Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat rendah mengenai
pentingnya menjaga kesehatan lambung karena gastritis atau sakit maag akan
sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, baik bagi remaja maupun orang dewasa.
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung.
Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis akut dan gastritis
kronis. Bahaya penyakit gastritis jika dibiarkan terus menerus akan merusak
fungsi lambung dan dapat meningkatkan risiko untuk terkena kanker lambung
hingga menyebabkan kematian. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa
keluhan sakit pada penyakit gastritis paling banyak ditemui akibat dari gastritis
fungsional merupakan sakit yang bukan disebabkan oleh gangguan pada organ
lambung melainkan lebih sering dipicu oleh pola makan yang kurang sesuai,
faktor psikis dan kecemasan (Hungan, dkk, 2016).
Gastritis umumnya terjadi akibat asam lambung yang tinggi atau terlalu
banyak makan makanan yang bersifat merangsang di antaranya makanan yang
pedas dan asam. Selain itu juga di akibatkan oleh gangguan fungsional dari
lambung yang tidak baik dan gangguan struktur anatomi. Gangguan fungsional
berhubungan dengan adanya gerakan dari lambung yang berkaitan dengan system
saraf di lambung atau hal-hal yang bersifat psikologis. Gangguan stuktur anatomi
bisa berupa luka erosi atau juga tumor. Faktor kejiwaan atau stress juga
berpengaruh terhadap timbulnya serangan ulang penyakit gastritis (Sukarmin,
2012).
Stress merupakan pengalaman individu yang di sembunyikan melalui suatu
rangsangan. Stress adalah istilah umum yang menghubungkan kebutuhan
lingkungan dan persepsi individu terhadap kebutuhan tersebut sebagai ancaman,
tantang atau pengrusakan (Poter dan Perry, 2009). Stress psikologi meningkatkan
aktivitas saraf simpatik yang dapat merangsang produksi asam lambung.
Peningkatan HCL dapat dirangsang oleh mediator kimia yang di keluarkan oleh
neuron simpatik seperti epinefrin (Sukarmin, 2012).

1
Faktor berikutnya yang mempengaruhi kekambuhan gastritis yaitu konsumsi
kopi. Kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa
kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang di sebut
dengan fenol, vitamin dan mineral. Konsumsi kopi adalah kebiasaan yang
dilakukan seseorang dalam meminum minuman yang mengandung kafein. Kopi
dapat merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga
menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Iritasi
lambung tersebut menyebabkan penyakit maag atau gastritis. Orang yang
mengidap penyakit maag mempunyai asam lambung yang sensitif. Kafein di
dalam kopi bisa mempercepat proses terbentuknya asam lambung. Hal ini
membuat produksi gas dalam lambung berlebih dan membuat perut terasa
kembung (Rismayanti. dkk. 2013).
Badan penelitian kesehatan Dunia (World Health Organization) WHO 2013,
mengadakan tinjauan terhadap beberapa Negara di dunia dan mendapatkan hasil
presentase dari angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, Cina
31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Prancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis
sekitar 1,821 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya gastritis
di asia tengara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunya. (WHO,
2013). Pada tahun 2013 penyakit gastritis menepati urutan ke-4 dari 50 penyakit
di rumah sakit di seluruh Indonesia dengan jumlah kasus 218.500 kasus. (Depkes
RI, 2013).
Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo, jumlah penderita
Gastritis pada bulan Januari sampai dengan Desember 2018 mencapai 8.654
kasus. Sementara itu bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2017
mencapai 9.160 kasus (Dikes Kab. Gorontalo, 2017).
Hasil studi pendahuluan di Puskesmas Global Boliyohuto, jumlah pasien
berkunjung Ke Puskesmas yang di diagnosa Gastritis selama tahun 2016 sebanyak
824 pasien dan tahun 2017 mencapai 1.166 pasien. Hal menunjukan bahwa
jumlah penderita gastritis di Puskesmas Global Boliyohuto mengalami
peningkatan dari tahun 2016 ke tahun 2017.

2
Survey pendahuluan melalui wawancara dengan 8 orang pasien gastritis
yang berkunjung ke Puskesmas 6 orang diantaranya diperoleh keterangan bahwa
penyakit ini lebih sering kambuh pada saat ada masalah dalam kehidupan
sehingga terkadang masalah tersebut menyebabkan mereka sulit untuk makan dan
akibatnya mereka merasakan nyeri ulu hati. Sementara itu 2 orang diantaranya
sering mengkonsumsi kopi, 5 menit setelah minum kopi hitam terkadang langsung
merasakan nyeri ulu hati.
Melihat fenomena permasalah tersebut, peneliti merasa tertarik dan ingin
melakukan penelitian terhadap pasien gastritis dengan judul hubungan tingkat
stress dan asupan kafein dengan kejadian gastritis di Puskesmas Global
Boliyohuto Kabupaten Gorontalo.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Jumlah pasien berkunjung ke Puskesmas yang di diagnosa Gastritis tahun
2017 sampai dengan bulan November mencapai 1.166 pasien
2. Hasil wawancara dengan 8 orang pasien gastritis yang berkunjung ke
Puskesmas 6 orang diantaranya diperoleh keterangan bahwa penyakit ini
kambung lebih sering saat kondisi ada masalah dalam kehidupan sehingga
terkadang masalah tersebut menyebabkan mereka sulit untuk makan dan
akibatnya mereka merasakan nyeri ulu hati. Sementara itu 2 orang di
antaranya mengatakan 5 menit setelah minum kopi hitam terkadang langsung
merasakan nyeri ulu hati.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah ada hubungan tingkat stress dan asupan kafein
dengan kejadian gastritis di Puskesmas Global Boliyohuto Kabupaten Gorontalo?

3
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat stress dan
asupan kafein dengan kejadian gastritis di Puskesmas Global Boliyohuto
Kabupaten Gorontalo.
1.4.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui tingkat stress pasien dan asupan kafein serta kejadian gastritis di
Puskesmas Global Boliyohuto Kabupaten Gorontalo.
2. Menganalisis hubungan tingkat stress dengan kejadian gastritis di Puskesmas
Global Boliyohuto Kabupaten Gorontalo.
3. Menganalisis hubungan asupan kafein dengan kejadian gastritis di Puskesmas
Global Boliyohuto Kabupaten Gorontalo.

1.5 Manfaat penelitian


1.5.1 Manfaat Teoritis
Sebagai salah satu informasi sumber keilmuan khususnya pada pasien
dengan gangguan sistim pencernaan gastritis tentang penyebab dan penanganan
gastritis pada pasien.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Puskesmas
Sebagai informasi dan tolak ukur bagi Puskesmas Global Boliyohuto dalam
mengetahui pengaruh stress dan asupan kafein terhadap terjadinya
kekambuhan gastritis pada pasien gastritis sehingga dapat mengurangi
prevalensi gastritis
2. Bagi keperawatan
Sebagai bahan informasi bagi pendidikan keperawatan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan tentang stress dan asupan kafein sebagai penyebab
kekambuhan gastritis

4
3. Bagi masyarakat
Untuk menambah wawasan bagi para pasien atau masyarakat supaya lebih
mengerti tentang bahaya stress dan asupan kafein terhadap kejadian gastritis
sehingga para responden dapat menghindari faktor-faktor penyebab tersebut.
4. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini di harapkan dapat di gunakan sebagai sumber data untuk
kepentingan penelitian selanjutnya

5
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Gastritis
1. Pengertian
Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung.
Peradangan ini mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung sampai
terlepasnya epitel mukosa superfisial yang menjadi penyebab penting dalam
gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel akan merangsang timbulnya
proses inflamasi pada lambung (Sukarmin, 2012).
Gastritis merupaka suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lamung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau local yang dapat disebabkan
oleh berbagai faktor pencetus seperti ednotoksin bakteri, kafein, alkohol dan
aspirin (Price dan Wilson, 2012).
2. Etiologi
Gastritis terjadi sangat berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut (Sukarmin,
2012):
a. Pemakaian obat antinflmasi nonsteroid seperti aspirin, asam mefenamatatau
aspilet.
b. Konsumsi alkohol yang berlebihan yang dapat merusak sawar pada mukosa
lambung.
c. Pemberian obat kemoterapi
d. Uremia atau peningkatan ureum dalam darah.
e. Infeksi sistemik.
f. Stress psikologis yang memicu peningkatan aktivitas saraf simpatik yang
merangsang asam lambung.
g. Trauma mekanik seperti trauma abdomen yang mengakibatkan kerusakan
jaringan lambung.

6
3. Klasifikasi
Price dan Wilson (2012) mengklasifikasikan gastritis menjadi dua bagian
yaitu:
a. Gastritis akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang paling sering ditemukan dan
merupakan respon mukosa lambung terhadap zat iritan local. Endotoksin
bakteri, kafein, alokohol dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim
ditemukan. Gastritis akut biasanya mereda bila agen penyebabnya
dihilangkan.
b. Gastritis kronik
Gastritis kronik ditandai oleh atropi progresif epitel kelenjar disertai
kehilangan sel parietal dan chief sel. Dinding lambung menjadi tipis dan
mukosa mempunyai permukaan yang rata. Gastritis kronik dapat
mencetuskan terjadinya ulkus peptikum dan karsinoma. Gejela gastritis
kronik umumnya bervariasi dan tidak jelas yaitu rasa penuh, anoreksia,
dan distress epigastric yang tidak jelas.
4. Patofisiologi
Seluruh mekanisme yang menimbulkan gastritis erosive karena keadaan
klinis yang berat belum diketahui dengan benar. Faktor yang amat penting adalah
iskemia pada mukosa lambung, disamping faktor pepsin, refluks empedu dan
cairan pangkreas. Aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid merusak mukosa
lambung melalui beberap mekanisme. Obat-obatan ini dapat menghambat
siklooksigenesis mukosa (Hirlan, 2010).
Pada gastritis akut, membrane mukosa lambung menjadi edema dan
hiperemik (kongesti dengan jaringan, cairan dan darah) dan mengalami erosi
superfisial, bagian ini mensekresi sejumlah getah lambung yang mengandung
sangat sedikit asam tetapi banyak mucus. Ulserasi superfisial dapat terjadi dan
menimbulkan hemoragik. Pasien dapat mengalami ketidaknyamanan, sakit kepala,
malas, mual dan anoreksia sering disertai dengan muntah dan cegukan (Smeltzer
dan Bare, 2010).

7
Pada gastritis kronis dapat di klasifikasikan sebagi tipe A dan tipe B. tipe A
(sering disebut sebagai gasgritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel
pariental, yang menimbulkan artropi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan
dengan penyakit autoimun seperti anemia permisiosa terjadi pada fundus atau
korpus dari lambung. Tipe B (kadang disebut sebagi gasgritis H. pylori)
memepengaruhi artrium dan pylorus (ujung bawah lambung dekat duodenum). Ini
dihubungkan dengan bakteri H. pylori ; faktor diet seperti minum panas atau
pedas, pengunaan obat-obatan dan alkhol, merokok atau refluks isi usus kedalam
lambung.
Dalam agama islam, sangat jelas diterangkan dalam Al-Quran mengenai
pola makan yang sehat:
a. Tidak Makan Berlebihan
Allah SWT berfirman yang artinya, “...makan dan minumlah, dan
jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan,” (QS. Al-A’raf [7]:31) “Makanlah dari rezeki yang
baikyang telah aku berikan kepada kalian, dan janganlah melampaui batas
padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpa kalian. Dan
barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah
dia.” (QS. Thaha [20]:81)
Dalam ayat-ayat ini dengan tegas Allah SWT memerintahkan makan
dan minum dan melarang berlebihan. Dalam dunia kedokteran, makan dan
minum merupakan sumber nutrisi untuk keperluan hidup yang normal. Kadar
dan macamnya harus sesuai dengan kebutuhan, tidak boleh kurang dan tidak
boleh lebih. Bila kadar itu kurang atau lebih maka tubuh akan mengalami
gangguan.
Sehubungan dengan ini Nabi SAW telah bersabda, “Tidaklah seorang
manusia memenuhi satu wadah yang lebih buruk daripada ;perutnya.
Cukuplah bagi anak manusia beberapa makanan yang dapat menegakkan
tulang rusuknya. Jikla memang harus makan banyak, maka sepertiga untuk
makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk
nafasnya.”(HR At-Tirmidzi,An-Nasa’I, dan Ibnu Majah).

8
Salah satu akibat dari makan berlebihan adalah tubuh menjadi
gemuk, kelebihan berat badan, dan produksi radikal bebas yang berlebihan.
Kelebihan berat badandan radikal bebas ini dapat menimbulkan resistansi
insulin yang selanjutnya akan memicu timbulnya berbagai penyakit seperti
Diabetes Melitus, Hipertensi, Hiperpidemia dan Hiperurikemia yang
merupakan faktor pemicu terjadinya Atherosklerosis (penyumbatan pembuluh
darah arteri) dengan manifestasi utamanya adalah Stroke dan penyakit Jantung
Koroner, Penyumbatan pembuluh darah tepi antara lain juga dapat
menimbulkan perlukaan dan kematian jaringan di kaki (Gengren) yang
kadang-kadang sampai memerlukan amputasi.
b. Makan Makanan yang Sehat
Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan makanlah makanan yang
halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepada kalian, dan
bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya.” (QS. An-Nahl
[16]:114).
Dalam Islam, perhatian terhadap makanan bukan hanya pada sisi
kandungan gizi dan nutrisi pada makanan tersebut tapi yang lebih penting dari
itu adalah status halal dan haramnya. Istilah ‘baik’ disini tentunya menurut
pandangan ilmu gizi, yaitu makanan yang cukup mengandung unsure-unsur
gizi yang dibutuhkan olleh tubuh manusia, seperti karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, mineral, dan air.
Ternyata jenis-jenis makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia ini
sudah disebutkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman:
“Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
benjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (benntuk dan warnanya), dan tidak sama
(rasanya). Makanllah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia
berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
dikeluarkan zakatnya) dan janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-An’am
[6]:141)

9
“Dan diantara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan
dan ada yanguntuk disembelih, makanlah dari rezeki yag telah ditentukan
Allah bagi kalian, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan.”
(QS. Al-An’am [6]:142)
“Dihalalkan bagi kamu sekalian binatang buruan laut (sungai, danau,
kolam dll) dan makanan yang berasal dari laut.” (QS. Al-Maidah:96), “Dan
sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi
kalian. Aku member kalian minum dari apa yang berada dalam perutnya
(berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yyang mudah ditelan bagi
orang-orang yag meminumnya.” (QS. An-Nahl [16]:66)
Jenis makanan yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam ayat-ayat di
atas telah mengandung unsur-unsur gizi yang diperlukan oleh karbohidrat,
lemak, protein, mineral, dan vitamin. Dengan memakan makanan yang
memmenuhi lunsur gizi ini (thayyib), tubuh akan berada dalam kondisi yang
optimal sehingga daya tahan tubuh menjadi maksimal dalam menolak segala
macam penyakit, seperti penyakit infeksi (Tifus, TBC, Demam Berdarah,
Desentri, Hepatitis, dll), penyakit alergi (Asma, Gatal-gatal, pilek, dll),
penyakit Degenerasi (Diabetes, Jantung Koroner, Stroke, Alzeimer dll), dan
penyakit Keganasan/Kanker (Payudara, Paru-Paru, Hati, Prostat, dll).
c. Tidak Minum Alkohol dan Apapun yang Merusak Tubuh
Allah SWT berfirman (artinya), “Mereka bertanya tentang khamar
dan judi, katakanlah, pada keduanya ada bahaya yang besar dan ada manfaat
pada manusia, dan bahayanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS. Al-Baqarah
[2]:219).
Khamar adalah segala sesuatu yang memabukkan, semisal alcohol.
Menurut para pakar kesehatan, alkohol diketahui dapat menimbulkan
kerusakan pada seluruh bagian tubuh manusia, seperti sistem syaraf,
pembuluh darah, jantung, hati, saluran cerna, dan lain sebagainya. Demikian
pula bahan-bahan lain yang dapat merusak sel-sel tubuh, sehingga dapat
menimbulkan gangguann fungsi alat tubuh dan melahirkan penyakit. Karena
itu, maka segala penyebab karusakan wajib dijauhi, sebagaimana larangan

10
Allah SWT, “Jangan campakkan diri kalian ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-
Baqarah [2]:195).
d. Menghindari Makanan yang Masih Panas
Ketika makanan yang akan kita makan masih panas, Nabi SAW
menganjurkan untk menunggunya bukan dengan meniupnya hingga dingin.
Beliau SAW bersabda, “Dinginkanlah makanan/minuman kalian,
Sesungguhnya tidak ada kebaikan pada makanan/minuman yang panas.” (HR.
Al-Hakim dan Ad-Dailami).
Menurut para pakar Gastroenterologi (bidang media yang berhubungan
dengan gangguan system pencernaan) diketahui bahwa makanan yang panas
dapat menyebabkan perlukaan pada selaput lender saluran cerna yang
menyebabkan rasa sakit, perih, rasa panas, kembung, rasa penuh, mual, rasa
seperti diiris, dan lain sebagainya).
e. Higienis
Rasulullah SAW mengajarkan agar kita selalu menjaga kebersihan
dengan cara mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. Secara ilmiah jelas
anjuran Raulallah SAW ini sangat bermanfaat dan sudah memenuhi syarat
higienis, sehingga penyakit tidak mudah datang. Rasulallah SAW bersabda,
“Barangsiapa bermalam dan pada tangannya ada bekas lemak, kemmudian
pada pagi harinya tertimpa penyakit, maka jangan mencela kecuali dirinya
sendiri.”
5. Manifestasi klinis
Pasien dengan gasgritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk
gejala difisiensi vitamin B12. Pada gasgritis tipe B pasien mengeluh anoreksia
(nafsu makan buruk), nyeri ulu hati setelah makan, rasa asam dimulut atau dan
muntah. (Smeltzer dan Bare, 2010).
Manifestasi klinis yang paling sering dirasakan oleh pasien dapat bervariasi
diantaranya keluhan abdomen yang tidak jelas, bersendawa, mual sampai gejala
yang lebih berat seperti nyeri epigastrium, muntah, perdarahan dan hematemesis
(Price dan Wilson 2012).
6. Pemeriksaan diagnostik

11
Pada gastritis akut, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan
gastroduodenoscopi. Pemeriksaan gastroscopi akan tampak mukosa lambung
yang sembab, merah, mudah berdarah atau terdapat perdarahan spontan, erosi
mukosa yang bervariasi dari yang menyembuh sampai tertutup oleh bekuan darah.
Pada gastritis kronik, diagnose ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoscopi
dan histopatologi. Untuk pemeriksaan histopatalogi sebaiknya dilakukan biopsy
pada semua segmen lambung (Hirlan, 2010).
7. Penatalaksanaan
Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari
alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui
mulut, diet mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu
diberikan secara parenteral. Terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic, dan
sedatifa, antasida serta cairan intravena. Pada gastritis kronik diatasi dengan
memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat, mengurangi stress dan memulai
farmakoterapi. H. Pylori dapat diatasi dengan antibiotic (seperti tetrasiklin atau
amoksilin) dan garam bismuth (Pepto-Bismol) (Smeltzer dan Bare, 2010).

2.1.2 Stress
1. Pengertian
Stress adalah tanggapan/reaksi tubuh tehadap berbagai tontonana atau beban
atasnya yang bersifat non spesifik. Namun, disamping itu stress dapat juga
merupakan faktor pencetus,penyebab sekaligus akibat dari suatu gangguan atau
penyakit. Fakor-faktor psikososial cukup mempuyai arti bagi terjadinya stress
pada diri seseorang. Manakala tontonan pada seseorang itu melampauinya, maka
keadaan demikian disebut distress. Stress dalam kehidupan adalah suatu hal yang
tidak dapat dihindari. Misalnya adalah bagaimana manusia hidup dengan stress
tampa harus mengalami distress (Hawari, Dadang, 2011).
Tarwoto (2014), stress adalah kondisi dimana adanya respon tubuh terhadap
perubahan untuk mencapai keadaan normal, sedangkan stressor adalah sesuatu
yang dapat menyebabkan seseorang mengalami stress. Stressor dapat berasal dari

12
internal (perubahan hormonal, sakit) maupun eksternal (tempratur dan
pencemaran).
Menurut Priyoto (2014) mendefinisikan stress sebagai pengalaman
subyektif individu yang didasarkan pada persepsi indovidu terhadap situasi yang
dihadapinya. Stress berkaitan dengan kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan
atau situasi menekan. Kondisi ini menhgakibatkan perasaan cemas, marah dan
frustasi.
Menurut Potter dan Perry (2009), stress adalah pengalaman individu yang
disembnyikan melalui suatu rangsangan atau stressor. Stres juga dapat berarti
bentuk penghargaan atau persepsi stressor terhadap ancaman, tantangan atau
pengrusakan. Stressor berarti dorongan yang mengganggu dan ada didalam
berbagai sistem.
Kesimpulan:
Stress adalah gangguan mental yang dihadapi seseorang akibat adanya
tekanan. Tekanan ini muncul dari kegagalan individu dalam memenuhi kebutuhan
atau keinginananya. Tekanan ini berasal dari dalam diri atau dari luar.
2. Sumber Stres
Stress dapat disebabkan oleh berbagai penyebab atau sumber yang dalam
istilah umum biasa disebut stressor. Menurut Priyoto (2014), sumber stress dapat
dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Stress fisik
Bentuk stressor fisik antara lain suhu (panas dan dingin), suara bising,
polusi udara, keracunan, obat-obatan atau bahan kimia.
b. Stress sosial
Stressor sosial, ekonomi dan politik misalnya tingkat inflasi yang tinggi,
tidak ada pekerjaan, pajak yang tinggi, perubahan teknologi yang cepat,
kejahatan. Keluarga, misalnya peran seks, iri, cemburu, kematian anggota
keluarga, masalah keuangan, perbedaan gaya hidup dengan pasangan atau
anggota keluarga yang lain. Jabatan dan karir, misalnya kompotisi dengan
teman, hubungan yang kurang baik dengan atasan atau sejawat, latihan,
aturan kerja. Hubungan intrpersonal dan lingkungan, misalnya harapan

13
sosial yang terlalu tinggi, pelayanan yang buruk, hubungan sosial yang
buruk.
c. Stress psikologis
Stress psikologis dapat terjadi akibat frustasi dan ketidakpastian. Frustasi
adalah tidak tercapainya keiinginan atau tujuan karena ada hambatan.
Apabila seseorang sering berada dalam keraguan dan merasa tidak pasti
mengenai masa depan atau pekerjaannya, akan merasa bingung dan
tertekan serta merasa bersalah.
3. Fisiologi stress
Tubuh selalu berinteraksi dan mengalami sentuhan langsung dengan
lingkungan, baik lingkungan internal (seperti pengaturan peredaran darah,
pernafasan) maupun lingkungan eksternal (seperti cuaca dan tempratur) yang
kenudian menimbulkan respon yang tidak normal. Kedaan dimana terjadi
mekanisme relative untuk mempertahankan fungsi normal disebut hameostatis.
Hameostatis dibagi menjadi dua yaitu hameostatis fisiologis (misalnya respons
adanya peningkatan pernafasan saat berolahraga) dan hameostatis psikologis
(seperti perasaan mencintai dan dicintai, perasaan aman dan nyaman) (Tarwoto,
2014).
4. Adaptasi stress
Adaptasi stress adalah perubahan anatomi dan fisiologis serta psikologis
didalam diri seseorang sebagai reaksi terhadap stress. Menurut Priyoto (2014),
adaptasi stress dapat berupa:
a. Adaptasi secara fisiologi
Adaptasi fisiologi merupakan proses penyesuaian tubuh secara alamiah
untuk mempertahankan keseimbangan dan berbagai faktor yang dapat
menimbulkan atau mempengaruhi kedaan menjadi tidak seimbang contohnya
masuknya kuman penyakit, maka secara fisiologi tubuh berusaha untuk
mempertahankan baik dari pintu masuknya kuman atau sudah masuk dalam
tubh. Adaptasi secara fisiologis dapat dibagi menjadi dua yaitu apabila
keadaan atau proses adaptasi bersifat local (local adaptation sindrom) seperti
ketika daerah tubuh atau kulit terkena infeksi, maka didaerah tubuh tersebut

14
akan terjadi kemerahan, bengkak, nyeri, panas dan lain-lain yang sifatnya
local. Akan tetapi bila reaksi local tidak dapat diatas maka menyebabkan
gangguan sistemik tubuh dengan melakukan proses penyesuaian seperti panas
seluruh tubuh, berkeringan dan lain-lain. Keadaan ini biasanya disebut
General Adaptation Sindrom (GAS).
Menurut Azis (2012), GAS memiliki tiga tahapan yaitu:
1) Tahap reaksi alarm
Tahap dimana individu siap menghadapi stressor yang akan masuk
kedalam tubuh. Tahap ini dapat diawali dengan kesiapsiagaan yang
ditandai dengan perubahan fisiologis pengeluaran hormone oleh
hipotalamus yang dapat menyebabkan kelenjar adrenal mengeluarkan
adrenalin yang selanjutnya memacu denyut jantung dan menyebabkan
pernapasan menjadi cepat dan dangkal. Aktivitas hormonal tersebut
mempersiapkan seseorang untuk figh or fight.
2) Tahap resistensi
Tahap ini tubuh mulai stabil, tingkat hormone, tekanan darah dan output
jantung kembali normal. Individu berupaya beradaptasi dengan stressor.
Jika stress dapat terselesaikan, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang
mungkin telah terjadi, namun stress tidak hilang, maka ia akan masuk
ketahap ketiga.
3) Tahap kelelahan
Tahap inin ditandai dengan terjadinya kelelahan karena tubuh tidak
mampu lagi menanggung stes dan habisnya energy yang memerlukan
untuk beradaptasi. Tuuh tidak mampu lagi melindungi dirinya sendiri
menghadapi stressor, regulasi fisiologis menurun dan jika stress terus
berlanjut dapat menyebabkan kematian.
b. Adaptasi secara psikologis
Adaptasi secara psikologis merupakan proses penyesuaian secara
psikologis akibat stressor yang ada, dengan memberikan mekanisme
pertahanan dari harapan dapat melindungi atau bertahan diri dari serangan
atau hal-hal yang tidak menyenangkan.

15
c. Adaptasi sosial budaya
Adaptasi sosial budaya merupakan cara untuk mengadakan perubahan
dengan melakukan proses penyesuaian perilaku yang sesuai dengan norma
yang berlaku dimasyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan.
5. Tingkat stress
Menurut Priyoto (2014), berdasarkan gejalanya, stress dibagi menjadi tiga
bagian yaitu:
a. Stress ringan
Stress ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang secara teratur. Ciri-
cirinya yaitu semangat meningkat, penglihatan tajam, energy meningkat
namun cadangan energy menurun, kemampuan menyelesaikan pelajaran
meningkat, sering merasa letih tanpa sebab, kadang-kadang terdapat ganguan
sistim seperti penceranaan, otot, perasaan tidak santai. Stress seperti ini
biasanya berlangsung beberapa menit atau jam.
b. Stress sedang
Stress sedang berlangusng lebih lama dari beberapa jam sampai beebrapa hari.
Ciri-cirinya yaitu sakit perut, mules, otot terasa tegang, perasaan tegang,
gangguan tidur, badan terasa ringan.
c. Stress berat
Stress berat adalah situasi yang lama dirasakan oleh seseorang, dapat
berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan. Ciri-cirinya sulit
beraktivitas, gangguan hubungan sosial, sulit tidur, negativistic, penurunan
konsentrasi, takut tidak jelas, keletihan meningkat, tidak mampu melakukan
pekerjaan sederhana, gangguan pada sistim tubuh meningkat dan perasaan
takut meningkat.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi stress
Menurut aziz (2012), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi respons
terhadap stress yaitu:

16
a. Sifat stressor
Sifat stress dapat berubah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur dan dapat
mempengaruhi respon seseorang dalam menghadapi stress tergantung
mekanisme yang dimilikinya.
b. Durasi stressor
Lamanya stressor yang dialami seseorang dapat mempengaruhi respons tubuh.
Apabila stressor yang dialami lebih lama, maka respons juga akan lebih lama
dan tentunya dapat mempengaruhi fungsi tubuh.
c. Jumlah stressor
Semakin banyak stressor yang dialami seseorang, semakin besar dampaknya
bagi fungsi tubuh.
d. Pengalaman masa lalu
Penalaman masa lalu seseorang dalam menghadapi stress dapat menjadi bekal
dalam menghadapi stress berikutnya karena individu memiliki kemampuan
beradaptasi/ mekanisme koping yang lebih baik.
e. Tahap perkembangan
Tahap perkembangan individu dapat membentuk kemampaun adaptasi yang
semakin baik terhadap stressor. Stressor yang dialami individu berbeda setiap
tahap perkembangan usia.
7. Manajamen stress
Manajemen stress merupakan upaya mengelola stress dengan baik,
bertujuan mencegah dan mengatasi stress agar tidak sampai ke tahap paling berat.
Beberapa manajemen stress yang dapat dilakukan oleh individu menurut Aziz
(2012) yaitu:
a. Mengatur diet dan nutrisi
Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi
atau mengatasi stress. Ini dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan
yang bergizi sesuai porsi dan jadwal yang teratur. Menu juga sebaiknya
bervariasi agar tidak timbul kebosanan.

17
b. Istirahat dan tidur
Istirahat dan tidur yang cukup merupakan obat yang baik dalam mengatasi
stress karena istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan fisik
dan kebugaran tubuh. Tidur dan cukup juga akan memperbaiki sel-sel yang
rusak.
c. Olahraga teratur
Olahraga adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya taha dan kekebalan
fisik dan mental.
d. Berhenti merokok
Berhenti merokok adalah salah satu cara untuk mengurangi stress karena dapat
meningkatkan status kesehatan serta menjaga ketahanan dan kekebalan tubuh.
e. Menghindari minuman keras
Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan stress.
Disamping menghindari stress, menghindari mengonsumsi alkohol dapat
membuat tubuh menjadi sehat karena bebas dari penyakit.
f. Terapi psikofarmaka
Terapi ini menggunakan obat-obatan dalam mengatasi stress yang dialami
melalui pemutusan jaringan antara psiko, neuro dan imunologis sehingga
stressor psikosoisal yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif afektif
atau psikomotor yang dapat mengganggu organ tubuh yang lain. Obat yang
biasa digunakan adalah obat antikecemasan dan antidepresi.
g. Terapi somatic
Terapi ini biasanya lakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stress yang
dialami sehingga diharapkan tidak mengganggu sistim tubuh lain. Misalnya
jika seseorang mengalami diare akibat stes maka terapi untuk mengatasinya
adalah minum obat diare.
h. Psikoterapi
Psikoterapi menggunakan teknik psiko yang disesuaikan dengan kebutuhan
seseorang. Terapi ini meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi redukatif.
Psikoterapi suportif memberikan motivasi dan dukungan agar pasien merasa
percaya diri, sedangkan psikoterapi redukatif dilakukan dengan memberikan

18
pendidikan secara berulang. Selain itu adapula yang mengalami goncangan
dan psikoterapi kognitif dengan memulihkan kognitif pasien.
i. Terapi psikoreligi
Terapi ini menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi permasalahan
psikolgis. Terapi ini diperlukan karena dalam mengatasi atau mempertahankan
kehidupan, seseorang harus sehat secara fisik, psikis, sosial maupun spiritual.
8. Patofisiologi stress
Pada keadaan stress otak mengirimkan suatu pesan biokimia kepada semua
sytem tubuh. Setiap kali ada rangsangan/perubahan yang dirasakan oleh panca
indra, maka melalui saraf-saraf panca indra tersebut mengirimkan signyal ke
Hypophyse (berada di dasar otak) sebagai alaram, selanjutnya mengirimkan
signyalnya ke kelenjar anak ginjal untuk melepaskan hormone Ardernalin dan
Cortisol, cortisol ini meningkatkan gula darah yang terutama digunakan otak
(berfikir/mengatur), selain itu fungsi kartisol untuk meningkatkan persendian,
bahan perbaikan sel-sel tubuh, system kekebalan tubuh, reproduksi dan
pertumbuhan serta merangsang beberapa kelenjar tubuh lainnya untuk proses
metabolisme. Sedangkan ardrenalin meningkatkan denyut jantung, meningkatkan
tekanan darah dan juga meningkatkan pasokan energy. Perubahan hormone
tersebut merangsang sel-sel dalam lambung untuk memproduksi asam secara
berlebihan. Reaksi ini dapat menggangu aktifitas lambung bahkan dapat memicu
kebocoran lambung dan mengakibatkan terjadinya Gastritis.
9. Stress dalam Pandangan AlQuran
Allah melalui firmannya Al Qur’an telah menyampaikan pesan kepada kita
agar mengendalikan emosi sedih dan gembira. Tidak semestinya kita larut dalam
kesedihan atau tekanantekanan psikologis karena kehilangan sesuatu yang kita
cintai atau karena tidak bisa memiliki apa yang kita harapkan. Begitu pula kita
tidak boleh larut dengan kesombongan, keangkuhan, riya atau membangga-
banggakan diri jika mendapatkan kesuksesan, jabatan, keunggulan atau prestise.
Sebab segala gangguan dan musibah yang menimpa diri kita ataupun cobaan
berupa kesenangan atau kebaikan yang kita raih telah termaktub dalam Lauh
Mahfuzh dan ilmu Allah SWT (Patimah, 2016).

19
Allah SWT telah berfirman dalam AlQuran : “Tiadalah suatu bencana
pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada diri kalian melainkan terdapat
dalam sebuah kitab sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya hal itu mudah
bagi Allah. Supaya kalian jangan berduka cita atas apa yang luput dari kalian,
dan supaya kalian jangan terlalu bersuka ria atas apa yang telah diberikan-Nya
kepada kalian. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang bersikap angkuh lagi
membanggakan diri” (QS. Alhadiid, 22-23).
Dalam Surat AlBaqarah ayat 214 Allah SWT Berfirman “Apakah kamu
mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka
ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang beriman
bersamanya, “Bisakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu amat dekat”.
Demikian pula pada Surat AlBaqarah ayat 155-157 : “Dan sesungguhnya
Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan, “innalillahi wa innalillahirooji’uun”. Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dari ayat di atas, secara umum, Allah berpesan agar kita mampu
menguasai, mengendalikan dan mengontrol emosi atas semua musibah dan
cobaan yang terjadi pada diri kita, anakanak, pekerjaan, keluarga, harta atau
lingkungan sekitar kita. Ini maknanya apapun yang terjadi pada diri kita
hendaknya tidak membuat kita sampai tertekan, jatuh sakit, dan akhirnya memicu
stres. Stres itu normal, setiap orang dapat terkena stress, berkaitan dengan
pekerjaan, keluarga, keputusan-keputusan yang harus diambil, masa depan dan
banyak lagi yang berkaitan dengan tekanan-tekanan fisik maupun mental.
Biasanya stres lebih cenderung terjadi pada orang yang banyak memberikan
layanan kemanusiaan, seperti dokter, ulama, perawat, termasuk dosen/guru yang

20
memberikan layanan pendidikan para siswa di sekolah. Bertolak bahwa setiap
aturan atau kebijakan yang berlaku dalam lingkungan pekerjaan merupakan salah
satu faktor yang memungkinkan terjadinya stres kerja, stres biasanya dikesankan
sebagai setiap kejadian atau sumber masalah yang mengundang ketegangan dan
perasaan negatif pada seseorang, sebenarnya stres tidak selalu berakibat negatif,
adakalanya kita membutuhkan stres yang dapat memacu kegiatan-kegiatan kita
serta meningkatkan potensi yang dimiliki. Stres jenis ini disebut distress bila stres
mengakibatkan reaksi-reaksi negatif, keluhan-keluhan pada fisik atau emosional,
maka disebut distress (Patimah, 2016).
Masih banyak ayat-ayat Allah SW dan Hadits-Hadits lainnya yang
senantiasa memberikan spirit pada manusia agar selalu hidup penuh dengan
harapan-harapan dan tidak putus asa. Ini memberikan makna betapa Allah selalu
memberikan motivasi hidup pada manusia dan agar manusia selalu memiliki
motivasi yang tinggi dalam kehidupannya. Hidup dengan harapan-harapan positif,
tidak putus asa dan selalu memiliki motivasi yang tinggi, dapat menghindarkan
diri dari tekanan-tekanan psikologis seperti stres, bahkan stres akan berdampak
positif manakala bisa dikelola dengan baik.
Jika kita memaknai hidup adalah sebuah perjalanan yang sudah diatur oleh
Allah swt, maka kita akan selalu berfikir positif dan mengambil hikmah dari
semua yang menimpa hidup kita baik yang menyenangkan atau sebaliknya. Tidak
semua orang bisa mengambil pelajaran dan menjadikannya sebagai barometer
untuk melangkah lebih baik, justru sebaliknya tidak sedikit orang yang semakin
terpuruk ketika mengalami musibah atau hal-hal yang kurang menyenangkan.
Orang yang memiliki kemampuan berfikir positif dan selalu mengambil
hikmah dalam setiap langkah hidupnya tidak akan pernah mengalami kesedihan,
kekecewaan mendalam apalagi stres. Bahkan tekanan-tekanan yang dialami akan
dijadikan sebagai insulin/suntikan untuk menambah semangat dan gairah hidup
baru (Patimah, 2016).

21
2.1.3 Kafein
Kafein merupakan senyawa alkaloid yang berwujud kristal berwarna putih.
Kafein adalah satu kandungan dalam biji kopi yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri, dimana kopi robusta mempunyai kandungan sebanyak
1,6%-2,4% (Widyotomo, dkk. 2007). Kemampuan senyawa alkaloid sangat
dipengaruhi oleh keaktifan biologis senyawa tersebut, yang disebabkan oleh
adanya gugus basa yang mengandung nitrogen. Adanya gugus basa ini apabila
mengalami kontak dengan bakteri akan bereaksi dengan senyawa asam amino
yang menyusun dinding sel dan DNA bakteri yang merupakan penyusun utama
inti sel, dimana merupakan pusat pengaturan segala kegiatan sel. Reaksi ini terjadi
karena secara kimia suatu senyawa yang bersifat basa akan bereaksi dengan
senyawa asam, dalam hal ini adalah asam amino (Gunawan, 2009 dalam Gayatri
Cintraningtyas dkk, 2016)
Kopi merupakan minuman yang banyak di gemari masyarakat luas dari
berbagai kalangan.saat ini pula, kopi merupakan minuman terbesar kedua yang
dikomsumsi orang di seluruh dunia, setelah air (Sofiana, 2011 dalam Fatoni,
2015). Penikmat kopi biasanya meminum kopi 3-4 kali dalam satu hari. Kopi
bubuk merupakan salah kopi yang banyak menjadi pilihan masyarakat, baik yang
lanjut usia maupun muda mudi lebih memilih kopi bubuk dinbanding kopi jenis
lain karena rasanya yang khas (Maramis, dkk, 2013 dalam Fatoni, 2015).
Kopi terkenal akan kandungan kafeinya yang tinggi, satu cangkir kopi (120-
480 ml) mengandung kafein 75-400 ml atau lebih, tergantung pada jenis biji kopi,
cara pengolahan kopi, dan cara mempersiapkan minuman kopi (Weinberg &
Bonnie,2010) kafein merupakan perangsang susunan saraf pusat, dieuretik,
merangsang otot jantung, dan melemaskan otot-otot polos bronchus pada dosis
standar, 50-200 ml kafein utamanya mempengaruhi lapisan luar otak. Pengairuh
ini bisa mengurangi kelelahan (Vanzaitan, 2010 dalam sutriningsih,2017)
Asupan kafein pada konsentrasi berlebihan ( > 250 mg/hari menimbulkan
efek negatif terhadap kesehatan, seperti keresahan, kerisauan, insomnia, terlalu
riang, muka merah sering buang air seni (dieresis.) jika komsumsi lebih dari 1
gram (1000 mg) perhari dapat terjadi kekejangan otot (Muscle twitching)

22
kekusutan pikiran dan perkataan, ganguan denyut jantung (arithmia cardio), dan
bergejolak (Maezuki, 2004 dalam Sulistyowati, 2010).
Kurniyanti (2017) menjelaskan bahwa hasil penelitian pada 3 jenis kopi
yaitu Robusta, kopi jenis Arabica, dan kopi murni. Dari ketiga jenis kopi tersebut
metode yang dilakukan adalah Spektrofotometri UV. Sebelumnya dilakukan
estraksi kopi terlebih dahulu baru kemudian di teliti dengan menggunakan metode
Sektrofotometri UV. Bahan dan alat yang digunakan pun sebagian besar sama.
Hasil yang didapatkan kandungan kafein dalam 1000 gram serbuk biji kopi
arabika Coffea arabica L. adalah 1,7%. Kandungan kafein dalam 1000 gram
serbuk biji kopi Robusta adalah 2,48 %. Kandungan kafein dalam 1000 gram
serbuk biji kopi murni adalah 0,82 %. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kandungan
kafein terendah terdapat pada kopi murni dan kandungan kafein tertinggi terdapat
pada kopi jenis Robusta. Sehingga lebih aman mengkonsumsi kopi murni dan
juga dapat mengkonsumsi kopi jenis Arabica karena kadar kafein belum terlalu
tinggi.
Selain kopi, minuman yang biasa dikonsumsi Masyarakat Indonesia adalah
teh. Meskipun keduanya mengandung kafein, tapi kandungan kafein kopi jauh
lebih besar. Kandungan kafein dalam secangkir teh sekitar 55 miligram, sementara
dalam secangkir kopi mencapai 125 – 128 miligram. Kandungan kafein dalam teh
membantu meningkatkan konsentrasi. Sementara dalam kopi dapat meningkatkan
kecemasan (Wardayanti, 2013).
Kafein secara medis dikenal sebagai trimethylxanthine dan sangat berguna
sebagai pemicu jantung, pemicu respirasi dan senyawa diuresis. Bagi masyarakat
umum kafein digunakan untuk sumber energi, meningkatkan kewaspadaan dan
memicu tubuh agar terjaga lebih lama, terutama bagi pilot, supir truk, petugas
jaga, tim SAR, serta pelajar, termasuk mahasiswa yang ingin terjaga lebih lama di
malam hari. Banyak pula orang yang merasa bahwa mereka tidak dapat bekerja di
pagi hari tanpa meminum secangkir kopi sebagai sumber kafein yang dapat
membuat mereka lebih berkonsentrasi pada kegiatan mereka. Kafein umumnya
dikonsumsi dalam bentuk teh, minuman ringan dan terutama kopi (Damayanti
2015)

23
Kafein dapat menimbulkan beberapa efek jangka pendek seperti
peningkatan denyut jantung, peningkatan respirasi, kecepatan metabolisme basal,
reflex gastrointestinal, dan produksi asam lambung serta urin. Saat diisolasi dalam
bentuk murni, kafein memiliki bentuk serbuk kristal putih yang rasanya sangat
pahit, dan dapat di peroleh melalui proses ”decaffeinaping” kopi. Kafein inilah
yang menimbulkan rasa pahit pada kopi. Kafein merupakan senyawa aditif yang
dalam beberapa aksinya memiliki mekanisme yang sama dengan amphetamine,
kokain dan heroin, tetapi memanipulasi jalur yang sama, hal inilah yang menjadi
salah satu kualitas aditif kafein. Oleh karena itu banyak orang yang merasa tidak
dapat bekerja tampa meminum kopi dan harus mengkonsumsinya setiap hari
karena sudah kecanduan kafein (Erowid, 2005 dalam Damayanti, 2015).
Kafein diabsorbsi secara cepat usus ke pembuluh darah dan membutuhkan
waktu 15-45 menit untuk mencapai puncaknya. Tingkat kafein dalam darah yang
mencapai otak akan menunjukan besarnya efek yang akan timbulkan pada tubuh.
Biasanya simtem saraf pusat dirangsang maksimal dalam 30-60 menit (Erowid,
2005 dalam Damayanti, 2015).
Kafein dimetabolisme di hati oleh sistem enzim sitokrom P450 oksidase
(untuk lebih spesifik, yang isozim 1A2) menjadi tiga dimethylxanthines
metabolik, yang masing-masing memiliki efek sendiri pada tubuh (Lestari, 2013):
a. Paraxanthine (84%): Apakah efek lipolisis meningkat, yang mengarah ke
gliserol tinggi dan kadar asam lemak bebas dalam plasma darah.
b. Theobromine (12%): Dilatasi pembuluh darah dan volume urin meningkat.
Theobromine juga merupakan alkaloid utama dalam biji kakao, dan karena itu
coklat.
c. Teofilin (4%): melemaskan otot-otot polos dari bronki, dan digunakan untuk
mengobati asma. Dosis terapi teofilin, bagaimanapun, adalah kali lebih besar
dari tingkat diperoleh dari metabolisme kafein
Biasanya sisa metabolisme ini diekskresi bersama urin dalam bentuk metal
urat atau methylxanthine, meskipun kafein juga dapat diekskresi melalui ludah,
semen, dan air susu ibu (ASI). Kafein akan terus memberikan pengaruh dalam
tubuh selama masih terkandung di dalam darah, tetapi biasanya akan segera

24
diekskresi setelah beberapa jam. Waktu yang dibutuhkan tubuh untuk
mengeliminasi setengah dari total kafein yang dikonsumsi bervariasi dari
beberapa jam hingga beberapa hari, tetapi untuk orang dewasa yang tidak
merokok rata-rata adalah 3-4 jam. Beberapa faktor yang mempengaruhinya adalah
pengobatan, penyakit hati, kehamilan, dan jumlah enzim dalam hati yang
dibutuhkan untuk metabolisme kafein (Erowid, 2005 dalam Damayanti, 2015).

2.2 Penelitian Relevan / Kerangka Teori


2.2.1 Penelitian Relevan
1. Penelitian Merita (2016) tentang hubungan tingkat stress dan pola konsumsi
dengan kejadian gastritis di Puskesmas Pakuan Baru Jambi. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode case control
yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel tingkat stress dan
pola konsumsi serta kejadian penyakit gastritis. Penelitian ini menggunakan
desain deskriptif analitik dengan pengambilan data primer yang berasal dari
pasien yang dikumpulkan dengan menggunakan lembar kuesioner dan data
sekunder yang didapat dari hasil medical record Puskesmas Pakuan Baru Kota
Jambi yang dilakukan pada tanggal 26 Juni – 01 Juli 2015. Populasi pada
penelitian ini adalah semua pasienyang yang berkunjung ke puskesmas pakuan
baru jambi dengan menggunakan metode purposive sampling dengan jumlah
sampel 36 responden dengan perbandingan kasus dan kontrol yaitu 1:1. Data
tingkat stress dikumpulkan dengan mengisi kuisioner DASS (Depression
Anxiety Stress Scale). Selanjutnya data akan dianalisa melalui analisa univariat
dan analisa bivariat dengan menggunakan uji chi-square. Penelitian ini
memiliki persamaan yaitu sama-sama meneliti variabel stress dengan gastritis
serta uji statistik yang digunakan adalah chi square sedangkan perbedaannya
adalah desain peneliti yang digunakan oleh penelitian sebelumnya adalah studi
case control dan desain yang digunakan oleh peneliti adalah cross sectional
studi serta instrument yang digunakan adalah kuisioner tingkat stress menurut
Miler dan Smith. Pada penilitian ini menggunakan sampel sebanyak 52 orang,
tempat penilitian ini di Gorontalo dan waktu penilitian ini pada tahun 2018.

25
2. Penelitian Silviana (2015) tentang efek kopi dan stress terhadap kejadian
gastritis. Penelitian ini menggunakan studi literature review. Sumber literature
diambil dari beberapa penelitian yang dipublikasikan melalui situs EBSCO,
Proquesrt dan Google Schoolar. Dari beberapa literature diperoleh hasil Stres
dan Kopi adalah faktor ekstrinsik yang dapat menyebabkan Gastritis. Produksi
hormon kortisol saat stress bisa menyebabkan penurunan limfosit dan
menurunkan sistem kekebalan tubuh terhadap benda asing sehingga bisa
terjadinya gastritis. Kandungan Kafein pada Kopi bisa menstimulasi produksi
asam lambung sehingga bisa menyebabkan terjadinya gastritis. Penelitian ini
memiliki persamaan yaitu meneliti efek kafein terhadap kejadian gastritis
sedangkan perbedaannya adalah pada desain penelitian dimana peneliti
sebelumnya menggunakan studi literature sedangka peneliti menggunakan
desain cross sectional studi.

2.2.2 Kerangka Teori

Faktor yang Tingkat Faktor yang


mempengaruhi Stress: Stress mempengaruhi Gastritis:
1. Sifat stressor 1. Penggunaan obat
2. Durasi stressor NSAID
3. Jumlah stressor 2. Konsumsi alcohol
4. Pengalaman masa lalu Gastritis 3. Konsumsi kafein
5. Tahap perkembangan 4. Obat kemoterapi
5. Uremia
1. Jenis Biji Kopi 6. Infeksi sistemik
2. Pengolahan Kopi Asupan 7. Stress psikologik
3. Pengolahan Kopi Kafein 8. Trauma mekanik
4. Volume Kopi

Gambar 1. Kerangka teori

26
2.2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Tingkat stres

Gastritis

Asupan Kafein

Keterangan:
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
: Hubungan Variabel
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
Sumber; Sukarmin (2012), Aziz (2012), Lestari (2012)
Damayanti (2015)

2.2.4 Hipotesis penilitian


1. Hipotesis alternatif (Ha)
Terdapat hubungan tingkat stress dan asupan kafein dengan kejadian gastritis
di Puskesmas Global Boliyohuto Kabupaten Gorontalo

27
28

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini direncanakan di Puskesmas Global Boliyohuto Kabupaten
Gorontalo pada bulan Maret 2018.
3.2 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional studi yaitu suatu rancangan penelitian observasional
yang dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan variabel
dependen dimana pengukurannya dilakukan pada satu saat dalam peneliti akan
melakukan penilaian tingkat stress dan kafein secara serentak pada satu waktu
(Budiman, 2013).
3.3 Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen.
Variabel independen yaitu variabel yang tidak tergantung pada variabel lain atau
variabel yang akan menyebabkan perubahan pada variabel lain sedangkan variabel
dependen yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain (Budiman, 2013).
Dalam penelitian ini, variabel independen adalah tingkat stress dan kafein
sedangkan variabel dependen kejadian gastritis.
Penjelasan variabel penelitian ini digambar pada tabel definisi operasional
berikut ini:

28
3.4 Definisi operasional
Definisi Skala
Variabel Parameter Alat ukur Hasil ukur
operasional ukur
Variabel Independen
Tingkat Respon individu Tingkat stress Kuisioner 1. Tidak stress Ordinal
stress terhadap kondisi dengan menggunakan jika skor 20-
yang terjadi mengadopsi skala likert 39
karena kuesioner stress dengan pilihan: 2. Stress
ketidakmampua Miler dan 1. Selalu ringan jika
n menyesuaikan Smith yang 2. Biasanya skor 40-59
diri terhadap dikaitkan 3. Kadang 3. Stress
masalah yang dengan faktor 4. Hampir sedang jika
dihadapi. penyebab tidak skor 60-79
gastritisi pernah 4. Stress berat
(Azis, 2012) 5. Tidak jika skor 80-
pernah 100

Asupan Kafein adalah 1. Jenis Biji Kuisioner 1. Ringan jika Ordinal


Kafein zat alkaloid Kopi menggunakan skor 10-14
yang terdapat 2. Pengolahan skala Guttman 2. Berat jika
dalam minuman Kopi dengan pilihan: skor 15-20
kopi yang 3. Pengolahan 1 : Tidak
dikonsumsi oleh Kopi 2 : Ya
individu 4. Volume
Kopi

Variabel Dependent
Kejadian Diagnosa medis Diagnosa yang Checklist 1. Tidak Nominal
gastritis atas perasaan dilakukan oleh gastritis jika
tidak nyaman dokter diagnosa
atau nyeri puskesmas dokter pada
lambung yang pada individu individu
dirasakan oleh sesuai dengan dengan
individu. rekam medis. penyakit
selain
gastritis
2. Gastritis
jika
diagnosa
dokter pada
individu
dengan
penyakit
gastritis

29
3.5 Populasi dan Sampel
3.5.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang berobat di
Puskesmas Boliyohuto selama 3 bulan terakhir yaitu 181 pasien.
Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi
yang dipilih berdasarkan teknik sampling yang digunakan. Adapun teknik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik accidental
sampling yaitu penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja
yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai
sampel (Sugiyono, 2016). Sebelum penarikan sampel, terlebih dahulu
dipilih sampel menggunakan rumus slovin (Saryono, 2010) yaitu:

Keterangan :
n = Jumlah Sampel
N = Besar Populasi
e = Standar Error (ditetapkan 5% dengan tingkat kepercayaan 90%)
Perhitungan :

jadi, jumlah sampel sebesar 125 orang.

1. Kriteria Inklusi

30
a. Bersedia menjadi responden
b. Dapat membaca dan menulis
c. Pasien yang tidak memiliki riwayat mengonsumsi obat Non Steroid Anti
Inflamatori Drugs (NSAID) atau memiliki penyakit penyerta seperti
sindrom uremia.
2. Kriteria ekslusi
a. Tidak bersedia menjadi responden
b. Tidak dapat membaca dan menulis
c. Pasien yang memiliki riwayat mengonsumsi obat Non Steroid Anti
Inflamatori Drugs (NSAID) atau memiliki penyakit penyerta seperti
sindrom uremia.

3.6 Teknik Pengumpulan Data


3.6.1 Jenis Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari obyek atau
subyek yang diteliti. Data primer ini adalah kuisioner yang dibagikan langsung
kepada responden yang menjadi sampel dalam penelitian.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui
subyek penelitian. Data sekunder ini diperoleh melalui literature yang relevan
dengan penelitian ini serta sumber lain yang mendukung penelitian ini.
3.6.2 Instrument Penelitian
Instrument penelitian terdiri dari data demografi responden, checklist
kejadian gastritis, kuisioner tingkat stress, kuisioner kafein dan kuisioner penyakit
gastritis yang diderita responden.
1. Data demografi
Berisi karakteristik responden yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan dan pekerjaan.
2. Checklist gastritis

31
Menggunakan lembar cek list dengan pilihan jawaban:
a. Tidak gastritis jika diagnosa dokter pada rekam medik individu adalah
penyakit selain gastritis.
b. Gastritis jika diagnosa dokter pada rekam medik individu adalah penyakit
gastritis.

3. Kuisioner tingkat stress


Berisi 20 item pertanyaan dengan pilihan jawaban :
a. Selalu : Positif (5), Negatif (1)
b. Biasanya : Positif (4), Negatif (2)
c. Kadang-kadang : Positif (3), Negatif (3)
d. Hampir tidak pernah : Positif (4), Negatif (2)
e. Tidak pernah : Positif (1), Negatif (5)
Selanjutnya jawaban tersebut diskoring sesuai skor yang diperoleh responden
kemudian dikategorikan dengan perhitungan sebagai berikut:
a. Jumlah pertanyaan : 20
b. Item kriteria : 4 (normal, ringan, sedang, berat)
c. Bobot jawaban :1–5
d. Nilai terendah : 20 x 1 = 20
e. Nilai tertinggi : 20 x 5 = 100
f. Range : Nilai tertinggi – nilai terendah : 100 – 20 = 80
g. Interval : Range = 80 = 20
Kriteria 4
h. Berat : 100 – 20 = 80
Maka kategori tingkat stress adalah sebagai berikut:
a. Kategori tidak stress jika skor 20-39
b. Kategori Stress ringan jika skor 40-59
c. Kategori Stress sedang jika skor 60-79
d. Kategori Stress berat jika skor 80-100
Hasil uji validitas menunjukkan pada item tingkat stress seluruhnya
mempunyai nilai r hitung > r tabel (0,631), sehingga seluruh item dinyatakan
valid.

32
Hasil uji reliabilitas menghasilkan Cronbach’s Alpha 0,965. Karena nilai
Cronbach’s Alpha pada kedua kuesioner tersebut memiliki nilai lebih besar
dari 0,7 Sehingga seluruh kuesioner dinyatakan reliabel.
4. Kuisioner asupan kafein
Terdiri dari 10 item pertanyaan dengan pilihan jawaban:
1. Tidak : Skor 1
2. Ya : Skor 2
Selanjutnya jawaban tersebut diskoring sesuai skor yang diperoleh responden
kemudian dikategorikan dengan perhitungan sebagai berikut:
a. Jumlah pertanyaan : 10
b. Item kriteria : 2 (ringan, berat)
c. Bobot jawaban :1–2
d. Nilai terendah : 10 x 1 = 10
e. Nilai tertinggi : 10 x 2 = 20
f. Range : Nilai tertinggi – nilai terendah : 20 – 10 = 10
g. Interval : Range = 10 = 5
Kriteria 2
h. Berat : 20 – 5 = 15
Maka kategori asupan kafein adalah sebagai berikut:
a. Kategori asupan kafein ringan jika skor 10-14
b. Kategori asupan kafein berat jika skor 15-20
Hasil uji validitas menunjukkan pada item tingkat stress seluruhnya
mempunyai nilai r hitung > r tabel (0,631), sehingga seluruh item dinyatakan
valid.
Hasil uji reliabilitas menghasilkan Cronbach’s Alpha 0,917. Karena nilai
Cronbach’s Alpha pada kedua kuesioner tersebut memiliki nilai lebih besar
dari 0,7 Sehingga seluruh kuesioner dinyatakan reliabel.

3.7 Pengolahan data


Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputerisasi
program SPSS. Adapun tahap-tahap dalam mengelola data dilakukan sebagai
berikut (Natoatmodjo, 2010).
1. Editing

33
Merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan/angket isi kuisioner
apakh lengkap atau tidak, apakah jawaban cukup terbaca atau tidak.
2. Coding
Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan
peng”kodean” atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau
huruf menjadi data angka atau bilangan.
3. Entry
Jawaban responden yang dalam bentuk kode dimasukan kedalam program atau
software computer.
4. Pembersihan (cleaning)
Semua data yang telah dimasukan perlu dicek kembali untuk melihat
kemungkinan adanya kesalahan kode atau ketidaklengkapan.

3.8 Analisis data


1. Analisis unvariat
Analisis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah analisis univariat
yaitu suatu analisis yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik variabel yang diteliti. Bentuknya tergantung jenis datanya
(Notoatmodjo, 2012).

Analisa data yang digunakan adalah menggunakan rumus presentase :


Rumus :

P=

Keterangan :
P = Presentase
F = Jumlah jawaban yang benar
N = Jumlah soal secara keseluruhan
2. Analisis bivariate

34
Analisis bivariate digunakan untuk mengetahui hubungan tingkat stress dan
asupan kafein dengan kejadian gastritis. Adapu uji statistic yang digunakan
adalah uji Chi square test untuk mengetahui hubungan (Sujarweni, 2015). Uji
statistic menggunakan fasilitas pada computeisasi..

3.9 Hipotesis statistik


1. H0 : Hipotesis diterima bila p value >0,05 artinya tidak terdapat
hubungan tingkat stress dan asupan kafein dengan kejadian gastritis
di Puskesmas Global Boliyohuto Kabupaten Gorontalo.
2. Ha : Hipotesis diterima bila p value <0,05 artinya terdapat hubungan
tingkat stress dan asupan kafein dengan kejadian gastritis di
Puskesmas Global Boliyohuto Kabupaten Gorontalo.

3.10 Etika Penelitian


Menurut Hidayat (2011), dalam etika penelitian ini ada 3 (tiga) prinsip yang
harus dijalankan dalam penelitian yaitu :
1. Lembar persetujuan (Informed Concent)
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan (Informed Concent). Informed Concent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed Concent adalah agar

35
subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika
subjek bersedia maka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika
responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien.
2. Tanpa nama (Anonymity)
Merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak
memberikan nama responden pada lembar alat ukur, hanya menuliskan kode pada
lembar pengumpulan data.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari hasil
penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua informasi
yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Fatoni, 2015. Analisi Secara Kualitatif Dan Kuantitatif Kadar kafein
Dalam Kopi Bubuk Lokal Yang Beredar Di Kota Palembang
Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
Ani sutraningsih, 2017. Hubungan Antara Komsumsi Kopi Dengan Tingkat Stress
Pada Dewasa Muda Ikatan Keluarga Besar (IKB) Nekmese Di Kota
Malang.
Azis Alimul Hidayat, 2011. Metode Penilitian Keperawatan dan Tehnik Analisis
Data. Jakarta: Selemba Medika.

36

28
Azis. 2012. Buku Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi konsep dan
proses keperawatan. Jakarta; Salemba Medika.
Budiman. 2013. Penelitian Kesehatan Buku Pertama. Bandung: Refika Aditama.
Damayanti. 2015. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Gastritis Pada
Pasien Gastritis Di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan. Skripsi. Program
Studi Ners Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
Gayatri Cintraningtyas ddk, 2016. Aktifitas Antibakteri Ekstrak Biji Kopi Robusta
(Coffea canephora) Terhadap Bakteri Escherichia coli
Hirlan. 2010. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta; EGC.
Kurniyanti, Dina. 2017. Kopi dengan Kadar Kafein yang Rendah, Sedang dan
Tinggi. (online). https://www.kompasiana.com/dinakurniyanti/kopi-
dengan-kadar-kafein-yang-rendahsedang-dan-
tinggi_595bab70e603330d442e7292, akses tanggal 13 Maret 2018.
Kusdariah. 2014. Hubungan antara tingkat stress dengan gejala gastritis kasus
siswa kelas IV dalam tesis kemajuan akademi kesehatan. Jurnal akademi
kesehatan Surabaya 2014.
Merita. 2016. Hubungan Tingkat Stress Dan Pola Konsumsi dengan Kejadian
gastritis di Puskesmas Pakuan Baru Jambi. Jurnal Akademika Baiturrahim.
Vol.5, No.1, Maret 2016
Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Patimah. 2016. Manajemen Stres : Perspektif Pendidikan Islam. Bandung:
Alfabeta.
Potter dan Perry. 2009. Fundamental Keperawatan Buku 1 Edisi 7. Jakarta:
Salemba Medika.
Price dan Wilson. 2012. Patofisioogi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
6. Jakarta; EGC.
Priyoto. 2014. Konsep Manajemen Stress. Bandung; Nuhamedika.
Silviana. 2015. Efek Kopi dan Stress Terhadap Kejadian Gastritis. MAJORITY|
Volume 4 Nomor 2 Januari 2015. 37
37
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung.
Alfabeta.
Suliistyowati, 2010, Mutu Gizi Dan Tingkat Kesukaan Minuman Kopi Dekafosin
Instan.
Smeltzer dan Bare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi. Jakarta.
EGC.
Suhartini. 2013. Pengaruh Faktor Gizi, Merokok, Minum Kopi, Minum Teh Dan
Antenatal Care Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (Bblr) Di

37
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2013.
Sukarmin. 2012. Keperawatan Pada Sistim Pencernaa. Yogyakarta; Pustaka
pelajar.
Tarwoto. 2011. Kebutuahn Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Edisi 4.
Jakara; Salemba Medika.
Yosep. 2011. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung; Refika Aditama.
Wahyu, dkk 2016. Analisis Faktor Kejadian Gastritis Pada Petani Nilam Di
Wilayah Kerja Puskesmas Tiworo Selatan Kab. Muna Barat Desa Kasimpa
Jaya.
Wardayati, K. Tatik. 2013. Teh atau Kopi : Mana yang Lebih Baik?. (online)
http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/08/teh-atau-kopi-mana-yang-
lebih-baik, akses tanggal 13 Maret 2018.

38

Anda mungkin juga menyukai