a. Densitas
Densitas didefinisikan sebagai perbandingan
massa bahan bakar terhadap volum bahan bakar
pada suhu acuan 15°C.
Densitas diukur dengan suatu alat yang disebut
hydrometer.
Pengetahuan mengenai densitas ini berguna
untuk penghitungan kuantitatif dan pengkajian
kualitas penyalaan.
Satuan densitas adalah kg/m3.
b. Specific gravity
Didefinisikan sebagai perbandingan berat dari sejumlah
volum minyak bakar terhadap berat air untuk volume
yang sama pada suhu tertentu.
Densitas bahan bakar, relatif terhadap air, disebut
specific gravity (specific gravity air = 1, dimensionless)
Specific gravity digunakan dalam penghitungan yang
melibatkan berat dan volume.
c. Viskositas
Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan terhadap
aliran
Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan awal yang diperlukan
untuk handling, penyimpanan dan atomisasi yang memuaskan
Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu
Satuan viskositas: Stokes/ Centistokes, Engler, Saybolt atau Redwood.
Tiap jenis minyak bakar memiliki hubungan suhu – viskositas tersendiri.
Pengukuran viskositas dilakukan dengan suatu alat yang disebut
Viscometer.
Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam penyimpanan dan
penggunaan bahan bakar minyak.
Jika minyak terlalu kental, maka akan menyulitkan dalam pemompaan,
sulit untuk menyalakan burner, dan sulit dialirkan.
Atomisasi yang jelek akam mengakibatkan terjadinya pembentukan
endapan karbon pada ujung burner atau pada dinding-dinding. Oleh
karena itu pemanasan awal penting untuk atomisasi yang tepat.
d. Titik Nyala
temperatur terendah dimana cairan pada waktu uap yang keluar dari
permukaan cairan langsung akan menyala. Titik nyala untuk minyak
tungku/ furnace oil adalah 66 °C.
e. Titik Tuang
temperatur terendah dimana bahan bakar akan tertuang atau
mengalir bila bahan bakar berada pada bawah kondisi ini. Ini
merupakan indikasi yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana
bahan bakar minyak siap untuk dipompakan
f. Panas Jenis
jumlah kcal yang diperlukan untuk menaikan suhu 1 kg minyak
sebesar 1 °C (satuan: kcal/kg °C). Panas jenis menentukan berapa
banyak steam atau energi listrik yang digunakan untuk memanaskan
minyak ke suhu yang dikehendaki. Minyak ringan memiliki panas jenis
yang rendah, sedangkan minyak yang lebih berat memiliki panas jenis
yang lebih tinggi.
g. Nilai Kalor
Nilai kalor adalah total jumlah panas yang dilepas melalui pembakaran
sempurna per unit berat atau volume suatu bahan bakar
Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang dihasilkan, dan
diukur sebagai nilai kalor kotor (gross calorific value) atau nilai kalor
netto (nett calorific value)
Perbedaannya ditentukan oleh panas laten kondensasi dari uap air yang
dihasilkan selama proses pembakaran.
Gross calorific value (GCV) mengasumsikan seluruh uap yang
dihasilkan selama proses pembakaran sepenuhnya
terembunkan/terkondensasikan. Sedangkan nett calorific value (NCV)
mengasumsikan air yang keluar dengan produk pengembunan tidak
seluruhnya terembunkan.
h. Kadar Sulfur
Jumlah kadar sulfur dalam bahan bakar minyak sangat tergantung pada
sumber minyak mentah dan pada proses penyulingannya. Kandungan
normal sulfur untuk residu bahan bakar minyak (minyak furnace) berada
pada 2 - 4 %.
Kerugian utama dari adanya sulfur adalah resiko korosi oleh asam sulfat
yang terbentuk selama dan sesudah pembakaran, dan pengembunan di
cerobong asap, pemanas awal udara dan economizer
i. Kadar Abu
Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau garam dalam
bahan bakar minyak. Kadar abu pada distilat bahan bakar diabaikan.
Residu bahan bakar memiliki kadar abu yang tinggi. Garam-garam
tersebut mungkin dalam bentuk senyawa sodium, vanadium, kalsium,
magnesium, silikon, besi, alumunium, nikel, dll.
Umumnya, kadar abu berada pada kisaran 0,03 – 0,07 %. Abu yang
berlebihan dalam bahan bakar cair dapat menyebabkan pengendapan
kotoran pada peralatan pembakaran.
Abu memiliki pengaruh erosi pada ujung burner, menyebabkan kerusakan
pada refraktori pada suhu tinggi dapat meningkatkan korosi suhu tinggi
dan penyumbatan peralatan.
j. Residu Karbon
Residu karbon memberikan kecenderungan pengendapan residu padat
karbon pada permukaan panas, seperti burner atau nozzle injeksi, bila
kandungan yang mudah menguapnya menguap. Residu minyak
mengandung residu karbon 1 persen atau lebih.
k. Kadar Air
Kadar air minyak tungku/furnace pada saat pemasokan umumnya sangat
rendah sebab produk disuling dalam kondisi panas. Batas maksimum
1% ditentukan sebagai standar.
Air dapat berada dalam bentuk bebas atau emulsi dan dapat
menyebabkan kerusakan dibagian dalam permukaan tungku selama
pembakaran terutama jika mengandung garam terlarut.
Air juga dapat menyebabkan percikan nyala api di ujung burner, yang
dapat mematikan nyala api, menurunkan suhu nyala api atau
memperlama penyalaan.
LPG
LPG terdiri dari campuran utama propan dan Butan dengan sedikit
persentase hidrokarbon tidak jenuh (propilen dan butilene) dan beberapa
fraksi C2 yang lebih ringan dan C5 yang lebih berat. Senyawa yang
terdapat dalam LPG adalah propan (C3H8), Propilen (C3H6), normal dan
iso-butan (C4H10) dan Butilen (C4H8). LPG merupakan campuran dari
hidrokarbon tersebut yang berbentuk gas pada tekanan atmosfir, namun
dapat diembunkan menjadi bentuk cair pada suhu normal, dengan tekanan
yang cukup besar. Walaupun digunakan sebagai gas, namun untuk
kenyamanan dan kemudahannya, disimpan dan ditransport dalam bentuk
cair dengan tekanan tertentu. LPG cair, jika menguap membentuk
gas dengan volum sekitar 250 kali.
Gas alam
Metan merupakan kandungan utama gas alam yang mencapai jumlah
sekitar 95% dari volum total. Komponen lainnya adalah: Etan, Propan,
Pentan, Nitrogen, Karbon Dioksida, dan gasgas lainnya dalam jumlah
kecil. Sulfur dalam jumlah yang sangat sedikit juga ada. Karena metan
merupakan komponen terbesar dari gas alam, biasanya sifat metan
digunakan untuk membandingkan sifat-sifat gas alam terhadap bahan
bakar lainnya.
Gas alam merupakan bahan bakar dengan nilai kalor tinggi yang tidak
memerlukan fasilitas penyimpanan. Gas ini bercampur dengan udara
dan tidak menghasilkan asap atau jelaga. Gas ini tidak juga
mengandung sulfur, lebih ringan dari udara dan menyebar ke udara
dengan mudahnya jika terjadi kebocoran. Perbandingan kadar karbon
dalam minyak bakar, batubara dan gas diberikan dalam tabel dibawah.
PROSES PEMBAKARAN
Combustion is the conversion of
a substance called a fuel into
chemical compounds known as
products of combustion by
combination with an oxidizer.
The combustion process is an
exothermic chemical reaction,
i.e., a reaction that releases
energy as it occurs.
Combustion may be represented
symbolically by:
Fuel + Oxidizer Products of combustion + Energy
Prinsip-prinsip Pembakaran
Proses pembakaran
Pembakaran merupakan oksidasi cepat bahan bakar disertai dengan
produksi panas, atau panas dan cahaya.
Pembakaran sempurna bahan bakar terjadi hanya jika ada pasokan
oksigen yang cukup.
Oksigen (O2) merupakan salah satu elemen bumi paling umum yang
jumlahnya mencapai 20.9% dari udara. Bahan bakar padat atau cair
harus diubah ke bentuk gas sebelum dibakar. Biasanya diperlukan
panas untuk mengubah cairan atau padatan menjadi gas. Bahan
bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat udara
yang cukup.
Hampir 79% udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen, dan
sisanya merupakan elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai
pengencer yang menurunkan suhu yang harus ada untuk mencapai
oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran.
Pembakaran Tiga T
Tujuan dari pembakaran yang baik adalah melepaskan seluruh panas
yang terdapat dalam bahan bakar. Hal ini dilakukan dengan
pengontrolan “tiga T” pembakaran yaitu
(1) Temperature/ suhu yang cukup tinggi untuk menyalakan dan
menjaga penyalaan bahan bakar,
(2) Turbulence/ Turbulensi atau pencampuran oksigen dan bahan
bakar yang baik,
(3) Time/ Waktu yang cukup untuk pembakaran yang sempurna.
Bahan bakar yang umum digunakan seperti gas alam dan propan
biasanya terdiri dari karbon dan hidrogen. Uap air merupakan
produk samping pembakaran hidrogen, yang dapat mengambil
panas dari gas buang, yang mungkin dapat digunakan untuk
transfer panas lebih lanjut.
Gas alam mengandung lebih banyak hidrogen dan lebih sedikit karbon
per kg daripada bahan bakar minyak, sehingga akan memproduksi
lebih banyak uap air. Sebagai akibatnya, akan lebih banyak panas
yang terbawa pada pembuangan saat membakar gas alam.
Terlalu banyak, atau terlalu sedikit nya bahan bakar pada jumlah udara
pembakaran tertentu, dapat mengakibatkan tidak terbakarnya bahan bakar dan
terbentuknya karbon monoksida. Jumlah O2 tertentu diperlukan untuk
pembakaran yang sempurna dengan tambahan sejumlah udara (udara berlebih)
diperlukan untuk menjamin pembakaran yang sempurna. Walau demikian, terlalu
banyak udara berlebih akan mengakibatkan kehilangan panas dan efisiensi.
Tidak seluruh bahan bakar diubah menjadi panas dan diserap oleh peralatan
pembangkit. Biasanya seluruh hidrogen dalam bahan bakar terbakar. Saat ini,
hampir seluruh bahan bakar untuk boiler, karena dibatasi oleh standar polusi,
sudah mengandung sedikit atau tanpa sulfur. Sehingga tantangan utama dalam
efisiensi pembakaran adalah mengarah ke karbon yang tidak terbakar (dalam
abu atau gas yang tidak terbakar sempurna), yang masih menghasilkan CO
selain CO2.