendapatan senilai $260,5 miliar di 2016 atau sekitar
Rp3.600 triliun. Service Provisioning alias Satellite Service menjadi penyumbang pendapatan
terbesar pada industri ini yakni senilai $127,7 miliar.

Secara umum, bisnis satelit, sebagaimana termuat dalam publikasi tersebut, mencakup
dalam enam bagian, yakni: Ground System/Equipment (yang dikuasai 20 perusahaan global),
Satellite Manufacturing (yang dikuasai 20 perusahaan global), Launch (yang dikuasai kurang
dari 10 global), Satellite Operation (yang dikuasai 50 perusahaan global), Equipment
Manufacturing, dan Service Provisioning (yang dikuasai lebih dari 1.000 perusahaan
telekomunikasi, lebih dari 1.500 perusahaan ISP, dan lebih 10.000 perusahaan TV berbasis
satelit global). Telkom merupakan salah satu bagian perusahaan Service Provisioning.

Ada beberapa alasan mengapa industri satelit terus merangkak naik. Publikasi Booz &
Company yang mengutip prediksi Cisco, mengatakan pada 2016 tercatat ada penggunaan data
khusus video sebesar 86 persen dari lalu-lintas IP dunia. Menurut mereka, jaringan komunikasi
berbasis tanah tak akan sanggup memenuhi seluruh permintaan tersebut. Satelit merupakan
teknologi yang bisa diandalkan.
Laman berita MIT yang
mengutip makalah yang
ditulis Danielle Wood,
kandidat doktor di
Engineering System Division
MIT, terjadi perubahan
filosofi penciptaan satelit.
Dahulu, satelit merupakan
industri spesial, yang hanya
dikuasai negara-negara
tertentu. Konsekuensinya
penciptaan satelit pun mahal,
dengan tidak adanya jalur
produksi massal. Satelit
diciptakan hanya satu atau
dua unit saja oleh negara-
negara kuat.

Namun, semenjak dekade


1980-an, banyak perusahaan
kecil dan tim-tim riset
universitas yang menciptakan satelit. Akibatnya, negara-negara seperti Nigeria, Malaysia,
Thailand, sanggup menciptakan satelitnya sendiri. Selain itu, satelit kini tak hanya dominasi
perusahaan telekomunikasi tapi sudah merambah ke perbankan, seperti Bank BRI yang
memiliki satelit sendiri. Ini salah satu yang menciptakan gairah baru industri satelit, yang
berakibat pada meningkatnya bisnis satelit di dunia makin melejit.

Di dunia perbankan Indonesia, satelit sebenarnya menjadi kebutuhan operasional dalam


transaksi saban hari. Pelayanan perbankan itu memang mempunyai anggaran yang sangat
tinggi. Setiap tahun bisa mencapai kisaran Rp 300 miliar.
Di sisi lain, perkembangan teknologi satelit masih bergantung dengan negara lain. Potensi
besar perkembangan satelit masih jauh dibandingkan geliat bisnis produk satelit buatan asing.
Menurut tokoh dan pakar teknologi informasi, Onno Purbo, pengembangan teknologi masih
kurang dukungan dan minat dari semua pihak untuk bisa menciptakan inovasi teknologi itu
sendiri. Menurutnya untuk membuat teknologi, dibutuhkan orang teknik yang banyak,
dibutuhkan kurikulum yang baik, laboratorium untuk penelitian, dan dibutuhkan anggaran
yang cukup besar. Menurut dia, ironisnya sekarang ini jumlah mahasiswa yang berminat
mendalami disiplin ilmu teknik di Indonesia hanya berkisar sembilan persen dari populasi
mahasiswa di Indonesia.

Dalam hal ini keseriusan dalam mengembangkan teknologi, informasi dan komunikasi di
semua lapisan harus ikut membantu terciptanya iklim yang baik bagi pengembangan dalam
negeri. Mulai dari sumber daya manusia, mulai dari kurikulum, investasi di kampus-kampus
khususnya pendidikan teknik, ujarnya.

Dia justru bingung jika disiplin ilmu mengenai teknologi, informasi dan komunikasi
malahan dihilangkan dari kurikulum di lingkungan sekolah. Menurutnya investasi
laboratorium hanya menjadi sebuah rongsokan yang tidak digunakan, dia menambahkan, kalau
mau memancing orang ke suatu bisnis tertentu cukup dengan mencetak banyak orang untuk
bisa andil dan mengembangkan bisnis itu.

Dunia telekomunikasi di Indonesia mengalami perkembangan baru pada pertengahan 2001


ini. Pertama, dari diterapkannya perundang-undangan telekomunikasi baru yang mendorong
terjadinya iklim kompetisi yang lebih sehat di antara para pemain bisnis telekomunikasi utama,
khususnya adalah PT. Telkom dan PT. Indosat. Pemberitaan media massa nasional pada
pertengahan 2001 sempat diramaikan oleh pro-kontra masalah cross ownership antara dua
badan usaha milik negara (BUMN) bidang telekomunikasi yang besar ini. Masyarakat
pengguna jasa telekomunikasi umumnya mungkin telah mengikuti perdebatan tentang cross
ownership ini di media massa.

Namun mereka belum menangkap secara jelas, apa pentingnya dan apa manfaat cross
ownership antara Telkom dan Indosat ini bagi mayarakat. Cross ownership adalah program
yang diminta Dana Moneter Internasional (IMF) kepada Pemerintah Indonesia, agar
penyertaan saham Telkom dan Indosat di berbagai perusahaan swasta yang bergerak di bidang
telekomunikasi diubah komposisinya, untuk suatu perusahaan hanya diperbolehkan dikuasai
salah satu saja: Indosat atau Telkom. Maka Telkom dan Indosat diharapkan memecah
kepemilikan silangnya.

Tujuannya untuk jangka panjang adalah agar terjadi persaingan yang sehat antara keduanya
untuk berbagai bidang jasa telekomunikasi. Ketentuan baru ini membuka ruang bagi iklim yang
lebih liberal, kompetitif, antimonopoli, multi-operator dan berpihak pada pelanggan.
Reformasi telekomunikasi Indonesia ini sebenarnya juga menjadi bagian dari reformasi sektor
telekomunikasi dunia.

Saat ini, salah satu teknologi baru yang sedang dipasarkan di Indonesia dan sedang tren di
dunia adalah DSL (Digital Subscriber Line). Teknologi DSL secara sederhana adalah
menggunakan jalur telepon biasa untuk menyalurkan data, termasuk data multimedia, dengan
kecepatan tinggi. Hanya sebagian dari frekuensi yang tersedia pada kabel itu yang digunakan.
DSL membagi frekuensi tinggi untuk data dan frekuensi rendah untuk suara dan facsimile.
Teknologi ini menjadi penting karena karena makin meningkatnya permintaan penggunaan
Internet dengan akses kecepatan tinggi, untuk urusan bisnis, e-commerce, dan transaksi online.

Jasa DSL ini sekilas mirip SDL DOV, di mana kebutuhan akses komunikasi data pelanggan
menggunakan jalur telepon yang sudah ada, dan jalur telepon tetap dapat digunakan oleh
pelanggan. Namun dari sisi teknologi sebenarnya berbeda, karena jasa yang ditawarkan sudah
menyentuh lapisan ketiga dalam protokol komunikasi, yaitu jasa multimedia (IP). Selain
berfungsi sebagai modem, DSL juga mempunyai fungsi routing sederhana di dalamnya. Dalam
keluarga DSL terdapat beberapa alternatif produk. Yaitu: HDSL (High-bit-rate Digital
Subcriber Line), SDSL (Symmetric Digital Subscriber Line), ADSL (Asymmetric Digital
Subscriber Line), VDSL (Very high bit rate Digital Subscriber Line), dan IDSL (ISDN Digital
Subscriber Line). Masing-masing berbeda dari segi kecepatan dan kapasitas penyaluran
datanya.

Ada sejumlah keuntungan bagi pelanggan dengan menggunakan teknologi DSL. Pertama,
pelanggan memperoleh akses Internet berkecepatan tinggi dengan harga lebih murah. Kedua,
tidak tergantung pada adanya line fisik kabel. Ketiga, ketika menggunakan line telepon untuk
penyaluran data, telepon masih tetap dapat digunakan. Keempat, modem DSL juga berfungsi
sekaligus sebagai router. Dengan demikian, pelanggan tidak memerlukan terlalu banyak
perangkat untuk mengakses jasa Internet. Dari PC maupun LAN (local area network) skala
kecil bisa langsung dapat tersambung dengan Internet. DSL ini sekarang sedang dipasarkan
gencar oleh PT. Aplikanusa Lintasarta, yang sekarang dikuasai Indosat, karena saham Telkom
di perusahaan itu telah dijual ke Indosat.

Selain teknologi DSL, masih ada sejumlah teknologi lain yang perlu dicermati. PT. Pasifik
Satelit Nusantara, misalnya, baru-baru ini meluncurkan PASTI (ACeS Satellite Fixed
Aplication), yakni sebuah aplikasi tetap dari layanan telekomunikasi bergerak berbasis satelit
yang menggunakan jaringan ACeS (ASIA Cellular Satellite). PASTI didesain secara sederhana
untuk memenuhi semua kebutuhan telekomunikasi melalui telepon. Tinggal dibeli, dipasang
sendiri, dan langsung kring. Cara memasangnya semudah memasang peralatan rumah tangga
lainnya.

Wilayah cakupannya meliputi seluruh Indonesia dan Asia, mulai dari India, Pakistan, Cina,
Jepang, sampai Papua Niugini. Teknologi ini memungkinkan pemakai terhubung di manapun
berada, meski di tempat terpencil seperti hutan belantara dan pelosok pedesaan sekalipun.
PASTI menggunakan satelit yang akan menerima sinyal dari antena dan menyambungkannya
ke telepon tujuan, baik telepon biasa, handphone, maupun telepon PASTI lainnya.
Perkembangan teknologi Internet juga harus diwaspadai. Bisnis sambungan langsung
internasional (SLI) Telkom dan Indosat, bahkan perusahaan telekomunikasi sejenis di negara-
negara lain, bisa terancam dengan berkembangnya telepon Internet (VoIP). Telepon Internet
ini sudah hadir dan memberi solusi tarif lebih murah ketimbang biaya SLI yang ditetapkan
Indosat. Cukup dengan beberapa ribu rupiah sudah bisa tersambung ke Amerika, ketimbang
harus membayar belasan ribu rupiah jika menggunakan jasa SLI.

Dikawasan Asia, coumpound annual growth rate (CAGR) atau pertumbuhan untuk bisnis
satelit mencapai 1,9 persen pada periode 2008 hingga 2016. Sementara di Indonesia, sejak
2010, bisnis satelit diperkirakan mencapai Rp5,75 triliun atau tumbuh 10 sampai 15 persen
setiap tahunnya. Angka itu berasal dari sewa transponder, penyewaan very small aperture
terminal (VSAT), DTH, dan backbone/backhaul operator.

Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) mengungkapkan, Indonesia masih membutuhkan satelit


sebagai tulang punggung jaringan karena sebaran dari serat optik belum merata. Berdasarkan
catatan, pemanfaatan transponder di Indonesia saat ini lebih dari 160 unit yang digunakan
untuk GSM backhaul, jaringan data, dan selanjutnya untuk penyiaran. Sementara cadangan
domestik yang dipasok oleh Telkom, Indosat, Cakrawala, dan PSN hanya 101 transponder.
Permintaan saat ini masih tumbuh untuk keperluan penyiaran (broadcast), 3G, internet,
triple play, dan quardraple. Indonesia sendiri memiliki 159 transponder melalui tujuh satelit
milik lokal dengan pertumbuhan 10 persen setiap tahunnya. Sedangkan transponder asing
sekitar 125 yang berasal dari berbagai negara seperti China, Amerika Serikat, Inggris, Jepang,
Belanda, Jerman, Malaysia, dan Singapura melalui 25 satelit.

Melihat potensi tersebut, Lippo Group pun akhirnya masuk ke bisnis ini dengan
meluncurkan satelit perdananya bernama Lippo Star. Satelit telekomunikasi yang dibuat oleh
Lippo Group bekerja sama dengan perusahaan asal Jepang, SKY Perfect JSat Corporation dan
Mitsui Corporation, sukses diluncurkan dari Guyana Prancis, Selasa 15 Mei 2012 sore waktu
setempat, atau Rabu 16 Juni 2012 pagi sekitar pukul 05.00 WIB.

Lippo Star akan langsung beroperasi mulai tahun ini, dengan masa aktif mencapai 15 tahun.
Berbobot 4.350 kilogram satelit bermuatan 44 KU-Band transponder ini memiliki daya cakup
cukup luas, meliputi seluruh Indonesia, benua Asia, serta wilayah Oceania pada umumnya.

Terakhir, PT Telekomunikasi Tbk (Telkom) juga ingin memperkuat bisnisnya dengan


meluncurkan satelit Telkom-3, yang sedianya akan diluncurkan pada pertengahan tahun ini dan
menelan investasi US$200 juta dengan kapasitas 42 transponder (setara 49 transponder
@36MHz), terdiri dari 24 transponder @36MHz Standart C-band, 8 transponder @54 MHz
Ext. C-band dan 4 transponder @36 MHz 6 transponder @54 MHz Ku-Band.

Cakupan geografis satelit Telkom 3 mencakup Standart C-band (Indonesia dan ASEAN),
Ext C-band (Indonesia dan Malaysia), serta Ku-Band (Indonesia). Dari 42 transponder satelit
Telkom-3 sebanyak 40-45 persen atau sekitar 20 transponder akan dikomersialkan, sedangkan
sisanya untuk menambah kapasitas seluruh layanan Telkom Group.

Telkom membagi segmen bisnis satelit sesuai kebutuhan pasar yakni upstream dan
downstream. Bisnis upstream meliputi pengelolaan beberapa satelit yang dimiliki Telkom di
angkasa dan wholesale transponder. Adapun di segmen downstream, Telkom menyajikan
beragam pelayanan di antaranya Very Small Aperture Terminal (VSAT).

Telkom melalui unit bisnis wholesales nantinya bakal mengurusi bisnis upstream,
sementara dua anak usaha yakni PT Patra Telekomunikasi Indonesia (Patrakom) dan Metrasat
akan dikonsolidasikan untuk fokus di segmen downstream. Kinerja apik dari bisnis satelit
downstream memperkuat alasan Telkom untuk menggegas proses konsolidasi. Metrasat
merupakan salah satu penyedia layanan solusi end-to-end dalam bidang jaringan komunikasi
data berbasis satelit terbaik di industri. Sementara Patrakom telah menjelma menjadi pemain
kuat di segmen maritim broadband.

Salah satu langkah strategis yang telah dilakukan yakni mengubah nama Patrakom menjadi
PT Telkom Satelit Indonesia. Menurut Direktur Utama Telkom, Alex Sinaga, Nantinya,
Telkom Satelit Indonesia itulah yang menjadi lead dalam konsolidasi bisnis perusahaan.
Menurut Alex, konsolidasi bisnis satelit sangat vital menunjang agresivitas perseroan di pasar
regional. Terlebih, Satelit Merah Putih akan dimanfaatkan Telkom untuk melayani permintaan
pasar di Asia Tenggara hingga kawasan Asia Selatan. Dalam lima tahun ke depan, ditargetkan
sudah bisa menjadi pemain terbesar ketiga di pasar satelit regional.

KESIMPULAN

Sebagai kesimpulan, dapat dikatakan bahwa bisnis satelit merupakan bisnis yang memiliki
peluang investasi yang sangat tinggi yang membuatnya cukup diminati di kalangan perusahaan
berskala besar, tetapi dengan resiko dan kebutuhan akan anggaran serta biaya yang cukup
tinggi pula. Bisnis telekomunikasi berbasis satelit di Indonesia telah memiliki sejarah cukup
panjang dan menunjukkan peningkatan pesat, terutama sejak pemanfaatan Sistem Komunikasi
Satelit Domestik. Perkembangan positif ini sempat terganggu oleh krisis ekonomi, ditambah
krisis politik, yang berlarut-larut di Indonesia.

Namun bahkan dalam kondisi terpuruk seperti itu pun masih ada peningkatan bisnis, dan
itu menunjukkan prospek dan potensi bisnis telekomunikasi berbais satelit sebenarnya cukup
cerah. Selain terdapat peluang, tentu juga terdapat tantangan-tantangan. Tantangan itu antara
lain adalah perkembangan bisnis telekomunikasi dunia, liberalisasi, dan globalisasi, yang
menuntut para pelaku bisnis telekomunikasi berbasis satelit di Indonesia untuk siap bersaing
dalam pasar yang terbuka. Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, para pelaku bisnis perlu
melakukan pembenahan, dalam bentuk restrukturisasi dan reorganisasi, serta perumusan
kembali misi dan core bisnis yang ditekuni. Langkah-langkah semacam ini telah mulai
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan telekomunikasi utama, seperti PT. Telkom dan PT.
Indosat, dan tentu akan diikuti oleh yang lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

https://psn.co.id/nsatu/

https://market.bisnis.com/read/20180807/192/825413/laporan-dari-orlando-
as-telkom-kebut-konsolidasi-bisnis-satelit

https://tirto.id/bisnis-satelit-bernilai-ribuan-triliun-yang-makin-melejit-cQcs

https://www.beritasatu.com/berita-utama/48709-geliat-bisnis-satelit-di-
indonesia-menggiurkan.html

https://www.merdeka.com/tag/bisnis-satelit-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai