ABSTRAK
Pengantar:
Tujuan dari penelitian ini adalah evaluasi untuk menilai elektroda lapisan depth
subdural yang menginduksi epileptogenisitas dengan focal cortical dysplasias
(FCD) dan untuk tes dengan Epileptogenicity Index (EI) yang sudah diatur.
Bahan dan metode:
Lima belas pasien dengan focal cortical dysplasias (FCD) menjalani iEEG
pada elektroda subdural dan depth. Analisis visual/ Epileptogenicity Index (EI)
dilakukan pada yang biasa hinga 3 kejang per pasien.
Hasil:
Analisis visual: Kejang onset grid (n=10) dimulai pada elektroda yang
menutupi lesi 7 dan lebih jauh pada 3 kasus. Kejang onset depth(n=7) hanya
memengaruhi kontak intralesi pada 4 pasien, intra dan ekstralesi 2 pasien, dan
ekstralesi ekslusif 1 pasien. Kejang dimulai depth dan grid secara bersamaan
pada 2 kasus.
Analisis Epileptogenicity Index (EI): EI benar-benar mengkonfirmasi
lokalisasi visual onset kejang pada 8 kasus dan menggambarkan onset-waktu
iktal secara akurat pada 13 kasus. Pola iktal beta/gamma pola paling reliabel.
Dampak pada keputusan bedah:
Garis reseksi berbeda dari lesi MRI informasi elektroda pada 7 pasien
berdasarkan grid dan 3 berdasarkan depth.
Diskusi:
Pada FCD, kejang dapat terjadi di dalam gyral/deep tissue yang tampak normal
pada pencitraan.
Kesimpulan:
Investigasi FCD dengan elektroda subdural dan depth efisien untuk
menguraikan onset kejang. EI adalah alat tambahan yang bermanfaat untuk
mengukur epileptogenisitas. Pola iktal merupakan prasyarat untuk hasil yang
reliabel.
1. Introduksi
Focal cortical dysplasia (FCD) semakin dikenal sebagai salah satu penyebab
paling umum dari epilepsi fokal onset dini yang sulit diatasi baik pada orang
dewasa maupun anak-anak. Meskipun hasil yang baik setelah reseksi fokal hingga
60% pasien yang bebas kejang telah dilaporkan, evaluasi pra-bedah dari zona
epileptogenik (EZ=epilepnogenic zone) masih menantang. Ini, sebagian, karena
fakta bahwa MRI resolusi tinggi tidak selalu mendeteksi patologi dan terutama
FCD mild tipe I yang terlewatkan pada pencitraan 35-63% pasien. Selain itu,
batas-batas lesi sering sulit digambarkan karena daerah displastik bisa lebih luas
daripada yang terlihat pada MRI. Selain itu, scalp EEG dapat dengan tepat
melokalisasi zona onset iktal hanya pada 40-70% kasus. Karena reseksi lengkap
dari lesi epilepsi, menggabungkan patologi MRI dan EEG zona onset iktal,
merupakan prediktor terbaik untuk hasil kejang pasca operasi yang baik, rekaman
intracranial EEG (iEEG) sering diperlukan untuk mengembangkan strategi
bedah.
Tidak ada konsensus yang optimal pada studi EEG intrakranial untuk kedua
definisi dari zona onset iktal dan diferensiasi dari eloquent korteks yang telah
tercapai. Sementara elektroda subdural grid dan strip memberikan resolusi spasial
yang sangat baik pada permukaan gyral dan memungkinkan pemetaan detail
fungsi kortikal, pengambilan sampel dibatasi untuk korteks bagian bawah yang
cembung dan jaringan radial cerebral di grid atau strip. Beberapa elektroda
(stereo-EEG; SEEG), sebaliknya, memungkinkan pengambilan sampel dari
jaringan kortikal yang dalam dan daerah yang tidak dapat diakses oleh elektroda
subdural, mis., Kedalaman sulkus atau daerah operkular. Mereka juga dapat
memberikan rekaman intralesi langsung. Namun, informasi yang diperoleh dari
kedalam elektroda bisa terpisah-pisah karena pengambilan sampel terbatas pada
jaringan di sekitar kontak elektroda, dan skema implantasi stereo-EEG (SEEG)
secara tradisional dirancang untuk sampel jaringan yang lebih luas dari volume
lesi dan perilesi. Untuk mengembangkan pemahaman yang komprehensif tentang
zona onset iktal tiga dimensi dan eloquent korteks, pendekatan gabungan tampak
reasonabel. Kami secara retrospektif mengaudit ekperiens kami pada 15 pasien
yang menjalani EEG invasif dengan elekroda subdural dan depth serta
mengevaluasi dampak dari modalitas yang diusulkan pada zona epileptogenik dan
reseksi margin.
Selain analisis visual, kami menghitung Indeks Epileptogenisitas
(EI=epileptogenocity index), desain kuantitatif dirancang untuk analisis otomatis
rekaman kedalam EEG dan dievaluasi epilepsi mesial lobus temporal dan epilepsi
fokal pada konteks displasia kortikal fokal dan tumor neurodevelopmental.
Meskipun terbukti reliable dalam berbagai subtipe epilepsi fokal yang dipelajari
dengan berbagai kedalaman elektroda, EI belum diuji secara sistematis dalam
pendekatan EEG subdural atau kombinasi EEG intrakranial sebelumnya.
3.2 Analisis EI
Kami menemukan kecocokan antara elektroda yang dinilai sebagai
bagian dari zona onset kejang oleh EI dan dengan analisis visual pada
delapan dari 15 kasus (53,3%, contoh Gambar. 2). Hasil tidak
bertentangan antara analisis otomatis dan visual. Area anatomi yang
dianggap sebagai bagian dari zona onset kejang menurut penilaian visual
juga didefinisikan sebagai epileptogenik oleh EI dalam semua kasus
kecuali satu. Pada pasien ini, dua kontak depth elektroda dianggap
epileptogenik dengan analisis visual tidak menghasilkan nilai EI tinggi.
Dalam enam kasus, analisis EI menyarankan zona onset iktal yang lebih
besar daripada anggapan penilaian visual.
Pada satu pasien, nilai EI jauh di dalam lesi dan pada permukaan
kortikal atas melebihi ambang batas, sementara secara visual, kejang
hanya berasal dari permukaan kortikal dan melibatkan kedalaman lapisan
selanjutnya. Dalam lima kasus, EI mendefinisikan jaringan elektroda yang
jauh dari lesi kortikal sebagai epileptogenik yang belum dianggap seperti
itu oleh penilaian visual. Salah satu pasien ini tidak melanjutkan ke
operasi, karena korteks yang eloquent dan epileptogenik bersamaan.
Dalam empat kasus yang tersisa, reseksi dilakukan berdasarkan evaluasi
visual EEG saja. Dari jumlah tersebut, tiga pasien menjadi bebas kejang
pasca operasi sementara satu menderita kejang berulang dalam tahun
pertama setelah operasi (Tabel 2).
3.3 Validasi metode
Cutoff optimal EI sesuai dengan karakteristik operator penerima
adalah 0,3. Nilai ini mirip dengan nilai cutoff yang dipilih dalam
penelitian sebelumnya.
EI menggambarkan waktu onset kejang dengan benar setelah
penyesuaian parameter ᵥ dan λ pada 13 dari 15 pasien. Jumlah elektroda
yang diklasifikasikan sebagai epileptogenik oleh EI lebih tinggi dari
jumlah elektroda yang terlibat secara visual (104 elektroda yang terlibat
secara visual vs 158 elektroda positif EI secara total) tetapi masih
berkorelasi erat (korelasi Spearman r = 0,76, p = 0,01). Sejumlah kasus
yang sama menentukan onset fokal, yang mempengaruhi enam atau
kurang elektroda oleh EI (n = 5) dan secara visual (n = 7), dan juga untuk
onset luas, melibatkan sepuluh atau lebih elektroda (nEI = 6, nvis = 3).
Kami menemukan kecocokan yang sangat baik (sensitivitas dan
spesifisitas ≥60%) antara penilaian visual dan elektroda epileptogenik EI
enam dan konsistensi yang baik (sensitivitas ≥70%, spesifisitas ≥40%)
pada dua pasien (53,3%), sementara dalam satu kasus, dua kontak
elektroda depth tidak diidentifikasi oleh EI (6,67%), meskipun mereka
tampak jelas terlibat oleh analisis visual. Pada dua kasus, waktu onset
iktal hilang (13,3%) dan onset iktal terlihat beberapa detik kemudian oleh
EI dari analisis visual.
Salah satu, lokalisasi onset kejang masih konsisten dengan
penilaian visual (sensitivitas 63%, spesifisitas 99%), sedangkan yang lain,
elektroda yang terlibat secara visual tidak terklasifikasi oleh EI
(sensitivitas 20%, spesifisitas 99%).
Menyesuaikan ukuran window menyebabkan identifikasi lebih
baik untuk waktu onset iktal tetapi tidak meningkatkan sensitivitas (Gbr.
S1). Pada empat pasien, sejumlah besar elektroda positif palsu dihitung
(26,67%). Mengenai elektroda epileptogenik dan nonepileptogenik yang
digambarkan benar berhubungan dengan label visual, rata-rata EI
mencapai sensitivitas 73% dan spesifisitas 69%.
Kami kemudian memeriksa fitur kejang yang menentukan
kegunaan EI. Hasil EI yang baik terlihat pada kejang dengan onset
elektroda depth (n = 3) dan grid (n = 5) (Gambar. 3), dan juga kinerja EI
yang buruk ditemukan di kedua kondisi juga onset depth n = 3, onset grid
n = 4). Zona onset iktal circumscribed, menetapkan enam atau kurang
onset elektroda atau zona onset iktal widespread, yang didapatkan oleh EI
(widespread n = 3, circumscribed n = 5) dan gagal (widespread n = 5,
circumscribed n = 2). Karakteristik umum dari semua kejang dengan hasil
EI yang baik adalah pola iktal dalam rentang beta dan gamma, yang
mengarah ke peningkatan besar dalam kekuatan spektral, mencapai nilai
hingga 5000 μV2 / Hz dalam frekuensi ini (Gbr. 2). Pola yang berbeda,
misalnya, lonjakan berirama, atenuasi, atau osilasi frekuensi tinggi
(HFO=high frequency oscillations) di atas 70 Hz, jauh lebih sedikit
digambarkan (Tabel 3).
Tabel 3
Karakteristik dan dampak kejang pada kinerja EI
Lokalisasi Onset
Pat. Interiktal dasar Onset pola Kinerja IE
onset distribusi
1 Superfisial Alpha/theta Paku HFO Luas -
2 Superfisial Theta Cepat Terbatas +
HFO
3 Superfisial Gabungan Terbatas -a
penurunan paku
Paku dan theta.
4 Superfisial Alpha/theta Medium +a
On-off
5 Superfisial Theta Paku cepat Medium +
6 Deep Theta HFO dan cepat Medium +b
7 Deep Theta HFO Luas -
8 Superfisial Theta Paku cepat Terbatas -
Paku terus-
9 Superfisial Paku cepat Terbatas (+)
menerus
10 Deep Theta Cepat Medium +
Paku terus-
11 Deep HFO Luas -
menerus
12 Superfisial Paku dan theta Cepat Terbatas (+)
13 Deep Paku dan theta Cepat Terbatas +
Paku terus-
14 Superfisial Cepat, HFO Medium +
menerus
15 Deep Theta dan paku Cepat, HFO Terbatas +
HFO= high frequency oscillations: osilasi frekuensi tinggi >70 Hz; cepat: rentang beta dan gamma; distribusi
onset berdasarkan analisis visual: circumscribed: enam atau kurang dari elektroda terlibat, sedang :7-9
elektroda terlibat, widespread: 10 atau lebih elektroda terlibat; Kinerja EI: "+": sensitivitas dan spesifisitas
>50%, "(+)": sensitivitas ≥70% dan spesifisitas >40%, "-": sensitivitas atau spesifisitas <40%.
a. Waktu onset Ictal tidak ada.
b. depth elektroda yang terlibat.
Gambar 3. Pasien 14: kontak elektroda grid dan depth yang terlibat dalam onset kejang sama-sama ditangkap
oleh analisis EI (nilai EI yang dinormalisasi melebihi ambang 0,3 pada kontak grid GA27, GA28, GA35,
GA36, dan GA44 dan kontak depth D1–2 dan D1 –3).
4. Diskusi
4.1 Dampak elektroda subdural dan kedalamannya pada penentuan EZ dan
pengambilan keputusan bedah
Tujuan iEEG adalah menetapkan zona epileptogenik (EZ), area
korteks yang cukup dan perlu untuk direseksi untuk mencapai bebas
kejang, dengan mempertimbangkan semua hasil tes yang dikumpulkan
selama penyelidikan pra-bedah. Dalam FCD, sangat menantang untuk
membentuk hipotesis pra-bedah yang baik pada EZ, karena batas antara
jaringan normal dan displastik sering kabur pada pencitraan, dan pada
kenyataannya, onset kejang mungkin melibatkan area yang berdekatan
dengan kelainan pencitraan utama. Untuk penilaian bentuk tiga dimensi,
tampaknya masuk akal untuk memilih pendekatan yang memberikan
informasi dari lebih dari satu bidang dan menggabungkan berbagai
keunggulan modalitas. Namun, ada sangat sedikit analisis sistematis yang
meneliti kontribusi elektroda grid dan depth dalam studi EEG invasif
gabungan, tidak satu pun dari mereka, untuk pengetahuan kita, fokus FCD
pada orang dewasa. Tinjauan retrospektif dari 12 pasien anak
menekankan keamanan dan kelayakan dari kombinasi elektroda grid dan
depth pada anak-anak dan menemukan nilai tambah yang cukup dari
elektroda depth. Dalam pendekatan lain, kombinasi pada subdural bundel
elektroda dan depth elektroda, keduanya dimasukkan melalui lubang burr,
telah terbukti aman dan berguna untuk memahami zona onset iktal dalam
berbagai patologi yang mendasarinya
Pada kohort kami, pasien dengan FCD, cakupan jaringan sangat
penting untuk memetakan korteks eloquent dan cadangan jaringan yang
sangat diperlukan. Ini juga menyebabkan delineasi zona epileptogenik
pada permukaan yang sangat berbeda dari lesi MRI. Bergantung pada
jumlah dan lokalisasi elektroda yang tepat, pendekatan SEEG mungkin
telah melewatkan area yang terlibat pada mahkota gyral pada lima pasien,
yang mengarah ke reseksi yang lebih kecil. Rekaman kedalaman, di sisi
lain, membuktikan epileptogenisitas pada kedalaman yang jauh dari
jaringan tampak berubah dalam tiga kasus. Oleh karena itu reseksi
diperluas mencakup daerah-daerah yang tidak diidentifikasi sebagai
epileptogenik hanya dengan rekaman subdural.
4.2 Konfirmasi nilai EI untuk penentuan dan penerapan EZ dari metode
dalam pendekatan iEEG kombinasi
EI adalah metode komputasi semiautomatis yang telah terbukti
membedakan antara struktur mesial yang sangat epileptogenik dan
struktur lateral yang kurang epileptogenik dalam epilepsi lobus temporal
mesial. Demikian juga, nilai EI yang secara signifikan lebih tinggi telah
dilaporkan untuk intralesi dibandingkan dengan kontak elektroda
ekstralesi pada pasien dengan FCD. Algoritma ini memungkinkan
klasifikasi numerik tingkat keterlibatan dalam pembangkitan kejang di
daerah anatomi yang diwakili oleh kontak elektroda tunggal. Lebih lanjut
dapat menguraikan dimensi dan distribusi zona onset iktal, mendapatkan
pola propagasi, dan mengungkapkan jaringan epileptogenik.
Tetapi, sebelum penelitian kami, EI belum dievaluasi dalam
elektroda grid, dan tidak ada perbandingan langsung dengan analisis
visual ictal iEEG.
Dalam kohort kami, analisis EI sepenuhnya sesuai dengan
penggambaran visual dari lokasi anatomi zona onset iktal pada 53,3%
kasus dan tidak bertentangan dengan itu sama sekali. Nilai tambah dari
kombinasi elektroda grid dan depth jelas ditekankan oleh hasil EI.
Terutama, epileptogenisitas yang didefinisikan secara visual dari jaringan
kortikal yang tampak normal pada MRI hampir selalu diverifikasi oleh EI.
Pada satu pasien, bagaimanapun, keterlibatan dua kontak elektroda
kedalaman intralesi menghasilkan aktivitas cepat amplitudo rendah dalam
rentang gamma tinggi pada onset iktal yang terlewatkan oleh EI.
Dalam enam kasus, zona onset iktal EI melebihi EZ yang
ditetapkan secara visual, menunjukkan epileptogenisitas tinggi dalam lesi
pada satu dan rendah pada lima kasus. Yang terakhir, empat dilanjutkan
ke operasi.
Meskipun korteks yang ditentukan sebagai epileptogenik dengan
analisis otomatis namun tidak direseksi, tiga pasien dinyatakan bebas
kejang dengan operasi, follow-up menjadi dua tahun pada dua pasien dan
satu tahun pada satu pasien. Oleh karena itu, pada kasus ini, area yang
menghasilkan nilai EI tinggi bukan bagian dari EZ. Namun pada satu
pasien, bebas kejang tidak tercapai. Masih belum jelas apakah reseksi
yang lebih besar, inkoparasi korteks EI epileptogenik, akan menghasilkan
hasil yang lebih baik.
Untuk menentukan kriteria penerapan EI yang baik dan
mengembangkan kesadaran yang lebih besar tentang keterbatasannya
dalam pengaturan kami, kami juga melakukan perbandingan rinci hasil EI
dan hasil visual yang dianggap sebagai standar emas. Ukuran dan
distribusi zona onset iktal tidak berpengaruh pada kinerja IE, dan data
kami jelas menunjukkan bahwa metode ini cocok untuk elektroda depth
dan grid. Penting untuk penerapan EI yang baik, bagaimanapun,
merupakan morfologi dari pola iktal. Karena algoritma berfokus pada
peningkatan tiba-tiba dalam rasio energi antara tinggi frekuensi tinggi
rentang beta dan gamma dan frekuensi rendah dalam rentang delta, alpha,
dan theta, itu menunjukkan hasil terbaik jika pola iktal tepat memenuhi
kriteria ini. Onset iktal memang ditandai dalam iEEG oleh pelepasan
cepat di sebagian besar kasus; oleh karena itu, tampaknya masuk akal
untuk mengarahkan EI ke morfologi spesifik. Meskipun umumnya
kurang, pola divergen, seperti paku ritmik atau gelombang paku, aktivitas
tajam berirama b13 Hz, atau pelemahan tegangan, juga bisa menjadi
korelasi iEEG dari serangan kejang. Pada kohort kami, peningkatan ritme
menyebabkan peningkatan kekuatan pada pita theta dan karenanya tidak
terdeteksi oleh EI. Demikian pula, atenuasi dan amplitudo rendah
aktivitas yang sangat cepat tidak menyebabkan peningkatan yang cukup
pada kekuatan gamma untuk analisis EI. Karenanya, pemilihan visual
kejang yang sesuai merupakan prasyarat untuk keberhasilan penerapan
metode ini. Selain itu, hasil yang baik tergantung pada penyesuaian
parameter λ dan v, yang mengarah pada penurunan objektivitas dan
membutuhkan input dari seorang ahli electroencephalographer yang
terlatih.
Sebagai batasan metode kami, kami menyadari bahwa penyesuaian
parameter pada sampel dan juga pada pasien didapatkan satu kejang yang
meningkat sesuai antara analisis visual dan semi-otomasi dan menambah
kinerja EI yang baik. Namun, algoritme jelas bukan metode standar yang
bekerja dalam lingkungan komputasi murni yang tidak terlepas dari
keahlian manusia. Bahkan, ini dikembangkan sebagai alat semiotomatis,
mendukung evaluasi iEEG manusia, dan diperlukan penyesuaian
parameter secara eksplisit. Oleh karena itu kami memutuskan untuk
menggunakan metode yang awalnya dimaksudkan untuk
mengevaluasinya secara objektif.
5. Kesimpulan
Kami telah menunjukkan bahwa elektroda depth dan grid subdural
menyatakan informasi penting dan komplementer tentang EZ pada pasien
dewasa dengan displasia kortikal fokal. Pada lebih dari separuh pasien,
serangan kejang paling baik terlihat pada elektroda depth.
Analisis iEEG visual dan otomatis secara konsisten menunjukkan
bahwa kombinasi elektroda subdural dan depth mendapatkan pemahaman
yang lebih baik tentang zona epileptogenik daripada modalitas satu saja.
Kesimpulan ini didukung oleh hasil bedah yang baik pada cohort kami.
Kami menyadari, bagaimanapun, bahwa manfaat efek dari kombinasi EEG
invasif pada hasil kejang tetap hipotetis, karena tidak ada perbandingan
langsung dengan kelompok pasien kontrol yang telah dioperasi
berdasarkan berbagai jenis penilaian pra-bedah tersedia. Namun, hasil
dalam kohort kami dengan 82% bebas kejang dibandingkan dengan rata-
rata persentase pasien dengan FCD yang dilaporkan bebas kejang pasca
operasi dalam publikasi terbaru (sekitar 60%), mendukung efek yang
bagus dari metode kami.
EI adalah alat yang berguna jika diterapkan untuk melengkapi
analisis visual dan mempertimbangkan keterbatasan pada metode ini.
Pelabelan numerik yang jelas dari elektroda epileptogenik dapat
membantu untuk mensistemasikan hasil dan untuk menyederhanakan
komunikasi antar disiplin ilmu. Namun harus ditekankan bahwa EI harus
diinterpretasikan dengan hati-hati dan hasilnya harus diperiksa secara
kritis oleh ahli electroencephalographer yang berpengalaman untuk
mencegah kesalahan penilaian. Hanya pola iktal tertentu yang dapat
dideteksi dengan andal oleh algoritma; oleh karena itu, pemilihan
karakteristik EEG yang sesuai diperlukan untuk mencapai hasil yang
andal.
Sumber dana
Pekerjaan ini dilakukan di UCLH/UCL, yang menerima proporsi
pendanaan dari skema pendanaan Pusat Penelitian Biomedis NIHR Departemen
Kesehatan.
Konflik kepentingan
Tidak ada penulis yang berpotensi sebagai konflik yang diungkapkan.