Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

Rumah sakit sebagai sistem terdiri dari input, proses dan output/outcome.

Untuk ketiganya saling berpengaruh, terjadi saling interaksi dan interdependensi yang

kuat. Mutu pelayanan yang berorientasi keselamatan pasien dapat dipandang sebagai

output/outcome, sedang SDM (Sumber Daya Manusia) dalam hal ini perawat sebagai

input. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang bertugas di garis depan pelayanan sangat

dibutuhkan dukungannya dalam penerapan sistem keselamatan pasien di rumah sakit.

Konsep James Reason (1990) seperti yang dikutip dari Vincent C., Taylor

Adam (2003) bahwa error lebih banyak disebabkan oleh kegagalan sistem

dibandingkan dengan kelalaian individu. Kegagalan sistem ini yang dikenal dengan

latent error, termasuk didalamnya adalah tidak adekuatnya komunikasi, staffing dan

kepemimpinan yang lemah serta lingkungan kerja yang penuh stress.

Direktur dari Agency for Healthcare Research and Quality (2004) menyatakan

bahwa untuk membangun keselamatan pasien, harus ada lingkungan atau budaya yang

memungkinkan para profesi di rumah sakit untuk berbagi informasi mengenai masalah

– masalah keselamatan pasien kemudian melakukan tindakan untuk perbaikan

(Hamdani, 2007).

Ada dua teori yang dapat menerangkan terjadinya Insiden Keselamatan Pasien

(IKP), yaitu sebagai berikut :

1) The Swiss Cheese Model (Model Keju Swiss)

2) Blunt End/ Sharp End Model (Model Ujung Tumpul/Ujung Tajam)

1
Kedua teori tersebut pada hakekatnya memberi penjelasan bahwa IKP terjadi

karena adanya multiple faktor yang saling berpengaruh dan berinteraksi antara petugas

pemberi layanan langsung dengan sistem, kebijakan, prosedur dan tata regulasi yang

dibangun.

Gambar berikut di bawah ini mengilustrasikan kedua model penyebab

terjadinya IKP :

Gambar 2.1. The Swiss Cheese Model (Model Keju Swiss)

Gambar 2.2.Blunt End/ Sharp End Model

2
Keterangan :

a. Tujuan penerapan Keselamatan Pasien adalah untuk mencegah atau

menurunkan Insiden Keselamatan Pasien

b. Terjadinya IKP dapat dipengaruhi ujung tajam dan ujung tumpul, active

error dan latent error.

c. Ujung tajam/ active error : petugas pemberi layanan kesehatan di garis

depan rumah sakit, dalam penelitian adalah perawat yang bertugas di unit

kerja pelayanan pasien di rumah sakit

d. Ujung tumpul/latent error : kebijakan, prosedur, peraturan – regulasi

sistem.

Dalam penerapan sistem keselamatan pasien rumah sakit tidak boleh terfokus

pada sistem mikro, tetapi harus terintegrasi dalam sistem mikro ke sistem makro

(oganisasi dan lingkungan) dalam bentuk adanya dukungan sistem dan

kebijakan/strategi, sehingga akan ada penyusunan kebijakan dan infrastruktur pada

level institusi dan adanya sikap profesional dan fokus kepada pasien pada level

individu/tenaga kasehatan (Unyainah, 2006)

Menurut Ripley (1985) dalam Purwanto (2012) implementasi kebijakandapat

dilihat dari dua perspektif sebagaimana ia jelaskan : “Implementation studies have two

major foci : “compliance and “what’s” happenning? Perspektif pertama (compliance

perspective) memahami keberhasilan implementasi dalam arti sempit yaitu sebagai

kepatuhan para implementer dalam melaksanakan kebijakan yang tertuang dalam

dokumen kebijakan (dalam bentuk undang – undang, peraturan

3
pemerintah, atau program). Berbeda dengan perspektif pertama, perspektif kedua

tidak hanya memahami implementasi dari aspek kepatuhan para implementer

kebijakan dalam mengikuti standart operating procedure (SOP) semata –

mata.Mengikuti pendapat Ripley (1985) tersebut maka ukuran keberhasilan

implementasi tidak hanya dilihat dari segi kepatuhan para implementer dalam

mengikuti SOP namun demikian juga diukur dari keberhasilan mereka dalam

merealisasikan tujuan – tujuan kebijakan yang wujud nyatanya berupa munculnya

dampak kebijakan (Purwanto, 2012)

Evaluasi dari penerapan keselamatan pasien (patient safety) dilihat dari angka

kejadian insiden di rumah sakit tersebut, semakin kecil insiden maka semakin baik

mutu pelayanan di rumah sakit tersebut. Dengan adanya kebijakan ini yang paling

diharapkan sebagai tujuan utamanya adalah pasien yang dirawat di rumah sakit

menjadi selamat dan tidak mengalami cedera akibat proses perawatannya.

pemerintah telah membuat kebijakan yang dituangkan dalam Undang –

Undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit. Dalam kebijakan ini dijelaskan

beberapa hal yang menjadikewajiban dan hak rumah sakit. Di dalam salah satu

pasalnya dijelaskan bahwa rumah sakit mempunyai kewajiban untuk memberikan

pelayanan kesehatan yang aman, bermutu danterstandar untuk mencapai

keselamatan pasien yang terjamin. Selanjutnya berdasarkan Peraturan

Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang

Keselamatan Pasien di Rumah Sakit dijelaskan bahwa setiap rumah sakit yang ada

di Indonesia wajib untuk menerapkan keselamatan pasien (patient safety) dan

membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) yang bertugas untuk

melaporkan setiap

4
insiden yang terjadi di rumah sakit kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit

(KKPRS) yang berskala nasional.

Dari 2 kebijakan pemerintah tersebut di atas, sudah dapat menjadi pedoman

dasar bagi rumah sakit untuk menerapkan keselamatan pasiennya (patient safety).

Adapun tujuan dari proses penerapan tersebut adalah agar keselamatan pasien di

rumah sakit dapat terlindungi dan lebih terjamin serta mutu pelayanan di rumah sakit

dapat ditingkatkan terus – menerus sesuai standarnya. Selain itu dengan penerapan

keselamatan pasien (patient safety ) di rumah sakit, insiden keselamatan pasien dapat

dicegah kejadiannya.

Anda mungkin juga menyukai