Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH) PADA Tn. S


DI RUANG GICU II RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


“Keperawatan Gawat Darurat”

Disusun Oleh
Clara Yollanda. R, S.Kep
NIM 4006180011

Pembimbing Klinik/CI Pembimbing Akademik

( ) ( )

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)

I. Definisi

Intracerebral Hematom adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan


otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.
Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis atau
lateralisasi. Menurut Suharyanto (2009), Intracerebral Hematom adalah
perdarahan didalam substansi otak. Dimana terjadi tekanan yang mendesak
kepala sampai daerah kecil, biasa terdapat pada luka tembak, atau cidera
tumpul.
Sementara menurut Corwin (2009), Intracerebral Hematom adalah
pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri. Hal ini dapat timbul pada cidera
kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka, intraserebral hematom
dapat timbul pada penderita stroke hemorgik akibat melebarnya pembuluh
nadi. Ukuran hematom bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter dan dapat terjadi pada 2 - 16 kasus cidera.
Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai
dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang menentukan prognosenya
hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan
subdural (Paula, 2009)

II. Etiologi

Menurut Suyono (2011) penyebab terjadinya intracerebral hematom,


antara lain :
1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2. Fraktur depresi tulang tengkorak
3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4. Cedera penetrasi peluru
5. Jatuh
6. Kecelakaan kendaraan bermotor
7. Hipertensi
8. Malformasi Arteri Venosa
9. Aneurisma
10. Distrasia darah
11. Obat
12. Merokok

III. Manifestasi Klinis

Intracerebral hematom mulai dengan tiba-tiba. Hal itu diawali dengan


sakit kepala berat, yang terjadi saat beraktifitas. Meskipun begitu, pada orang
tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala
terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan
pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati
rasa, seringkali mempengaruhi pada salah satu bagian tubuh. Seseorang
kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing, penglihatan terganggu
atau hilang, mata menjadi lumpuh, pupil menjadi tidak normal besar atau
kecil, mual, muntah, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di
dalam hitungan detik sampai menit.
Menurut Corwin, (2009) manifestasi klinik dari Intracerebral
Hematom, antara lain :
1. Kesadaran secara bertahap akan menurun seiring dengan membesarnya
hematom.
2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada saat berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
6. Nyeri kepala dapat sering terasa seiring dengan peningkatan tekanan intra
cranium.
IV. Patofisiologi
Perdarahan intracerebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah
dari pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan
tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak,
sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme
ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan
aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang
menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin
besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan aktivitas.
Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang
mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke
otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi
penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur selmasih baik,
sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak
sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan
O2 dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap
saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak,
bila lebih lama dari 6-8 menit akan tejadi jejas atau lesi yang tidak putih lagi
(ireversibel) dan kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan
intrakranial dan menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan,
sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara
umum maupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat
berlangsung beberapa menit, jam bahkan beberapa hari (Corwin, 2009).
V. Gambar

Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, Hipertensi,


Malformasi Arteri Venosa, Aneurisma, Distrasia darah, Obat,
Merokok

Pecahnya pembuluh darah


otak (perdarahan intracranial)

Intracerebral hemoragik
(ICH)

Darah masuk ke dalam


jaringan otak

Darah membentuk massa


atau hematoma Fungsi otak
Metabolisme
menurun
anaerob
Penekanan pada jaringan
otak Kerusakan
Vasodilatasi
neuromotorik
pembuluh darah
Peningkatan Tekanan
Intracranial
Kelemahan otot
Sel melepaskan progresif
mediator nyeri : Gangguan aliran darah
prostaglandin, dan oksigen ke otak
sitokinin Hambatan
Mobilitas Fisik
Ketidakefektifan
Impuls ke pusat
Perfusi Jaringan Refleks menelan
nyeri di otak
(thalamus) Serebral menurun

Anoreksia
Soma sensori korteks
otak : nyeri
sipersepsikan Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Nyeri Akut

(Corwin, 2009)
VI. Penatalaksanaan

Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan


stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic,
khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis.
Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal
dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan
beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan
tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke
ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan
trombolitik, dan obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan
karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan
antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa
memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
2. Transfusi atau platelet, transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan
pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
3. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam
darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan
tekanan didalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup,
jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga,
pengangkatan penumpukan darah bisa memicu pendarahan lebih lanjut,
bahkan dapat terjadi kerusakan otak menimbulkan kecacatan yang parah.
Meskipun begitu, operasi ini kemungkinan efektif untuk pendarahan pada
kelenjar pituitary atau pada cerebellum.
Corwin (2009), mengatakan ada 7 penatalaksanaan untuk Intracerebral
Hematom, antara lain :
1. Observasi dan tirah baring terlalu lama.
2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom
secara bedah.
3. Untuk cedera terbuka dapat diberikan antibiotik.
4. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
5. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lainnya yang menunjang

VII. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang


Pemeriksaan penunjang dari Intracerebral Hematom menurut Sudoyo
(2009), adalah sebagai berikut :
1. Angiografi
2. Ct scanning
3. Lumbal pungsi
4. MRI
5. Thorax photo
6. Laboratorium
7. EKG

VIII. Asuhan Keperawatan (Secara Teoritis)

A. Data Fokus Pengkajian


1. Data Subjektif
a. Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi : nama,
umur,jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, alamat, dan hubungan pasien dengan keluarga
atau pengirim).
b. Keluhan utama : bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat
darurat dan dirawat di GICU II, apakah pasien sadar atau tidak,
datang sendiri atau dikirim oleh orang lain?
c. Riwayat cedera, meliputi waktu mengalami cedera (hari, tanggal,
jam), lokasi atau tempat mengalami cedera.
d. Mekanisme cedera : bagaimana proses terjadinya sampai pasien
menjadi cedera?
e. Allergi (alergi) : apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap
makanan (jenisnya), obat, dan lainnya?
f. Medication (pengobatan) : apakah pasien sudah mendapatkan
pengobatan pertama setelah cedera, apakah pasien sedang menjalani
proses pengobatan terhadap penyakit tertentu?
g. Past Medical History (riwayat penyakit sebelumnya) : apakah
pasien menderita penyakit tertentu sebelum menngalami cedera,
apakah penyakit tersebut menjadi penyebab terjadinya cedera?
h. Last Oral Intake (makan terakhir): kapan waktu makan terakhir
sebelum cedera? Hal ini untuk memonitor muntahan dan untuk
mempermudah mempersiapkan bila harus dilakukan tindakan lebih
lanjut atau operasi.
i. Event Leading Injury (peristiwa sebelum atau awal cedera) :
Apakah pasien mengalami sesuatu hal sebelum cedera, bagaimana
hal itu bisa terjadi ?

2. Primary Survey (ABCDE)


a. Airway, tanda-tanda objektif sumbatan Airway
1) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau
kesadarannya menurun. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia,
dan penurunan kesadaran memberikesan adanya hiperkarbia.
Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh
kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada
kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan
penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila ada,
merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway. Airway
(jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan
memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk
immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal,
bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing, darah
dari fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain.
Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow
Coma Scale) < 8, pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika
saturasi oksigen tidak mencapai 90%.
2) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang
berbunyi (suara napas tambahan) adalah pernapasan yang
tersumbat.
3) Feel (raba)

b. Breathing, tanda-tanda objektif ventilasi yang tidak adekuat


1) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan
dinding dada yang adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan
(splinting) atau flail chest dan tiap pernapasan yang dilakukan
dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus dianggap
sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus segera
dievaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk
dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan
adanya darah atau udara ke dalam paru.
2) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada.
Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada satu atau
hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada. Hati-hati
terhadap adanya laju pernapasan yang cepat takipneu mungkin
menunjukkan kekurangan oksigen.
3) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan
informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita,
tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang adekuat

c. Circulation, dengan kontrol perdarahan


1) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum
menurun
2) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan
sistolik tekanan diastolik)
3) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan
lagi, maka timbullah hipotensi
4) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan
dengan balut tekan pada daerah tersebut
5) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan
sumpal MAE (Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau
kain kasa, biarkan cairan atau darah mengalir keluar, karena hal
ini membantu mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)
6) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk
menghindari terjadinya koagulopati dan gangguan irama
jantung.

d. Disability
1) GCS setelah resusitasi
2) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
3) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak

e. Expossure, dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang menutupi


tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan selama
pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan secara log-rolling
dengan harus menghindari terjadinya hipotermi.

3. Secondary Survey
a. Kepala dan Leher
Kepala, inspeksi kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan
distribusir ambut kulit kepala. Palpasi keadaan rambut, tengkorak,
kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan. Leher, inspeksi
bentuk kulit warna, pembengkakan, aringan parut, massa, tiroid.
Palpasi kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea, mobilitas leher.
b. Dada dan Paru
Inspeksi, dada di inspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan
baik pada saat dada bergerak atau pada saat diem, terutama sewaktu
dilakukan pengamatan pergerakan pernapasan. Pengamatan dada
saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi,
sifat dan ritme atau irama pernapasan. Palpasi, dilakukan dengan
tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri
tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan tactil
vremitus, (vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui
sistem bronkopulmonal selama seseorang berbicara). Perkusi,
perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang menunjukkan udara
(pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapat pada rongga
pleura. Auskultasi, berguna untuk mengkaji aliran udara melalui
batang trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan
aliran udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-
paru dan rongga pleura.
c. Kardiovaskuler
Area jantung di inspeksi dan palpasi secara stimultan untuk
mengetahui adanya ketidak normalan denyutan atau dorongan
(heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti struktur
anatomi jantung mulai area aorta, area pulmonal, area trikuspidalis,
area apikal dan area epigastrik. Perkusi, dilakukan untuk
mengetahui ukuran dan bentuk jantung. Akan tetapi dengan adanya
foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang dilakukan
karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto torak
anteroposterior.
d. Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
1) Cedera pembuluh darah
2) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku
3) Crush injury
4) Sindroma kompartemen
5) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
1) Pusasi arteri tidak teraba
2) Pucat (pallor)
3) Dingin (coolness)
4) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik
5) Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala
sedapat mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang
tertunda dapat meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory
Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur
tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat menurunkan
insidensi ARDS.
(Suharyanto, 2009)

B. Analisis Data

Symptom Etiologi Masalah


Keperawatan
Trauma kepala, Fraktur depresi Ketidakefektifan
Ds:
tulang tengkorak, Hipertensi, Perfusi Jaringan
Pasien mengatakan kepala Malformasi Arteri Venosa, Otak
Aneurisma, Distrasia darah,
terasa berat
Obat, Merokok
Do:
Pecahnya pembuluh darah
Pasien sudah muntah 2 kali,
otak (perdarahan intracranial)
Penurunan kesadaran,
Intracerebral hemoragik
Observasi TTV
(ICH)
TD: 180/90 Mmhg,
Darah masuk ke dalam
N 90x/menit,
jaringan otak
RR 23x/menit
Suhu 37’C Darah membentuk massa
atau hematoma

Penekanan pada jaringan

Peningkatan Tekanan
Intracranial

Gangguan aliran darah


dan oksigen ke otak

Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan Otak
Trauma kepala, Fraktur depresi Nyeri Akut
Ds : Klien mengatakan nyeri
tulang tengkorak, Hipertensi,
dibagian kepala, nyeri Malformasi Arteri Venosa,
Aneurisma, Distrasia darah,
dirasakan tidak menyebar,
Obat, Merokok
nyeri dirasakan hilang
Pecahnya pembuluh darah
timbul, nyeri tidak hilang
otak (perdarahan intracranial)
walau sudah diistirahatkan
Intracerebral hemoragik
(ICH)
Do : skala nyeri (1-10)
Darah masuk ke dalam
Klien terlihat meringis
jaringan otak
kesakitan
Darah membentuk massa
atau hematoma

Penekanan pada jaringan

Peningkatan Tekanan
Intracranial

Gangguan aliran darah


dan oksigen ke otak

Metabolisme Anaerob

Vasodilatasi pembuluh darah


Sel melepaskan mediator nyeri :
prostaglandin, sitokinin

Impuls ke pusat nyeri di otak


(thalamus)

Soma sensori korteks otak :


nyeri sipersepsikan

Nyeri Akut
Trauma kepala, Fraktur depresi Ketidakseimbangan
Ds : Pasien mengatakan
tulang tengkorak, Hipertensi, nutrisi kurang dari
mual dan muntah Malformasi Arteri Venosa, kebutuhan tubuh
Aneurisma, Distrasia darah,
Do:
Obat, Merokok
Pasien sudah muntah 3 kali,
Pecahnya pembuluh darah
Penurunan kesadaran,
otak (perdarahan intracranial)
Terpasang NGT
Intracerebral hemoragik
Observasi TTV
(ICH)
TD: 180/90 Mmhg,
Darah masuk ke dalam
N 90x/menit,
jaringan otak
RR 23x/menit
Darah membentuk massa
Suhu 37’C
atau hematoma

Penekanan pada jaringan

Peningkatan Tekanan
Intracranial

Gangguan aliran darah


dan oksigen ke otak

Fungsi otak menurun

Refleks menelan menurun

Anorexia
Ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan
Tubuh
Trauma kepala, Fraktur depresi Hambatan Mobilitas
Ds : Pasien mengatakan
tulang tengkorak, Hipertensi, Fisik
tidak bisa melakukan Malformasi Arteri Venosa,
Aneurisma, Distrasia darah,
aktivitas seperti biasanya
Obat, Merokok
dikarnakan tangan dan
Pecahnya pembuluh darah
kakinya terasa kaku dan
otak (perdarahan intracranial)
berat.
Intracerebral hemoragik
Do : Pasien berusaha
(ICH)
melakukan gerakan
Darah masuk ke dalam
mengangkat tangan
jaringan otak
kanannya.
Darah membentuk massa
Kekuatan otot : 4/5
atau hematoma
Rentan gerak : pasif
Penekanan pada jaringan

Peningkatan Tekanan
Intracranial

Gangguan aliran darah


dan oksigen ke otak

Fungsi otak menurun

Kerusakan neuromotorik

Kelemahan otot progresif

Hambatan Mobilitas Fisik


C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubugan dengan tahanan
pembuluh darah infark
2. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
(TIK)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubugan
dengan anoreksia
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubugan dengan kelemahan neutronsmiter
(Nanda, 2018)

D. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
1 Ketidakefektifan Tupan : Perfusi jaringan 1. Monitor Vital Sign 1. Identifikasi hipertensi
perfusi jaringan cerebral efektif 2. Monitor tingkat 2. Mengetahui
cerebral Tupen : setelah dilakukan kesadaran perkembangan
b.d tahanan tindakan keperawatan 3. Monitor GCS kesadaran pasien
pembuluh darah selama 3x24 jam dengan 4. Tentukan faktor 3. Mengetahui penyebab
infark kriteria hasil : penyebab penurunan penurunan perfusi
1. Vital Sign normal perfusi cerebral cerebral
2. Tidak ada tanda-tanda 5. Pertahankan posisi 4. Acuan intervensi yang
peningkatan TIK tirah baring atau head tepat
(takikardi, tekanan up to 30° 5. Meningkatakan
darah turun pelan) 6. Pertahankan tekanan arteri dan
3. GCS E4M5V6 lingkungan yang sirkulasi atau perfusi
nyaman cerebral
6. Membuat klien lebih
tenang.
2 Nyeri akut b.d Tupan : Nyeri akut 1. Observasi keadaan 1. Mengetahui respon
peningkatan teratasi umum dan tanda- autonom tubuh
tekanan Tupen : Setelah tanda vital 2. Menentukan
intracranial dilakukan asuhan 2. Lakukan pengkajian penanganan nyeri
(TIK) keperawatan selama nyeri secara secara tepat
3x24 jam diharapkan komprehensif 3. Mengetahui tingkah
nyeri terkontrol atau 3. Observasi reaksi laku ekspresi dalam
berkurang dengan abnormal dan merespon nyeri
kriteria hasil : ketidaknyamanan 4. Meminimalkan factor
1. Ekspresi wajah rileks 4. Control lingkungan eksternal yang dapat
2. Skala nyeri berkurang yang dapat mempengaruhi nyeri
3. Tanda-tanda vital mempengaruhi nyeri 5. Meningkatkan kualitas
dalam batas normal 5. Pertahankan tirah tidur dan istirahat
baring 6. Terapi dalam
6. Ajarkan tindakan non penanganan nyeri
farmakologi dalam tanpa obat
penanganan nyeri 7. Terapi penanganan
7. Kolaborasi nyeri secara
pemberian analgesic farmakologi
sesuai program
3 Ketidakseimban Tupan : Kebutuhan 1. Kaji kebiasaan 1. Menentukan intervensi
gan nutrisi nutrisi terpenuhi makan-makanan yang tepat
kurang dari Tupen : setelah dilakukan yang disukai dan 2. Mengurangi rasa bosan
kebutuhan tubuh tindakan keperawatan tidak disukai sehingga makanan
b.d anoreksia selama 3x24 jam dengan 2. Anjurkan klien habis
kriteria hasil : makan sedikit tapi 3. Agar kebutuhan nutrisi
1. Asupan nutrisi sering terpenuhi
adekuat 3. Berikan makanan 4. Mulut bersih
2. BB meningkat sesuai diet RS meningkatkan nafsu
3. Porsi makan yang 4. Pertahankan makan
disediakan habis kebersihan oral 5. Menentukan diet yang
4. Konjungtiva tidakan 5. Kolaborasi dengan sesuai.
anemis. ahli gizi.
4 Kerusakan Tupan : Mobilitas 1. Kaji tingkat 1. Menentukan intervensi
mobilitas fisik b. meningkat mobilisasi fisik klien. 2. Meningkatkan
d kelemahan Tupen : Setelah 2. Ubah posisi secara kanyamanan, cegah
neutronsmiter dilakukan tindakan periodik dikobitas
keperawatan selama 3. Lakukan ROM aktif 3. Melancarkan sirkulasi
3x24 jam dengan kriteria atau pasif 4. Mencegah kontaktur
hasil : 4. Dukung ekstremitas 5. Menentukan program
1. Klien mampu pada posisi yang tepat
melakukan aktifitas. fungsional
2. Kekuatan otot 5. Kolaborasi dengan
meningkat. ahli fisioterapi
3. Tidak terjadi
kontraktur

(Nanda, 2013)
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : Aditya


Media.
Krisanty, Paula. dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : Trans
Info Media
Nanda. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020. Edisi 10
Editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta : EGC

Suharyanto, Toto, Abdul Majid. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika

Suyono, Slamet. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai