Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

I. MASALAH UTAMA
RESIKO BUNUH DIRI (RBD)
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya (Ade Herman, 2011).
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa
(Nita Fitria, 2010).
Ada jenis-jenis bunuh diri yaitu :
1. Anomik
Bunuh diri yang diakibatkan faktor stres dan juga akibat faktor ekonomi,
faktor lingkungan yang penuh tekanan tampaknya berperan dalam mendorong
orang untuk melakukan bunuh diri dan kategori bunuh diri anomik in tidak
dapat diprediksikan.
2. Altruistik
Bunuh diri altruistik berkaitan dengan kehormatan seseorang ‘Harakiri’ yang
sudah membudaya di Jepang merupakan bentuk bunuh diri altruistik. Seorang
pejabat Jepang akan bunuh diri ketika mengalami kegagalan dalam
melaksanakan tugasnya
3. Egoistik
Bunuh diri tipe ini biasnya diakibatkan faktor dalam diri seseorang, putus cinta
atau putus harapan kerap membuat seseorang memutuskan untuk mengakhiri
hidupnya, bunuh diri egoistik ini dapat diprediksikan. Pikiran tersebut dapat
dikenali dari ciri kepribadian serta respon seseorang terhadap kegagalan. (Iyus
Yosep, 2009).
Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri.
Ada tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu:
a. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak
langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan: “Tolong jaga anak-
anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa
saya.”
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri.
Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih /
marah / putus asa / tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif
tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah
b. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan
untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan
alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah
memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh
diri.
Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
c. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai
diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba
bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
Berdasarkan jenis-jenis bunuh diri diatas dapat dilihat data-data yang
harus dikaji pada tiap jenisnya.

B. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Peningkatan Pertumbuhan Perilaku Pencederaan Bunuh diri


diri peningkatan destruktif diri
berisiko diri tak
langsung

Keterangan :
1. Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan, yakin,
dan kesadaran diri meningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada rentang yang
masih normal dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.
3. Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti
perilaku merusak, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam
rekreasi yang berisiko tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang
secara sosial, dan perilaku yang menimbulkan stres.
4. Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang
dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa
bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh.
Bentuk umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar
kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit
demi sedikit, dan menggigit jari.
5. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan (Yusuf,Ah, dkk. 2015).

C. Penyebab
Penyebab terjadinya resiko bunuh diri salah satunya adalah karena gangguan
konsep diri: harga diri rendah
Menurut Schult & Videbeck (2003) gangguan harga diri rendah adalah
penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan
secara langsung maupun tidak langsung.
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan (Keliat, 2009).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa harga diri rendah adalah perasaan negatif
terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.
Tanda dan gejala
Menurut Carpenito dan Keliat tanda dan gejalanya adalah:
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah
mendapat terapi sinar pada kanker
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya
segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.
c. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain, lebih suka sendiri.
e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan

D. Faktor Resiko Bunuh Diri


Faktor risiko bunuh diri menurut Stuart (2013) dalam Aulia (2016)
diantaranya adalah: faktor psikologis, faktor keluarga, faktor lingkungan, faktor
biologis, perilaku bunuh diri sebelumnya dan orientasi seksual, berikut penjelasan
dari faktor risiko bunuh diri :
1. Faktor psikologis
Faktor psikologis diantaranya adalah depresi, kecanduan narkoba stres,
kecemasan dan depresi sementara menurut Ibrahim et al. (2014) faktor
psikologis bunuh diri adalah depresi, ansietas dan stress. Faktor psikologis
dimana seseorang yang merasa depresi, kesedihan, dan putus asa memiliki
kemungkinan lebih tinggi terhadap perilaku bunuh diri. Berikut factor
psikologis bunuh diri, yaitu :
a. Stress
Kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa lepas dari stres, Stres adalah
respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban pada
diri individu. Dalam literatur tentang bunuh diri, stres sering dikaitkan
dengan peristiwa kehidupan negatif atau pengalaman negatif kehidupan.
Ada berbagai stresor kerja dan hidup yang terkait, seperti sebagai peristiwa
stres kehidupan, kehilangan, pengangguran, dan stressor lingkungan lainnya
yang dapat dikaitkan dengan keinginan bunuh diri.
b. Kecemasan,
Dimana kecemasan merupakan gangguan alam perasaan yang ditandai
dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran. Malik et al. (2014) meneliti
hubungan antara kecemasan dan keinginan bunuh diri, ditemukan bahwa
pasien dengan kecemasan lebih mungkin untuk memiliki ide bunuh diri,
mencoba bunuh diri, dan bunuh diri selesai dibandingkan dengan mereka
yang tidak mengalami kecemasan.
c. Depresi
Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan, kehilangan gairah hidup, perasaan tidak
berguna, putus asa serta dapat muncul pikiran-pikiran tentang bunuh diri.
Depresi merupakan penyebab utama daribunuh diri pada remaja.
d. Ketidakberdayaan atau putus asa
Ketidakberdayaan atau putus asa,didefinisikan sebagai sistem skema
kognitif yang merupakan denominator umum pada harapan negatif tentang
masa depan), juga dilaporkan sebagai prediktor penting bunuh diri,
percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri di berbagai populasi.
e. Pengguna alkohol dan penggunaan narkoba
Terdapat kejadian yang tinggi pada pengguna alcohol dengan perilaku
bunuh diri. Pedoman praktik menyatakan bahwa alkoholisme meningkatkan
tingkat penyelesaian bunuh diri dengan enam kali dibandingkan dengan
yang terlihat pada populasi umum.
2. Faktor Keluarga
Hubungan orang tua dan remaja dapat mempengaruhi perilaku bunuh
diri, dimana adanya disfungsi keluarga dan riwayat bunuh diri remaja. Sebagai
contoh, remaja dapat dicegah untuk melakukan percobaan bunuh diri dengan
sikap peduli dan membentuk hubungan yang baru dengan anak remaja.
Riwayat anggota keluarga dengan perilaku bunuh diri dimana risiko bunuh diri
pada remaja laki-laki secara bermakna dikaitkan dengan riwayat kematian
ayah yang bunuh diri. Sebaliknya, risiko kematian bunuh diri pada remaja
perempuan secara bermakna dikaitkan dengan riwayat ibu yang bunuh diri.
3. Faktor Lingkungan
Masalah disekolah, penularan perilaku bunuh diri diantara kelompok
sebaya, kurangnya dukungan orang tua, permasalah dengan teman dan riwayat
pelecehan seksual menjadi bagian dari faktor lingkungan terhadap risiko
bunuh diri pada remaja. Bertengkar dengan pasangan, bertengkar dengan
anggota keluarga yang lain, bertentangan dengan teman atau tetangga,
kesulitan keuangan keluarga, dan penyakit serius secara independen terkait
dengan percobaan bunuh diri.
4. Faktor biologis
Keluhan somatik seperti: sakit kepala menjadi bagian dari faktor biologis
pada risikobunuh remaja (Stuart, 2013). Chronic Daily Headache (CDH)
mengacu pada sekelompok gangguan di mana sakit kepala terjadi 15 hari atau
lebih per bulan untuk setidaknya 3 bulan dan termasuk: chronic migraine
(CM), migrain dengan atau tanpa aura dan migren auratanpa sakit kepala,
chronic tension-type headache(CTTH),hemicrania continua (HC), dan sakit
kepala terus-menerus setiap hari. Usaha bunuh diri lebih sering pada klien
yang menderita migrain dibandingkan pada populasi umum, terutama pada
perempuan
5. Faktor riwayat bunuh diri sebelumnya
Upaya bunuh diri sebelumnya, memberikan benda berharga,
membicarakan tentang bunuh diri, menulis catatan atau puisi tentang kematian
menjadi faktor resiko bunuh diri. Riwayat upaya bunuh diri sebelumnya oleh
individu meningkatkan risiko bunuh diri. Risikopengulangan tertinggi dalam 3
sampai 6 bulan pertama setelahusaha bunuh diri, tapi tetap secara substansial
meningkatdari populasi umum selama minimal 2 tahun.
6. Faktor Orientasi seksual
Rata-rata percobaan bunuh diri berhasil pada kelompok remaja gay,
lesbian,dan biseksual. Penyebab dapat karena stres dankesepian yang dialami
karena orientasi seksual yang dimiliki. Stigma penolakan orang tua dan
kurangnya penerimaan sosial sebagai alasan lain tingginya angka bunuh diri
pada kelompok ini (Stuart, 2013). Prasangka yang berlebihan, stigma, dan
diskriminasi yang dihadapi oleh individu minoritas seksual
menyebabkanpeningkatan masalah kesehatan mental pada populasi ini dan
peningkatan risiko akibat bunuh diri
E. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala menurut Nita Fitria, 2009
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
d. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan ( biasanya menjadi sangat
patuh)
e. Mempunyai riwayat percobaan bunuh diri
f. Status emosional ( harapan, penolakan, cemas meningkat dan panik)
g. Kesehatan mental ( secara klinis, klien kelihatan seperti depresi,
menyalahgunakan alkohol)
h. Konflik interpersonal
i. Latar belakang keluarga
j. Menjadi korban perikaku kekerasan. (Nita Fitria, 2009)

F. Akibat
Akibat perilaku bunuh diri adalah cedera atau kematian. Jika perilaku bunuh
diri mengakibatkan kematian maka tindakan yang dilakukan adalah perawatan
jenazah. Cedera yang disebabkan oleh perilaku bunuh diri sangat dipengauhi oleh
cara seseorang melakukan percobaan bunuh diri, Jika perilaku bunuh diri
dilakukan dengan menggantung maka cedera yang terjadi adalah berupa jejas di
leher. Jika minum racun maka akan terjadi pencederaan di lambung dan saluran
pencernaan. Untuk itu intervensi yang dilakukan juga sangat tergantung dengan
cedera yang terjadi.

G. Penatalaksanaan
a. Psikofarmaka

1) Anti Psikotik
Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan
halusinasi.
Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain :
a) Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan mengurangi
gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25 mg, kemudian
dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari
secara oral.
b) Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri.
Dosis awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari.
c) Haloperidol
Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan mania.
Dosis awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg.
2) Anti Depresan
Jenis- jenis obat antara lain : Amitriptylin, Imipramin
 Amitriptylin
Untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan somatik.
Dosis : 75-300 mg/hari.
 Imipramin
Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotik.
Dosis awal : 25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75 mg/hari.
3) Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan somatroform,
kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara
gejala-gejala insomnia dan ansietas
Obat- obat yang termasuk anti ansietas antara lain:
Fenobarbital : 16-320 mg/hari
Meprobamat : 200-2400 mg/hari
Klordiazepoksida : 15-100 mg/hari
4) Anti insomnia : Phneobarbital
b. Psikoterapi
Terapi modalitas
1) Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien
dengan memberikan perhatian
a) BHSP
b) Jangan memancing emosi klien
c) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
d) Berikan kesempatan klien mengemukaan pendapat
e) Dengarkan, bantu dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah
yang dialaminya
2) Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau
aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan keadaan
klien karena masalah sebagian orang merupakan persaan dan tingkah laku
pada orang lain.
3) Terapi musik
Dengan musik klien terhibur,rileks dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien

H. Pohon Masalah

Risiko Cedera / kematian (Effect)

Risiko bunuh diri (Core Problem)

Harga diri Rendah Halusinasi Gangguan isi pikir (Cause)


Waham

(Nita Fitria, 2009)

I. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


1. Masalah Keperawatan
a) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b) Resiko bunuh diri
c) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Data yang perlu dikaji
a) Resiko bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.
b) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subjektif
1. Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
2. Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
3. Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
4. Mengungkapkan dirinya tidak berguna
5. Mengkritik diri sendiri
Data objektif
1. Merusak diri sendiri
2. Merusak orang lain
3. Menarik diri dari hubungan sosial
4. Tampak mudah tersinggung
5. Tidak mau makan dan tidak tidur
c) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Data subyektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh,
ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
Data obyektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
J. Diagnosa Perawatan
Resiko Bunuh diri
K. Rencana Keperawatan
1. Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Risiko Bunuh
Diri Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri

Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri


Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
a. Perkenalkan diri dengan klien
b. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
c. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d. Bersifat hangat dan bersahabat.
e. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
a. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet,
gunting, tali, kaca, dan lain lain).
b. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
c. Awasi klien secara ketat setiap saat.
3) Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
a. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
b. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
c. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
d. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
e. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.
4) Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
a. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
b. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
c. Bantu mengidentifikasi sumber- sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
5) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
a. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit,
menulis surat dll.)
b. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
c. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif
2. Isyarat Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Tujuan umum : Meningkatkan kepercayaan diri pasien
Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
c. Utamakan pemberian pujian yang realitas
3) Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri
dan keluarga
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4) Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
b. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Direja, Ade Hermawan Surya. (2011). Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan dari Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Penatalaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika
Stuart, E.W& Sudden S.J. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemah). Jakarta:EGC
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai