Anda di halaman 1dari 27

CASE REPORT SESSION (CRS)

**Kepaniteraan Klinik Senior/G1A217075

** Pembimbing : dr. Dian Angraeni Sp.A,M.Kes

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Oleh:

Roni Linson Girsang, S.ked

G1A217075

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ANAK

RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019
BAB I
PENDAHULUAN

Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam


merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah usia 1 bulan, yang
berhubungan dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi sistem saraf pusat,
tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan kejang simptomatik
lainnya. Definisi berdasarkan konsensus tatalaksana kejang demam dari Ikatan
Dokter Anak Indonesia/IDAI, kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium.
Peningkatan temperatur dalam otak berpengaruh terhadap perubahan
letupan aktivitas neuronal. Perubahan temperatur tersebut menghasilkan sitokin
yang merupakan pirogen endogen. Reaksi-reaksi pirogen didalam tubuh akan
menstimulus enzim cyclooxygenase-2 (COX-2) yang akan mengkatalis konversi
asam arakidonat menjadi PGE2 yang kemudian menstimulus pusat termoregulasi
di hipotalamus, sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh. Demam juga akan
meningkatkan sintesis sitokin di hipokampus. Pirogen endogen, yakni interleukin
1ß, akan meningkatkan eksitabilitas neuronal (glutamatergic) dan menghambat
GABA-nergic, peningkatan eksitabilitas neuronal ini yang menimbulkan kejang.

Sebagian besar kejang demam merupakan kejang demam sederhana, tidak


menyebabkan menurunnya IQ, epilepsi, dan kematian. Kejang demam dapat
berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada keluarga.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. DATA DASAR
I. IDENTITAS
Nama : An. N
Tanggal Lahir : 25-04-2017
Umur : 1 tahun 10 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
BB : 9 Kg
PB : 80 cm
Alamat : RT 03 Sembubuk
Nama Ayah : Tn. H
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Swasta
Nama Ibu : Ny. E
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk : 11 maret 2019 jam 15:48 WIB

2.1 Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan dengan Ayah penderita, pada hari senin, tanggal
11 maret 2019

Keluhan Utama : Kejang


Keluhan Tambahan : Demam, batuk, pilek

Riwayat penyakit sekarang


• ± 2 hari SMRS pasien mengeluh demam tinggi, demam dirasakan naik
turun, demam turun pada pagi hari dan naik pada malam hari. orang
tua pasien memberikan obat penurun panas , setelah minum obat
demam turun dan naik lagi 4 jam kemudian. Pasien juga mengeluh
batuk kering dan pilek.

• ± 1 hari SMRS pasien mengeluh kejang, Orang tua pasien mengatakan


kejang pada seluruh badan dengan mata menoleh ke atas, kejang
sebanyak 4 kali, lama kejang ±5 menit, dengan jarak antara kejang
30menit -1 jam, pasien masih sadar setelah kejang. mual dan muntah
(-), nyeri kepala (-), BAK normal dan BAB normal.

Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat kejang sebelumnya disangkal
 Riwayat trauma/cedera kepala disangkal
 Riwayat penyakit TB, atau saluran pernapasan berulang (-)
Riwayat penyakit keluarga :
 Anggota keluarga dengan riwayat asma (-)
 Anggota keluarga dengan riwayat TB (-)

2.2 Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


 Riwayat kehamilan ibu dan kelahiran pasien
Masa kehamilan : Aterm
Partus : Spontan
Tempat : Rumah
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 25-04-2017
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan : Tidak diketahui

 Riwayat pemeliharaan prenatal


Prenatal : ibu pasien memeriksakan kehamillannya ke dokter
 Riwayat makanan dan kebiasaan
Sejak lahir pasien mendapatkan ASI selama 6 bulan dan di berikan makanan
pendamping setelah usia 6 bulan
 Riwayat imunisasi
BCG : 1 kali, usia 1 bulan
DPT : 3 kali, usia 2 bulan 4 bulan dan 6 bulan
Polio : 4 kali, usia 0 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan.
Campak : 1 kali, usia 9 bulan.
Hepatitis : 3 kali, usia 0 bulan, 1 bulan, dan 6 bulan
Kesan : imunisasi dasar lengkap.
 Riwayat pertumbuhan
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan lahir : Tidak diketahui
Lingkar kepala lahir : Tidak diketahui
Lingkar perut lahir : Tidak diketahui
Berat badan : 9 Kg
Tinggi badan : 80 cm
 Riwayat perkembangan
Gigi pertama : Tidak diketahui
Tengkurap : Tidak diketahui
Merangkak : Tidak diketahui
Duduk : Tidak diketahui
Berdiri : 1 tahun
Berjalan : 1 tahun
Berbicara : -
Sering mimpi : Tidak diketahui
Aktifitas : Aktif
Membangkang :-
Ketakutan : Tidak diketahui
 Status gizi
Usia 1 tahun 10 bulan dengan berat badan 9 Kg dan tinggi badan 80 cm

BB/TB : -1 s/d -2 SD  Gizi Baik

 Riwayat penyakit yang pernah diderita


Parotitis :- Muntah berak : -
Pertusis :- Asma :-
Difteri :- Cacingan :-
Tetanus :- Patah tulang : -
Campak :- Jantung :-
Varicella :- Sendi bengkak: -
Thypoid :- Kecelakaan : -
Malaria :- Operasi :-
DBD :- Keracunan :-
Demam menahun : - Sakit kencing : -
Radang paru :- Sakit ginjal : -
TBC :- Alergi :-
Kejang :- Perut kembung: -
Lumpuh :- Otitis Media : -
Batuk/pilek :+ Ikterik :-

2.3 Pemeriksaan Fisik (11/03/2019)


a. Keadaan umum : tampak sakit
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M6V5 = 15
b. Pengukuran
Tanda vital  Nadi : 110 x/menit, teratur, isi dan tegangan baik
RR : 32 x/menit ,teratur, thorakalabdominal
Suhu : 38,4°C
SpO2 : 98 %

Berat badan : 9 kg
Panjang badan : 80 cm
Lingkar kepala : 46 cm

c. Kulit
Warna : sawo matang
Sianosis :-
Hemangioma :-
Turgor : Baik
Kelembaban : kering
Pucat :+
Lain-lain :-
d. Kepala
Bentuk : Normochepali, tanda-tanda trauma (-)
Rambut
Warna : Hitam, merata, tidak mudah dicabut
Tebal / tipis : Tipis
Jarang / tidak (distribusi): Terdistribusi baik
Alopesia :-
Lain-lain :-
 Mata
Palpebra : Edema (-/-), cekung (-/-)
Alis dan bulu mata : hitam, merata, tidak mudah dicabut
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor, refleks cahaya (+/+), papil edema (-/-)
Kornea : Keruh (-)
Lain-lain : Air mata (-)
 Telinga
Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : (+/+)
Nyeri : (-)
 Hidung
Bentuk : Simetris
Pernapasan cuping hidung : -/-
Sekret : -/-
Epistaksis : - /-
Lain-lain :-
 Mulut
Bentuk : Simetris, bibir kering (-)
Bibir : Mukosa kering (-), Sianosis (-)
Gusi : Hiperemis (-)
 Lidah
Bentuk : dalam batas normal
Pucat :-
Tremor :-
Kotor :-
Warna : merah muda
 Faring
Hiperemis :-
Edema :-
Membran / pseudomembran : -
 Tonsil
Warna : merah
Pembesaran :-
Abses / tidak :-
Membran / pseudomembran : -
e. Leher
Pembesaran kelenjar leher : -
Kaku kuduk :-
Massa :-
Tortikolis :-
Parotitis :-
f. Thoraks
 Jantung
Inspeksi  Iktus cordis : Terlihat
Palpasi  Iktus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi  Batas Jantung : dbn
Auskultasi  Suara dasar : S1-S2 reguler
Bising : gallop (-), murmur (-)
 Paru
Inspeksi  Bentuk : Simetris
Retraksi :+
Pernapasan : thoraks
Bendungan vena : -
Sternum : Ditengah
Palpasi  Vokal fremitus : simetris
Perkusi  sonor
Auskultasi  Suara nafas dasar : Vesikuler normal (+/+)
Suara nafas tambahan : Rhonki (-/-) , wheezing (+/+)

g. Abdomen
Inspeksi  Bentuk : Cembung
Umbilikus : dbn
Petekie :-
Spider nervi :-
Turgor : baik
Lain-lain :-
Palpasi  Nyeri tekan :-
Nyeri lepas :-
Defans muskular : -
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Massa :-
Ascites :-
Perkusi  Timpani / pekak : timpani
Ascites :-
Auskultasi : Bising usus normal

h. Ekstremitas :
superior inferior
Edema -/- +/ -
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill <2“ <2“
Eritema -/- -/-
i. Genitalia : dalam batas normal
j. Kelainan lain : (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Tanggal : 26/04/2017
 Pemeriksaan darah rutin
WBC : 2 x109/L (4.0-10.0)
RBC : 4,36 x1012/L (3.5-5.5)
HGB : 11,3 g /dl (11 – 16)
HCT : 33,5% (36 – 48)
PLT : 133 x109/L (150-400)

Pemeriksaan Anjuran
 Cek darah lengkap
 Elektrolit
 Gula darah
 Lumbal pungsi
 EEG
 MRI

B. DIAGNOSIS
Kejang Demam Kompleks + ISPA

C. PENATALAKSANAAN
Airway
Pasien bernafas spontan, suara nafas tamabahan (-), jejas di leher(-)
→ airway clear
Breathing
Kesulitan bernafas (-), pernafasan thorakoabdominal, retraksi (-),
RR 32 x/menit suara nafas vesikuler (+/+), saturasi 98 %
→ breathing clear
Circulation
Tekanan daran : - , nadi 110 x/menit , teraba normal, reguler, akral hangat
CRT < 2 detik. IV line terpasang
→ circulation clear
Disability
Kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6

 Stesolid supp. 5 mg. (kejang berhenti)


Jika kejang lagi:
Loading fenitoin 180mg + NaCl 0,9% 50 cc habis dalam 30 menit
Selanjutnya maintenance 2 X 25 mg + NaCl 10 cc perlahan
 RL D% ¼ NS 900 cc/24 jam
 Po. Parasetamol syrup 120mg 3x 1 cth
Parasetamol infus 100mg per 4 jam bila T >38,5
 Cetirizin syrup 1 x1 cth
 Ambrozol syrup 3 x1 cth

D. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam

E. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
Selasa demam (+), Kesadaran : cm Kejang 1. IVFD D% ¼
12-03- kejang (-) T : 37,5oC demam NS
2. Po.
2019 batuk (+) HR : 118 x/i kompleks +
Parasetamol
pilek (+) RR : 36 x/i ISPA syrup 120mg
3x 1 cth
Kepala:
3. Ambrozol
normocephali, syrup 3 x1 cth
4. Cetirizin syrup
Mata: CA-/-,
1 x1 cth
SI-/-, RC+/+ 5. Pasien konsul
ke THT
THT:DBN
Leher:
pembesaran
KGB (-)
Thorax :
simetris,
retraksi dada (-)
Paru : Ves.+/+,
Wh +/+, Rh-/-
Cor: BJ I,II
regular, M(-), G
(-)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM

3.1 Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal diatas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam ini terjadi pada 2 % - 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang
dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari
6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan
lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan
terjadi bersama demam.

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda
dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf
pusat .

3.2 Epidemologi

Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat,


Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira – kira 20
% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul
pada tahun kedua kehidupan (17 – 23 bulan) kejang demam sedikit lebih sering
pada laki – laki.

3.3 Faktor Resiko

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Ada
riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua,
menunjukkan kecenderungan genetik. Selain itu terdapat faktor perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar
natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira – kira 33 % anak akan
mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira 9 % anak akan mengalami tiga
kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya
anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang,
riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.

3.4 Klasifikasi

a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit


dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan
atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24
jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang
demam. Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam
sederhana, kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh
kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di tempat lain, misalnya pada
radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya. Bila dalam riwayat
penderita pada umur – umur sebelumnya terdapat periode – periode
dimana anak menderita suhu yang sangat tinggi akan tetapi tidak
mengalami kejang; maka pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati
– hati, mungkin kejang yang ini ada penyebabnya. Pada kejang demam
yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu sedang meningkat
dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui
sebelumnya bahwa anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang
tiba – tiba merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang.
Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya
bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal; kadang – kadang hanya
kaku umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi
sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu,
umumnya pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang
demam sederhana masih mungkin.

b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)

Kejang dengan salah satu ciri berikut :


a. Kejang lama lebih dari 15 menit.
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial.
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang lama
adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang
anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam
d. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum
yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang
2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak
sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak yang
mengalami kejang demam.

3.5 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang


demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
b. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau


menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal
dianjurkan pada :
a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
b. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan.
c. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin.
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan

Foto X – ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan


(CT – scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

3.6 Diagnosis Banding

Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :

 Meningitis
 Ensefalitis
 menigensefalitis
 Abses otak
Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang,
harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan
saraf pusat (otak) .
Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber
infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah
mendapat antibiotik maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.

3.7 Prognosis
- Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian .
- Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan
ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang
baik umum atau fokal. Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang
mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah menimbulkan
kelainan saraf yang menetap. Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang
demam dapat berkembang menjadi:
 Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50
%. Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
 Epilepsi Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
 Kelainan motoric
 Gangguan mental dan belajar
- Kemungkinan mengalami kematian

Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang demam adalah :
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga
b. Usia kurang dari 12 bulan
c. Temperatur yang rendah saat kejang
d. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya
kejang demam paling besar pada tahun pertama
Faktor resiko terjadinya epilepsi

Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor


resiko menjadi epilepsi adalah :

a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang


demam pertama .
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing – masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi
sampai 4 % - 6 %, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak
dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

Patofisiologi Dan Etiologi Kejang Demam

Patofisiologi Kejang Demam

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak,


diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi,
dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru – paru dan diteruskan
ke otak melalui kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air .
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui
oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di
luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang
disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K – ATPase
yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya


1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya .
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.

Gangguan membran sel  gangguan keseimbangan ion  gangguan


pompa Na –K

Depolarisasi

Potensial aksi

Pelepasan neuro transmiter di ujung akson

Reseptor GABA & As. Glutamat di pre sinaps

Eksitasi > inhibisi

Depolarisasi post sinap

Kejang

Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10 % - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %.
Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang
yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 380C,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada
suhu 400C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya
kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah, sehingga
dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
kejang.

Etiologi Kejang Demam

Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan


infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan
infeksi saluran kemih.
Penatalaksanaan Kejang Demam

Penatalaksanaan Saat Kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien


datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB perlahan – lahan
dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau dalam waktu 3 – 5 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di
rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75 mg/kgBB
atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan
10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5
mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3
tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2
kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di
rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10 – 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari
50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 – 8 mg/kgBB/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti
maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif
.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
resikonya.

Pemberian Obat Pada Saat Demam


a. Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi


resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat
bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali
sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan
sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga
penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
b. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 %
kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8
jam pada suhu > 38,50 C. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % -
39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam
tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

Pemberian Obat Rumat

a. Indikasi pemberian obat rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri


sebagai berikut (salah satu) :
1) Kejang lama > 15 menit.
2) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi
mental, hidrosefalus.
3) Kejang fokal.
4) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
a. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
b. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
c. Kejang demam > 4 kali per tahun.

Jenis Antikonvulsan Untuk Pengobatan Rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang
demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping,
maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka
pendek .
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam
valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun
asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15 –
40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis, dan fenobarbital 3 – 4 mg/kgBB/hari dalam 1
– 2 dosis.

Edukasi Pada Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini
harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :

a) Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis


baik.
b) Memberitahukan cara penanganan kejang.
c) Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
d) Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.
Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang

a. Tetap tenang dan tidak panik.


b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih.

BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus ini dilaporkan anak. N usia 1 tahun 10 bulan datang dengan
keluhan utama kejang sejak 1 hari SMRS, sebelum kejang pasien mengeluh
demam 2 hari SMRS, demam meningkat pada malam hari dan menurun pagi hari,
demam berkurang dengan pemberian patasetamol yang dibeli orang tua diapotek.
Pasien juga mengeluh batuk kering dan pilek.
1 hari SMRS pasien mengalami kejang di rumah, orang tua pasien
mengatakan pasien mengalami kejang selama ± 5 menit sebanyak 4 kali dengan
jarak bangkitan kejang 30 menit – 1 jam. Penurunan kesadaran setelah kejang
disangkal. sebelum kejang pasein mengeluh demam tinggi. Saat di IGD Raden
Mattaher pasien mengalami kejang ± 1 menit, riwayat kejang sebelumnya (-)
Riwayat kejang baru lahir disangkal, riwayat cedera kepala (-).
Sesuai dari definisi kejang demam dari American Academy of Pediatrics.. kejang
demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai
5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 380C, dengan metode
pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.
1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan
elektrolit atau metabolik lainnya.
2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut
sebagai kejang demam
3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam,
namun jarang sekali. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi
susunan saraf pusat.
4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini
melainkan termasuk dalam kejang neonates
Berdasarkan anamnensis, An, N dengan usia 1 tahun 10 bulan mengalami kejang
yang didahului dengan demam, tidak ada riwayat kejang sebelumnya, demam
disertai kejang pertama kali terjadi, tidak ada riwayat trauma kepala, penurunan
kesadaran, maka dapat dikatakan An, N mengalami kejang demam.

Berdasarkan klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2, yaitu:


1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
 Kejang yang berlangsung singkat < 15 menit
 Kejang umum (tonik dan atau klonik)
 Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
 Kejang lama (>15 menit)
 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
 Berulang atau lebih dari 1 kali dalam kurun 24 jam

Dari hasil alloamnesis An, N mengalami kejang >4 kali di rumah sejak 1 hari
SMRS dan 1 kali di IGD, durasi kejang ± 5 menit maka dapat disimpulkan An, N
usia 1 tahun 10 bulan mengalami kejang demam kompleks.
Pasien juga mengeluh batuk dan pilek, Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan suhu tubuh 38,4 oC. Dari pemeriksaan fisik tonsil hipermis (-),
ukuran tonsil T1/T1. Pad pemeriksaan fisik thoraks: nafas cuping hidung(-), sesak
(-), retaksi (-)pernapasan thorakoabdominal, pola pernapasan irregular, dinamis,
suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-). Dari hasil diatas
disimpulkan An, N mengalami infeksi saluran nafas atas.
Dari hasil pemeriksaan penunjang yaitu darah rutin didapatkan leukopenia,
Hb sedikit menurun. Diagnosa yang ditegakan dari kasus ini berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik ialah Kejang Demam Komplek + ISPA.
Penatalaksanaan pada pasien tersebut :
 Pastikan airway, breating , circulation dan disability clear
 Terapi kejang

0-10 menit
Diazepam per rectal
5 mg supp BB < 12 kg
Prehospital 10 mg sup BB > 12 kg 10 menit
Maksimal 2 x jarak 5 meit

Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB iv


( kec 2mg /menit. Max 10 mg)
Atau
Midazolam 0,2 mg/ KgBB 20 menit
(kec 1 min . max 10 mg)

Fenitoin 20 mg/kgBB iv Phenobarbital 20 mg/kgBB iv


(encerkan 50 ml Nacl 0,9% Selama Kec 10-20 mg/ menit
20 menit Maks 1000mg
(2mg/kg/menit) mak 1000mg )

Kejang 5- 10 menit kejang 5- 10 menit

Phenobarbital 20 mg/kgBB iv Fenitoin 20 mg/kgBB iv


Kec 10-20 mg/ menit (encerkan 50 ml Nacl 0,9% Selama
Maks 1000mg 20 menit
(2mg/kg/menit) mak 1000mg )
30 menit

PICU
 RL D% ¼ NS 900 cc/24 jam
 Po. Parasetamol syrup 120mg 3x 1 cth
Parasetamol infus 100mg per 4 jam bila T >38,5
 Cetirizin syrup 1 x1 cth
 Ambrozol syrup 3 x1 cth
 Diet lunak

Non farmakologi:

 Edukasi orang tua


- Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik.

- Memberitahukan cara penanganan kejang

- Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

- Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus


diingat adanya efek samping

- Jika pasien kembali kejang

o Tetap tenang dan tidak panik

o Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

o Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.


Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu
kedalam mulut.

o Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.


o Tetap bersama pasien selama kejang

o Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah


berhenti.

o Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit


atau lebih.

BAB V
KESIMPULAN

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Reaksi tubuh terhadap pirogen
eksogen mengasilkan sitokin dan pirogen endogen lainnya untuk menstimulus pusat termoregulasi di
hipotalamus sehingga terjadi demam. Peningkatan suhu tubuh dapat menganggu kosentrasi ion di
membrane sel. Peningkatan eksitabilitas neural dan inhibisi GABA akan menimbulkan kejang.

Kejang demam berbeda dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan


kejang berulang tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang
disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam
kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan
misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.

Berdasarkan klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2, kejang demam


sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana berlangsung
singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang
berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks merupakan kejang lama
lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang demam adalah riwayat kejang demam dalam keluarga, usia
kurang dari 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang, cepatnya kejang setelah
demam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ismail S, Pusponegoro

2. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus


Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 – 14.

Anda mungkin juga menyukai