Kualitas air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air
untuk pengunaan tertentu, misalnya air untuk diminum, air bersih, perikanan, dan lain
sebagainya. Berdasarkan Permenkes RI No.32 Tahun 2017 berikut parameter yang perlu
diperhatikan
C. Parameter Air
• Warna Air
Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna yang
sesungguhnya (true color) dan warna tampak (apparent color). Warna sesungguhnya
adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut. Pada penentuan
warna sesungguhnya, bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan
dipisahkan terlebih dahulu. Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan
oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi (Effendi, 2003). Dalam analisa air,
keduanya penting untuk dibedakan.
Warna perairan dapat ditimbulkan karena adanya bahan-bahan organik (keberadaan
plankton atau humus) maupun anorganik (seperti ion-ion logam besi, dan mangan). Adanya
kandungan bahan-bahan anorganik seperti oksida pada besi menyebabkan air bewarna
kemerahan, sedangkan oksida pada mangan menyebabkan air menjadi berwarna
kecoklatan/kehitaman. Kalsium karbonat yang berasal dari daerah berkapur juga dapat
menimbulkan warna kehijauan pada air. Bahan-bahan organik, misalnya tanin, lignin, dan
asam humus yang berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna
kecoklatan (Effendi, 2003). Selain itu, tingkat kekeruhan meskipun sangat sedikit dapat
menyebabkan air memiliki warna yang terlihat dari warna sesungguhnya.
Pewarna alamiah pada air dalam kondisi air yang berawa-rawa dapat disebabkan
oleh karena adanya aktivitas pembusukkan (de compotition) dari sejumlah bagian bahan-
bahan organis seperti daun, batang pohon, ranting-ranting pohon, dan lain sebagainya
yang mengalami kontak langsung terhadap sumber-sumber air. Adanya kelarutan bahan-
bahan tersebut dalam air dapat memberikan wana kuning-kecokelatan pada air tersebut.
Warna air dapat diamati secara visual (langsung) ataupun diukur dengan menggunakan
skala platinum kobalt (dinyatakan dengan satuan PtCo), dengan membandingkan warna
air sempel dan warna standar (Effendi, 2003). Nilai satu skala PtCo sebanding dengan
satuan skala TCU (True Color Unit).
• Bau Air
Bau merupakan salah satu parameter fisis pada air yang keberadaannya cukup
mudah untuk diamati. Bau pada air dapat disebabkan oleh adanya zat-zat atau material
organik yang terkandung di dalam air. Bau air dapat juga ditimbulkan akibat adanya
interaksi air dengan suhu. Bila semakin tinggi suhu air, maka semakin rendah daya larut
oksigen di dalam air dan sebaliknya. Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menimbulkan
bau yang tidak sedap akibat adanya degradasi anaerobik yang mungkin terjadi.
Alat penguji bau yang paling pokok adalah dengan menggunakan hidung manusia.
Uji terhadap bau air dilakukan untuk memperoleh suatu gambaran secara kualitatif dan
mendekati pengukuran kuantitatif dari intensitas bau (Djalil, 1993). Selain dengan
menggunakan indera penciuman (hidung), untuk menentukan derajat bau air juga dapat
dilakukan dengan cara pengenceran. Misalnya, air bau diencerkan dua kali hingga
menjadi tidak bau, berarti derajat bau itu rendah. Sebaliknya, jika diencerkan berkali-kali
tetap masih bau berarti derajat bau tinggi (Kusnaedi, 2010).
Secara kualitatif kondisi air pada parameter bau air dibedakan menjadi air yang
tidak memiliki bau dan air yang berbau. Apabila dikaitkan dengan kualitas air bersih,
maka kondisi air yang tidak berbau adalah air dengan kualitas yang baik. Karena air yang
baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dekat (Kusnaedi, 2010). Air
yang berbau menunjukan adanya zat-zat tertentu yang terkandung di dalamnya.
Kekeruhan Air
Air yang banyak mengandung partikel bahan tersuspensi dapat menimbulkan kesan
warna yang berlumpur dan kotor. Dalam kondisi yang demikian, air dikatakan keruh.
Kekeruhan pada air dapat mempengaruhi tingkat kecerahan suatu perairan. Kekeruhan dapat
dipengaruhi oleh: (a) benda-benda halus yang disuspensikan, seperti lumpur dan sebagainya,
(b) adanya jasad-jasad renik (plankton), dan (c) warna air (Khordi, 2011).
Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas yang setara dengan mg/l SiO2.
Peralatan yang pertama kali digunakan untuk mengukur turbiditas atau kekeruhan adalah
Jackson Candler Turbidimeter, yang dikalibrasi dengan menggunakan silica. Kemudian
Jackson Candler Turbidimeter dijadikan sebagai alat baku atau standar bagi pengukuran
kekeruhan. Satu unit turbiditas Jackson Candler Turbidimeter dinyatakan dengan 1 JTU.
Selain dengan menggunakan Jackson Candler Turbidimeter, kekeruhan dapat juga
diukur dengan metode Nephelometric. Metode ini didasarkan atas perbandingan intensitas
cahaya yang dihamburkan oleh contoh pada kondisi tertentu dengan intensitas cahaya yang
dihamburkan oleh suspensi standar pembanding pada kondisi yang sama. Makin tinggi
intensitas yang dihamburkan, makin tinggi tingkat kekeruhannya (Djalil, 1993). Satuan
kekeruhan yang diukur dengan metode Nephelometric adalah NTU (Nephelometric
Turbidity Unit) (Khordi, 2011).
Melalui pangamatan secara visual, tingkat kekeruhan air dapat ditentukan secara
sederhana. Klasifikasi yang ditentukan sudah barang tentu akan bersifat kualitatif.
Apabila air diketahui memiliki panampilan yang keruh dan tidak tembus pandang berarti
air memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi. Air yang terlalu pekat dapat menghalangi
penglihatan oleh mata akibat banyaknya benda-benda halus yang ikut tercampur dan larut
di dalam air. Namun ada kalanya, air yang terlihat keruh masih memiliki penampilan
yang tembus pandang meskipun terbatas. Dalam kondisi tersebut, maka tingkat
kekeruhan air diklasifikasikan menengah atau cukup keruh. Sementara air yang jernih
menunjukkan kekeruhan air yang rendah.
• PH Air
Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH (puissance negative de H),
yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam suatu cairan.
Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut
dan dinyatakan sebagai kosentrasi ion hidrogen (dalam mol perliter) pada suhu tertentu
(Khordi, 2011). Dengan kata lain, pH air dapat diartikan sebagai suatu istilah yang
digunakan untuk menyatakan air dalam keadaan yang asam atau basa.
Kriteria nilai pH air dalam bentuk Tabel berikut ini:
Berdasarkan Tabel diatas dapat diuraikan bahwa air memiliki sifat yang asam (pH
rendah) apabila kadar pH kurang dari 7 atau lebih dari 0. Sebaliknya, air dikatakan
bersifat basa (alkalis) apabila derajat pH di dalam air kurang dari 14 dan lebih dari 7.
Sedangkan air bersifat netral apabila derajat keasaman sama dengan 7.
Nilai pH suatu perairan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti perubahan
cuaca. Fenomena cuaca yang terkait adalah curah hujan. Khordi (2007) menyatakan, jika
air hujan merupakan air yang sadah dan terkandung beberapa unsur dan molekul, di
antaranya CO2, H2S, Fe, dan lain-lain. Unsur-unsur tersebut akan mempengaruhi air,
terutama pH. Selain itu, sumber air yang dekat dengan rawa dapat menyebabkan pH air
menjadi cukup asam, mengingat pembusukkan kadar zat organik yang berasal dari akar-
akar tanaman cukup tinggi. Dalam dunia kesehatan, air pH yang asam dapat
mengakibatkan rasa iritasi pada mata.
Keseimbangan nilai pH air secara alami dapat dipengaruhi oleh nilai alkalinitas
dan kesadahan air. Alkalinitas atau yang dikenal dengan total alkalinitas adalah
konsentrasi total unsur basa-basa yang terkandung di dalam air dan biasanya dinyatakan
dalam satuan mg/l yang setara dengan total CaCO3 atau total kesadahan air. Dalam
kondisi air yang basa (pH>7), ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan
melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam, sehingga keadaan pH air kembali atau
relatif menjadi netral. Sebaliknya, bila keadaan air terlalu asam (pH<7), ion karbonat
akan mengalami hidrolis menjadi ion bikaronat dan melepaskan hidrogen oksida yang
bersifat asam, sehingga pH air kembali dalam keseimbangannya.
Air yang baik adalah air yang seimbang (pH=7), tidak bersifat basa maupun asam.
Contoh air dengan kondisi yang demikian adalah air murni. Namun, tidak semua air
dalam pH yang netral, terutama air alami. Seperti yang dikemukakan oleh Khordi,
(2011:73), bahwa nilai pH pada kebanyakan perairan alami berkisar antara 4-9.
Sungguhpun demikian, air yang normal memiliki kisaran nilai pH antara 6,5-8,5. Dalam
kisaran pH tersebut, air cocok dipergunakan sebagai air minum dan air pengisian
akuarium. Bahkan, Sutrisno (2010) menyatakan bahwa kontak antara badan dan perairan
pada pH 6,5-8,5 dianggap aman.
D. Zeolit
Zeolit berasal dari mineral Alumino silikat yang terdehidrasi dengan kation-kation
alkali dan alkali tanah, memiliki struktur dalam tiga dimensi yang tidak terbatas dengan
rongga-rongga. Adanya perbandingan silika dan aluminium yang bervariasi,
menghasilkan banyak jenis mineral zeolit yang terdapat di alam. Zeolit dalam
penggunaannya telah berkembang disebabkan oleh sifat-sifat yang dimilikinya yaitu
sebagai penyerap dan penyaring molekul, katalis dan penukar ion. Menurut Breck
terdapat 9 jenis zeolit yang telah ditemukan di alam yaitu (Marsidi, 2001):
Berdasarkan pada asalnya zeolit dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
zeolit alam dan zeolit sintetis. Sebelum digunakan sebagai adsorben, zeolit alam harus
diaktifkan terlebih dahulu agar jumlah pori-pori yang terbuka lebih banyak sehingga
luas permukaan pori-pori bertambah. Proses aktivasi zeolit dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu :
a) Secara fisis
b) Secara kimiawi
Aktivasi secara fisis berupa pemanasan zeolit dengan tujuan untuk menguapkan air
yang terperangkap dalam pori-pori kristal zeolit sehingga luas permukaan pori-pori
bertambah. Pemanasan dilakukan dalam oven biasa pada suhu 300-400˚C (untuk skala
laboratorium) atau menggunakan tungku putar dengan pemanasan secara penghampaan
selama 3 jam atau penghampaan selama 5 – 6 jam (skala besar). Aktivasi secara kimia
dilakukan dengan larutan asam H2SO4 atau basa NaOH dengan tujuan untuk
membersihkan permukaan pori, membuang senyawa pengotor dan mengatur kembali letak
atom yang dipertukarkan. Pereaksi kimia ditambahkan pada zeolit yang telah disusun dalam
tangki dan diaduk dalam jangka waktu tertentu. Zeolit kemudian dicuci dengan air sampai
netral dan selanjutnya dikeringkan. Zeolit yang cocok untuk adsorben yaitu apabila
diaktifkan akan memberikan rasio Si/Al yang tinggi (10-100). Zeolit dengan rasio Si/Al
tinggi bersifat hidrofob (Kusuma Rini, D., & Anthonius, L. 2010).
Sifat zeolit sebagai adsorben dan penyaring molekul, dimungkinkan karena struktur
zeolit yang berongga, sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul yang
[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2019
berukuran lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya. Selain itu kristal zeolit
yang telah terdehidrasi merupakan adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas
adsorpsi yang tinggi. Adsorpsi terjadi pada permukaan pori membran. Partikel zeolit
memiliki tiga tipe pori, yaitu macropore dan micropore (masing-masing dengan
ukuran >50nm dan <2nm). Di antara keduanya terdapat mesopore. Macropore
merupakan jalan masuk ke dalam partikel menuju micropore. Macropore tidak
berkontribusi terhadap besarnya luas permukaan membran zeolit. terbentuk selama
proses aktifasi. Pada micropore inilah sebagian besar peristiwa adsorpsi terjadi.
Sebaliknya, micropore adalah penyebab besarnya luas permukaan membran zeolit.
Micropore tersebut sebagian besar
E. Sungai Kalimas Surabaya
Kalimas (sungai mas) merupakan salah satu sunyai yang ada di Surabaya.
Kalimas merupakan pecahan Sungai Brantas yang berhulu di kota Mojokerto,
mengalir ke arah Timur Laut dan bermuara di Surabaya. Secara letaknya sampel air
yang di ambil dari sungai ini berada di Jalan Mnstrip Bogangin Surabaya. Sungai ini
terletak di sekitar industri di Surabaya seperti pabrik minyak “ikan dorang”, pabrik
pembuatan kaos dan pabrik pembuatan kabel. Banyaknya industri disekitar sungai ini
menyebabkan air di sungai ini tercemar sehingga perlu dianalisa kelayakannya
sebagai sebagai air bersih yang dapat digunakan untuk kebutuhan masyarkat sehari-
hari (Wikipedia, 2018).
Bahan:
Aquades secukupnya
Air PDAM secukupnya
Sampel air sungai secukupnya
Zeolit 45 gram
10 mL air PDAM
Bau
10 mL air sampel
Bau
2. Kekeruhan
10 mL air PDAM
Hasil
10 mL air sampel
Hasil
3. pH
50 mL air PDAM
pH
50 mL air sampel
pH
2017 untuk
Keperluan Air
Hygiene dan
Sanitasi, sehingga
dapat digolongkan
sebagai air bersih.
2. Uji Kekeruhan Air sampel: keruh Kekeruhan: Paraemeter fisik dan Berdasarkan uji
10 mL air sampel o Tanpa zeolit = kimia dalam satndar bau pada air
- Dimasukkan ke dalam botol turbidimeter 30,28 NTU baku mutu kesehatan sampel, air
- Dibaca kekeruhannya o + zeolit 10 g = lingkungan untuk sampel memiliki
- Diperiksa kekeruhan dengan dibandingkan dengan 0,77 NTU media air untuk kekeruhan sebesar
standar (air PDAM), dinyatakan dalam NTU o + zeolit 15 g = keperluan hygiene 30,28 NTU
0,14 NTU dan sanitasi menurut sedangkan air
Kekeruhan
o + zeolit 20 g = Permenkes RI No. 32 PDAM memiliki
10 mL air PDAM
Air PDAM: 0,29 NTU Tahun 2017 (kadar kekeruhan sebesar
- Dimasukkan ke dalam botol turbidimeter
jernih o Air PDAM = maksimum): 0,02 NTU, yang
- Dibaca kekeruhannya
0,02 NTU - Warna: 50 TCU menandakan
- Diperiksa kekeruhan dengan dibandingkan dengan air
- Bau: tidak berbau bahwa air sampel
sampel, dinyatakan dalam NTU
- Kekeruhan: 25 memiliki
Kekeruhan NTU kekeruhan di atas
1. Preparasi Sampel
Zeolit adalah senyawa zat kimia alumino-silikat berhidrat dengan kation
natrium, kalium dan barium. Zeolit memiliki pori-pori berukuran melekuler
sehingga mampu memisahkan/menyaring molekul dengan ukuran tertentu. Berikut
merupakan gambar perbedaan zeolit yang terhidrasi dan zeolit yang mengalami
dehidrasi.
Langkah pertama percobaan ini yaitu melakukan preparasi sampel yang akan
diuji. Preparasi sampel dilakukan dengan menyiapkan zeolite kemudian ditumbuk
dengan menggunakan mortar dan alu sampai menjadi serbuk. Zeolite dalam bentuk
serbuk akan memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga jumlah zat yang
akan diabsorbsi oleh zeolit semakin tinggi. Setelah dihaluskan selanjutnya zeolite
diayak dengan ayakan 100 mesh dan dipanaskan dengan menggunakan oven pada
suhu 250°C selama 2 jam. Pada suhu sekitar 250°C, air yang terikat pada struktur
zeolite akan terelepas. Zeolite yang telah dipanaskan merupakan zeolite yang
teraktivasi, dimana zeolite yang teraktivasi telah terbebas dari molekul air yang
menutupi porinya. Proses aktivasi dengan pemanasan suhu tinggi ini merupakan
aktivasi zeolite secara fisika. Zeolite yang terdehidrasi akan mempunyai struktur
pori terbuka dengan internal surface area besar sehingga kemampuan mengadsorb
molekul selain air semakin tinggi.
Pada percobaan ini terdapat variasi massa zeolit yang ditambahkan ke dalam
sampel yaitu 10, 15, 20, dan 25 gram. Variasi massa zeolit yang ditambahkan ke
sampel bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh massa zeolit dalam
mengadsorbi zat yang terdapat pada sampel. Secara teori zeolit dapat mengadsorbsi
beberapa zat yang terdapat di dalam sampel. Semakin banyak massa zeolit yang
ditambahkan ke sampel maka semakin banyak pula zat yang teradsorbsi oleh zeolit.
Langkah selanjutya yaitu menyiapkan 4 gelas kimia 400 mL yang diberi
tanda “10 gram”, “15 gram”, “20 gram”, dan “25 gram” yang masing-masing di isi
dengan air sampel (sedikit keruh) sebanyak 250 mL. Selanjutnya masing-masing
gelas kimia yang diberi tanda dan berisi air sampel ditambah dengan zeolit dengan
massa seperti tanda yang tertera pada gelas kimia. Kemudian ke empat gelas kimia
diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit. Tujuan pengadukan ini
yaitu agar zeolit dan air sampel homogen dan zeolite dapat mengadsorb zat-zat
yang terdapat dalam sampel. Setelah dilakukan pengadukan, langkah selanjutnya
yaitu memisahkan filtrat (sampel) dan residu (zeolit). Pemisahan dilakukan dengan
cara disaring menggunakan corong buchner dengan bantuan pompa vakum.
Penyaringan dilakukan sebanyak 3 kali untuk memastikan filtrat benar-benar tidak
tercampur dan terbebas dengan zeolit. Hasil penyaringan kemudian dimasukkan ke
dalam gelas kimia kembali dan ditutup dengan menggunakan Plastic Wrap agar
terhindar dari pengotor yang mungkin dapat mengotori sampel.
2. Pemerikasaan bau
Percobaan pertama yaitu bertujuan untuk mengetahui bau dari sampel yang
kemudian dibandingkan dengan air PDAM, dan disesuaikan dengan Permenkes RI
No. 32 Tahun 2017. Bau merupakan salah satu parameter fisika pada air yang
keberadaannya cukup mudah untuk diamati. Bau pada air dapat disebabkan oleh
adanya zat-zat atau material organik yang terkandung di dalam air.
Langkah percobaan ini yaitu disiapkan 5 tabung reaksi, tabung pertama
diisi dengan 10 ml air PDAM dan tabung kedua (tanpa zeolit), ketiga (zeolit 10
gram), keempat (zeolit 15 gram), dan kelima (zeolit 20 gram) diisi dengan 10 ml air
sampel. Kemudian dipanaskan sampai timbul gelembung gas dan diangkat tabung
lalu dicium bau, dan dibandingkan bau pada keempat tabung reaksi tersebut
hasilnya yaitu pada keempat tabung yang telah dipanaskan yang berisi air PDAM
maupun sampel tidak terdapat bau.
2. Kekeruhan
Percobaan kedua yaitu bertujuan untuk mengetahui kekeruhan air sampel
yang kemudian dibandingkan dengan air PDAM, dan disesuaikan dengan
Permenkes RI No. 32 Tahun 2017. Air dikatakan keruh jika mengandung partikel
bahan tersuspensi sehingga dapat menimbulkan kesan warna yang berlumpur dan
kotor.
Kekeruhan dapat dipengaruhi oleh:
(a) benda-benda halus yang disuspensikan, seperti lumpur dan sebagainya,
(b) adanya jasad-jasad renik (plankton), dan
(c) warna air
Langkah percobaan ini yaitu disiapkan 5 tabung reaksi, tabung pertama diisi
dengan 10 ml air PDAM dan tabung kedua (tanpa zeolit), ketiga (zeolit 10 gram),
keempat (zeolit 15 gram), dan kelima (zeolit 20 gram) diisi dengan 10 ml air
sampel. Kemudian dimasukkan ke dalam botol turbidimeter dan dibaca
kekeruhannya, kemudian dibandingkan kekeruhan antar tabung.
Kelompok 1 | Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 18
[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2
3. Uji pH
Percobaan ketiga yaitu bertujuan untuk mengetahui pH air sampel yang
kemudian dibandingkan dengan air PDAM, dan disesuaikan dengan Permenkes RI
No. 32 Tahun 2017. pH (puissance negative de H), yaitu logaritma dari kepekatan
ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam suatu cairan. Derajat keasaman atau pH
air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan
sebagai kosentrasi ion hidrogen (dalam mol perliter) pada suhu tertentu. Dengan
kata lain, pH air dapat diartikan sebagai suatu istilah yang digunakan untuk
menyatakan air dalam keadaan yang asam atau basa.
Langkah percobaan ini yaitu disiapkan 5 gelas kimia, gelas kimia pertama
diisi dengan 50 ml air PDAM dan gelas kimia kedua (tanpa zeolit), ketiga (zeolit 10
gram), keempat (zeolit 15 gram), dan kelima (zeolit 20 gram) diisi dengan 50 ml air
sampel. Langkah selanjutnya yaitu air diuji pH-nya dengan pH meter. Hasil uji
yang diperoleh yang diukur dengan pH meter tertera pada tabel di bawah ini.
No. Jenis air pH larutan
1 PDAM 7,33
2 Sampel (tanpa zeolit) 7,47
3 Sampel (zeolit 10 gram) 8,38
4 Sampel (zeolit 15 gram) 8,33
X. KESIMPULAN :
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disipulkan bahwa :
Hasil percobaan uji pemanasan maupun dibiarkan di udara terbuka pada air sampel
maupun air PDAM adalah tidak berbau yang menandakan bahwa air sampel masih
memenuhi persyaratan yang ditetapkan PMK No.32 Tahun 2017 untuk Keperluan
Air Hygiene dan Sanitasi, sehingga dapat digolongkan sebagai air bersih.
Hasil uji kekeruhan pada air sampel, air sampel memiliki kekeruhan sebesar 30,28
NTU sedangkan air PDAM memiliki kekeruhan sebesar 0,02 NTU, yang
menandakan bahwa air sampel memiliki kekeruhan di atas kadar maksimum yang
ditetapkan PMK No.32 Tahun 2017 untuk Keperluan Air Hygiene dan Sanitasi,
sehingga air sampel tidak digolongkan sebagai air bersih.
Hasil uji pH pada air sampel, air sampel memiliki pH sebesar 7,43 sedangkan air
PDAM memiliki pH sebesar 7,33 yang menandakan bahwa air sampel maupun air
PDAM memiliki pH yang masih diperbolehkan persyaratan yang ditetapkan PMK
No.32 Tahun 2017 untuk Keperluan Air Hygiene dan Sanitasi, sehingga dapat
digolongkan sebagai air bersih.
Tidak
dipanaskan berbau
LAMPIRAN
Dokumentasi Praktikum
Bau
1. 10 mL air sampel (dari
preparasi percobaan
sebelumnya) dan 10 mL
air PDAM dimasukkan
kedalam tabung reaksi
2. Dipanaskan sampai suhu
40◦C
Kekeruhan
1. 10 mL air sampel (dari
preparasi percobaan
sebelumnya) dan 10 mL
air PDAM dimasukkan
kedalam tabung
turbidimeter
2. Dibaca kekeruhannya
3. Diperiksa kekeruhan
dengan dibnadingkan
antara air PDAM dengan
air sampel (dalam FTU)
pH
1. 50 mL air sampel (dari
preparasi percobaan
sebelumnya) dan 50 mL
air PDAM dimasukkan
kedalam gelas kimia
2. Dicelupkan elektroda pH
meter kedalam gelas
kimia
3. Dicatat angka yang
muncul pada pH meter