Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
a. Umur
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
di Desa Rahtawu Kecamatan Gebog
Kabupaten Kudus
Tahun 2018

Variabel Mean Median Mode Min-Max SD


Umur 41.96 42.00 34 25-65 11.643

Tabel 4.1 menjelaskan bahwa rata-rata umur responden adalah 40


tahun dengan nilai tengah 41.96 (42) tahun. Diketahui juga umur tertua 65
tahun dan umur termuda 25 tahun.

b. Jenis Kelamin
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
di Desa Rahtawu Kecamatan Gebog
Kabupaten Kudus
Tahun 2018

Jenis Kelamin f %
Laki-laki 59 62.8
Perempuan 35 37.2
Total 94 100

Tabel 4.2 menjelaskan bahwa jenis kelamin responden paling


banyak adalah laki-laki sebanyak 59 responden (62.8%) dan jenis kelamin
perempuan sebanyak 35 responden (37.2%).

34
c. Pendidikan
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
di Desa Rahtawu Kecamatan Gebog
Kabupaten Kudus
Tahun 2018

Pendidikan f %
SD 13 13.8
SLTP 50 53.2
SLTA 27 28.7
Perguruan Tinggi 4 4.3
Total 94 100

Tabel 4.3 menjelaskan bahwa pendidikan responden paling banyak


adalah lulusan SLTP sebanyak 50 responden (53.2%), lulusan SLTA
sebanyak 27 responden (28.7%), lulusan SD sebanyak 13 responden (13.8)
dan lulusan perguruan tinggi sebanyak 4 responden (4.3%).

2. Analisa Univariat (Pengetahuan)


Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang
Kesiapsiagaan Bencana Tanah Longsor di Desa Rahtawu
Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus
Tahun 2018

Pengetahuan f %
Baik 60 63.8
Cukup 19 20.2
Kurang 15 16.0
Total 94 100

Tabel 4.4 menjelaskan bahwa pengetahuan masyarakat tentang


kesiapsiagaan bencana tanah longsor paling banyak adalah kategori baik
sebanyak 60 responden (63.8%), kategori sedang sebanyak 19 responden
(20.2%) dan pengetahuan kategori kurang sebanyak 15 responden (16%).

35
B. Pembahasan
Hasil penelitian mendapatkan pengetahuan masyarakat tentang
kesiapsiagaan bencana tanah longsor paling banyak adalah kategori baik
sebanyak 60 responden (63.8%). Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman
masyarakat di lokasi yang rawan mengalami sudah dalam kategori baik.
Pemahaman tersebut berkaitan dengan kesiapsiagaan terhadap bencana tanah
longsor. Tindakan kesiapsiagaan tersebut diketahui dengan jawaban yang benar
terutama berkaitan dengan adanya kelompok relawan bencana, menghindari
penggalian tanah di bawah lereng, penjagaan dan pengawasan, kerjasama lintas
sektoral, penanaman pohon secara ulang, penataan lereng secara bertingkat,
waspada ketika terjadi hujan lebat, tidak membuka lahan baru, menutup retakan,
meninggalkan daerah rawan longsor, mengamankan surat berharga, siaga ketika
terjadi suara gemuruh, membuat cara komunikasi khusus, memperhatikan
peringatan pihak berwenang, waspada ketika ada retakan tembok dan pohon
miring atau tiang listrik miring, mempersiapkan kebutuhan cadangan dan
logistik, mengenali daerah yang aman untuk evakuasi dan membangun rumah
yang jauh dari tebing. Hal ini merupakan konsep tentang kesiapsiagaan bencana
tanah longsor.
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian UNESCO (2008) yang
membuktikan bahwa kesiapsiagaan menghadapi bencana sebagian besar dalam
kategori baik (75%), hal ini dikarenakan pengetahuan tentang bencana juga baik.
Pengetahuan kesiapsiagan terhadap bencana berkaitan dengan apa yang
dilakukan jika bencana alam terjadi. Pengetahuan yang baik ini didapatkan dari
membaca, berdiskusi ketika ada pertemuan, adanya penyuluhan tentang siaga
bencana serta pengalaman yang selama ini dilakukan. Menurut peneliti
pemahaman tentang konsep siaga bencana ini membentuk tingkat pengetahuan
sampai pada tahap analisis dan evaluasi (penilaian). Responden mampu menilai
tentang konsep kesiapsiagaan bencana tanah longsor secara benar. Penelitian
serupa juga dilakukan oleh Kurniawati (2017) yang membuktikan bahwa
pengetahuan tentang kebencanana ditunjukkan dari kemampuan dalam
menganalisa konsep kebencanaan, termasuk kesiapsiagaan dalam menghadapi

36
bencana. Pengetahuan yang baik menentukan sikap dan tindakan siap siaga
terhadap bencana.
Pengetahuan yang baik ditentukan karena beberapa faktor seperti
pendidikan, pengalaman, jenis kelamin, minat dan usia (Budiman & Riyanto,
2013). Dalam penelitian ini diketahui karakteristik responden tentang umur rata-
rata adalah 42 tahun, dimana pada usia ini masih dalam kategori produktif
sehingga mempengaruhi tindakan dan pemahaman seseorang. Menurut Azwar
(2009) usia akan menunjukkan tahapan seseorang mampu menyelesaikan
masalah dan meningkatkan cara berfikir atau bersikap sesuai tahapan usianya.
Berdasarkan pendidikan diketahui paling banyak aalah lulusan SLTP sebanyak
50 responden (53.2%), hal ini menunjukkan bahwa responden telah selesai
menamatkan pendidikan dasar 9 tahun. Pendidikan menentukan seseorang
dalam menerima informasi sehingga mempengaruhi pengetahuan.
Menurut Notoatmodjo (2015) pengetahuan sebagai hasil tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Media dalam penyampaian materi akan
mengkondisikan responden dalam memperhatikan secara lebih intens. Penelitian
Khoirunnisak (2014) membuktikan bahwa jangkauan media menentukan tingkat
pengetahuan seseorang. Pengetahuan didapat dari informasi yang disimpan
dalam ingatan termasuk pengalaman pribadi, dapat membantu seseorang
mengambil keputusan rasional dan efisien dalam penyelamatan diri ketika
terjadi bencana, sehingga mengurangi resiko atau memperkecil ketidak pastian
sikap dan perilaku ketika terjadi bencana. Penelitian Rosyida (2017)
membuktikan bahwa pengetahuan terjadi karena sering mendapatkan informasi
sehingga memudahkan mengingat dalam memori. Notoatmodjo (2012)
menjelaskan bahwa proses mengingat memori serta proses aplikasi dari materi
yang baik akan dapat menerapkan dan mampu mengingat kembali (recall) ketika
responden diminta untuk mengevaluasi pernyataan dalam sebuah jawaban.

37
Penelitian Susanto (2016) membuktikan bahwa pengetahuan masyarakat
tentang siaga bencana di Kota Semarang cukup tinggi, dimana dari semua item
pertanyaan responden mampu menjawab dengan baik sebesar 78.3%.
Kesiapsiagaan bencana tanah longsor dikelompokkan kedalam empat parameter
yaitu pengetahuan dan sikap / Knowledge and Attitude (KA), perencanaan
kedaruratan / Emergency Planning (EP), system peringatan / Warning System
(WS) dan mobilisasi sumber daya (RMC). Pengetahuan mencakup ciri-ciri,
gejala dan penyebabnya. Perencanaan kedaruratan mencakup tindakan apa yang
sudah disiapkan. Sistem peringatan mencakup usaha yang ada di masyarakat
dalam mencegah terjadinya korban akibat bencana dengan tanda peringatan
yang ada. Mobilisasi sumber daya adalah keterampilan atau kesiapan sumber
daya di masyarakat tersebut. Pengetahuan yang didapatkan oleh masyarakat
berasal dari kemandirian mereka dalam mendapatkan informasi. Sumber
informasi paling besar berasal dari TV dengan hasil 91,6%, radio (40.2%) dan
koran / majalah (29,9%). Sebanyak 32,7% responden akan meninggalkan tempat
tinggal yang sekarang apabila wilayah tempat tinggalnya terkena bencana tanah
longsor. Hal ini berarti terdapat 67,3% warga yang akan tetap tinggal walaupun
daerah tempat tinggalnya terkena bencana longsor. Pengetahuan tentang
kesiapsiagaan bencana sangat penting bagi masyarakat yang rawan mengalami
longsor. Upaya dalam meningkatkan pengetahuan dapat dilakukan dengan cara
pemberian penyuluhan.
Penelitian Saanun (2017) membuktikan bahwa tingkat kesiapsiagaan
responden sebelum diberikan penyuluhan kesehatan yaitu 12 siswa (75%)
berada pada kategori tidak siap siaga dan 4 siswa (25%) berada pada kategori
siap siaga. Tingkat kesiapsiagaan responden sesudah diberikan penyuluhan
kesehatan yaitu 4 siswa (25%) berada dalam kategori tidak siap siaga dan 12
siswa (75%) berada dalam kategori siap siaga. Siswa yang setelah diberikan
penyuluhan masih ada yang berada pada kategori tidak siap siaga itu dikarenakna
faktor sikap yang kurang peduli, dimana sikap merupakan sebuah kesiapan atau
kesedian seseorang untuk bertindak.

38
Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk
kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap
dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana
(Hidayati dkk., 2014). Pengetahuan yang baik tentang kesiapsiagaan akan
membetuk perilaku atau sikap yang baik mengenai kesiapsiagaan terhadap
bencana. Menurut Notoatmodjo (2015) pengetahuan mempunyai peranan
penting dalam mengubah dan menguatkan faktor perilaku (predisposisi,
pendukung dan pendorong) sehingga menimbulkan perilaku positif. Diperlukan
peningkatkan pengetahuan tentang siap siaga bencana dalam mendukung
kepedulian masyarakat terhadap bencana tanah longsor. Menurut peneliti
pengetahuan responden yang baik berada pada bobot tahu, memahami, analisis,
sintesis dan evaluasi sehingga responden mampu membenarkan konsep tentang
kesiapsiagaan bencana tanah longsor.
Hasil penelitian mendapatkan pengetahuan kategori kategori sedang
sebanyak 19 responden (20.2%). Hal ini ditunjukkan dari kemampuan
menganalisa konsep materi yang kurang sehingga pada saat menjawab
pertanyaan masih ada yang salah. Penelitian Rosyida (2017) membuktikan
bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan kurang, hal ini
dikarenakan kurangnya responden untuk mengakses sumber informasi sehingga
materi dan informasi masih terbatas dan kurang mampu mengaplikasi ke dalam
konsep nyata. Keterbatasan dalam menganalisa materi menyebabkan
pengetahuan yang kurang. Penelitian Malahika (2016) membuktikan bahwa
kesiapsiagaan bencana merupakan bentuk konsep dan informasi yang belum
familiar oleh masyarakat sehingga pengetahuan mereka terbatas pada persepsi
dan asumsi, sehingga masih membutuhkan pembenaran (justifikasi).
Pengetahuan tersebut harus disesuaikan dengan konsep kenyataan yang ada
tentang kesiapsiagaan bencana. Hal ini dapat dilakukan melalui pemberian
penyuluhan sehingga kesiapsiagaan bencana dapat dipahami secara baik dan
akan membentuk sikap kesiapsiagaan terhadap bencana.
Hasil penelitian mendapatkan pengetahuan kategori kurang sebanyak 15
responden (16%). Hal ini ditunjukkan dari hasil jawaban responden yang salah

39
mengenai kesiapsiagaan bencana tanah lonsor. Pengetahuan yang kurang ini
dihubungkan dengan tingkat pendidikan yang rendah, yang mana dalam
penelitian ini didapatkan responden lulusan SD sebanyak 13.8%. Pendidikan
menentukan tingkat pemahaman serta penerimaan informasi. Budiman &
Riyanto (2013) menjelaskan bahwa pengetahuan sebagai ranah kognitif
terbentuk dari proses stimulus tentang informasi yang berkembang saat itu.
Hambatan dalam menginterpretasikan konsep informasi akan membentuk
pengetahuan yang kurang tepat sehingga pengetahuan berada pada kategori
kurang. Penelitian Nurrahmah (2015) membuktikan bahwa masyarakat yang
kuang mendapatkan informasi mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang.
Untuk itu diperlukan peran serta tokoh masyarakat dalam meningkatkan
pengetahuan masyarakat.
Menurut Sobur (2008) pengetahuan sebagian besar didapatkan setelah
melakukan penginderaan. Pendidikan kesehatan yang diberikan dengan metode
tertentu akan menyebabkan seseorang melakukan penginderaan sehingga akan
membentuk pemahaman secara baik. Waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (over behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang
tidak didasari pengetahuan. Pengetahuan merupakan sebuah informasi, fakta,
hukum prinsip, proses, kebiasaan yang terakumulasi dalam pribadi seseorang
sebagai hasil proses interaksi dan pengalamannya dengan lingkungan. Mahfoed
& Suryani (2009) menambahkan bahwa pengetahuan individu tidak saja
diperoleh melalui pengalaman dalam lingkungan hidupnya, tetapi dapat juga
melalui catatan (buku, kepustakaan dan proses pemberian informasi seperti
pendidikan kesehatan). Pengetahuan ini harus disesuaikan dan dimodifikasi
dengan realita baru dalam lingkungan. Individu yang tidak mampu
menginterpretasikan pengetahuan tersebut ke dalam konsep realita akan
membentuk pengetahuan yang kurang.

40
Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang
ditentukan karakteristik individu seperti usia dan pendidikan. Pendidikan
merupakan usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam
dan di luar sekolah (baik formal maupun nonformal), berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang,
makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Sebaliknya seseorang
dengan pendidikan yang kurang, maka akan cenderung untuk sulit menerima
informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak
informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang
kesehatan. Budiman & Riyanto (2013) menyatakan bahwa usia memengaruhi
daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik.
Penelitian Susanto (2016) membuktikan bahwa pemetaan perilaku
masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor perlu dilakukan, salah
satunya adalah mengkaji tingkat pemahaman masyarakat. Tingkat pemahaman
pengetahuan masih rendah dan kesalahan tindakan dilakukan oleh warga cukup
tinggi terkait bencana longsor di daerahnya. Pemberdayaan masyarakat sangat
diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan penanganan bencana. Bencana
tanah longsor berdampak pada kerugian yang besar bagi masyarakat, untuk itu
keikutsertaan masyarakat dalam mengantisipasi bencana tanah longsor sangat
diperlukan (BNPB, 2017). Pengetahuan berperan penting dalam tebentuknya
sebuah sikap dan tindakan dalam menghadapi bencana (Khoirunnisak, 2014).
Masyarakat yang kurang mampu menginterpretasikan informasi akan
mempunyai pengetahuan yang kurang karena mengalami hambatan dalam
menerima informasi tersebut.
Aspek kesiapsiagaan menghadapi bencana diawali dengan peningkatkan
pemahaman tentang bencana itu sendiri (Achdiat, 2007). Tanah longsor sebagai
bencana alam dengan tingkat kerugian yang paling tinggi dibanding dengan
bencana lainnya sehingga diperlukan kewaspadaan dini dalam menghadapi
bencana tanah longsor (Hardiyatmo, 2012). Penelitian Susanto (2016)

41
membuktikan bahwa kesiapsiagaan terhadap bencana yang kurang ditentukan
dari pengetahuan responden. Responden dengan pengetahuan yang kurang,
ditemukan kesiapsiagaan yang kurang. Dalam hal ini diperlukan peningkatan
pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana tanah longsor melalui penyuluhan
dan edukasi (Aini, 2017).

C. Keterbatasan Penelitian
1. Instrumen penelitian dalam bentuk kuesioner yang mana terkadang jawaban
responden tidak menunjukkan hal yang sebenarnya.
2. Keterbatasan dana, waktu dan keahlian peneliti membuat peneliti kesulitan
memperoleh data terperinci dan mengungkap hal yang lebih banyak lagi.
Selain itu metode penelitian secara kuantitatif sehingga tidak dapat
mengungkap hasil yang lebih dalam seperti pada metode kualitatif.

42
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Pengetahuan masyarakat di Desa Rahtawu Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus
tentang kesiapsiagaan bencana tanah longsor kategori baik sebanyak 60
responden (63.8%), pengetahuan kategori sedang sebanyak 19 responden
(20.2%) dan pengetahuan kategori kurang sebanyak 15 responden (16%).

B. Saran
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat menambah variabel faktor yang mempengaruhi
pengetahuan masyarakat tentang kesiapsiagaan bencana tanah longsor.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Pihak institusi dapat mempersiapkan mahasiswa guna memberikan edukasi
kepada masyarakat tentang kesiapsiagaan bencana tanah longsor.
3. Bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dapat memberikan simulasi
tentang kesiapsiagaan bencana tanah longsor serta memberikan informasi
secara berkala sehingga pengetahuan masyarakat semakin meningkat.
4. Bagi Masyarakat
Masyarakat hendaknya mengikuti petunjuk dari pihak yang berwenang dalam
mengikuti program kesiapsiagaan bencana.

43

Anda mungkin juga menyukai