Anda di halaman 1dari 21

FETAL DISTRESS, KPD 1 HARI PADA PRIMIGRAVIDA

HAMIL PRETERM

Disusun oleh:

Fauziah Nur Sabrina G99181030

Zahra Afifah Hanum G99172162

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RSUD DR MOEWARDI – RSUD DR SOEDIRMAN

SURAKARTA - KEBUMEN

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Gawat janin merupakan suatu kondisi patofisiologi dimana oksigen tidak


tersedia untuk janin dalam jumlah yang cukup, jika tidak di perbaiki atau diatasi,
dapat menyebabkan dekompensasi ulang respon fisiologis dan bahkan
menyebabkan kerusakan beberapa organ. Gawat janin secara intrinsik terkait
dengan hipoksia janin dan asidosis, dan tampaknya sangat terkait dengan asfiksia
perinatal. Pengelolaan gawat janin melibatkan pemantauan intensif, resusitasi
intrauterin, amnioninfusion dan pengiriman segera dengan rute vagina atau caesar
(Jakovljevic, Vladimir: 2010).

Gawat Janin dapat terjadi apabila janin tidak menerima cukup oksigen
sehingga memungkinkan hipoksia. Situasi ini dapat terjadi kronik (dalam jangka
waktu yang lama), atau akut selama persalinan menunjukkan hipoksia pada janin
(Ai yeyeh dan Lia Yulianti, 2010)

Gawat janin dapat terjadi persalinan karena partus lama, infuse oksitosin,
perdarahan, infeksi, insufisiensi plasenta, ibu dengan diabetes, kehamilan pre atau
postterm, ataupun prolaps tali pusat. Hal ini harus segera dideteksi dan perlu
penanganan segera. Istilah fetal distress biasa digunakan untuk menggambarkan
hipoksia pada janin dimana dapat menyebabkan kecacatan pada janin, atau
kematian bila janin tidak segera dilahirkan (Prawirohardjo, 2009).

KPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput ketuban,


peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya. Sebagian besar penelitian
menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya kekuatan selaput ketuban.
Selaput ketuban dapat kehilangan elastisitasnya karena bakteri maupun his.

Dalam kasus ini dibahas tentang fetal distress, KPD 14 jam pada
primigravida
BAB II

STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. HR
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
BB : 55 kg
TB : 160 cm
Alamat : Kutowinangun, Kebumen
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 24 Februari 2019, pukul 06.00
No RM : 405875
2. Keluhan Utama
Air ketuban rembes
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang G1P0A0, usia 25 tahun, usia kehamilan 36+5 minggu datang
dengan keluhan air ketuban rembes sejak 14 jam SMRS (pukul 16.00
tanggal 5/5/2019). Pasien merasa hamil 8 bulan. Gerakan janin masih
dirasakan, kenceng-kenceng belum dirasakan. Lendir darah (-), mual (-),
muntah (-), nyeri ulu hati (-), nyeri kepala (-), pandangan kabur (-), batuk
(-), sesak nafas (-).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
5. Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Lama : 5-7 hari
Siklus menstruasi : 30 hari
6. Riwayat Obstetri
Hamil I : hamil ini
HPHT : 19 Agustus 2018
HPL : 26 Mei 209
UK : 36 + 5 minggu
7. Riwayat Perkawinan
Menikah 1x, telah menikah sejak berusia 23 tahun, usia pernikahan 1
tahun.
8. Riwayat KB
Tidak dalam pemakaian KB

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum
Keadaan Umum : Sedang, compos mentis, gizi kesan cukup
b. Tanda vital
 Tensi : 118/70 mmHg
 Nadi : 87 x/menit
 RR : 20 x/menit
 Suhu : 36,50 C
c. Kepala : mesocephal
d. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikteri (-/-)
e. Telinga : discharge (-/-), tinnitus (-/-)
f. Hidung : discharge (-/-)
g. Leher : pembesaran KGB (-)
h. Thorax : simetris, SDV (+/+), suara tambahan (-)
i. Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
j. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba dada kanan
Perkusi : sonor // sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara napas tambahan
(-/-), wheezing (-)
k. Abdomen
Inspeksi : striae gravidarum (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal IU, TFU
28 cm, memanjang, puki, preskep, kepala belum
masuk panggul, his (-), DJJ (+) 142x/menit regular
Perkusi : timpani
l. Genital : VT: v/u tenang, dinding vagina normal, portio retro,
OUE tertutup, darah (-), KK sulit dinilai, air
ketuban (+) jernih, STLD (-), tes lakmus (+)
m. Ekstremitas : akral dingin (-) edema (-)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM DARAH (6/5/2019)

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN


HEMATOLOGI
Hemaglobin 13,2 g/dl 12.0-15.6
Hematokrit 40 % 33-45
Leukosit 21,8 ribu/ul 4.5-11.0
Trombosit 149 ribu/ul 150-450
Eritrosit 4,7 juta/ul 4.10-5.10
Golongan Darah B
HEMATOSTASIS
Massa Perdarahan/BT 2,30 Menit 1-3
Massa Pembekuan/CT 4.00 Menit 2-4
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu 106 Mg/dl 60-140
HEPATITIS
Non
HbsAg Rapid NR
reaktif

CTG (6/5/2019)
Baseline : 150
Variability : 5-15
Akselerasi :+
Deselerasi :+
Contraction :+
Fetal movement : +

D. SIMPULAN
Seorang G1P0A0, usia 25 tahun, usia kehamilan 36+5 minggu datang dengan
keluhan air ketuban rembes sejak 14 jam SMRS (pukul 16.00 tanggal
5/5/2019). Air ketuban berwarna jernih dan tidak berbau. Pasien merasa hamil
8 bulan. Gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng belum dirasakan.
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan pada vital sign, tekanan darah
118/70, nadi 87x/menit, respiratory rate 20x/menit, suhu 36,5 derajat celcius.
Pada abdomen teraba janin tunggal, TFU 28 cm, memanjang, puki, preskep,
kepala belum masuk panggul, his (-), DJJ (+) 142x/menit regular. Pada
pemeriksaan vaginal touche, vesical urinaria tenang, dinding vagina normal,
portio retro, OUE tertutup, darah (-), KK sulit dinilai, air ketuban (+) jernih,
STLD (-), tes lakmus (+).

E. DIAGNOSA AWAL
KPD 14 jam pada primigravida hamil preterm BDP
F. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

G. TERAPI
1. Awasi tanda-tanda persalinan
2. Terminasi kehamilan dengan servikal reppening, dilanjutkan dengan
induksi oksitosin

H. FOLLOW UP

TANGGAL JAM ASSESSMENT


6/5/2019 06.00 G1P0A0, 24 tahun, UK 36+5 minggu
DPH-0
S:
kenceng2 dirasakan belum teratur, rembes air
ketuban (+), gerak janin aktif (+)

O:
KU : cukup, CM
TD : 106/70
HR : 91x
Mata : CA (-/-) SI (-/-)
Thorax : c/p dbn
Abdomen : supel, NT (-), DJJ 131x.menit
Genital : VT: portio retro, OUE tertutup

A:
KPD 14 jam pada primigravida hamil preterm
BDP

P:
Terminasi kehamilan dengan servical reppeniing
dilanjutkan induksi oksitosin
20.00 G1P0A0, 24 tahun, UK 36+5 minggu

S:
kenceng2 dirasakan belum teratur, rembes air
ketuban (+), gerak janin aktif (+)

O:
KU : cukup, CM
Abdomen : supel, NT (-), DJJ 90x.menit
Genital : VT: portio lunak, OUE membuka 4
cm, AK (+)

Hasil CTG:
Baseline : 90x/menit
Variabilitas : 5-10
Akselerasi :+
Deselerasi :+
Fetal movement :-

A:
Fetal distress, KPD 1 hari pada primigravida
hamil preterm BDP

P:
Resusitasi:
 O2 NRM 10 lpm
 D5%
 Inj dexamethasone 2 ampul
Jika tidak membaik, usul untuk SCTP em
6/5/2019 22.10 P1A0, 24 tahun
Telah lahir bayi laki-laki perabdominal, BBL
2850 gram, AS 6/8/9, anus (+), kelainan
kongenital (-)

22.15 Telah lahir plasenta perabdominal ukuran


(20x20x1,5) cm, kesan utuh, bentuk cakram

Instruksi post SC:


1. Sadar -> pindah bangsal
2. BU (+) flatus (+) -> makan sediit sedikit
3. Awasi KU/VS
4. Tx:
 Inj ceftriaxone 2 gram/24 jam
 Inj ketorolac 1 amp/8 jam
 Etabion 2x1 tab
7/5/2019 00.00 2 Jam post OP
DPH-0 S:
Nyeri post op (+) ASI (-/-)

O:
KU : cukup, CM
TD : 121/88
HR : 90x
Abd : supel (+), BU (-), flatus (-), NT (+)
TFU 2 JBP, luka post op tertutup perban
Kontraksi baik
Genital : lokia (+)

A:
Post SCTP em ai fetal distress pada primipara
hamil preterm dengan KPD

P:
Inj ceftriaxone 2 gram/24 jam
Inj ketorolac 1 amp/8 jam
Etabion 2x1 tab
7/5/2019 06.00 S:
DPH-0 Nyeri post op (+) ASI (-/-)

O:
KU : cukup, CM
TD : 116/80
HR : 86x
Abd : supel (+), BU (-), flatus (-), NT (+)
TFU 2 JBP, luka post op tertutup perban
Kontraksi baik
Genital : lokia (+)

A:
Post SCTP em ai fetal distress pada primipara
hamil preterm dengan KPD

P:
Inj ceftriaxone 2 gram/24 jam
Inj ketorolac 1 amp/8 jam
Etabion 2x1 tab

I. MONITORING PASIEN

Tanggal Jam DJJ His Ket


6/5/2019 06.00 142x -  (-)
10.00 131x -  (-)
14.00 138x -  (-)
16.00 130x 1x/10’/30”  4 cm
17.00 132x 1x/10’/30”  4 cm
18.00 135x 1x/10’/30”  4 cm
19.00 128x 1x/10’/30”  4 cm
20.00 90x 1x/10’/30”  4 cm
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

a. FETAL DISTRESS
1. Definisi
Fetal distress adalah adanya suatu kelainan pada fetus akibat
gangguan oksigenasi dan atau nutrisi yang bisa bersifat akut (prolaps tali
pusat), sub akut (kontraksi uterus yang terlalu kuat), atau kronik (plasenta
insufisiensi). (Hariadi, 2004)
2. Etiologi
Menurut Hariadi (2004), penyebab dari fetal distress diantaranya
adalah:
a. Ibu : hipotensi atau syok yang disebabkan oleh apapun, penyakit
kardiovaskuler, anemia, penyakit pernafasan, malnutrisi, asidosis dan
dehidrasi.
b. Uterus : kontraksi uterus yang telalu kuat atau terlalu lama, degenerasi
vaskuler.
c. Plasenta : degenerasi vaskuler, hipoplasi plasenta.
d. Tali pusat : kompresi tali pusat.
e. Fetus : infeksi, malformasi dan lain-lain.
3. Klasifikasi
A. Gawat janin sebelum persalinan
Gawat janin sebelum persalinan biasanya merupakan gawat
janin yang bersifat kronik berkaitan dengan fungsi plasenta yang
menurun atau bayi sendiri yang sakit. (Melfiawati, 2006)
B. Gawat janin selama persalinan
Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia janin.
Tanpa oksigen yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan
variabilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada
kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap, glikolisis anaerob
menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang menurun. (Hudono,
2005)
4. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor resiko tinggi meliputi penyakit hipertensi, diabetes
mellitus, penyakit jantung, postmaturitas, malnutrisi ibu, anemia, dan lain-
lain.
5. Alur Diagnosis
Pemantauan denyut jantung janin menyingkirkan gawat janin sepanjang
(a) denyut jantung dalam batas normal (b) akselerasi sesuai dengan
gerakan janin (c) tidak ada deselerasi lanjut dengan adanya kontraksi
uterus.
a. Ultrasonografi: Pengukuran diameter biparietal secara seri dapat
mengungkapkan bukti dini dari retardasi pertumbuhan intrauterin.
Gerakan pernafasan janin, aktifitas janin dan volume cairan ketuban
memberikan penilaian tambahan kesekatan janin. Oligihidramnion
memberi kesan anomali janin atau retardasi pertumbuhan.
b. Kadar estriol dalam darah atau urin ibu memberikan suatu pengukuran
fungsi janin dan plasenta, karena pembwentukan estriol memerluakn
aktifitas dari enzim-enzim dalam hati dan kelenjar adrenal janin
seperti dalam plasenta.
c. HPL (Human Placental Lactogen) dalam darah ibu : kadar 4 mcg/ml
atau kurang setelah kehamilan 3 minggu member kesan fungsi
plasenta yang abnormal.
d. Amniosintesis: adanya mekonium di dalam cairan amnion masih
menimbulkan kontroversi. Banyak yang percaya bahwa mekonium
dalam cairan amnion menunjukkan stress patologis atau fisiologis,
sementara yang lain percaya bahwa fasase mekonium intrauterin
hanya menunjukkan stimulasi vagal temporer tanpa bahaya yang
mengancam. Penetapan rasio lesitin sfingomielin (rasio L/S)
memberikan suatu perkiraan maturitas janin.
Indikasi-indikasi kemungkinan gawat janin adalah:
1. Bradikardi: denyut jantung janin kurang dari 120 kali permenit.
2. Takikardi: akselerasi denyut jantung janin yang memanjang (> 160)
dapat dihubungkan dengan demam pada ibu sekunder terhadap
terhadap infeksi intrauterin. Prematuritas dan atropin juga
dihubungkan dengan denyut jantung dasar yang meningkat.
3. Variabilitas: denyut jantung dasar yang menurun, yang berarti depresi
sistem saraf otonom janin oleh mediksi ibui (atropin, skopolamin,
diazepam, fenobarbital, magnesium dan analgesik narkotik).
4. Pola deselerasi: Deselerasi lanjut menunjukan hipoksia janin yang
disebabkan oleh insufisiensi uteroplasental. Deselerasi yang
bervariasi tidak berhubungan dengan kontraksi uterus adalah lebih
sering dan muncul untuk menunjukan kompresi sementara waktu saja
dari pembuluh darah umbilikus. Peringatan tentang peningkatan
hipoksia janin adalah deselerasi lanjut, penurunan atau tiadanya
variabilitas, bradikardia yang menetap dan pola gelombang sinus.
6. Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip umum
a. Bebaskan setiap kompresi tali pusat.
b. Perbaiki aliran darah uteroplasental.
c. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau terminasi
kehamilan merupakan indikasi. Rencana kelahiran didasarkan pada
faktor-faktor etiologi, kondisi janin, riwayat obstetri pasien, dan
jalannya persalinan.

Langkah-langkah khusus (Resusitasi):


a. Posisi ibu diubah dari posisi terlentang menjadi miring, sebagai usaha
untuk memperbaiki aliran darah balik, curah jantung, dan aliran darah
uteroplasental. Perubahan dalam posis juga dapat membebaskan
kompresi tali pusat.
b. Oksigen diberikan 6 liter/menit, sebagai usaha meningkatkan
penggantian oksigen fetomaternal.
c. Oksitosin dihentikan karena kontraksi uterus akan mengganggu
sirkulasi darah keruang intervilli.
d. Hipotensi dikoreksi dengan infus IV D5% dalam RL. Transfusi darah
dapat diindikasikan pada syok hemorragik.
e. Pemeriksaan pervaginan menyingkirkan prolaps tali pusat dan
menentukan perjalana persalinan. Elevasi kepala janin secara lembut
dapat merupakan suatu prosedur yang bermanfaat.
f. Pengisapan mekoneum dari jalan nafasi bayi baru lahir mengurangi
resiko asfirasi mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung
dan mulut dibersikan dari mekoneum dengan kateter penghisap.
Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat dengan laringoskopi
langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan mekoneum dengan pipa
endotrakeal.

B. KETUBAN PECAH DINI


1. Definisi
KPD dapat diartikan sebagai pecahnya ketuban pada saat fase laten
sebelum adanya his. Pada persalinan yang normal, ketuban pecah pada
fase aktif. Pada KPD kantung ketuban pecah sebelum fase aktif.
(Cunningham, 2007)
2. Etiologi dan Patogenesis
KPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput
ketuban, peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya. Sebagian
besar penelitian menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya
kekuatan selaput ketuban. Selaput ketuban dapat kehilangan elastisitasnya
karena bakteri maupun his. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa
bakteri penyebab infeksi adalah bakteri yang merupakan flora normal
vagina maupun servix. Mekanisme infeksi ini belum diketahui pasti.
Namun diduga hal ini terjadi karena aktivitas uteri yang tidak diketahui
yang menyebabkan perubahan servix yang dapat memfasilitasi terjadinya
penyebaran infeksi. Faktor lainnya yang membantu penyebaran infeksi
adalah inkompetent servix, vaginal toucher (VT) yang berulang-ulang dan
koitus. (Sumapradja, 2009)
Banyak teori yang menyebabkan KPD, mulai dari defek kromosom,
kelainan kolagen sampai infeksi. Namun sebagian besar kasus disebabkan
oleh infeksi. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast,
jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan
kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1)
danprostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan
aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan
sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion yang
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
Faktor predisposisi KPD (Cunningham, 2007)
a. Kehamilan multiple
b. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
c. Koitus, namun hal ini tidak merupakan predisposisi kecuali bila
hygiene buruk
d. Perdarahan pervaginam
e. Bakteriuria
f. pH vagina diatas 4,5
g. Servix yang tipis/kurang dari 39 mm
h. Flora vagina abnormal
i. Fibronectin > 50 ng/ml
j. Kadar CRH (Corticotropin Releasing Hormone) maternal tinggi
3. Diagnosis
Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan beberapa cara :2,4,13,15
a. Ketuban yang keluar dari vagina
Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan mudah ketika ada cairan
ketuban yang keluar dari vagina. Jika air ketuban tidak ada, tekanan
ringan pada uterus dan gerakan janin dapat mengakibatkan keluarnya
air ketuban.
b. Nitrazine test (Tes lakmus)
pH vagina normal adalah 4,5 – 5,5 sedangkan air ketuban
mempunyai pH 7,0 – 7,5, sehingga kertas nitrasin akan cepat berubah
warna menjadi biru bila terkena air ketuban. Namun cairan antiseptik,
urin, darah dan infeksi vagina dapat meningkatkan pH vagina dan hal
ini menyebabkan hasil nitrazine test positif palsu.
c. Fern test
Test ini positif bila didapatkan gambaran pakis yang didapatkan
pada air ketuban pada pemeriksaan secara mikroskopis.
d. Evaporation test, intraamniotic fluorescein, amnioscopy, diamine
oxidase test, fetal fibronectin, Alfa-fetoprotein test
4. Komplikasi
Menurut Sumapradja (2009), KPD dapat menyebabkan beberapa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin, diantaranya:
a. Infeksi
Infeksi korioamniotik sering terjadi pada pasien dengan KPD.
Diagnosis korioamnionitis dapat dilihat dari gejala klinisnya antara
lain demam (37,80C), dan sedikitnya dua gejala berikut yaitu takikardi
baik pada ibu maupun pada janin, uterus yang melembek, air ketuban
yang berbau busuk, maupun leukositosis.
b. Hyaline membrane disease
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hyaline memnrane
disease sebagian besar disebabkan oleh ketuban pecah dini (KPD).
Terdapat hubungan antara umur kehamilan denganhyaline membrane
disease dan chorioamnionitis yang terjadi pada pasien dengan KPD.
Pada usia kehamilan kurang dari 32 minggu, angka risiko hyaline
mebran disease lebih banyak dibandingkan risiko infeksi.
c. Hipoplasi pulmoner
Hal ini terjadi bila ketuban pecah sebelum usia kehamilan 26
minggu dan fase laten terjadi lebih dari 5 minggu yang diketahui dari
adanya distress respirasi yang berat yang terjadi segera setelah lahir
dan membutuhkan bantuan ventilator.
d. Abruptio placenta
Hal ini tergantung dari progresifitas penurunan fungsi plasenta
yang mengakibatkan pelepasan plasenta. Gejala klinik yang terjadi
adalah perdarahan pervaginam.
e. Fetal distress
Hal ini dapat diketahui dari adanya deselerasi yang
menggambarkan kompresi tali pusat yang disebabkan oleh
oligohidramnion. Sehingga untuk mengatasinya maka dilakukan
sectio cesaria, yang mengakibatkan tingginya angka section cesaria
pada pasien dengan KPD.
f. Cacat pada janin
g. Kelainan kongenital
5. Penatalaksanaan
Manajemen pada pasien dengan ketuban pecah dini tergantung dari
keadaan pasien. (Abdul Bari, 2003)
a. Pasien yang sedang dalam persalinan
Tidak ada usaha yang dapat dilakukan untuk menghentikan
proses persalinan dan memperlama kehamilan jika sudah ada his yang
teratur dan pada pemeriksaan dalam didapatkan pendataran servix 100
% dan dilatasi servix lebih dari 4 cm. Penggunaan tokolitik tidak
efektif dan akan mengakibatkan oedem pulmo.
b. Pasien dengan paru-paru janin yang matur
Maturitas paru janin dapat diketahui dari rasio lesitin-
spingomielin, phosphatidylglycerol dan rasio albumin-surfaktan.
Maturitas paru janin diperlukan untuk amniosintesis pada evaluasi
awal pasien dengan ketuban pecah dini.
c. Pasien dengan cacat janin
Terapi konservatif dengan risiko infeksi pada ibu tidak perlu
dilakukan bila janin mempunyai kalainan yang membahayakan.
Namun pada janin dengan kelainan yang tidak membahayakan harus
diperlakukan sebagai janin normal, namun input yang tepat
merupakan terapi yang sangat penting.
d. Pasien dengan fetal distress
Kompresi tali pusat dan prolps tali pusat merupakan komplikasi
tersering ketuban pecah dini, terutama padapresentasi bokong yang
tidak maju (engaged), letak lintang dan oligohidramnion berat. Jika
DJJ menunjukkan pola deselerasi sedang atau berat maka pasien harus
cepat diterminasi. Jika janin dalam presentasi belakang kepala, maka
dapat dilakukan amnioinfusion, induksi dan dapat dilakukan
persalinan pervaginam. Namun bila janin tidak dalam presentasi
kepala maka terapi yang dapat dilakukan adalh section cesaria.
e. Pasien dengan infeksi
Pasien dengan chorioamnionitis harus dilakukan induksi bila
tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan persalinan pervaginam dan
bila belum dalam persalinan. Bila ada kontraindikasi untuk persalinan
pervaginam, maka dilakukan section cesaria setelah pemberian
antibiotic yang dimaksudkan untuk menurunkan komplikasi pada ibu
dan janin. Beberapa penelitian menyebutkan section cesaria sebaiknya
dilakukan bila persalinan pervaginam tidak dapat terjadi setelah 12
jam diagnosis chorioamnionitis ditegakkan.
Menurut Mansjoer, 2002 terapi ketuban pecah dini adalah : (Brandon J,
2002)
a. Ketubaan pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau
tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit
b. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan
posisi panggul lebih tinggi dari badannya. Kalau perlu kepala janin
didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala
janin
c. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi atau ketuban pecah
lebih dari 6 jam, berikan antibiotik
d. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan
konservatif yaitu tirah baring dan berikan sedative, antibiotic selama
5 hari, glukokortikosteroid dan tokolisis, namun bila terjadi infeksi
maka akhiri kehamilan
e. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 24
jam lalu induksi persalinan. Bila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan
f. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin persalinan
dan lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his,
lakukan induksi persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan
bishop score kuran dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan
bishop score lebih dari 5, section cesaria bila ketuban pecah kurang
dari 5 jam dan bishop score kurang dari 5.

Terapi ketuban pecah dini adalah:


Terapi konservatif
 rawat di Rumah sakit
 antibiotika jika ketuban pecah lebih dari 6 jam
 pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi
 Bila umur kehamilan sudah 32-34 minggu masih keluar, maka pada
usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan
 Nilai tanda-tanda infeksi
 Pada umur kahamilan 32-34 minggu berikan steroid selama 7 hari
untuk memacu kematangan paru janin dan bila memungkinkan
perikasa kadar lesitin dan spingomyelin tiap minggu
Terapi Aktif
 Kehamilan lebih dari 36 minggu, bila 6 jam belum terjadi persalinan
maka induksi dengan oksitosin, bila gagal lakukan section cesaria
 Pada keadaan DKP, letak lintang terminasi kehamilan dengan section
cesaria
 Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
terminasi persalinan
 Bila bishop score kurang dari 5, akhiri persalinan dengan section
cesaria
 Bila bishop score lebih dari 5, induksi persalinan dan partus
pervaginam
 Bila ada infeksi berat maka lakukan section cesaria
DAFTAR PUSTAKA

Hariadi R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Edisi Perdana Himpunan


Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia,
Surabaya, hal : 364-382, 392-393, 426-443
Melfiawati S. 2006. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi, EGC,
Jakarta, hal 368-371
Hudono, S.T; Samil, R.S. 2005. Penyakit kardiovaskuler. Dalam Wiknjosastro H,
Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan Keenam. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Pp : 429-43
Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark. 2007.
William‘s Obstretics 20th edition. Prentice-Hall International Inc. Pp : 773-
818
Sumapraja, S; Rachimhadhi, T. 2009. Infertilitas. Dalam Wiknjosastro H, Ilmu
Kebidanan. Edisi Keempat Cetakan Keenam. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta. Pp : 365-76
Abdul Bari, S. 2003. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB POGI,
FKUI, Jakarta. Pp : 35-45
Brandon J, etc. 2002. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics
2nd edition. The Johns Hopkins University Department (Producer) By
Lippincott Williams & Wilkins Publishers

Anda mungkin juga menyukai