Anda di halaman 1dari 6

PEMBAHASAN

Praktikum mengenai evaluasi penerapan PHT oleh petani dilaksanakan


pada hari kamis tanggal 25 April 2019 pukul 16:00 - 17:00 WIB, dilaksanakan di
Jln. Suka Karya, Kecamatan Tampan, Panam, Pekanbaru.

Petani yang kami wawancarai memiliki biodata sebagai berikut:

Nama : Hendri

Umur : 41 thn

Asal :Taluk Kuantan

Riwayat pekerjaan : Buruh Tani ( dari tahun 1998)

Jumlah anak :3

Gaji perhari :Rp.120000,-

Dengan lahan seluas 4 ha, buruh tani ini menanam berbagai macam komoditi,
diantaranya :

1. cabe

2. gambas

3. mentimun

4. pare

Pengolahan tanah dengan luas lahan 4 ha ini diolah dengan menggunakan


bajak dan pemupukan dasar ( kencing kambing dan kotoran kambing). Tanaman
cabe merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Pemilihan waktu tanan cabe
yang tepat sangatlah penting karena erat kaitannya dengan serangan hama dan
penyakit. Dari hasil wawancara yang telah kami lakukan, penyakit yang banyak /
mendominasi dilahan pertanaman ini adalah busuk buah antraknosa. Produksi
cabe perbatang yang dihasilkan ±9 ons. Dalam satu kali panen cabe yaitu
mencapai 400 - ½ ton, tetapi jika cuaca tidak mendukung maka panen yang
didapat sekitar 200-300 kg.
Cabai merupakan salah satu komoditas primadona sayuran yang banyak
diusahakan oleh petani dalam berbagai skala usahatani di lahan kering baik
dataran tinggi maupun dataran rendah.. Cabai sebagian besar digunakan untuk
konsumsi rumah tangga dan sebagiannya untuk ekspor alam bentuk kering, saus,
tepung dan lainnya, menjadikan tanaman cabai (Capsicum annum) menjadi
tanaman penting di Indonesia. Selain dijadikan sayuran atau bumbu masak,
tanaman ini berpotensi menaikkan pendapatan petani, sebagai bahan baku
industri. Bahan utama sambal ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
hidangan masakan nusantara. Tidak dapat dipungkiri kenaikan harga cabai sering
menjadi keluhan masyarakat atau konsumen. Hal ini diakibatkan oleh permintaan
cabai yang sangat tinggi namun ketersediaannya yang terbatas.

Penyakit antraknosa termasuk salah satu jenis penyakit penting yang


menyerang tanaman cabe karena bisa menghancurkan panen hingga 20 - 90 %
terutama pada saat musim hujan. Gejala yang dapat dikenali akibat serangan
cendawan ini adalah buah yang terserang terlihat bintik-bintik kecil berwarna
kehitaman dan berlekuk. Bintik-bintik ini pada bagian tepi berwarna kuning,
membesar dan memanjang. Sedangkan pada biji dapat menimbulkan kegagalan
berkecambah atau bila telah menjadi kecambah dapat menimbulkan rebah
kecambah. Pada tanaman dewasa dapat menimbulkan mati pucuk, infeksi lanjut
ke bagian lebih bawah yaitu daun dan batang yang menimbulkan busuk kering
warna cokelat kehitam-hitaman. Cendawan penyebab penyakit antraknosa atau
patek ini berkembang dengan sangat pesat bila kelembaban udara cukup tinggi
yaitu bila lebih dari 80 % rH dengan suhu 32 ºC.

Pengendalian yang dilakukan oleh petani yakni melakukan teknik


pengendalian secara kimia yaitu pestisida. Pestisida yang digunakan adalah
Biotogrow. Aplikasi pestisida ini sekali 5 hari dengan 2 tutup botol untuk 16L air,
dan dilakukan pada sore hari.

Pada praktikum pertama ini, dilakukan pengamatan pada Cabai


(Capsicum annum) yang terserang antraknosa. Diduga serangan ini disebabkan
oleh cendawan Colletotrichum capsici. Penyakit Antraknosa lebih dikenal dengan
istilah “Pathek” adalah penyakit yang masih ditakuti petani cabai hingga saat ini.
Penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici Sydow
dan Colletotrichum gloeosporioides Pens. Gejala serangan yang ditimbulkan
dapat dilihat pada buah cabai yaitu terdapat bintik-bintik cekung kehitaman. Hal
ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Syukur et al (2007), gejala serangan yang
ditimbulkan oleh jamur Collectotrichum capsici yang terdapat pada tanaman cabai
(Capsicum annum) yaitu mula-mula berbentuk bintik-bintik kecil berwarna
kehitaman dan berlekuk, pada buah yang masih hijau atau yang sudah masak.
Bintik-bintik ini tepinya berwarna kuning, membesar dan memanjang. Bagian
tengahnya menjadi semakin gelap.

Siklus hidup dari jamur Colletotrichum capsici yang terdapat pada


tanaman cabai (Capsicum annum) yaitu berawal dari buah masuk menginfeksi
biji. Pada umumnya jamur ini menginfeksi semai yang tumbuh dari biji buah
yang sakit. Jamur ini juga menyerang daun dan batang, hingga buah tanaman dan
dapat mempertahankan dirinya dalam sisa-sisa tanaman sakit. Kemudian
konidium dari jamur ini akan disebarkan oleh angin (Rusli & Mardinus, 2007).

Pengendalian yang dapat dilakukan pada tanaman Cabai (Capsicum


annum) yang terserang jamur Colletotrichum capsici yaitu memanfaatkan jamur
Trichoderma. Pengendalian yang dapat dilakukan pada Tanaman Cabai
(Capsicum annum) yang terserang Collectotrichum capsici yaitu sanitasi,
memperbaiki pengairan, menggunakan benih sehat, pergiliran tanaman,
memanfaatkan Trichoderma dan Gliocladium serta dapat pula dengan meng-
gunakan varietas tahan (Wawan, 2009).

Sesuai dengan pendapat Semangun (2004), cendawan ini bisa


menghancurkan panen hingga 20-90% terutama pada saat musim hujan.
Cendawan penyebab penyakit antraknosa atau patek ini berkembang dengan
sangat pesat bila kelembaban udara cukup tinggi yaitu bila lebih dari 80 rH
dengan suhu 32˚ C. Semua tahap pertumbuhan bisa terserang penyakit ini,
termasuk tahap pasca panen. Gejala yang tampak terjadi pada buah yang matang.
Buah yang masak ada yang menjadi kecil, terdapat cekungan melingkar hingga 30
mm. Pusat luka menjadi berwarna coklat, dengan jaringan di sekitarnya berwarna
lebih ringan mengelilingi pusat luka membentuk cincin konsentris.
Apabila buah yang masih berwarna hijau terinfeksi, maka gejalanya akan
muncul sampai buah tersebut matang. Infeksi ini disebut dengan istilah laten.
Pada biji dapat menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila telah menjadi
kecambah dapat menimbulkan rebah kecambah. Pada tanaman dewasa dapat
menimbulkan mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian lebih bawah yaitu daun dan
batang yang menimbulkan busuk kering berwarna coklat kehitaman.

Patogen timbul dari semenjak pembibitan dan bertahan pada tanaman


inang yang lain, seperti tomat, kentang, terong, mentimun ataupun gulma disekitar
pertanaman. Patogen akan bertambah jumlahnya apabila dilakukan penanaman
secara terus menerus tanpa berganti jenis tanaman. Menurut Duriat et all (2007),
penyakit muncul dari spora yang dihasilkan pada buah atau daun tanaman yang
sakit. Guyuran air menjadi faktor pendorong penyebaran spora jamur pada
partikel tanah. Suhu optimum agar terjadi infeksi pada buah yaitu 20-24°C dengan
kondisi kelembaban permukaan buah yang cukup. Semakin lama periode
kelembaban permukaan buah, maka semakin besar keparahan penyakit
antraknosa. Buah yang berada dekat dengan permukaan tanah adalah yang paling
mungkin terkena infeksi melalui kontak tanah akibat guyuran hujan atau secara
langsung.

Kegiatan pengendalian penyakit antraknosa adalah sebagai berikut.

1. Rendam benih dalam air hangat kuku (55-60⁰C) selama 30 menit atau
berikan perlakuan dengan fungisida sistemik, yaitu golongan triazole dan
pyrimidin (0.05-0.1%) sebelum ditanam atau menggunakan agen hayati.
2. Siram bibit dengan fungisida, seperti Antracol (umur 5 hari sebelum
pindah tanam).
3. Musnahkan bagian tanaman yang terinfeksi. Usahakan tidak memegang
tanaman (bagian tanaman) yang sehat setelah memusnahkan bagian
tanaman yang sakit. Selain itu, cuci tangan dengan segera setelah
memegang tanaman sakit.
4. Lakukan pergiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman lain yang bukan
famili Solanaceae (terong dan tomat) atau tanaman inang lainnya, seperti
pepaya. Berdasarkan penelitian IPB, patogen antraknosa pada pepaya
dapat menyerang cabai. Oleh karena itu, jangan menanam cabai dekat
dengan tanaman cabai yang sudah terserang antraknosa ataupun tanaman
inang lain yang telah terinfeksi.
5. Gunakan mulsa plastik hitam perak karena dapat memantulkan sinar
matahari pada bagian bawah permukaan daun/tanaman sehingga
kelembapan tidak terlalu tinggi.
6. Gunakan jarak tanam yang lebar, yaitu sekitar 70 cm x 60 cm dan tanam
secara zig zag untuk mengurangi kelembapan. Lakukan pengendalian
gulma agar kelembapan berkurang.
7. Kendalikan penyakit dengan menyemprotkan fungisida, misal Antracol 7
WP, Daconil 70 WP, dan Manzate 82 WP (fungisida kontak); Folicur 25
Wp, Topsin M70WP, Previcur N, Starmyl 25WP, Score 250 EC, dan
Amistartop 325 EC (fungisida sistemik). Semprotkan fungisida secara
bergilir antarpenyemprotan, baik yang menggunakan fungisida sistemik
ataupun fungisida kontak atau bisa juga gabungan keduanya

PERHITUNGAN

1. Ambang perolehan

Biaya pestisida Rp.125000,-

upah Rp.120000,-

Maka, jumlah Rp.245000,-

(𝑅𝑝.245000/ℎ𝑎)/(𝑅𝑝.20000/𝑘𝑔)= 12,25 kg/ha

2. Persentase kehilangan hasil untuk ambang perolehan tersebut

(12,25 𝑘𝑔/ℎ𝑎)/(100 𝑘𝑔/ℎ𝑎)x 100%= 12,25 %


DOKUMENTASI

1..Lahan Penanaman Cabai 2. Cabai terserang Antraknosa

3. Colletotrichum sp.

Anda mungkin juga menyukai