Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbagai jenis penyakit baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular sekarang
banyak bermunculan. Banyak pula penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup sehingga timbul
penyakit baru. Beberapa penyakit bersifat kronis sehingga dapat membahayakan kesehatan dan
mempunyai beberapa kaitan dengan mental emosionalnya.
Saat ini perhatian penyakit tidak menular semakin meningkat karena frekuensi kejadiannya
pada masyarakat semakin tinggi. Dari sepuluh penyebab utama kematian, dua diantaranya
adalah penyakit tidak menular. Keadaan ini terjadi di dunia, baik di Negara maju maupun
Negara dengan ekonomi rendah dan menengah.
Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkepanjangan dan jarang sembuh sempurna.
Walaupun tidak semua penyakit mengancam jiwa, tetapi akan menjadi beban ekonomi bagi
individu, keluarga, dan komunitas secara keseluruhan. Penyakit kronis akan menyebabkan
masalah medis, sosial dan psikologis yang akan membatasi aktifitas manusia sehingga akan
menyebabkan penurunan quality of life.
Skrining merupakan salah satu komponen pelayanan kesehatan yang modern. Alasannya
adalah untuk mendeteksi penyakit pada awal asymptomatic individu dan untuk mengurangi
angka morbiditas.
Dengan adanya kegiatan skrining, masyarakat dapat mengetahui terlebih dahulu apakah ia
terkena suatu penyakit atau tidak melalui beberapa proses. Sehingga masyarakat dengan
mudah melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah skrining kesehatan pada ibu hamil?
1.2.2 Bagaiamnakah skiring kesehatan pada kelompok lansia?
1.2.3 Bagaimanakah skrining kesehatan pada pekerja informal?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui skrining kesehatan pada ibu hamil
1.3.2 Untuk mengetahui skiring kesehatan pada kelompok lansia
1.3.3 Untuk mengetahui skrining kesehatan pada pekerja informal

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skrining Kesehatan

2.1.1 Skrining Kesehatan Pada Ibu Hamil


2.1.1.1. Pengertian Kehamilan

Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin dalam


kandungan (intra uteri) mulai sejak konsepsi dan berakir sampai permulaan
persalinan yang lamanya hamil normal adalah 280 hari atau 40 minggu (Padila,
2014). Perkembangan kehamilan dibagi menjadi tiga, yaitu trisemester I adalah
tiga bulan pertama kelender, trisemester II adalah bulan keempat sampai bulan
keenam dan trisemester III adalah bulan ketujuh sampai bulan kesembilan atau
tiga bulan terakhir masa kehidupan intra uteri (Potter & Perry, 2005).

2.1.1.2. Ante Natal Care

Ante Natal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk


mengoptimalisasi kesehatan mental dan fisik ibu hamil sehingga mampu
menghadapi persalinan, nifas, mempersiapkan memberikan Air Susu Ibu (ASI)
dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Prapti, Runiari, Suratiah,
& Astuti, 2010).

2.1.1.3. Tujuan ANC

Tujuan ANC antara lain memantau kemajuan kehamilan dan memastikan


kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin, meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan fisik, mental dan sosial ibu, mengenal secara dini adanya
ketidaknormalan, komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil termasuk
riwayat penyakit secara umum, riwayat kesehatan reproduksi dan riwayat
penanganannya termasuk operasi yang pernah dijalani, mempersiapkan
kehamilan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu dan bayinya dengan
trauma seminimal mungkin, mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan
normal dan pemberian ASI ekslusif, mempersiapkan peran ibu dan keluarga

3
dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara optimal
(Prapti, Runiari, Suratiah, & Astuti, 2010).

2.1.1.4. Jadwal Kunjungan ANC

Kunjungan ANC yang ideal adalah sebulan sekali sampai umur kehamilan
28 minggu, setiap dua minggu sekali sampai umur kehamilan 32 minggu, setiap
satu minggu sekali sejak umur kehamilan 32 minggu sampai terjadi persalinan
(Prapti, Runiari, Suratiah, & Astuti, 2010).

2.1.1.5. Pelayanan Asuhan Standar Minimal (PASM)

Pelayanan atau standar asuhan antenatal care 7T yang diberikan pada


pemeriksaan kehamilan, tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan yang
berkualitas menurut (Kementrian Kesehatan RI, 2012) sesuai dengan standar
yaitu :

1. Timbang berat badan ukur tinggi badan.

Dalam keadaan normal kenaikan berat badan ibu dari sebelum hamil
dihitung dari TM I sampai TM III yang berkisar anatar 9-13,9 kg dan
kenaikan berat badan setiap minggu yang tergolong normal adalah 0,4 - 0,5
kg tiap minggu mulai TM II. Berat badan ideal untuk ibu hamil sendiri
tergantung dari IMT (Indeks Masa Tubuh) ibu sebelum hamil. Indeks massa
tubuh (IMT) adalah hubungan antara tinggi badan dan berat badan. Ada
rumus tersendiri untuk menghitung IMT anda yakni :
IMT = Berat Badan (kg) / (Tinggi Badan (cm))2

Klasifikasi Nilai IMT

Kategori IMT Rekomendasi (kg)

Rendah <19.8 12.5 – 18

Normal 19,8 – 26 11.5 – 16

4
Tinggi 26 – 29 7 – 11.5

Obesitas >29 ≥

Gemeli - 16 – 20.5

Sumber : (Prawirohadjo, 2009)


Prinsip dasar yang perlu diingat: berat badan naik perlahan dan bertahap, bukan
mendadak dan drastis. Pada trimester II dan III perempuan dengan gizi baik
dianjurkan menambha berat badan 0,4 kg. Perempuan dengan gizi kurang
0,5 kg gizi baik 0,3 kg. Indeks masa tubuh adalah suatu metode untuk
mengetahui penambahan optimal, yaitu:
a) 20 minggu pertama mengalami penambahan BB sekitar 2,5 kg
b) 20 minggu berikutnya terjadi penambahan sekitar 9 kg
c) Kemungkinan penambahan BB hingga maksimal 12,5 kg.
Pengukuran tinggi badan ibu hamil dilakukan untuk mendeteksi faktor
resiko terhadap kehamilan yang sering berhubungan dengan keadaan
rongga panggul.
1. Ukur tekanan darah.
Pengukuran tekanan darah pada pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90
mmHg) pada kehamilan dan preeklamsi (hipertensi disertai edema wajah
atau tungkai bawah, dan protein urin). Tekanan darah diastolik merupakan
indikator untuk prognosis penanganan hipertensi dalam kehamilan.
Tekanan diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak dipengaruhi oleh
keadaan emosi pasien (seperti pada tekanan sistolik). (Kusmiyati, 2010).
Tekanan darah biasa normal 110/80 - 120/80 mmHg kecuali bila ada
kelainan. Bila tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih, mintalah
ibu berbaring miring ke kiri kemudian ukurlah tekanan darahnya. Bila
tekanan darah tetap tinggi menunjukkan ibu menderita preeklampsia yang
harus dirujuk ke dokter. Bila ibu menderita preeklampsia maka pemeriksaan
tekanan darah dilakukan setiap minggu dan dianjurkan mer encanakan
kelahiran di Rumah Sakit. (Mufdlilah, 2009).

5
2. Ukur tinggi fundus uteri.
Tujuan pemeriksaan TFU menggunakan tehnik Mc. Donald adalah
menentukan umur kehamilan berdasarkan minggu dan hasilnya bisa di
bandingkan dengan hasil anamnesis hari pertama haid terakhir (HPHT) dan
kapan gerakan janin mulai dirasakan. TFU yang normal harus sama dengan
UK dalam minggu yang dicantumkan dalam HPHT.

3. Pemberian imunisasi TT lengkap.


Imunisasi TT adalah imunisasi yang diberikan kepada ibu hamil untuk
mencegah terjadinya tetanus neonatorum. Ibu hamil harus mendapat
imunisasi TT. Pada saat kunjungan antenatal pertama, pemberian imunisasi
TT pada ibu hamil sesuai dengan status imunisasi T ibu saat ini. Ibu hamil
minimal memiliki status imunisasi T2 agar mendapat perlindungan terhadap
infeksi tetatus. Ibu hamil dengan status T5 (TT Long Life) tidak perlu
diberikan imunisasi TT lagi. Jadwal pemberian imunisasi, yaitu:
(Wahyuningsih, dkk, 2009).
Umur kehamilan mendapat imunisasi TT:
a) Imunisasi TT sebaiknya diberikan sebelum kehamilan 8 bulan untuk
mendapatkan imunisasi TT lengkap
b) TT1 dapat diberikan sejak diketahui positif hamil dimana biasanya
diberikan pada kunjungan pertama ibu hamil ke sarana kesehatan
(BKKBN, 2006).
Jadwal Imunisasi TT:

6
Sesuai dengan WHO, jika seorang ibu yang tidak pernah diberikan
imunisasi tetanus maka ia harus mendapatkan paling sedikitnya dua kali
(suntikan) selama kehamilan (pertama pada saat kunjungan antenatal dan
kedua pada empat minggu kemudian)Jarak pemberian (interval) imunisasi
TT 1 dengan TT 2 minimal 4 minggu (Saifuddin dkk, 2009).
Jadwal Pemberian Tetanus Toksoid

Antigen Interval Lama % Perlindungan


Perlindungan

Pada kunjungan
TT 1 - -
antenatal pertama

4 minggu setelah
TT 2 3 tahun 80
TT1

6 bulan setelah
TT 3 5 tahun 95
TT2

1 tahun setelah
TT 4 10 tahun 99
TT3

Sumber: (Saifuddin, 2009)

1. Pemberian tablet besi (Fe)


Pemberian tablet besi adalah sebesar 60 mg dan asam folat 500mg
adalah kebijakan program pelayanan antenatal dalam upaya untuk
mencegah anemi dan untuk pertumbuhan otak bayi, sehingga mencegah
kerusakan otak pada bayi. Setiap ibu hamil harus mendapat tablet tambah
darah (tablet zat besi) dan asam folat minimal 90 tablet selama kehamilan
yang diberikan sejak pemeriksaan pertama. Tablet sebaiknya tidak diminum
bersama teh atau kopi karena akan mengganggu penyerapan. Jika
ditemukan/diduga anemia berikan 2-3 tablet zat besi per hari. Selain itu

7
untuk memastikannya dilakukan pemeriksaan darah hemoglobin untuk
mengetahui kadar Hb yang dilakukan 2 kali selama masa kehamilan yaitu
pada saat kunjungan awal dan pada usia kehamilan 28 minggu.
2. Tes PMS (Penyakit Menular Seksual)
Menganjurkan untuk pemeriksaan Infeksi Menular Seksual lain
pada kecurigaan adanya resiko IMS
3. Temu wicara (konseling)
Temu wicara (konseling) dilakukan pada setiap kunjungan antenatal
yang meliputi:
Jenis Pemeriksaan Pelayanan Antenatal Terpadu
Jenis Trimester Trimester Trimester
No Keterangan
Pemeriksaan I II III
1 Keadaan Umum    Rutin
2 Suhu Badan    Rutin
3 Tekanan Darah    Rutin
4 Berat Badan    Rutin
5 LILA  Rutin

6 TFU   Rutin

7 Presentasi Janin   Rutin

8 DJJ   Rutin

9 Pemeriksaan HB   Rutin

10 Golongan Darah  Rutin


11 Protein Urin    Rutin
Gula
12    Atas indikasi
Darah/reduksi
13 Darah Malaria    Atas indikasi
14 BTA    Atas indikasi
15 Darah Sifilis    Atas indukasi
16 Serologi HIV    Atas indikasi
17 USG    Atas indikasi

Sumber : (Kementrian Kesehatan RI, 2015)

8
2.1.2 Skrining Kesehatan pada Kelompok Lansia

2.1.2.1 Konsep Lanjut Usia

Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya
65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahaplanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress
lingkungan . Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk hidup peningkatan kepakaan secara individual.

Kelompok Lanjut Usia adalah suatu wadah pelayanan kepada lanjut usia di masyarakat,
yang proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi
sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan
preventif. Lanjut usia berkualitas adalah lanjut usia yang sehat, mandiri, aktif dan produktif.

2.1.2.2 Batasan Umur Lanjut Usia

Berikut ini adalah batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari pendapat
berbagai ahli:

1. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I Pasal 1 Ayat 2 yang
berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas”.
2. Menurut World Health Organization (WHO)
Lanjut usia (elderly) : 60 - 74 tahun
Lanjut usia tua (old) : 75 – 90 tahun
Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun
3. Menurut Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad
Masa setengah umur ( prasenium) : 40 – 65 tahun
Masa lanjut usia ( senium ) : 65 tahun keatas
4. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro
Masa lanjut usia : > 65 atau 70 tahun
 Young old ( 70 – 75 tahun)
 Old ( 75 – 80 tahun)

9
 Very old ( > 80 tahun)

2.1.2.3 Skrining pada Lansia

Mengingat kondisi usia lanjut seperti diuraikan terdahulu, mudah dipahami bahwa dari segi
promotif dan preventif menduduki tempat penting dalam memberikan tindakan atau program
intervensi bagi kelompok ini. Oleh Direktorat keluarga Binkesmas Departemen Kesehatan RI
sejak tahun 1990-an telah dikembangkan Program Pembinaan Usila (Usia Lanjut) pada sejumlah
puskesmas percontohan di Indonesia.

Skrining (penapisan) adalah mengidentifikasi ada tidaknya penyakit atau kelainan yang
sebelumnya tidak diketahui dengan menggunakan berbagai tes pemeriksaan fisik dan prosedur
lainnya, agar dapat memilah dari sekelompok individu, mana yang tergolong mengalami kalainan.
Skrining tidak dapat diartikan secara diagnostic, tetapi bilamana hasilnya positif selanjutnya dapat
di follw-up dengan pemeriksaan diagnostic, kalau perlu dengan tindakan pengobatan. Sasaran
skrining kesehatan memang ditujukan bagi setiap lansia, namun sasaran utamanya adalah mereka
yang berada dalam kategori resiko tinggi.

2.1.2.4 Penggolongan Skrining Kesehatan Lansia

Terdapat 2 (dua) golongan skrining, yaitu survey epidemiologi, dan case finding
(pencarian/penemuan kasus). Hal pertama yang dilakukan misalnya pada penelitian ilmiah
ataupun untuk maksud perencanaan program-program intervensi kesehatan. Sedangkan yang
kedua dapat dilakukan bagi usia lanjut yang secara kebetulan datang berobat atau sengaja datang
untuk keperluan pemeriksaan kesehatan rutin.

Tindakan skrining bertujuan agar sebisa mungkin dan selama mungkin tetap
mempertahankan usia lanjut dalam keadaan yang optimal serta mencegah institusionalisasi (alias
tetap mempertahankannya tinggal dirumah). Dari segi pertimbangan praktis, dapat dibedakan
bahwa untuk periode usia 65-74 tahun, skrining brtujuan untuk dapat memperpanjang aktivitas
fisik, mental social, serta untuk mengurangi kemungkinan cacat maupun kondisi penyakit yang
berlangsung menahun.

Sedangkan untuk periode lebih dari 75 tahun, skrining bertujuan untuk memperpanjang
kemandirian (ADL) secara optimal, mencegah institusionalisasi dan mengurangi

10
ketidaknyamanan maupun stress, terutama bagi kasus-kasus terminal, serta untuk member
dukungan emosional bagi keluarga. Ciri-ciri skrining kesehatan usia lanjut berdasarkan
pengalaman sebaiknya diselenggarakan selaku kegiatan kelompok, bersifat office-base (yaitu
dilakukan di institusi misalnya di puskesmas) dan mengingat tingkatannya yang sederhana, cukup
bila ditangani oleh kader terlatih (tidak mesti oleh petugas kesehatan profesional). Penilaian secara
lengkap bagi lansia memang pada dasarnya haruslah bersifat analisis multidisiplin (dengan
pendekatan kolaboratif), namun mengingat keberadaan lansia pada umumnya yang jarang
memiliki akses kepada pengkajian yang menyeluruh seperti itu, maka perlu dipopulerkan skrining
secara sederhana yang dapat dilakukan oleh perawat maupun petugas lainnya ditingkat lapangan.

2.1.2.5 Macam – macam Skrining Penyakit pada Keadaan Khusus Lansia

Di negara maju, skrining pada umumnya ditujukan pada penyakit kardiovaskuler,


keganasan dan cerebravaskular accident (CVA) seperti yang dijelaskan berikut :

1) Penyakit Hipertensi
Tindakan skrining sangat bermanfaat, baik terhadap hipertensi sistolik maupun
diastolik. Pencegahan akan dapat mengurangi resiko timbulnya stroke, penyakit jantung,
bahkan kematian. Dari hasil studi, ditemukan bahwa bila 40 orang diobati dalam waktu 5
tahun akan dapat mencegah satu kejadian stroke, pada hipertensi dilakukan pengkajian
secara lengkap (anamnesa dan pemeriksaan fisik) , skrining atau tes saringan. Hal yang
perlu dilakukan disini adalah pengukuran tekanan darah. Sebagai patokan diambil batas
normal tekanan darah bagi lansia adalah (1) tekanan sistolik 120-160 mmHg, dan (2)
tekanan diastolic sekitar 90mmHg. Pengukuran tekanan darah pada lansia sebaiknya
dilakukan dalam keadaan berbaring, duduk, dan berdiri dengan selang beberapa waktu,
yaitu untuk mengetahui kemungkinan adanya hipertensi ortostatik.
2) Penyakit Jantung
Selain pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan fisik), skrining yang
perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan kelainan jantung antara lain pemeriksaan EKG,
treadmill, dan foto thoraks.

11
3) Penyakit Ginjal
Selain pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan fisik), skrining yang
perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan kelainan ginjal adalah pemeriksaan
laboratorium tes fungsi ginjal dan foto IVP.
4) Diabetes Melitus
Selain pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan fisik), skrining yang
perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan diabetes antara lain pemeriksaan reduksi urine,
pemeriksaan kadar gula darah, dan funduskopi.
5) Gangguan Mental
Selain pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan fisik), skrining yang
perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan gangguan mental antara lain pemeriksaan status
mental dan tes fungsi kognitif. Biasanya telah dapat dibedakan apakah terdapat kelainan
mental seperti depresi, delirium, atau demensia.
6) Keganasan
Skrining terhadap keganasan terutama ditujukan terhadap penyakit kanker
payudara, yaitu dengan cara BSE. Juga penyakit kanker serviks dengan cara pap smear.
Selanjutnya skrining juga dilakukan terhadap kanker kolon dan rectum. Adapun caranya
adalah dengan pengujian laboratorium terhadap darah samar di dalam feses, selain dengan
cara endoskopi untuk kelainan dalam sigmoid dan kolon terutama pada penderita yang
menunjukkan adanya keluhan.
7) Wanita menopause
Tindakan skrining ditujukan untuk memastikan apakah diperlukan terapi hormone
pengganti estrogen. Terapi ini dapat mengurangi risiko kanker payudara. Juga fraktur
akibat osteoporosis. Namun, perlu diwaspadai kemungkinan timbulnya kanker
endometrium, dimana untuk pencegahannya dapat dianjurkan agar diberikan secara
bersamaan dengan hormone progesterone.
8) Skrining Ketajaman Visus
Skrining katajaman visus dengan tindakan sederhana, yaitu koreksi dengan ukuran
kacamata yang sesuai. Bagi kasus katarak dengan tindakan ekstraksi lensa tidak saja akan
memperbaiki penglihatan, tetapi juga akan meningkatkan status fungsional dan psikologis.
Skrining dengan alat funduskopi dapat mendeteksi penyakit glaucoma, degenerasi macula,

12
dan retinopati diabetes. Adapun factor resiko untuk degenerasi macula adalah adanya
riwayat keluarga dan factor merokok.
9) Skrining Pendengaran
Dengan tes bisik membisikkan enam kata-kata dari jarak tertentu ke telinga pasien
serta dari luar lapang pandang. Selanjutnya minta pasien untuk mengulanginya. Cara ini
cukup sensitive, dan menurut hasil penelitian dikatakan mencapai 80% dari hasil yang
diperoleh melalui pemeriksaan dengan alat audioskop. Mengenai pemeriksaan dengan
audioskop, yaitu dihasilkan nada murni pada frekuensi 500, 1.000, 2.000, dan 4.000 Hz,
yaitu pada ambang 25-40 dB.

2.1.2.6 SPM : 7. Pelayanan Kesehatan Pada Usia Lanjut

Pelayanan kesehatan lanjut usia adalah upaya kesehatan yang diselenggarakan sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu wadah dan merupakan upaya preventif, promotif, kuratif, serta
rehabilitatif bagi lanjut usia. Setiap warga negara Indonesia usia 60 tahun ke atas mendapatkan
skrining kesehatan sesuai standar. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib memberikan skrining
kesehatan sesuai standar pada warga negara usia 60 tahun ke atas di wilayah kerjanya minimal 1
kali dalam kurun waktu satu tahun.

Pelayanan skrining kesehatan warga negara usia 60 tahun ke atas sesuai standar adalah :

Dilakukan sesuai kewenangan oleh :

a. Dokter;
b. Bidan;
c. Perawat;
d. Nutrisionis/Tenaga Gizi;
e. Kader Posyandu lansia/Posbindu

Pelayanan skrining kesehatan diberikan di Puskesmas dan jaringannya, fasilitas pelayanan


kesehatan lainnya, maupun pada kelompok lansia, bekerja sama dengan pemerintah daerah.
Pelayanan skrining kesehatan minimal dilakukan sekali setahun.

Lingkup skrining adalah sebagai berikut :

a) Deteksi hipertensi dengan mengukur tekanan darah.

13
b) Deteksi diabetes melitus dengan pemeriksaan kadar gula darah.
c) Deteksi kadar kolesterol dalam darah
d) Deteksi gangguan mental emosional dan perilaku, termasuk kepikunan menggunakan
Mini Cog atau Mini Mental Status Examination (MMSE)/Test Mental Mini atau
Abreviated Mental Test (AMT) dan Geriatric Depression Scale (GDS).

Pengunjung yang ditemukan memiliki faktor risiko wajib dilakukan intervensi secara dini.
Pengunjung yang ditemukan menderita penyakit wajib ditangani atau dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang mampu menanganinya.

Rumus penghitungan kinerja Pelayanan Kesehatan pada Usia Lanjut

Presentase warga Jumlah pengunjung berusia 60 tahun


negara dalam kurun keatas yang mendapat skrining kesehatan
waktu 1 tahun usia 60 sesuai standar minimal 1 kali dalam kurun
tahun keatas waktu satu tahun
= X 100%
mendapatkan skrining
Jumlah semua penduduk yang berusia usia
kesehatan sesuai
60 tahun keatas yang ada di wilayah
standar
Kabupaten /Kota tersebut dalam kurun
waktu satu tahun perhitungan

2.1.3 Skrining Kesehatan Pada Pekerja Informal


2.1.3.1. Pengantar Skrining Kesehatan Kerja Pada Pekerja Informal
Undang-undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan pada BAB XII Kesehatan diakibatkan oleh pekerjaan. Pekerja
dalam ayat tersebut termasuk tenaga kesehatan dan non kesehatan yang
bekerja di Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes, dan Poskesdes
(Posyandu, Pos UKK, dan lain-lain). Mengingat tingginya risiko kesehatan
dan keselamatan kerja bagi pekerja dan adanya amanat dalam Undang-undang
untuk menerapkan kesehatan kerja di tempat kerja, maka perlu
dilaksanakannya upaya Kesehatan kerja di wilayah kerja Puskesmas. Bentuk

14
upaya kesehatan kerja puskesmas salah satunya adalah dibentuknya Pos Upaya
Kesehatan Kerja (Pos UKK) di daerah pemukiman penduduk atau di lokasi
kelompok pekerja.
Pos UKK merupakan bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat
(UKBM) yang memberikan pelayanan kesehatan dasar (primary health care)
bagi masyarakat pekerja, terutama pekerja informal. Pos UKK diperlukan
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit dan pengobatan sederhana bagi masyarakat pekerja yang
berisiko terpajan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja sehingga mereka
mampu menolong dirinya sendiri (Depkes RI, 2006).
2.1.3.2. Pemeriksaan Fisik
1. PEMERIKSAAN KEPALA:
Tindakan:
I = Lihat kesimetrisan wajah jika, muka ka.ki berbeda atau misal lebih
condong ke kanan atau ke kiri itu menunjukan ada parese/kelumpuhan,
contoh: pada pasien SH.
P = Cari adanya luka, tonjolan patologik, dan respon nyeri dengan menekan
kepala sesuai kebutuhan
2. MATA:
Tindakan:
a. I = Kelopak mata ada radang atau tidak, simetris ka.ki atau tidak, reflek
kedip baik/tidak, konjungtiva dan sclera: merah/konjungtivitis,
ikterik/indikasi hiperbilirubin/gangguan pada hepar, pupil: isokor ka,ki
(normal), miosis/mengecil, pin point/sangat kecil (suspek
SOL), medriasis/melebar/dilatasi (pada pasien sudah meninggal)
1) Inspeksi gerakan mata:
2) Inspeksi medan pengelihatan:
3) Pemeriksaan visus mata:
b. P = Tekan secara ringan untuk mengetahui adanya TIO (tekanan intra
okuler) jika ada peningkatan akan teraba keras (pasien
glaucoma/kerusakan dikus optikus), kaji adanya nyeri tekan.

15
3. HIDUNG:
Tindakan:
a. I = Apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi, apakah ada secret
b. P = Apakah ada nyeri tekan, massa
4. TELINGA
Tindakan:
a. Telinga luar:
1) I = Daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran, bentuk,
kebresihan, adanya lesy.
2) P = Tekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan kelenturan
kartilago.
b. Telinga dalam:
Note : Dewasa : Daun telinga ditarik ke atas agar mudah di lihat
Anak : Daun telinga ditarik kebawah
1) I = Telinga dalam menggunakan otoskop perhatikan memberan timpani
(warna, bentuk) adanya serumen, peradangan dan benda asing, dan
darah.
c. Pemeriksaan pendengaran:
1) Pemeriksaan dengan bisikan
2) Pemeriksaan dengan arloji
3) Pemeriksaan dengan garpu tala:
a) Tes Rinne
b) Tes Weber
c) Tes Swebeck
5. MULUT DAN FARING:
Tindakan:
a. I = Amati bibir apa ada klainan kogenital (bibir sumbing), warna,
kesimetrisan, kelembaban, pembengkakkan, lesi. Amati jumlah dan
bentuk gigi, gigi berlubang, warna, plak, dan kebersihan gigi

16
b. P = Pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/
tumor, pembengkakkan dan nyeri.
6. LEHER
Tindakkan:
a. I = Amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan parut
b. P = Letakkan kedua telapak tangan pada leher klien, suruh pasien
menelan dan rasakan adanya kelenjar tiroid (kaji ukuran, bentuk,
permukaanya.) Palpasi trachea apakah kedudukkan trachea simetris atau
tidak.
7. DADA/THORAX
a. PARU/PULMONALIS
Tindakkan:
1) I = Amati kesimetrisan dada ka.ki, amati adanya retraksi interkosta,
amati gerkkan paru. Amati klavikula dan scapula simetris atau tidak
2) P = Palpasi ekspansi paru dan Palpasi Taktil vremitus posterior dan
anterior
3) Pe/Perkusi
4) Aus/auskultasi
b. JANTUNG/CORDIS
1) I = Amati denyut apek jantung pada area midsternu lebih kurang 2
cm disamping bawah xifoideus.
2) P = Merasakan adanya pulsasi
3) Perkusi
4) Auskultasi
8. PERUT/ABDOMEN
Tindakkan:
a. I = Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi,
penonjolan, adanya ketidak simetrisan, adanya asites.
b. P = Palpasi ringan: Untuk mengetahui adanya massa dan respon nyeri
tekan letakkan telapak tangan pada abdomen secara berhimpitan dan
tekan secara merata sesuai kuadran.

17
c. Palpasi dalam: Untuk mengetahui posisi organ dalam seperi hepar,
ginjal, limpa dengan metode bimanual/2 tangan.
9. GENETALIA
Tindakkan:
a. Genetalia laki-laki:
1) I = Amati penis mengenai kulit, ukuran dan kelainan
lain.
2) P = Tekan dengan lembut batang penis untuk mengetahui adanya
nyeri
b. Genetalia wanita:
1) I = Inspeksi kuantitas dan penyebaran pubis merata atau tidak
2) P = Tarik lembut labia mayora dengan jari-jari oleh satu tangan
untuk mengetahui keadaan clitoris, selaput dara, orifisium dan
perineum.
10. PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL
Tindakkan:
a. MUSKULI/OTOT:
1) Inspeksi mengenai ukuran dan adanya atrofi dan hipertrofi (ukur dan
catat jika ada perbedaan dengan meteran)
2) Palpasi pada otot istirahat dan pada saat otot kontraksi untuk
mengetahui adanya kelemahan dan kontraksi tiba-tiba
3) Lakukan uji kekuatan otot dengan menyuruh pasien menarik atau
mendorong tangan pemeriksa dan bandingkan tangan kaki
b. TULANG/OSTIUM:
1) Amati kenormalan dan abnormalan susunan tulang
2) Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan pembengkakkan
c. PERSENDIAAN/ARTICULASI:
1) Inspeksi semua persendian untuk mengetahui adanya kelainan
sendi.
2) Palpasi persendian apakah ada nyeri tekan

18
3) Kaji range of mosion/rentang gerak (abduksi-aduksi, rotasi, fleksi-
ekstensi, dll)
11. PEMERIKSAAN SISTEM NEUROLOGI
Tindakkan:
Pengkajian 12 syaraf cranial

19
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Skrining pada ibu adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalisasi kesehatan
mental dan fisik ibu hamil sehingga mampu menghadapi persalinan, nifas, mempersiapkan
memberikan Air Susu Ibu (ASI) dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar. Skrining
ini bertujuan untuk memantau kemajuan kehamilan dan memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang janin, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan
sosial ibu, mengenal secara dini adanya ketidaknormalan, komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil termasuk riwayat penyakit secara umum, riwayat kesehatan reproduksi dan
riwayat penanganannya termasuk operasi yang pernah dijalani, mempersiapkan kehamilan
cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu dan bayinya dengan trauma seminimal mungkin,
mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI ekslusif,
mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh
kembang secara optimal.
Mengingat kondisi usia lanjut seperti diuraikan terdahulu, mudah dipahami bahwa dari segi
promotif dan preventif menduduki tempat penting dalam memberikan tindakan atau program
intervensi bagi kelompok ini.
Mengingat tingginya risiko kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja dan adanya
amanat dalam Undang-undang untuk menerapkan kesehatan kerja di tempat kerja, maka perlu
dilaksanakannya upaya Kesehatan kerja di wilayah kerja Puskesmas. Bentuk upaya kesehatan
kerja puskesmas salah satunya adalah dibentuknya Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)
di daerah pemukiman penduduk atau di lokasi kelompok pekerja.

3.2. Saran
Saran yang dapat kelompok ambil dari makalah ini adalah diharapkan ibu hamil melakukan
skrining kesehatan, agar kesehatan ibu dan bayi dapat terjamin dan apabila ada kelainan dapat
segera ditangani. Begitu pula dengan lansia dan pekerja informal, skrining kesehatan
berfungsi untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan di kemudian hari.

20
21

Anda mungkin juga menyukai