Anda di halaman 1dari 11

A.

Latar Belakang

Berakhirnya kekuasaan Ali bin Abi Thalib mengakibatkan lahir kekuasaan baru yang
bernama dinasti/kerajaan.Bentuk kekuasaan dinasti itu bersifat kekuasaan feodal dan
turun temurun hanya untuk mempertahankan kekuasaa,adanya unsur otorier,kekuasaan
mutlak,kekerasan,diplomasi yang dibumbui dengan tipu daya dan hilangnya keteladanan
Nabi Muhammad SAW.Dinasti sesudah khulafaur rasyidin biasanya cara memilih
pemimpin dengan cara bermusyawarah.

Setelah masa khulafaur rasyidin berakhir,munculah dinasti baru dari tahun 661 M,
kekuasaan politik dipegang oleh dinasti tertentu seperti Dinasti umayyah di
Damaskus,lalu Abbasiyah di Baghdad,dan sisa-sisa khalifah umayyah Barat di
Kordoba.Pada masa-masa berikutnya,dinasti yang muncul seperti: Fatimiyah di
Kairo(909-1171 M), Al-Murabitun, dan Al-Muwahidun dibarat laut afrika, dan dinasti
lainya yang memerintah dikawasan geografis yang lebih kecil.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis angkat pada pembahasan makalah ini,penulis
akan membahas:

1. Bagaimana sejarah berdirinya Bani Umayyah?

2. Siapa sajakah khalifah-khalifah Bani Umayyah?

3. Bagaimana masa kemajuan Bani Umayyah?

4. Bagaimana masa kemunduran Bani Umayyah?


A. Sejarah Berdirinya Bani Umayyah

Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu
Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa Jahiliyyah. Ia
dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan
kekuasaan dan kedudukan.

Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyyah bin Abu Sufyan bin Harb. Muawiyyah
sebagai pendiri daulah Bani Abbasiyyah juga sekaligus menjadi khalifah pertama. Ia
memindahkan ibukota kekuasaan Islam dari Kuffah ke Damaskus.

Muawiyyah dipandang sebagai pembangun Dinasti yang oleh sebagian besar


sejarawan awalnya dipandang negatif. Keberhasilannya memperoleh legalitas atas
kekuasaannya dalam perang saudara di Siffin dicapai melalui cara yang curang.Lebih dari
itu, Muawiyyah juga dituduh sebagai pengkhianat prinsip-prinsip demokrasi yang
diajarkan Islam, karena dialah yang mula-mula mengubah pimpinan negara dari seorang
yang dipilih oleh rakyat menjadi kekuasaan raja yang diwariskan turun-temurun
(monarchy heredity).

Muawiyyah tumbuh sebagai pemimpin karier. Pengalaman politik telah memperkaya


dirinya dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam memerintah,mulai dari menjadi salah
seorang pemimpin pasukan di bawah komando Paglima Abu Ubaidah bin Jarrah yang
berhasil merebut wilayah Palestina, Suriah, dan Mesir dari tangan Imperium Romawi
yang telah menguasai ketiga daerah itu sejak tahun 63 SM.Kemudian Muawiyyah
menjabat kepala wilayah di Syam yang membawahi Suriah dan Palestina yang
berkedudukan di Damaskus selama kira-kira 20 tahun semenjak diangkat oleh Khalifah
Umar. Khalifah Utsman telah menobatkannya sebagai “Amr Al-Bahr” (prince of the sea)
yang memimpin armada besar dalam penyerbuan ke kota Konstantinopel walaupun belum
berhasil.

Muawiyyah berhasil mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya dikarenakan


kemenangan diplomasi di Siffin dan terbunuhnya khalifah Ali. Melainkan sejak semula
gubernur Suriah itu memiliki “basis rasional” yang solid bagi landasan pembangunan
politiknya di masa depan.

Pertama, adalah berupa dukungan yang kuat dari masyarakat Suriah dan dari keluarga
Bani Umayyah sendiri. Penduduk Suriah yang lama diperintah oleh Muawiyyah
mempunyai pasukan yang kokoh, terlatih, dan disiplin di garis depan dalam melawan
peperangan melawan Romawi. Mereka bersama-sama dengan kelompok bangsawan kaya
Mekkah dari keturunan Umayyah berada sepenuhnya di belakang Muawiyyah dan
memasoknya dengan sumber-sumber kekuatan yang tidak ada habisnya, baik moral,
tenaga manusia,maupun kekayaan.

Kedua,sebagai seorang Administrator, Muawiyyah sangat bijaksana dalam


menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Tiga orang patutlah
mendapat perhatian khusus, yaitu Amr bin Ash, Mugirah bin Syu’bah, dan Ziyad bin
Abihi.

1. Amr bin Ash sebelum masuk Islam dikagumi oleh bangsa Arab, karena kecakapannya
sebagai mediator antara Quraisy dan suku-suku Arab lainnya jika terdapat
perselisihan.
2. Orang kedua adalah Mughirah bin Syu’bah, seorang politukus independen.
Keberhasilan Mughirah yang utama adalah kesuksesan menciptakan situasi yang
aman dan mampu meredam gejolak penduduk Kufah yang sebagian besar pendukung
Ali.
3. Sedangkan orang yang ketiga bernama Ziyad bin Abihi, seorang pemimpin
kharismatik yang netral, ditetapkan oleh Mu’awiyah untuk memangku jabatan
gubernur di Bashrah dengan tugas khusus si Persia selatan. Sikap politiknya yang
tegas, adil, dan bijaksana menjamin kekuasaan Muawiyyah kokoh di wilayah provinsi
paling timur itu dikenal sangat gaduh dan sukar diatur.

Ketiga, Muawiyyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan


mencapai tingkat “hilm”, sifat yang dimiliki oleh para pembesar Mekkah zaman dahulu.
Seorang manusia hilm seperti Muawiyyah dapat menguasai diri secara mutlak dan
mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi.

Pada usia 80 tahun Mu’awiyah bin Abi Sufyan meninggal dunia dan dimakamkan di
Damaskus, diperkuburan Bab al-shagier.Dan takhta di turunkan kepada putranya yaitu
Yazid bin Muawiyyah. Ketika Yazid bin Muawiyyah naik takhta, sejumlah tokoh
terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya yaitu antara lain Husain
bin Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Zubair bin Awwam. Bersamaan dengan itu,
kaum Syi’ah (pengikut Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi) melakukan konsolidasi
(penggabungan) kekuatan kembali dan menghasut Husain melakukan perlawanan.
sehingga terjadi pertempuran tidak seimbang yang kemudian dikenal sebagai
Pertempuran Karbala.

B. Khalifah-khalifah Bani Umayyah

Dinasti umayyah pada saat itu hampir satu abad,atau tepatnya 90 tahun,dengan 14
khalifah. Adapun urutan khalifah umayyah adalah sebagai berikut:

1. Muawiyyah I bin Abi Sufyan (41-60 H/661-679M)


Muawiyyah bin Abi sufyan adalah bapak pendiri Dinasti Bani Umayyah dialah tokoh
pembangunan yang besar. Muawiyyah mendapat kursi kekuasaan setelah Hasan bin
Ali bin Abi Thalib berdamai dengannya pada tahun 4 H, karena Hasan menyadari
kelemahannya sehingga ia berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat kepada
Muawiyyah sehingga tahun itu dinamakan ‘Amul Jama’ah, tahun persatuan.
Muawiyyah dibaiat oleh umat Islam di kufah. Diantara jasa-jasa Muawiyyah ialah
mengadakan dinas pos dengan menggunakan kuda-kuda yang selalu siap di tiap pos.
Ia juga berjasa mendirikan kantor cap (percetakan mata uang), dan lain-lain.
Muawiyyah wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit dan digantikan oleh
anaknya Yazid.
2. Yazid I bin Muawiyyah (60-64H/679-683M)
Yazid tidak sekuat ayahnya dalam memerintah, banyak tantangan yang dihadapinya,
antara lain ialah membereskan pemberontakan kaum Syi’ah yang telah membaiat
Husein sepeninggal Muawiyyah. Terjadi perang di karbala yang menyebabkan
terbunuhnya Husain. Yazid menghadapi para pemberontak di Mekkah dan Madinah
dengan keras. Dinding ka’bah runtuh dikarenakan terkena lemparan manjaniq,
peristiwa tersebut merupakan aib besar terhadap masanya. Yazid wafat pada tahun 64
H setelah memerintah 4 tahun dan digantikan oleh anaknya, Muawiyyah II
3. Muawiyyah II bin Yazid (64 H/683M)
Ia hanya memerintahkan kurang lebih 40 hari, dan meletakkan jabatan sebagai
khalifah tiga bulan sebelum wafatnya. Ia mengalami tekanan jiwa berat karena tidak
sanggup memikul tanggung jawab jabatan khalifah yang sangat besar tersebut.
Dengan wafatnya, maka habislah keturunan Muawiyyah dalam melenggangkan
kekuasaan dan berganti ke Bani Marwan.
4. Marwan I bin Hakam (64-65 H/683-684M)
Ia adalah gubernur Madinah di masa Muawiyyah dan penasihat Yazid di Damaskus di
masa pemerintahan putra pendiri daulah Umayyah itu. Ia di angkat menjadi khalifah
karena dianggap orang yang dapat mengendalikan kekuasaan karena pengalamannya.
Ia dapat menghadapi kesulitan satu demi satu dan dapat mengalahkan kabilah Ad-
Dahak bin Qais, kemudian menduduki mesir. Marwan menundukan palestina, hijaz,
dan irak. Namun ia cepat pergi hanya memerintah 1 tahun, ia wafat pada tahun 65 H
dan menunjuk anaknya Abdul Malik dan Abdul Aziz sebagai pengganti
sepeninggalannya secara berurutan.
5. Khalifah Abdul Malik (65-86H/684-705M)
Dia adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah Bani Umayyah
yang disebut-sebut sebagai ‘pendiri kedua’ bagi kedaulatan Umayyah. Ia dikenal
sebagai seorang khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di bidang fiqh. Ia telah
berhasil mengembalikan sepenuhnya integritas wilayah dan wibawa kekuasaan
keluarga Umayyah dari segala pengacau negara yang merajalela pada masa-masa
sebelumnya. Mulai dari gerakan sparatis Abdullah bin Zubair di Hijaz,
pemberontakan kaum Syi’ah dan Khawarij, sampai kepada aksi teror yang dilakuakn
oleh Al-Mukhtar bin Ubaid As-Saqafy di wilayah kufah, dan pemberontakan yang di
pimpin oleh Mus’ab bin Zubair di Irak.
Ia juga menundukan tentara Romawi yang sengaja membuat keguncangan sendi-sendi
pemerintahan Umayyah. Ia memerintahkan menggunakan bahasa Arab sebagai
bahasa Administrasi di wilayah Umayyah, ia juga memerintahkan untuk mencetak
uang secara teratur, membangun beberapa gedung, dan masjid serta slauran-saluran
air, memajukan perdagangan, memperbaiki sistem ukuran timbang, takaran dan
keuangan dan menyempurnakan tulisan huruf Al-Qur’an dengan titik pada huruf-
huruf tertentu.
Khalifah abdul Malik memerintah selam 21 tahun dan wafat 86 H dan di ganti oleh
putranya Al-Walid
6. Al Walid I bin Abdul Malik (86-96H/705-714M)
Memerintah 10 tahun lamanya. Pada masa pemerintahannya, kekayaan dan
kemakmuran merintah ruah. Kekuasaan Islam melangkah ke Spanyol di bawah
pimpinan pasukan Thariq bin Ziyad ketika afrika utara dipegang oleh gubernur Musa
bin Nushair. Karena kekayaan melimpah maka ia sempurnakan pembanguna gedung-
gedung, pabrik-pabrik, dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk para
khalifah yang berlalu lalang di jalan tersebut. Ia membangun masjid Al-Amawi yang
terkenal hingga masa kini di Damaskus. Di samping itu, ia menggunakan kekayaan
negerinya untuk menyantuni para yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacat
seperti orang lumpuh, buta, dan sakit kusta. Khalifah Walid bin Absul Malik wafat
tahun 96 H dan digantikan oleh adiknya, Sulaiman.
7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99H/714-117M)
Dia tidak sebijak kakaknya, ia kurang bijaksana, suka harta sebagaimana yang
diperlihatkan ketika ia menginginkan harta rampasan perang (ghanimah) dari Spanyol
yang dibawa oleh Musa bin Nushair.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dibenci oleh rakyatnya karena tabiatnya yang
kurang bijaksana itu. Para pejabatnya terpecah belah, demikian pula masyarakatnya.
Orang-orang yang berjasa di masa para pendahulunya disiksanya, seperti keluarga
Hajjaj bin Yusuf dan Muhammad bin Qasim yang menundukan India. Ia meninggal
pada tahun 99 H dan menunjuk Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya.
8. Umar bin Abdul Aziz. (99-101H/717-719M)
Adapun khalifah yang besar ialah Umar bin Abdul Aziz. Meskipun masa
pemerintahannya sangat singkat, nama Umar merupakan ‘lembaran putih’ Bani
Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter yang tidak
terpengaruh oleh berbagai kebijaksanaan daulah Bani Umayyah yang banyak disesali.
Ia merupakan personifikasi seorang khalifah yang takwa dan bersih, suatu sikap yang
jarang sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin Bani Umayyah.
Khalifah yang adil ini adalah putra Abdul Aziz, gubernur Mesir. Ia lahir di Hilwan
dekat Kairo, atau Madinah menurut sumber lain. Rupanya keadilannya menurun dari
Khalifah Umar bin Khatab yang menjadi kakeknya dari jalur ibunya. Ia menghabiskan
waktunya di Madinah untuk mendalami ilmu Agama Islam, khususnya ilmu hadis dan
ketika ia menjadi khalifah ia memerintahkan kaum Muslimin untuk menuliskan hadis,
dan inilah perintah resmi pertama dari penguasa Islam. Umar adalah orang yang rapi
dalam berpakaian, memakai wewangian dengan rambut yang panjang dan cara jalan
yang tersendiri, sehingga mode Umar itu ditiru orang pada masanya.
9. Yazid II bin Abdul Malik (101-105H/719-723M)
Pada masa pemerintahannya timbul lagi perselisihan antara kaum Mudariyah dan
Yamaniyah. Pemerintahan yang singkat itu mempercepat proses kemunduran Bani
Umayyah. Kemudian diganti oleh Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.
10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/723-745M)
Meskipun tidak secemerlang tiga khalifah yang masyur sebagimana tersebut di atas.
Ia memerintah dalam waktu yang panjang, yakni 20 Tahun. Ia dapat dikategorikan
sebagai khalifah Umayyah yang terbaik karena kebersihan pribadinya, pemurah,
gemar kepada keindahan, berakhlak mulia dan tergolong teliti terutama soal
keuangan, disamping bertaqwa dan berbuat adil. Pada masa pemerintahannya terjadi
gejolak yang dipelopori oleh kaum Syi’ah serta bersekutu dengan kaum Abbasiyyah.
Mereka menjadi kuat karena kebijaksanaan yang diterapkan oleh Khalifah Umar bin
Abdul Aziz yang bertindak lemah lembut terhadap semua kelompok. Dalam diri
keluarga Umayyah sendiri terjadi perselisihan tentang putra mahkota yang
melemahkan posisi Umayyah.

Masih ada empat khalifah lagi yang setelah Hisyam yang memerintah hanya dalam
waktu tujuh tahun, yakni :

11. Al-Walid II bin Yazid (125-126H/742-743M)


12. Yazid III bin Al-Walid (126H/743M)
13. Ibrahim bin Al-Walid (126-127H/743-744M)
14. Marwan bin Muhammad (127-132H/744-750M)
Dia adalah penguasa terakhir yang terkenal dengan julukan marwan al-himar
(manusia keledai). Karena kebesarannya yang luar biasa dan kesanggupannya
menahan perasaan. Sebenarnya ia adalah penguasa yang besar tapi sayang, ia muncul
ketika daulat Bani Umayyah sedang merosot.
Dia wafat pada tahun 132 H/750 M terbunuh di Mesir oleh pasukan Bani Abbasiyyah.

C. Masa Kemajuan Bani Umayyah

Pada pemerintahan Bani umayyah ini ada empat penjuru mata angin beramai-ramai
masuk ke dalam kekuasaan islam, meliputi: seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah
Arab,Syria, palestina, sebagian daerah Anatonia, Irak ,Persia, Afganistan, India, dan
negeri-negeriyang sekarang dinamakan turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgiztan, yang
termasuk Soviet Rusia.

Berikut beberapa kemajuan yang berhasil dicapai oleh Dinasti Umayyah:

 Bidang Militer dan kekuasaan


Pada bidang ini Dinasti Umayyah berhasil melebarkan sayap ekspansinya dengan
menguasai wilayah yang hampir setara dengan kekuasaan Alexander Agung.
Menurut ahmad syalabi pada bidang militer dan kekuasaan mencakup 3 front penting:
1. Front melawan bangsa romawi di Asia kecil, dengan sasaran utama
pengepungan ke ibu kota konstantinopel, dan penyerangan ke pulau-pulau di
Laut tengah.
2. Front Afrika Utara. Selain menundukkan Afrika, pasukan muslim juga
menyeberangi Selat Gibraltar, lalu masuk ke spanyol.
3. Front timur menghadapi wilayah yang sangat luas, ehingga operasi di jalur ini
dibagi menjadi dua arah; yang satu menuju utara ke daerah-daerah di seberang
sungai Jihun (Ammu Darya), sedangkan lainya ke arah selatan menyusuri
sind, wilayah india bagian barat.

 Bidang Politik dan Pemerintahan

Bani umayyah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru , untuk memenuhi
tuntutan perkembangan wilyah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks.

Bani Umayyah dibantu oleh beberapa sekretaris yaitu;


1. Katib ar-rasain
2. Katib al-kharrah
3. Katib al-jundi
4. Katibasy-syurtah
5. Katib al-qudat

Bani umayyah juga mendirikan dinas pos,menertibkan angkatan


bersenjata,mencetak mata uang, dan jabatan qadhi(hakim) mulai berkembang menjadi
profesi sendiri.

 Bidang Sosial dan Budaya

Pada masa ini telah banyak bangunan hasil rekayasa umat islam dengan mengambil
pola Romawi. Contohnya: bangunan masjid Damaskus yang dibangun pada masa
pemerintahan Walid bin Abdul Malik dan Masjid Agung Kordoba yang terbuat dari batu
pualam.
Pada dinasti umayyah ilmu pengetahuan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: al-
ulum al-islamiyah(ilmu al-Quran,hadist,fiqh,al-ulum al-lisaniyah,at-tarikh,dan al-
jughrafi),al-ulum dakhiliyah(ilmu yang diperlukan untuk kemajuan islam),al-adab al-
qadamah(ilmu lama).

Dinasti umayyah memiliki beberapa kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu


pengetahuan:

1. Pengembangan Bahasa Arab


Dinasti umayyah menjadikan bahasa arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha
negara dan pemerintahan,sehingga pembukuan dan surat-menyurat menggunakan
bahasa arab.
2. Marbad; Kota Pusat Kegiatan Ilmu
Marbad merupakan kota kecil yang didirikan oleh dinasti umayyah.Dikota
Marbad tempat berkumpul para pujangga,filsuf,ulama,penyair,dan cendekiwan
lainya.
3. Ilmu Qira’at
Ilmu qira’at adalah ilmu seni baca al-Qur’an.pada masa ini lahir para ahli qira’at
ternama, seperti: Abdullah bin Qurair dan Ashim bin Abi Nujud
4. Ilmu Tafsir
Untuk memahami al-Qur’an sebagai kitab suci, diperlukan ilmu tafsir untuk
memahami lebih jelas.
5. Ilmu Hadist
Setelah ilmu tafsir kita memerlukan ilmu hadist untuk menyelidi asal usulnya.
Para hadist yang termasyhur pada masa dinasti umayyah adalah Al-Jauzi
Abdurrahman bin Amru, Ibnu Abu Malikah,dan Asya’bi Abu Amru Amir bin
Syurahbil.
6. Ilmu Fiqih
Al-Qur’an merupakan dasar fiqh Islam. Ahli fiqih yang terkenal pada masa ini
adalah Abu Bakar bin Abdurrahman, Qasim Ubaidillah,Urwah, dan Kharijah.
7. Ilmu Nahwu
Karena bertambahnya orang-orang ajam(non-arab) sangat banyak, maka
dibutuhkan ilmu nahwu untuk mempelajari berbagai ilmu agama islam.
8. Ilmu Jughrafi dan Tarikh
Karena adanya pengembangan dakwah islam ke daerah-daerah baru yang luas dan
jauh menimbulkan gairah untuk mengarang ilmu jughrafi,dan demikian juga ilmu
tarikh.
Sehingga kedua ilmu itu berkembang menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri.
9. Usaha Penerjemahan
Mula-mula yang melakukan usaha penerjemahan adalah Khalid bin Yazid,beliau
ahli dibidang ilmu astronomi.

D. Masa Kemunduran Bani Umayyah

Meskipun kejayaan telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak bertahan lebih
lama, dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dri pihak
luar.

1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah suatu yang baru bagi tradisi
Arab yang lebuh menentukan aspek senioritas, pengaturannya tidak jelas.
Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan
yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dari berbagai
konflik politik yang terjadi di masa Ali bin Abi Thalib. Sisa-sisa Syi’ah (para
pengikut Ali) dan Khawarij terus terjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti
di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan
kekuasaan Dinasti Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak
menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah, pertentangan etnis antara Suku Arabia Utara
(Bani Qais) dan Arab Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam
semakin runcing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Dinasti Umayyah
mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu,
sebagian besar golongan Timur lainnya merasa tidak puas karena status Mawali itu
menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang
diperhatikan pada masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintah daulah Dinasti Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup
mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul
beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, sebagian
besar golongan awam kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan
agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya
kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-Muthalib.
Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah,dan
kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintah Dinasti Umayyah.

Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu, sehingga akhirnya
mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan berdirinya kekuasaan
orang-orang Bani Abbasiyyah yang mengejar-ngejar dan membunuh setiap orang dari
Dinasti Umayyah yang dijumpainya.

Demikianlah,Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-
angsur melemah.Kekhalifan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang
melemahkan dan akhirnya hancur. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh Dinasti Bani
Abbasiyyah pada masa khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada tahun 127
H/744 M.

E. Silsilah Keluarga Bani Umayyah

Secara geneologis (garis keturunan) Muawiyah bin Abi Sofyan bertemu dengan silsilah
keluarga Nabi Muhammad SAW pada Abdul Manaf. Keluarga Nabi Muhammad SAW dikenal
dengan sebutan Bani Hasyim, sedangkan keluarga Umayah disebut dengan Bani
Umayyah.Berikut ini adalah silsilah Bani Umayyah, yang menunjukkan hubungan kekerabatan
antara Keluarga Bani Umayah dengan Bani Hasyim (keluarga Nabi Muhammad SAW).

Anda mungkin juga menyukai