Anda di halaman 1dari 23

I.

JUDUL PRAKTIKUM : Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH


II. TANGGAL PRAKTIKUM : 13 Maret 2019
III. WAKTU PRAKTIKUM : 07.00 - 09.30 WIB
IV. TUJUAN PRAKTIKUM :
1. Untuk mengetahui kualitas air secara fisika yaitu bau dan kekeruhan
2. Untuk mengetahui derajat keasaman air
V. DASAR TEORI :
A. Air
Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi. Sesuai dengan
kegunaannya, air dipakai sebagai air minum, untuk mandi dan mencuci, untuk pengairan
pertanian, air untuk sanitasi dan transportasi baik di sunagi maupun dilaut. Selain untuk
kebutuhan tersebut, air juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, yaitu
untuk menunjang kegiatan industri dan teknologi. Kegiatan industri dan teknologi tidak
dapat terlepas dari kebutuhan air (Wardhana, 2004).
Air mempunyai karakteristik fisik dan kimia yang menggambarkan kondisi air
tersebut. Karakter fisika adalah karakter pada air yang dapat terlihat secara langsung
melalui penampilan fisis air tanpa harus melakukan pengamatan yang lebih jauh pada air
tersebut. Seperti misalnya pada warna dan kekeruhan air yang dapat diamati dengan
hanya melihat penampilan visualnya. Sedangkan karakter kimia air meliputi banyaknya
senyawa kimia di dalam air. Untuk mengetahui hasilnya mutlak dipergunakan teknik uji
laboratorium.

B. Kualitas Air Bersih

Kualitas air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air
untuk pengunaan tertentu, misalnya air untuk diminum, air bersih, perikanan, dan lain
sebagainya. Berdasarkan Permenkes RI No.32 Tahun 2017 berikut parameter yang perlu
diperhatikan
C. Parameter Air

• Warna Air
Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna yang
sesungguhnya (true color) dan warna tampak (apparent color). Warna sesungguhnya
adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut. Pada penentuan
warna sesungguhnya, bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan
dipisahkan terlebih dahulu. Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan
oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi (Effendi, 2003). Dalam analisa air,
keduanya penting untuk dibedakan.
Warna perairan dapat ditimbulkan karena adanya bahan-bahan organik (keberadaan
plankton atau humus) maupun anorganik (seperti ion-ion logam besi, dan mangan). Adanya
kandungan bahan-bahan anorganik seperti oksida pada besi menyebabkan air bewarna
kemerahan, sedangkan oksida pada mangan menyebabkan air menjadi berwarna
kecoklatan/kehitaman. Kalsium karbonat yang berasal dari daerah berkapur juga dapat
menimbulkan warna kehijauan pada air. Bahan-bahan organik, misalnya tanin, lignin, dan
asam humus yang berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna
kecoklatan (Effendi, 2003). Selain itu, tingkat kekeruhan meskipun sangat sedikit dapat
menyebabkan air memiliki warna yang terlihat dari warna sesungguhnya.
Pewarna alamiah pada air dalam kondisi air yang berawa-rawa dapat disebabkan
oleh karena adanya aktivitas pembusukkan (de compotition) dari sejumlah bagian bahan-
bahan organis seperti daun, batang pohon, ranting-ranting pohon, dan lain sebagainya
yang mengalami kontak langsung terhadap sumber-sumber air. Adanya kelarutan bahan-
bahan tersebut dalam air dapat memberikan wana kuning-kecokelatan pada air tersebut.
Warna air dapat diamati secara visual (langsung) ataupun diukur dengan menggunakan
skala platinum kobalt (dinyatakan dengan satuan PtCo), dengan membandingkan warna
air sempel dan warna standar (Effendi, 2003). Nilai satu skala PtCo sebanding dengan
satuan skala TCU (True Color Unit).
• Bau Air
Bau merupakan salah satu parameter fisis pada air yang keberadaannya cukup
mudah untuk diamati. Bau pada air dapat disebabkan oleh adanya zat-zat atau material
organik yang terkandung di dalam air. Bau air dapat juga ditimbulkan akibat adanya
interaksi air dengan suhu. Bila semakin tinggi suhu air, maka semakin rendah daya larut
oksigen di dalam air dan sebaliknya. Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menimbulkan
bau yang tidak sedap akibat adanya degradasi anaerobik yang mungkin terjadi.
Alat penguji bau yang paling pokok adalah dengan menggunakan hidung manusia.
Uji terhadap bau air dilakukan untuk memperoleh suatu gambaran secara kualitatif dan
mendekati pengukuran kuantitatif dari intensitas bau (Djalil, 1993). Selain dengan
menggunakan indera penciuman (hidung), untuk menentukan derajat bau air juga dapat
dilakukan dengan cara pengenceran. Misalnya, air bau diencerkan dua kali hingga
menjadi tidak bau, berarti derajat bau itu rendah. Sebaliknya, jika diencerkan berkali-kali
tetap masih bau berarti derajat bau tinggi (Kusnaedi, 2010).
Secara kualitatif kondisi air pada parameter bau air dibedakan menjadi air yang
tidak memiliki bau dan air yang berbau. Apabila dikaitkan dengan kualitas air bersih,
maka kondisi air yang tidak berbau adalah air dengan kualitas yang baik. Karena air yang
baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dekat (Kusnaedi, 2010). Air
yang berbau menunjukan adanya zat-zat tertentu yang terkandung di dalamnya.

 Kekeruhan Air

Air yang banyak mengandung partikel bahan tersuspensi dapat menimbulkan kesan
warna yang berlumpur dan kotor. Dalam kondisi yang demikian, air dikatakan keruh.
Kekeruhan pada air dapat mempengaruhi tingkat kecerahan suatu perairan. Kekeruhan dapat
dipengaruhi oleh: (a) benda-benda halus yang disuspensikan, seperti lumpur dan sebagainya,
(b) adanya jasad-jasad renik (plankton), dan (c) warna air (Khordi, 2011).
Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas yang setara dengan mg/l SiO2.
Peralatan yang pertama kali digunakan untuk mengukur turbiditas atau kekeruhan adalah
Jackson Candler Turbidimeter, yang dikalibrasi dengan menggunakan silica. Kemudian
Jackson Candler Turbidimeter dijadikan sebagai alat baku atau standar bagi pengukuran
kekeruhan. Satu unit turbiditas Jackson Candler Turbidimeter dinyatakan dengan 1 JTU.
Selain dengan menggunakan Jackson Candler Turbidimeter, kekeruhan dapat juga
diukur dengan metode Nephelometric. Metode ini didasarkan atas perbandingan intensitas
cahaya yang dihamburkan oleh contoh pada kondisi tertentu dengan intensitas cahaya yang
dihamburkan oleh suspensi standar pembanding pada kondisi yang sama. Makin tinggi
intensitas yang dihamburkan, makin tinggi tingkat kekeruhannya (Djalil, 1993). Satuan
kekeruhan yang diukur dengan metode Nephelometric adalah NTU (Nephelometric
Turbidity Unit) (Khordi, 2011).
Melalui pangamatan secara visual, tingkat kekeruhan air dapat ditentukan secara
sederhana. Klasifikasi yang ditentukan sudah barang tentu akan bersifat kualitatif.
Apabila air diketahui memiliki panampilan yang keruh dan tidak tembus pandang berarti
air memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi. Air yang terlalu pekat dapat menghalangi
penglihatan oleh mata akibat banyaknya benda-benda halus yang ikut tercampur dan larut
di dalam air. Namun ada kalanya, air yang terlihat keruh masih memiliki penampilan
yang tembus pandang meskipun terbatas. Dalam kondisi tersebut, maka tingkat
kekeruhan air diklasifikasikan menengah atau cukup keruh. Sementara air yang jernih
menunjukkan kekeruhan air yang rendah.

• PH Air
Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH (puissance negative de H),
yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam suatu cairan.
Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut
dan dinyatakan sebagai kosentrasi ion hidrogen (dalam mol perliter) pada suhu tertentu
(Khordi, 2011). Dengan kata lain, pH air dapat diartikan sebagai suatu istilah yang
digunakan untuk menyatakan air dalam keadaan yang asam atau basa.
Kriteria nilai pH air dalam bentuk Tabel berikut ini:

Berdasarkan Tabel diatas dapat diuraikan bahwa air memiliki sifat yang asam (pH
rendah) apabila kadar pH kurang dari 7 atau lebih dari 0. Sebaliknya, air dikatakan
bersifat basa (alkalis) apabila derajat pH di dalam air kurang dari 14 dan lebih dari 7.
Sedangkan air bersifat netral apabila derajat keasaman sama dengan 7.
Nilai pH suatu perairan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti perubahan
cuaca. Fenomena cuaca yang terkait adalah curah hujan. Khordi (2007) menyatakan, jika
air hujan merupakan air yang sadah dan terkandung beberapa unsur dan molekul, di
antaranya CO2, H2S, Fe, dan lain-lain. Unsur-unsur tersebut akan mempengaruhi air,
terutama pH. Selain itu, sumber air yang dekat dengan rawa dapat menyebabkan pH air
menjadi cukup asam, mengingat pembusukkan kadar zat organik yang berasal dari akar-
akar tanaman cukup tinggi. Dalam dunia kesehatan, air pH yang asam dapat
mengakibatkan rasa iritasi pada mata.
Keseimbangan nilai pH air secara alami dapat dipengaruhi oleh nilai alkalinitas
dan kesadahan air. Alkalinitas atau yang dikenal dengan total alkalinitas adalah
konsentrasi total unsur basa-basa yang terkandung di dalam air dan biasanya dinyatakan
dalam satuan mg/l yang setara dengan total CaCO3 atau total kesadahan air. Dalam
kondisi air yang basa (pH>7), ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan
melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam, sehingga keadaan pH air kembali atau
relatif menjadi netral. Sebaliknya, bila keadaan air terlalu asam (pH<7), ion karbonat
akan mengalami hidrolis menjadi ion bikaronat dan melepaskan hidrogen oksida yang
bersifat asam, sehingga pH air kembali dalam keseimbangannya.
Air yang baik adalah air yang seimbang (pH=7), tidak bersifat basa maupun asam.
Contoh air dengan kondisi yang demikian adalah air murni. Namun, tidak semua air
dalam pH yang netral, terutama air alami. Seperti yang dikemukakan oleh Khordi,
(2011:73), bahwa nilai pH pada kebanyakan perairan alami berkisar antara 4-9.
Sungguhpun demikian, air yang normal memiliki kisaran nilai pH antara 6,5-8,5. Dalam
kisaran pH tersebut, air cocok dipergunakan sebagai air minum dan air pengisian
akuarium. Bahkan, Sutrisno (2010) menyatakan bahwa kontak antara badan dan perairan
pada pH 6,5-8,5 dianggap aman.
D. Zeolit
Zeolit berasal dari mineral Alumino silikat yang terdehidrasi dengan kation-kation
alkali dan alkali tanah, memiliki struktur dalam tiga dimensi yang tidak terbatas dengan
rongga-rongga. Adanya perbandingan silika dan aluminium yang bervariasi,
menghasilkan banyak jenis mineral zeolit yang terdapat di alam. Zeolit dalam
penggunaannya telah berkembang disebabkan oleh sifat-sifat yang dimilikinya yaitu
sebagai penyerap dan penyaring molekul, katalis dan penukar ion. Menurut Breck
terdapat 9 jenis zeolit yang telah ditemukan di alam yaitu (Marsidi, 2001):
Berdasarkan pada asalnya zeolit dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
zeolit alam dan zeolit sintetis. Sebelum digunakan sebagai adsorben, zeolit alam harus
diaktifkan terlebih dahulu agar jumlah pori-pori yang terbuka lebih banyak sehingga
luas permukaan pori-pori bertambah. Proses aktivasi zeolit dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu :
a) Secara fisis
b) Secara kimiawi
Aktivasi secara fisis berupa pemanasan zeolit dengan tujuan untuk menguapkan air
yang terperangkap dalam pori-pori kristal zeolit sehingga luas permukaan pori-pori
bertambah. Pemanasan dilakukan dalam oven biasa pada suhu 300-400˚C (untuk skala
laboratorium) atau menggunakan tungku putar dengan pemanasan secara penghampaan
selama 3 jam atau penghampaan selama 5 – 6 jam (skala besar). Aktivasi secara kimia
dilakukan dengan larutan asam H2SO4 atau basa NaOH dengan tujuan untuk
membersihkan permukaan pori, membuang senyawa pengotor dan mengatur kembali letak
atom yang dipertukarkan. Pereaksi kimia ditambahkan pada zeolit yang telah disusun dalam
tangki dan diaduk dalam jangka waktu tertentu. Zeolit kemudian dicuci dengan air sampai
netral dan selanjutnya dikeringkan. Zeolit yang cocok untuk adsorben yaitu apabila
diaktifkan akan memberikan rasio Si/Al yang tinggi (10-100). Zeolit dengan rasio Si/Al
tinggi bersifat hidrofob (Kusuma Rini, D., & Anthonius, L. 2010).
Sifat zeolit sebagai adsorben dan penyaring molekul, dimungkinkan karena struktur
zeolit yang berongga, sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul yang
[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2019

berukuran lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya. Selain itu kristal zeolit
yang telah terdehidrasi merupakan adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas
adsorpsi yang tinggi. Adsorpsi terjadi pada permukaan pori membran. Partikel zeolit
memiliki tiga tipe pori, yaitu macropore dan micropore (masing-masing dengan
ukuran >50nm dan <2nm). Di antara keduanya terdapat mesopore. Macropore
merupakan jalan masuk ke dalam partikel menuju micropore. Macropore tidak
berkontribusi terhadap besarnya luas permukaan membran zeolit. terbentuk selama
proses aktifasi. Pada micropore inilah sebagian besar peristiwa adsorpsi terjadi.
Sebaliknya, micropore adalah penyebab besarnya luas permukaan membran zeolit.
Micropore tersebut sebagian besar
E. Sungai Kalimas Surabaya
Kalimas (sungai mas) merupakan salah satu sunyai yang ada di Surabaya.
Kalimas merupakan pecahan Sungai Brantas yang berhulu di kota Mojokerto,
mengalir ke arah Timur Laut dan bermuara di Surabaya. Secara letaknya sampel air
yang di ambil dari sungai ini berada di Jalan Mnstrip Bogangin Surabaya. Sungai ini
terletak di sekitar industri di Surabaya seperti pabrik minyak “ikan dorang”, pabrik
pembuatan kaos dan pabrik pembuatan kabel. Banyaknya industri disekitar sungai ini
menyebabkan air di sungai ini tercemar sehingga perlu dianalisa kelayakannya
sebagai sebagai air bersih yang dapat digunakan untuk kebutuhan masyarkat sehari-
hari (Wikipedia, 2018).

VI. ALAT DAN BAHAN :


Alat:
 Gelas kimia 250 mL 1 buah
 Gelas kimia 100 mL 2 buah
 Gelas ukur 10 mL 1 buah
 Corong 1 buah
 Turbidimeter 1 buah
 Pipet tetes secukupnya
 pH meter 1 buah
Kelompok 1| Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 8
[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2019

 Tabung reaksi 5 buah


 Bunsen 1 buah
 Kaki tiga 1 buah
 Kasa 1 buah
 Penjepit kayu 1 buah

Bahan:
 Aquades secukupnya
 Air PDAM secukupnya
 Sampel air sungai secukupnya
 Zeolit 45 gram

VII. ALUR PERCOBAAN :


1. Bau

10 mL air PDAM

-Dimasukkan ke dalam tabung reaksi


-Dipanaskan sampai 40ºC
-Diangkat tabung
-Dicium bau gas

Bau

Kelompok 1| Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 9


[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2019

10 mL air sampel

-Dimasukkan ke dalam tabung reaksi


-Dipanaskan sampai 40ºC
-Diangkat tabung
-Dicium bau gas

Bau

2. Kekeruhan

10 mL air PDAM

-Dimasukkan botol turbidimeter


-Dibaca kekeruhannya
-Diperiksa kekeruhan dengan dibandingkan
dengan air sampel, dinyatakan dalam
FTU

Hasil

10 mL air sampel

-Dimasukkan botol turbidimeter


-Dibaca kekeruhannya
-Diperiksa kekeruhan dengan dibandingkan
dengan standar (air PDAM), dinyatakan dalam
FTU

Hasil

Kelompok 1| Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 10


[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2019

3. pH

50 mL air PDAM

-Dimasukkan ke dalam gelas kimia


-Dicelupkan elektroda pH meter / dicelupkan kertas
indikator universal
-Dicatat angka yang muncul pada pH meter /dibandingkan
warna pada kartu indikator dengan indikatornya

pH

50 mL air sampel

-Dimasukkan ke dalam gelas kimia


-Dicelupkan elektroda pH meter / dicelupkan kertas
indikator universal
-Dicatat angka yang muncul pada pH meter /dibandingkan
warna pada pada kartu indikator dengan indikatornya

pH

Kelompok 1| Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 11


[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2019

VIII. HASIL PERCOBAAN :


Hasil Pengamatan
Prosedur Percobaan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
1. Uji Bau  Air sampel: tidak  Air sampel Paraemeter fisik dan Berdasarkan uji
10 mL air sampel 10 mL air sampel berbau dipanaskan: tidak kimia dalam satndar bau pada air
- Dimasukkan ke dalam - Dimasukkan ke dalam berbau baku mutu kesehatan sampel, hasil
tabung reaksi tabung reaksi  Air sampel lingkungan untuk percobaan uji
- Dipanaskan sampai 40°C - Dibiarkan di udara terbuka dibiarkan di udara media air untuk pemanasan
- Diangkat - Ditunggu beberapa menit terbuka: tidak keperluan hygiene maupun dibiarkan
- Dicium bau gas - Dicium bau gas berbau dan sanitasi menurut di udara terbuka

Bau Bau Permenkes RI No. 32 pada air sampel


Tahun 2017 (kadar maupun air
10 mL air PDAM 10 mL air PDAM  Air PDAM: tidak  Air PDAM maksimum): PDAM adalah
- Dimasukkan ke dalam - Dimasukkan ke dalam berbau dipanaskan: tidak - Warna: 50 TCU tidak berbau yang
tabung reaksi tabung reaksi berbau - Bau: tidak berbau menandakan
- Dipanaskan sampai 40°C - Dibiarkan di udara terbuka  Air PDAM - Kekeruhan: 25 bahwa air sampel
- Diangkat - Ditunggu beberapa menit dibiarkan di udara NTU masih memenuhi
- Dicium bau gas - Dicium bau gas terbuka: tidak - pH: 6,5 - 8,5 persyaratan yang
Bau Bau berbau ditetapkan PMK
No.32 Tahun

Kelompok 1 | Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 12


[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2019

2017 untuk
Keperluan Air
Hygiene dan
Sanitasi, sehingga
dapat digolongkan
sebagai air bersih.
2. Uji Kekeruhan  Air sampel: keruh  Kekeruhan: Paraemeter fisik dan Berdasarkan uji

10 mL air sampel o Tanpa zeolit = kimia dalam satndar bau pada air
- Dimasukkan ke dalam botol turbidimeter 30,28 NTU baku mutu kesehatan sampel, air
- Dibaca kekeruhannya o + zeolit 10 g = lingkungan untuk sampel memiliki
- Diperiksa kekeruhan dengan dibandingkan dengan 0,77 NTU media air untuk kekeruhan sebesar
standar (air PDAM), dinyatakan dalam NTU o + zeolit 15 g = keperluan hygiene 30,28 NTU
0,14 NTU dan sanitasi menurut sedangkan air
Kekeruhan
o + zeolit 20 g = Permenkes RI No. 32 PDAM memiliki
10 mL air PDAM
 Air PDAM: 0,29 NTU Tahun 2017 (kadar kekeruhan sebesar
- Dimasukkan ke dalam botol turbidimeter
jernih o Air PDAM = maksimum): 0,02 NTU, yang
- Dibaca kekeruhannya
0,02 NTU - Warna: 50 TCU menandakan
- Diperiksa kekeruhan dengan dibandingkan dengan air
- Bau: tidak berbau bahwa air sampel
sampel, dinyatakan dalam NTU
- Kekeruhan: 25 memiliki
Kekeruhan NTU kekeruhan di atas

Kelompok 1 | Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 13


[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2019

- pH: 6,5 - 8,5 kadar maksimum


yang ditetapkan
PMK No.32
Tahun 2017 untuk
Keperluan Air
Hygiene dan
Sanitasi, sehingga
air sampel tidak
digolongkan
sebagai air bersih.
3. Uji pH  Air sampel: pH  pH air sampel: Paraemeter fisik dan Berdasarkan uji
50 mL air sampel belum diketahui o tanpa zeolit = kimia dalam satndar pH pada air
- Dimasukkan ke dalam gelas ukur 7,47 baku mutu kesehatan sampel, air
- Dicelupkan elektroda pH meter o + zeolit 10 g = lingkungan untuk sampel memiliki
- Dicatat angka yang muncul pada pH meter 8,38 media air untuk pH sebesar 7,43

pH o + zeolit 15 g = keperluan hygiene sedangkan air


8,33 dan sanitasi menurut PDAM memiliki
o + zeolit 20 g = Permenkes RI No. 32 pH sebesar 7,33
8,38 Tahun 2017 (kadar yang menandakan
 pH air PDAM = maksimum): bahwa air sampel

Kelompok 1 | Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 14


[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2019

 Air PDAM: pH 7,33 - Warna: 50 TCU maupun air


50 mL air PDAM
belum diketahui - Bau: tidak berbau PDAM memiliki
- Dimasukkan ke dalam gelas ukur
- Kekeruhan: 25 pH yang masih
- Dicelupkan elektroda pH meter
NTU diperbolehkan
- Dicatat angka yang muncul pada pH meter
- pH: 6,5 - 8,5 persyaratan yang
pH ditetapkan PMK
No.32 Tahun
2017 untuk
Keperluan Air
Hygiene dan
Sanitasi, sehingga
dapat digolongkan
sebagai air bersih.

Kelompok 1 | Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 15


[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2

IX. ANALISIS DAN PEMBAHASAN :


Pada percobaan yang berjudul ” Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH”
bertujuan untuk untuk mengetahui kualitas air secara fisika yaitu bau dan kekeruhan
dan untuk mengetahui derajat keasaman air. Berdasarkan dengan PERMENKES RI
No. 32 Tahun 2017. Parameter yang diperhatikan dalam analisis air meliputi
parameter kimia, fisika dan biologi. Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi
digunakan untuk pemeliharaan kebersihan perorangan seperti mandi dan sikat gigi,
serta untuk keperluan cuci bahan pangan, peralatan makan, dan pakaian.
Pada percobaan ini akan dilakukan uji parameter fisika dan kimia sampel air
yang meliputi warna, bau, kekeruhan, dan pH. Karakter fisika merupakan karakter
pada air yang dapat terlihat secara langsung melalui penampilan fisis air tanpa harus
melakukan pengamatan yang lebih jauh pada air tersebut. Sedangkan pada karakter
kimia untuk mengetahui hasil mutlak analisis air dipergunakan teknik uji
laboratorium.
Sampel air yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari air Sungai
Kalimas, Jalan Mastrip Bogangin. Pada daerah tersebut, Sungai Kalimas dekat
dengan Pabrik Minyak Goreng “Ikan Dorang”, Pabrik Pembuatan Kaos, dan Pabrik
Pembuatan Kabel, sehingga terdapat kemungkinan bahwa air sungai tersebut
tercemar oleh limbah pabrik.

1. Preparasi Sampel
Zeolit adalah senyawa zat kimia alumino-silikat berhidrat dengan kation
natrium, kalium dan barium. Zeolit memiliki pori-pori berukuran melekuler
sehingga mampu memisahkan/menyaring molekul dengan ukuran tertentu. Berikut
merupakan gambar perbedaan zeolit yang terhidrasi dan zeolit yang mengalami
dehidrasi.

Kelompok 1 | Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 16


[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2

Langkah pertama percobaan ini yaitu melakukan preparasi sampel yang akan
diuji. Preparasi sampel dilakukan dengan menyiapkan zeolite kemudian ditumbuk
dengan menggunakan mortar dan alu sampai menjadi serbuk. Zeolite dalam bentuk
serbuk akan memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga jumlah zat yang
akan diabsorbsi oleh zeolit semakin tinggi. Setelah dihaluskan selanjutnya zeolite
diayak dengan ayakan 100 mesh dan dipanaskan dengan menggunakan oven pada
suhu 250°C selama 2 jam. Pada suhu sekitar 250°C, air yang terikat pada struktur
zeolite akan terelepas. Zeolite yang telah dipanaskan merupakan zeolite yang
teraktivasi, dimana zeolite yang teraktivasi telah terbebas dari molekul air yang
menutupi porinya. Proses aktivasi dengan pemanasan suhu tinggi ini merupakan
aktivasi zeolite secara fisika. Zeolite yang terdehidrasi akan mempunyai struktur
pori terbuka dengan internal surface area besar sehingga kemampuan mengadsorb
molekul selain air semakin tinggi.
Pada percobaan ini terdapat variasi massa zeolit yang ditambahkan ke dalam
sampel yaitu 10, 15, 20, dan 25 gram. Variasi massa zeolit yang ditambahkan ke
sampel bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh massa zeolit dalam
mengadsorbi zat yang terdapat pada sampel. Secara teori zeolit dapat mengadsorbsi
beberapa zat yang terdapat di dalam sampel. Semakin banyak massa zeolit yang
ditambahkan ke sampel maka semakin banyak pula zat yang teradsorbsi oleh zeolit.
Langkah selanjutya yaitu menyiapkan 4 gelas kimia 400 mL yang diberi
tanda “10 gram”, “15 gram”, “20 gram”, dan “25 gram” yang masing-masing di isi
dengan air sampel (sedikit keruh) sebanyak 250 mL. Selanjutnya masing-masing
gelas kimia yang diberi tanda dan berisi air sampel ditambah dengan zeolit dengan
massa seperti tanda yang tertera pada gelas kimia. Kemudian ke empat gelas kimia
diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit. Tujuan pengadukan ini
yaitu agar zeolit dan air sampel homogen dan zeolite dapat mengadsorb zat-zat
yang terdapat dalam sampel. Setelah dilakukan pengadukan, langkah selanjutnya
yaitu memisahkan filtrat (sampel) dan residu (zeolit). Pemisahan dilakukan dengan
cara disaring menggunakan corong buchner dengan bantuan pompa vakum.
Penyaringan dilakukan sebanyak 3 kali untuk memastikan filtrat benar-benar tidak
tercampur dan terbebas dengan zeolit. Hasil penyaringan kemudian dimasukkan ke
dalam gelas kimia kembali dan ditutup dengan menggunakan Plastic Wrap agar
terhindar dari pengotor yang mungkin dapat mengotori sampel.

Kelompok 1 | Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 17


[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2

2. Pemerikasaan bau
Percobaan pertama yaitu bertujuan untuk mengetahui bau dari sampel yang
kemudian dibandingkan dengan air PDAM, dan disesuaikan dengan Permenkes RI
No. 32 Tahun 2017. Bau merupakan salah satu parameter fisika pada air yang
keberadaannya cukup mudah untuk diamati. Bau pada air dapat disebabkan oleh
adanya zat-zat atau material organik yang terkandung di dalam air.
Langkah percobaan ini yaitu disiapkan 5 tabung reaksi, tabung pertama
diisi dengan 10 ml air PDAM dan tabung kedua (tanpa zeolit), ketiga (zeolit 10
gram), keempat (zeolit 15 gram), dan kelima (zeolit 20 gram) diisi dengan 10 ml air
sampel. Kemudian dipanaskan sampai timbul gelembung gas dan diangkat tabung
lalu dicium bau, dan dibandingkan bau pada keempat tabung reaksi tersebut
hasilnya yaitu pada keempat tabung yang telah dipanaskan yang berisi air PDAM
maupun sampel tidak terdapat bau.

Berdasarkan Permenkes RI No.32 Tahun 2017 bau air untuk keperluan


hygiene sanitasi yaitu tidak berbau. Sehingga air PDAM dan sampel yang tidak
berbau pada percobaan ini menandakan bahwa air tersebut memenuhi persyaratan
yang ditetapkan PMK no.32 Tahun 2017 untuk keperluan air hygiene dan saitasi,
sehingga dapat digolongkan sebagai air bersih.

2. Kekeruhan
Percobaan kedua yaitu bertujuan untuk mengetahui kekeruhan air sampel
yang kemudian dibandingkan dengan air PDAM, dan disesuaikan dengan
Permenkes RI No. 32 Tahun 2017. Air dikatakan keruh jika mengandung partikel
bahan tersuspensi sehingga dapat menimbulkan kesan warna yang berlumpur dan
kotor.
Kekeruhan dapat dipengaruhi oleh:
(a) benda-benda halus yang disuspensikan, seperti lumpur dan sebagainya,
(b) adanya jasad-jasad renik (plankton), dan
(c) warna air

Langkah percobaan ini yaitu disiapkan 5 tabung reaksi, tabung pertama diisi
dengan 10 ml air PDAM dan tabung kedua (tanpa zeolit), ketiga (zeolit 10 gram),
keempat (zeolit 15 gram), dan kelima (zeolit 20 gram) diisi dengan 10 ml air
sampel. Kemudian dimasukkan ke dalam botol turbidimeter dan dibaca
kekeruhannya, kemudian dibandingkan kekeruhan antar tabung.
Kelompok 1 | Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 18
[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2

Pada percobaan ini pengukuran dilakukan dengan alat turbidimeter dimana


prinsipnya yaitu alat akan memancarkan cahaya pada media atau sampel, dan
cahaya tersebut akan diserap, dipantulkan atau menembus media tersebut. Cahaya
yang menembus media akan diukur dan ditransfer kedalam bentuk angka.
Jika seberkas sinar/cahaya masuk ke dalam sebuah medium air yang berisi
partikel maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh partikel yang berada pada
medium air tersebut. Sehingga jika dalam medium air tersebut terdapat lebih
banyak partikel sinar yang terhambur maka sinar yang terhambur akan menjadi
lebih banyak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa besarnya intensitas sinar yang
dihamburkan dapat menjadi ukuran untuk menentukan banyaknya partikel didalam
medium. Dalam hal ini pertikel dalam medium menimbulkan kekeruhan tertentu.
Jadi intensitas sinar yang dihamburkan dapat menjadi ukuran untuk menentukan
tingkat kekeruhan air tersebut.
Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas yang setara dengan mg/l
SiO2. Kekruhan selain dapat diukur dengan menggunakan turbidimeter dapat pula
diukur dengan menggunakan metode Nephelometric. Metode ini didasarkan atas
perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan oleh contoh pada kondisi tertentu
dengan intensitas cahaya yang dihamburkan oleh suspensi standar pembanding pada
kondisi yang sama. Makin tinggi intensitas yang dihamburkan, makin tinggi tingkat
kekeruhannya (Djalil, 1993). Satuan kekeruhan yang diukur dengan metode
Nephelometric adalah NTU (Nephelometric Turbidity Unit).
Pada percobaan ini diperoleh nilai kekeruhan yang diukur dengan
turbidimeter yaitu
Nilai kekeruhan
No. Jenis air
(NTU)
1 PDAM 0,02
2 Sampel (tanpa zeolit) 30,28
3 Sampel (zeolit 10 gram) 0,77
4 Sampel (zeolit 15 gram) 0,14
5 Sampel (zeolit 20 gram) 0,29

Kelompok 1 | Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 19


[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2

Batas maksimum kekruhan air untuk keperluan hygiene sanitasi berdasarkan


Permenkes RI No.32 Tahun 2017 yaitu sebesar 25 NTU. Formazin Nephelometric
Unit (FNU) sama dengan Nephelometric kekeruhan Unit (NTU) dimana
pengukuran didasarkan pada tersebarnya cahaya di 90 derajat dari light beam, tapi
FNU diukur dengan sumber cahaya inframerah berdasarkan metode ISO 7027
Sedangkan NTU diukur dengan cahaya putih menurut metode EPA 180.1. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa satuan FNU sebanding dengan NTU.
Berdasarkan hasil percobaan, kadar kekeruhan air sampel (tanpa zeolit)
melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh Permenkes RI, sehingga tidak
digolongkan sebagai air bersih. Sedangkan air PDAM dan air sampel (setelah
pemberian zeolit dengan berbagai massa) memiliki kadar kekeruhan air tidak
melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh Permenkes RI dan digolongkan
sebagi air bersih.

3. Uji pH
Percobaan ketiga yaitu bertujuan untuk mengetahui pH air sampel yang
kemudian dibandingkan dengan air PDAM, dan disesuaikan dengan Permenkes RI
No. 32 Tahun 2017. pH (puissance negative de H), yaitu logaritma dari kepekatan
ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam suatu cairan. Derajat keasaman atau pH
air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan
sebagai kosentrasi ion hidrogen (dalam mol perliter) pada suhu tertentu. Dengan
kata lain, pH air dapat diartikan sebagai suatu istilah yang digunakan untuk
menyatakan air dalam keadaan yang asam atau basa.
Langkah percobaan ini yaitu disiapkan 5 gelas kimia, gelas kimia pertama
diisi dengan 50 ml air PDAM dan gelas kimia kedua (tanpa zeolit), ketiga (zeolit 10
gram), keempat (zeolit 15 gram), dan kelima (zeolit 20 gram) diisi dengan 50 ml air
sampel. Langkah selanjutnya yaitu air diuji pH-nya dengan pH meter. Hasil uji
yang diperoleh yang diukur dengan pH meter tertera pada tabel di bawah ini.
No. Jenis air pH larutan
1 PDAM 7,33
2 Sampel (tanpa zeolit) 7,47
3 Sampel (zeolit 10 gram) 8,38
4 Sampel (zeolit 15 gram) 8,33

Kelompok 1 | Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 20


[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2

5 Sampel (zeolit 20 gram) 8,38

Batas maksimum pH air untuk keperluan higiene sanitasi berdasarkan


Permenkes RI No.32 Tahun 2017 yaitu sebesar 6,5-8,5. Sehingga berdasarkan
pengukuran pH dengan pH meter, air PDAM dan air sampel (baik penambahan
zeolit maupun tidak) merupakan air yang tergolong air bersih. Namun, air sampel
ini masih harus diuji lebih lanjut untuk memastikan kelayakannya sebagai air
Higiene Sanitasi, dimana terdapat parameter lain selain derajat keasaman (pH).
Parameter yang diperhatikan meliputi parameter kimia, fisika dan biologi
berdasarkan Permenkes RI No.32 Tahun 2017.

X. KESIMPULAN :
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disipulkan bahwa :
 Hasil percobaan uji pemanasan maupun dibiarkan di udara terbuka pada air sampel
maupun air PDAM adalah tidak berbau yang menandakan bahwa air sampel masih
memenuhi persyaratan yang ditetapkan PMK No.32 Tahun 2017 untuk Keperluan
Air Hygiene dan Sanitasi, sehingga dapat digolongkan sebagai air bersih.
 Hasil uji kekeruhan pada air sampel, air sampel memiliki kekeruhan sebesar 30,28
NTU sedangkan air PDAM memiliki kekeruhan sebesar 0,02 NTU, yang
menandakan bahwa air sampel memiliki kekeruhan di atas kadar maksimum yang
ditetapkan PMK No.32 Tahun 2017 untuk Keperluan Air Hygiene dan Sanitasi,
sehingga air sampel tidak digolongkan sebagai air bersih.
 Hasil uji pH pada air sampel, air sampel memiliki pH sebesar 7,43 sedangkan air
PDAM memiliki pH sebesar 7,33 yang menandakan bahwa air sampel maupun air
PDAM memiliki pH yang masih diperbolehkan persyaratan yang ditetapkan PMK
No.32 Tahun 2017 untuk Keperluan Air Hygiene dan Sanitasi, sehingga dapat
digolongkan sebagai air bersih.

XI. PERTANYAAN DAN JAWABAN :


1. Buatlah tabel dari hasil pengukuran sampel-sampel yang telah anda lakukan !
Jawab :

Kelompok 1 | Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 21


[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2

Jenis Perlakuan Parameter


sampel Bau Kekeruhan pH
Tidak
Air Tanpa berbau 30,28 NTU 7,47
sampel dipanaskan

Tidak
dipanaskan berbau

Air Tanpa Tidak 0,02 NTU 7,33


PDAM dipanaskan berbau
dipanaskan Tidak
berbau

XII. DAFTAR PUSTAKA :


Djalil, Syarifudin. 1993. Petunjuk Pemeriksaan Air Minum/Air Bersih. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Dan
Lingkungan Perairan. Yogjakarta : Kansius.
Khordi K, M. G. H. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan.
Jakarta : Rineka Cipta.
Khordi. K, M. G. H.. 2011. Panduan Lengkap Bisnis dan Budi Daya Ikan Gabus .
Yogyakarta: Lily Publisher.
Kusnaedi. 2010. Mengolah Air Kotor untuk Air Minum. Jakarta: Swadaya.
Kusuma Rini, D., & Anthonius, L. 2010. Optimasi Aktivasi Zeolit Alam
Untuk Dehumidifikasi. (Doctoral dissertation, Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro).

Kelompok 1 | Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 22


[LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN] 13 Maret 2

LAMPIRAN
 Dokumentasi Praktikum

Bau
1. 10 mL air sampel (dari
preparasi percobaan
sebelumnya) dan 10 mL
air PDAM dimasukkan
kedalam tabung reaksi
2. Dipanaskan sampai suhu
40◦C

Kekeruhan
1. 10 mL air sampel (dari
preparasi percobaan
sebelumnya) dan 10 mL
air PDAM dimasukkan
kedalam tabung
turbidimeter
2. Dibaca kekeruhannya
3. Diperiksa kekeruhan
dengan dibnadingkan
antara air PDAM dengan
air sampel (dalam FTU)

pH
1. 50 mL air sampel (dari
preparasi percobaan
sebelumnya) dan 50 mL
air PDAM dimasukkan
kedalam gelas kimia
2. Dicelupkan elektroda pH
meter kedalam gelas
kimia
3. Dicatat angka yang
muncul pada pH meter

Kelompok 1 | Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH 23

Anda mungkin juga menyukai