Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS SEBARAN EROSI LAHAN DAN UPAYA KONSERVASI

DERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RUMPUT VETIVER

Azmeri1, Ella Meilianda1, Muhammad Ikhsan2

1)
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Syeh Abdul Rauf No. 7, Darussalam Banda Aceh 23111
email: azmeri73@yahoo.com, ella.meilianda@tdmrc.org
2)
Mahasiswa Magister Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh 23111
email:mikhsanrustam@gmail.com

ABSTRAK

Erosi merupakan kejadian terkikisnya tanah yang dapat disebabkan oleh air, angin, dan hujan. Proses erosi tidak
sesederhana hasil kali erosivitas dan erodibilitas saja, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kedua variabel tersebut, yaitu sifat hujan, jenis tanah, kemiringan lereng, jenis vegetasi,
serta aktivitas manusia dalam hubungannya dengan penggunaan lahan. Kejadian erosi sering diperparah oleh
meningkatnya aktivitas manusia di lokasi tersebut, misalnya penebangan hutan yang secara liar, kegiatan
pertambangan, perkebunan dalam hal ini membuka lahan baru dan tata guna lahan (land use) yang buruk. Laju
erosi dapat dicegah dengan melakukan tindakan konservasi lahan dengan beberapa metode yaitu metode
mekanis, kimiawi dan vegetatif yang berfungsi meningkatkan produktivitas tanah. Metode konservasi secara
vegetatif merupakan salah satu cara yang efektif untuk menekan laju erosi dan ramah lingkungan. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis laju erosi dan memberikan rekomendasi upaya pengurangan laju erosi pada
Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Teungku di Kabupaten Aceh Besar yang mengalami erosi yang telah
menimbulkan kerugian melalui rumput vetiver. Perkiraan laju erosi yang terjadi pada DAS Krueng Teungku
dianalisis dengan pendekatan Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikombinasi dengan Geographical
Information System (GIS). Dari hasil analisis perkiraan laju erosi di DAS Krueng Teungku diperoleh beberapa
variasi laju erosi yang tersebar di 7 (tujuh) subDAS. Diperoleh kategori Tingkat Bahaya Erosi (TBE) mulai dari
sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah tersebar pada beberapa subDAS Krueng Teungku. Tingkat laju erosi
sangat tinggi terjadi pada SubDAS 4 dan subDAS 5 sebesar 578,998 ton/ha/tahun dan masuk dalam TBE
sebesar 21,444. Dengan konversi tutupan lahan pada daerah yang berpotensi untuk ditanami rumput vetiver
angka ini turun menjadi 9,264 ton/ha/tahun untuk nilai laju erosi, dan 0,434 untuk nilai TBE. Dapat dilihat
penurunan yang sangat signifikan dengan melakukan tindakan konservasi vegetatif ini. Pemilihan daerah untuk
rencana konservasi secara vegetatif dengan rumput vetiver dilakukan pada SubDAS dengan kategori TBE
sangat tinggi dan tinggi, juga dengan mempertimbangkan kemiringan lahan.

Kata kunci : Laju erosi lahan, USLE, GIS, Konservasi Lahan, Vetiver

1. PENDAHULUAN
Peristiwa terkikisnya lahan semakin tinggi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Teungku Kecamatan
Seulimum Kabupaten Aceh Besar semakin sering terjadi. Keadaan tersebut banyak menimbulkan kerugian baik
secara materil maupun spirituil. DAS Krueng Teungku memiliki jenis tutupan yang dominan dengan pertanian
lahan kering dan beberapa wilayah memilik lahan terbuka, yang berpotensi terjadi erosi lahan. Akibat tingkat
erosi yang makin bertambah besar, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya erosi yang terjadi di
wilayah tersebut, berikut Tingkat Bahaya Erosi (TBE), serta pengurangan laju erosi dengan menggunakan
rumput vetiver, yang relative mudah ditemukan menjadi alasan penggunaan metode pencegahan tersebut.

Tanah yang merupakan bagian dari bumi rentan terhadap pengikisan oleh air, baik air hujan langsung maupun
limpasan (runoff). Pengikisan tanah dalam jumlah yang cukup besar yang biasa disebut dengan erosi ini dapat
menimbulkan beberapa dampak dalam kehidupan manusia maupun lingkungan. Perubahan iklim yang ekstrim
menjadi salah satu pemicu dari terjadinya erosi tersebut, ditandai dengan meningkatnya curah hujan yang cukup
tinggi di beberapa wilayah tertentu. Untuk mengatasi permasalahan erosi lahan melalui tindakan konservasi
tanah, baik secara mekanik, kimia, maupun vegetatif.
Konservasi tanah secara vegetatif memiliki keuntungan dapat mengurangi daya rusak butiran hujan yang jatuh
akibat intersepsi butiran hujan oleh daun, mengurangi volume aliran permukaan akibat meningkatnya kapasitas
infiltrasi oleh aktivitas perakaran tanaman dan penambahan bahan organik, meningkatkan kehilangan air tanah
akibat meningkatnya evapotranspirasi, memperlambat aliran permukaan akibat meningkatnya panjang lintasan
aliran permukaan oleh keberadaan batang-batang tanaman. Menurut Susilawati (2013), dalam penelitiannya
meninjau tindakan konserasi lahan melalui rekayasa jebakan air berantai dengan rumput vetiver. Jebakan air
berantai dengan rumput vetiver merupakan suatu upaya rekayasa yang bertolak dari kearifan lokal dan
penyelesaian secara alami. Rumput vetiver dikembangkan untuk melindungi tanah yang terkupas akibat
rekayasa jebakan air tersebut, sehingga mampu mengendalikan erosi dan sedimentasi.

Badan litbang PU (2012), menyatakan bahwa rumput vetiver merupakan rumput penahan erosi. Rumput vetiver
ini mempunyai ciri-ciri dengan batang kaku dan keras sehingga tahan terhadap aliran air dalam (0,6 – 0,8 m),
dapat mengalihkan air limpasan dan dapat menjadi filter yang sangat efektif, dan juga tidak menghasilkan bunga
dan biji yang dapat menyebar liar seperti alang-alang atau rerumputan lainnya.

Menurut Asdak (2001), erosi dapat terjadi karena dua penyebab utama yaitu karena proses alamiah dan erosi
akibat aktivitas manusia. Proses terjadinya erosi terdiri dari 3 tahapan yang berurutan yaitu pengelupasan
(detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (sedimentation). Dalam hal ini erosi tanah yang
terjadi disebabkan oleh air hujan, disamping itu erosi juga dapat terjadi karena angin dan salju.

Dampak dari erosi menyebabkan menipisnya lapisan tanah bagian atas yang akan menyebabkan menurunnya
kemampuan tanah. Selain itu erosi juga dapat menurunkan kemampuan tanah untuk menyerap air, hal ini
menyebabkan akan meningkatnya aliran permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai, selain itu
butiran tanah yang terangkut akan menyebabkan sedimentasi.

Menurut Asdak (2001), TBE pada dasarnya dapat diperkirakan dengan nisbah antara laju erosi lahan potensial
(A) dengan laju erosi yang masih dapat ditoleransi (TSL). Menurut Surbakti (2009) nilai laju erosi yang bisa
ditoleransi untuk wilayah Sumatera adalah berkisar antara 27 – 29 ton/ha/tahun.

Metode konservasi secara vegetatif mempunyai banyak manfaat yaitu selain dapat meningkatkan ketersediaan
air untuk kebutuhan domestik, irigasi pertanian dan industri serta mengurangi laju erosi. Metode vegetatif dapat
dilakukan dengan mengembangkan rumput vetiver sebagai tanaman konservasi. Tanaman ini disamping
mempunyai karakteristik akar yang sangat baik untuk mengurangi laju erosi lahan disamping itu juga
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi karena akarnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, sebut saja
bahan untuk kerajinan tangan dan bahan untuk minyak wangi.

Tanaman rumput vetiver telah banyak dikembangkan diberbagai negara guna untuk mengurangi laju erosi dalam
meningkatkan upaya konservasi tanah dan air. Berdasarkan beberapa hasil penelitian di beberapa negara Afrika,
Asia dan Amerika melalui budidaya yang tepat, maka daerah yang terjal dekat aliran sungai, terasiring dapat
ditanami rumput vetiver untuk menanggulangi erosi (Astuti, 2009).

2. LOKASI DAN METODE PENELITIAN


Lokasi penelitian ini di DAS Krueng Teungku, secara geografis terletak pada 5026’40’’–5038’20’’LU dan
95032’30’’ – 95040’50’’ BT, secara administratif DAS Kreung Teungku terletak di Kecamatan Seulimum
Kabupaten Aceh Besar, dengan jarak tempuh lebih kurang 35 Km dari pusat kota Banda Aceh.

Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1965, 1978) dimana
metode USLE digunakan untuk memperkirakan besarnya erosi rata-rata tahunan dengan menggunakan
pendekatan dari fungsi energi hujan. Faktor yang dipertimbangkan meliputi erosivitas hujan (R), erodibilitas
tanah (K), Panjang Lahan (L), Kemiringan Lahan (S), faktor pengelolaan tanaman (C) dan faktor tindakan
khusus konservasi lahan (P). Hubungan antara parameter dalam persamaan USLE dapat dilihat pada Gambar 1.
A = R KLSCP

Erosive power of rain Erodibility of land surface


(system)

Rainfall kinetic Rainfall


energy (R) Intensity (I30)

Physical character of Watershed management methods


land surface for modification of properties of
parameters K LS CP to reduce
soil erotion

Soil erodibility Length of runoff


properties and and slope (LS)
susceptibility to
erotion (K) Vegetative cover Soil conservation
over land surface (C) practice (P)

Gambar 1. Hubungan antara parameter dalam persamaan USLE


Sumber : Das, 2002

Peta SubDAS Krueng Teungku dalam bentuk vektor digunakan sebagai peta digital dasar untuk mengekstrak
peta-peta input parameter USLE seluas wilayah DAS yang ditinjau. Melalui cara map clip dihasilkan peta jenis
tanah (menghasilkan nilai erodibilitas tanah K), peta tataguna lahan (menghasilkan nilai tutupan lahan C), Peta
faktor kemiringan lahan (menghasilkan nilai panjang dan kemiringan lahan LS). Setelah Proses map clip
dilakukan, maka pada setiap peta dilakukan input koefisien untuk masing-masing nilai yang mewakili jenis
tanah, tataguna lahan, dan faktor kemiringan lahan tersebut. Setiap peta tersebut kemudian dilakukan proses
tumpang susun (overlay) untuk proses analisis USLE.

Analisis hidrologi dengan melakukan analisis data curah hujan yang dilakukan dengan melakukan tabulasi data
curah hujan yang didapat dari stasiun penakar hujan Blang Bintang. Data curah hujan yang diperoleh yaitu data
selama kurun waktu 30 tahun (1982 – 2011), dari analisis data hujan tersebut diperoleh curah hujan maksimum
harian rata-rata, rekapitulasi data curah hujan maksimum harian rata-rata, sehingga menghasilkan nilai energy
kinetik hujan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Deliniasi DAS dilakukan menggunakan ArcSWAT menghasilkan jaringan sungai sintetik, outlet tiap subDAS
dan batas SubDAS. Sebelum mendefinisikan outlet utama DAS Krueng Tengku, jaringan sungai sintetik hasil
deliniasi dikoreksi dengan jaringan sungai hasil digitasi dari peta topografi. Koreksi dilakukan dengan cara
menghapus dan menambah outlet pada tiap sungai sintetik sehingga sesuai dengan jaringan sungai hasil digitasi
dari peta topografi. Selanjutnya didefinisikan outlet utama DAS Krueng Tengku sehingga menghasilkan peta
SubDAS Krueng Tengku. Hasil deliniasi DAS diperoleh bahwa SubDAS Krueng Tengku terbagi lagi menjadi 7
SubDAS seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Batas SubDas dan Gambar 3D DAS Krueng Teungku

Jenis tanah yang terdapat pada DAS Krueng Teungku bervariasi terdiri atas 3 jenis tanah yaitu Andosol, Latosol
dan alluvial. Peta jenis tanah diproses dengan GIS sehingga mendapatkan sebuah peta yang menggabungkan
antara peta subDAS dan peta jenis tanah, pada akhirnya mendapatkan sebuah peta yang bisa memberikan
informasi sebaran jenis tanah pada masing-masing subDAS tersebut seperti pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3. Peta Jenis Tanah DAS Krueng Teungku


Gambar tersebut terlihat jenis tanah latosol dominan terdapat pada DAS Krueng Teungku. Tanah latosol ini
adalah tanah yang banyak mengandung zat besi dan aluminium. Lapisan tanah ini mempunyai lapisan solum
tanah yang tebal, tanah ini juga relatif sukar merembes air jadi infiltrasi terjadi agak lambat oleh sebab itu tanah
latosol ini mempunyai daya tahan terhadap air cukup baik dan tahan terhadap erosi. Jenis tanah andosol yang
juga terdapat pada DAS Krueng Teungku merupakan jenis tanah yang berasal dari material vulkanis,
mempunyai porositas tanah sedang dan tinggi. Mempunyai tingkat permeabilitas sedang sehingga jenis tanah
andosol ini peka terhadap erosi.

Informasi lain dari hasil deliniasi DAS menghasilkan batas-batas subDAS yang memiliki keterangan panjang
lahan (L) dan kemiringan lahan (S). Nilai LS yang didapat dari perhitungan tersebut nantinya juga menjadi salah
satu nilai yang dimasukkan dalam perhitungan penentuan besarnya laju erosi dimasing-masing subDAS.Hasil
pengolahan peta DEM dalam menghasilkan nilai L dan S dan juga hasil perhitungan faktor LS dapat dilihat pada
Tabel 1 dan Gambar 4.

Tabel 1. Nilai Faktor LS


Panjang
Luas Kemiringan
SubDAS Lereng Slope LS
Area (ha) Lereng (%)
(m)
1 182,790 2978,065 6,16 0,062 0,79
2 1362,240 8443,328 6,50 0,065 1,33
3 1217,610 8620,993 13,19 0,132 1,40
4 1191,600 7126,857 8,98 0,090 1,24
5 3133,440 7983,765 7,42 0,074 1,30
6 1897,740 8354,464 14,47 0,145 1,39
7 1773,900 7177,621 25,32 0,253 1,38
Total 10759,320 50685,092

Gambar 4. Peta Kemiringan Lereng DAS Krueng Teungku


Penentuan faktor LS dipengaruhi oleh kemiringan dan panjang lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang
tertinggi yaitu sebesar 1,4 terdapat pada subDAS 3, dimana panjang lereng juga merupakan yang terpanjang
yang ada pada subDAS, dan kemiringan lereng sebesar 13,19 %, dan untuk nilai faktor LS terkecil terdapat pada
subDAS 1 dimana panjang lerengnya adalah 2978,065 sedangkan kemiringan lereng yang relatif datar yaitu
sebesar 6,16 %. SubDAS 1 merupakan daerah paling hilir dari DAS Krueng Teungku dimana subDAS tersebut
merupakan wilayah pemukiman.

Jenis tutupan lahan yang menutupi DAS Krueng Teungku sangat variatif dimana tidak ada jenis tutupan lahan
yang dominan. Jenis tutupan lahan merupakan salah satu faktor penting pula dalam hal menetukan laju erosi
yang akan terjadi pada DAS tersebut. Sebaran jenis tataguna lahan yang tersebar pada tiap subDAS dapat dilihat
pada Tabel 2.

Tabel 2.Sebaran Luas dan Jenis Tataguna Lahan


Jenis Tataguna Lahan
SubDAS Pertanian
Lahan Pertanian Semak
Hutan Manggrove Pemukiman Lahan Tambak
Terbuka Lahan Kering Belukar
Basah
1 0 0 2,79 0 0 173 0 7
2 50 0 0 0 0 846,24 466 0
3 183 0 0 0 0 391 643,61 0
4 22 32 0 0 0 473 664,6 0
5 0 0 0 45 504 769,44 1815 0
6 392 0 0 13 115 915,74 462 0

7 1137 0 0 0 0 50.9 586 0

Luas (ha) 1784 32 2,79 58 619 3619,32 4637,21 7


Total
(ha) 10759.32

Pengolahan peta tata guna lahan dilakukan dengan melakukan overlay dengan peta subDAS Krueng Teungku
untuk mendapatkan nilai tataguna lahan pada setiap subDAS yang telah dilakukan pembagian sebelumnya.
Setelah didapat nilai C untuk setiap subDAS maka nilai tersebut dijadikan sebagai salah satu nilai yang akan
dianalisis untuk mendapatkan nilai erosi lahan pada DAS Krueng Teungku. Hasil overlay peta tataguna lahan
dan peta DAS Krueng Teungku dapat dilihat pada Gambar 5.

Sebaran jenis tataguna lahan yang ada pada DAS Krueng Teungku yaitu untuk semak belukar merupakan
tutupan lahan yang paling tinggi yaitu seluas 4637,21 ha sedangkan yang paling sedikit adalah manggrove yaitu
sebesar 2,79 ha saja. Dan untuk nilai persentasenya tutupan lahan dengan jenis semak belukar merupakan
persentase tertinggi yaitu sebesar 43,1 % dan yang terendah adalah mangrove 0,03 %.

Ada atau tidaknya aktivitas konservasi dan pengelolaan lahan (P) berpengaruh terhadap perkiraan laju erosi
pada suatu lahan. Pada daerah DAS Krueng Teungku informasi terhadap faktor P ini dilihat dari kegiatan
konservasi yang tidak dilakukan pada DAS tersebut, karena pengelolaan lahan dilakukan tidak sesuai kaidah-
kaidah konservasi. Seperti penanaman pada kemiringan-kemiringan tertentu.

Nilai tindakan konservasi pada DAS tersebut dimasukkan ke dalam tabel perhitungan perkiraan erosi, pada
proses analisis perkiraan laju erosi untuk keadaan eksisting diambil nilai 1 dimana nilai tersebut mewakili lahan
yang dilakukan pengolahan tanpa tindakan konservasi. Pada tahap analisis dengan tindakan konservasi yaitu
dengan menggunakan rumput vetiver, maka angka tersebut disubstitusi dengan angka-angka yang dirujuk pada
tabel nilai P sebagai nilai yang akan digunakan sebagai nilai baru untuk tindakan konservasi, tergantung pada
kebutuhan suatu lahan dan tentunya tergantung pada TBE yang terjadi.
Gambar 5. Peta Tataguna Lahan DAS Krueng Teungku

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan alat bantu GIS, dengan melakukan perintah dari menu
geoprocessing kemudian intersect dengan memilih semua parameter USLE. Proses overlay ini dilakukan untuk
mendapatkan sebuah peta yang memberikan informasi besarnya erosi yang didapat pada seluruh subDAS yang
ada pada DAS Krueng Teungku. Nilai laju erosi yang didapat dari analisis dengan metode USLE yang
dikombinasikan dengan GIS pada DAS Krueng Teungku, dengan nilai laju erosi terbesar terjadi pada bagian
SubDAS 4 yaitu dengan nilai laju erosi sebesar 640,995 ton/ha/tahun. Beberapa laju erosi yang juga terjadi di
subDAS ada dengan nilai erosi terendah sebesar 0 yang terjadi dibeberapa bagian subDAS 1, subDAS 5 dan
subDAS 6. Peta sebaran erosi lahan diberikan pada Gambar 6.

Variasi nilai laju erosi yang didapat dari proses analisis tersebut sangat tergantung dari faktor yang merupakan
penentu dari USLE, yaitu dari nilai erosivitas hujan yang tinggi, dan juga dari faktor jenis tanah yang terdapat di
subDAS tersebut. SubDAS yang mempunyai tingkat laju erosi yang besar adalah terjadi pada jenis tanah
alluvial. Selain itu faktor kemiringan lahan dan jenis tutupan lahan juga mempunyai pengaruh besar. Laju erosi
yang tinggi terjadi pada pertanian lahan kering dan juga lahan terbuka, serta tidak adanya tindakan konservasi
pada lahan juga merupakan salah satu penyebab tingginya laju erosi.

Berdasarkan analisis TBE yang dilakukan dapat dilihat beberapa kriteria TBE, dimana ada 4 kriteria yang
dihasilkan dari analisis TBE tersebut, yaitu dengan TBE sangat tinggi terjadi di subDAS 4 dan SubDAS 2, untuk
TBE dengan kriteria tinggi ada pada subDAS 1, subDAS 2, subDAS 3, subDAS 4 dan subDAS 5, untuk TBE
dengan kriteria sedang terjadi pada dibeberapa subDAS yaitu subDAS 2, subDAS 3, subDAS 4, subDAS 5,
subDAS 6 dan subDAS 7, dan untuk TBE dengan kriteria rendah hampir disemua bagian subDAS. Peta hasil
analisis TBE dapat dilihat pada Gambar 7.

Nilai TBE yang terjadi pada setiap subDAS sangat tergantung dari nilai erosi yang ada, dimana nilai erosi yang
dibandingkan dengan TSL menghasilkan nilai TBE. Tinggi rendahnya TBE pada masing-masing subDAS
tergantung pada jenis tutupan lahan dan ada atau tidaknya tindakan atau pola pengolahan lahan yang mengacu
pada nilai kaidah-kaidah konservasi yang ada.
Gambar 6. Peta Sebaran Erosi Lahan DAS Krueng Teungku

Gambar 7. Peta Zona TBE DAS Krueng Teungku


Usaha konservasi lahan pada hasil analisis ini dilakukan dengan metode vegetatif yang menggunakan rumput
vetiver. Pemilihan zona yang akan dilakukan tindakan konservasi vegetatif ini yaitu pada SubDAS dengan TBE
dengan kriteria sangat tinggi dan tinggi. Sesuai pembahasan sebelumnya dimana TBE sangat tinggi terjadi di
SubDAS 4 dan SubDAS 2, untuk TBE dengan kriteria tinggi ada pada SubDAS 1, SubDAS 2, SubDAS 3,
SubDAS 4 dan SubDAS 5. Tindakan konservasi ini tidak hanya mempertimbangkan subDAS dengan kriteria
sangat tinggi dan tinggi, akan tetapi dilihat juga kemiringan lahan pada SubDAS tersebut, karena pada setiap
SubDAS juga terjadi variasi TBE.

Nilai TBE yang didapat dari hasil analisis dengan rumput vetiver, pada analisis ini dilakukan dengan
mengkonversi fakrumput vetivertor tutupan lahan (C) yaitu nilai dari vetiver yaitu sebesar 0,4 dan juga dengan
melakukan penggantian nilai tindakan konservasi (P) dengan mempertimbangkan kondisi sebelumnya.
Penerapan rumput vetiver pada penelitian ini adalah sebagai pengganti atau penambahan tutupan lahan sebagai
cara yang diharapkan dapat mereduksi sebagian besar laju erosi yang terjadi pada DAS Krueng Teungku.
Rumput vetiver ini terapkan pada lahan-lahan yang tingkat laju erosi nya dengan kriteria sangat tinggi dan
tinggi, pemilihan lahan ini juga mempertimbangkan kemiringan lahan. Peta konservasi lahan DAS Krueng
Teungku diberikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Peta Konservasi Lahan DAS Krueng Teungku

Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Badan Litbang PU (2012) tanaman rumput vetiver ini memilik
beberapa keunggulan yaitu tahan terhadap beberapa variasi cuaca, seperti yang ada di DAS Krueng Teungku
suhu relatif panas dimana rumput vetiver ini tahan pada suhu -14 – 55o C. sebagai tumbuhan yang adaptasi
pertumbuhannya yang luas maka rumput ini cocok dengan berbagai kondisi tanah, seperti variasi jenis tanah
yang ada pada DAS Krueng Teungkudan juga mampu menembus lapisan tanah yang keras sampai kedalaman
15 cm. metode konservasi secara vegetatif dengan rumput vetiver ini sangat aman, praktis dan ramah
lingkungan tentunya, sehingga sangat disarankan untuk kegiatan usaha konservasi DAS.

Berdasarkan hasil analisis tersebut terlihat bahwa dengan melakukan penggantian/perbaikan tutupan lahan dan
juga memperhatikan kaidah-kaidah konservasi, nilai laju erosi dapat direduksi dengan tingkat penurunan yang
sangat signifikan, dimana TBE dapat turun dari kriteria sangat tinggi dan tinggi menjadi krietria rendah. Dari
hasil tersebut dapat dilihat bahwa dengan melakukan tindakan konservasi secara vegetatif yaitu melalui rumput
vetiver sangat efektif. Pada perhitungan ini dapat dilihat pada subDAS 4 dan 5 yang mempunyai TBE sangat
tinggi yaitu dengan angka laju erosi sebesar 578,998 ton/ha/tahun dengan nilai TBE 21,444. Dengan konversi
tutupan lahan pada daerah yang berpotensi untuk ditanami rumput vetiver angka ini turun menjadi 9,264
ton/ha/tahun untuk nilai laju erosi, dan 0,434 untuk nilai TBE. Dapat dilihat penurunan yang sangat signifikan
dengan melakukan tindakan konservasi vegetatif ini.

4. KESIMPULAN
Dari hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan dalam wilayah DAS Krueng Teungku, didapat beberapa
kesimpulan yaitu:
1. Sebaran nilai Laju erosi yang berada pada 7 subDAS, dengan nilai laju erosi terbesar terjadi pada bagian
SubDAS 4 yaitu dengan nilai laju erosi sebesar 640,995 ton/ha/tahun, ini terjadi pada lahan terbuka
dimana kondisi lahan tanpa tutupan lahan yang baik dan tidak ada tindakan konservasi rentan terjadi
erosi, dan juga jenis tanah yang terdapat pada lahan tersebut adalah alluvial dimana jenis tanah ini juga
sangat mudah tererosi.
2. Berdasarkan analisis TBE yang dilakukan dengan membandingkan erosi yang terjadi dengan erosi yang
ditoleransi dapat dilihat beberapa kriteria TBE dimana ada 4 kriteria yang dihasilkan dari analisis TBE
tersebut, yaitu dengan TBE sangat tinggi terjadi di subDAS 4 dan subDAS 2, untuk TBE dengan kriteria
tinggi ada pada subDAS 1, subDAS 2, subDAS 3, subDAS 4 dan subDAS 5, untuk TBE dengan kriteria
sedang terjadi pada dibeberapa subDAS yaitu subDAS 2, subDAS 3, subDAS 4, subDAS 5, subDAS 6
dan subDAS 7, dan untuk TBE dengan kriteria rendah hampir disemua bagian subDAS.
3. Usaha konservasi lahan pada hasil analisis ini dilakukan dengan metode vegetatif yang menggunakan
rumput vetiver. Pemilihan zona yang akan dilakukan tindakan konservasi vegetatif ini yaitu pada
SubDAS dengan TBE dengan kriteria sangat tinggi dan tinggi dan juga mempertimbangkan kemiringan
lahan. Sesuai pembahasan sebelumnya dimana TBE sangat tinggi terjadi di SubDAS 4, untuk TBE
dengan kriteria tinggi ada pada SubDAS 1, SubDAS 2, SubDAS 3, SubDAS 4 dan SubDAS 5.
4. Hasil analisis laju erosi ini dilakukan dengan kombinasi USLE dan GIS dimana sangat memudahkan kita
maupun instansi-instansi yang berkaitan dengan kegiatan konservasi DAS untuk melihat wilayah-
wilayah kritis dari DAS Krueng Teungku ini, sehingga dapat melakukan tindakan yang dapat
menanggulangi laju erosi yang terjadi.
5. Perlu juga dilakukan penelitian lanjutan dengan mencoba mengkombinasikan rumput vetiver dengan
tanaman yang ada pada lokasi DAS, karena rumput vetiver memerlukan waktu untuk tumbuh, maka
dengan mengkombinasikan dengan tanaman lain sekiranya dapat menanggulangi laju erosi yang terjadi
lebih cepat dan baik.

5. DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. (2002). ”Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai”. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Astuti, A. (2009). ”Pemanfaatan Rumput Vetiver (Vetiver Ziznoides) Sebagai Tanaman Konservasi Pencegah
Erosi Daerah Aliran Sungai (DAS)”. Majalah Ilmiah Renaisans, Universitas Bondowoso.
Balitbang PU. (2012). ”Vetiver Rumput Perkasa Penahan Erosi”. Kementrian Pekerjaan Umum Republik
Indonesia.
Das, G. (2002). ”Hydrology and Soil Conservation Engineering”. Prentice Hall of India, Private Limited, New
Delhi.
Surbakti, C.M.BR. (2009). ”Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Penggunaan Lahan Hortikultura di
SubDAS Lau Biang (Kawasan Hulu DAS Wampu)”. Skripsi Tidak diterbitkan, Departemen Teknologi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Susilawati. (2013). ”Rekayasa Jebakan Air Berantai dengan Rumput Vetiver dalam Pengembangan Sumber
Daya Air yang Terpadu dan Berkelanjutan”. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7),
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai