Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non
polar seperti eter, aseton, dan kloroform. Kelarutan asam amino ini berbeda dengan asam
karboksilat dan amina. Asam amino mempunyai titik lebur yang tinggi bila dibandingkan
dengan asam karboksilat dan amina. Hal ini menunjukkan bahwa asam amino cenderung
mempunyai struktur yang bermuatan dan mempunyai polaritas tinggi dan bukan sekedar
senyawa yang mempunyai gugus –COOH dan gugus –NH2. Hal ini tampak pula pada
sifat asam amino sebagai elektrolit (Poedjiadi, 1994).
Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik
nonpolar seperti eter, aseton dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan sifat asam
karboksilat maupun sifat amina. Asam karboksilat alifatik maupun aromatik umumnya
kurang larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik. Demikian pula asam amino pada
umunya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik. Perbedaan sifat antara
asam karboksilat dan amina terlihat pula pada titik leburnya. Asam amino mempunyai titik
lebur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan asam karboksilat atau amina. Kedua sifat
fisika ini menunjukkan bahwa asam amino cenderung mempunyai struktur yang bermuatan
dan mempunyai polaritas tinggi (Poedjiadi, 1994).
Terdapat dua puluh asam amino alami yang lazim. Kedua puluh asam amino alami
yang lazim, memiliki rangka yang terdiri dari gugus asam karboksilat dan gugus yang
terikat secara kovalen pada atom pusat (karbon alfa). Dua gugus lainnya pada karbon alfa
ialah hidrogen dan gugus R yang merupakan rantai samping asam amino. Sifat kimia gugus
rantai sampinglah yang menyebabkan perbedaan sifat asam amino (Fessenden dan
Fessenden, 1997).
Ada beberapa metode analisis asam amino, misalnya metode gravimetri, kalorimetri,
mikrobiologi, kromatografi dan elektroforesis. Salah satu metode yang banyak memperoleh
pengembangan adalah metode kromatografi (Poedjiadi, 1994).
Fase stasioner dapat berupa padatan maupun cairan, sedangkan fase bergerak dapat
berupa cairan maupun gas. Dalam semua teknik kromatografi, zat-zat terlarut yang
dipisahkan bermigrasi sepanjang kolom, dan tentu saja laju pemisahan terletak dalam laju
perpindahan yang berbeda untuk larutan yang berbeda. Harga Rf dapat disefenisikan
sebagai berikut (Day dan Underwood, 2002) :
Analisis asam amino primer dapat menggunakan derivatisasi prakolom. Tetapi ini
hanya untuk asam amino primer sehingga tidak mungkin dilakukan oksidasi asam amino
sekunder menjadi asam amino primer sebelum melalui kolom. Bila oksidasi ini dilakukan,
dapat terjadi kerusakan (Rediatning dan Kartini, 1987).
Larutan asam amino standar yang akan digunakan dalam percobaan, yaitu;
HISTIDIN
Histidin merupakan senyawa yang tergolong ke dalam asam amino. Senyawa histidin
ini juga banyak ditemukan dalam berbagai makanan yang kaya akan kandungan protein.
Senyawa ini memiliki banyak kelebihan karena dapat dikonversi ke dalam berbagai macam
senyawa seperti histamin, glutamat, dan hemoglobin. Tidak hanya itu saja, histidin juga
bagian dari asam amino dasar yang penting dalam proses sintesis purin.
Histidin merupakan satu dari 20 asam amino dasar yang terkandung di dalam protein.
Jadi bisa dikatakan setiap makanan yang mengandung protein pasti akan mengandung
senyawa histidin. Seperti halnya arginin dan juga lisin, histidin masuk ke dalam kategori
asam amino dasar. Namun berbeda dengan jenis asam amino dasar lainnya, histidin
memiliki bentuk rantai dasar yang mempu menyumbangkan dan juga menerima proton
secara bersamaan. Kondisi tersebut membuat histidin sebagai salah satu senyawa asam
amino dasar yang sangat penting. (Sudjana dkk., 2002).
GLISIN
Glisin merupakan asam amino yang paling sederhana dan dapat berdisosiasi
membentuk suatu anion glisin H2N-CH2-CO2-, yang dapat bertindak sebagai ligan terhadap
kation logam transisi. Glisin digolongkan kepada ligan bidentat, ligan semi, dan ligan
negatif, karena mempunyai pasanganelektron bebas dalam atom N dan pasangan elektron
dalam atom O sebagai kelebihan elektron (Sudjana dkk., 2002).
SISTEIN
Sistein adalah asam amino yang secara umum dapat diproduksi oleh tubuh, di antara
banyak fungsinya, salah satu fungsi sistein adalah membantu menciptakan anti-oksidan
dalam tubuh, sehingga dapat melawan radikal bebas dalam tubuh dan sistem kekebalan
tubuh menjadi lebih kuat. Beberapa makanan yang mengandung sistein yang cukup tinggi
termasuk kedelai, daging sapi, domba, biji bunga matahari, ayam, gandum, ikan, keju, telur,
kacang-kacangan, dan kamut. Asupan harian yang direkomendasikan untuk sistein adalah
4.1mg per kilogram per hari.
Sistein merupakan asam amino non esensial. Jika beberapa jenis asam
amino seperti leusin, triptofan, dan likopen tidak dapat diproduksi oleh tubuh, maka tidak
demikian dengan sistein. Jenis asam amino ini dapat dihasilkan oleh tubuh. Meski demikian
terkadang seseorang juga perlu menambah sistein dari luar tubuh mereka. Oleh karenanya
ada kalanya seseorang juga perlu mengkonsumsi beberapa makanan yang mengandung
Sistein. Beberapa makanan yang mengandung sistein yang cukp tinggi diantaranya adalah
kedelai, daging sapi, daging domba, biji bunga matahari, daging ayam, gandum, ikan, keju,
telur, kacang-kacangan, dan kamut. (Sudjana dkk., 2002).
2. Bahan :
- n-butanol secukupnya
- aquades secukupnya
- larutan asam amino standar secukupnya
- Larutan sampel secukupnya
- Asam asetat glasial secukupnya
VI. Alur Percobaan
1. Pembuatan Larutan Pengemulsi
25 mL n-butanol + 6 mL
asam asetat glasial + 25 mL
aquades
- Dimasukkan ke dalam erlenmeyer A
- Ditempatkan dalam lemari
kromatografi
- Dijenuhkan
Eluen
- Disemprot ninhidrin
- Dikeringkan pada suhu 105oC-110oC selama 5 menit
- Ditandai dengan pensil
- Dihitung harga Rf tiap noda
- Dibandingkan nilai Rf asam amino standar untuk
menentukan komponen asam aminonya
Komponen asam amino
VII. Hasil Pengamatan
Hasil Pengamatan
No Prosedur Percobaan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
1 Pembuatan Larutan Pengemulsi Larutan n- Larutan n- Asam asetat glasial + n- Reaksi antara n-butanol dan
butanol : larutan butanol + larutan butanol → n-butil asetat asam asetat glasial membentuk
25 mL n-butanol + 6 mL tak berwarna asam asetat
glasial + aquades CH3COOH (aq) + suatu ester yaitu butil asetat
asam asetat glasial + 25 mL Larutan asam
aquades asetat glasial : : larutan tak CH3CH2CH2CH2OH (aq) → yang bersifat polar
- Dimasukkan ke dalam erlenmeyer A larutan tidak berwarna
- Ditempatkan dalam lemari CH3COOCH2CH2CH2CH2
berwarna
kromatografi (aq) + H2O (l)
- Dijenuhkan Aquades :
larutan tak
Eluen
berwarna Aquades bersifat polar
n-butanol bersifat semipolar
Asam asetat glasial bersifat
non polar
2 Menentukan Kompoenen Asam Amino Plat KLT : Plat KLT diberi Muncul noda sampel Rf noda S sebesar 0,41
berwarna putih batas menjadi sebelah disemprot ninhidrin senilai dengan Rf sistein
Kertas kromatografi
4x10 cm Larutan standar plat berbatas dan di oven.
secara teori.
- Ditotolkan 4 macam larutan A, B, C, S A : larutan tak atas bawah dan
pada titik yang sudah ditandai dalam plat berwarna ada 4 titik. Reaksi :
KLT dengan batas atas pada kertas 0,5 cm Setelah di oven,
Larutan standar
dan batas bawah 1 cm
B : larutan tak plat menjadi
- Di oven selama 5 menit dengan suhu
o berwarna kering
105 C
- Setiap 1 tetesan dikeringkan terlebih Larutan standar Setelah
dahulu sebelum tetesan berikutnya C : larutan tak dimasukkan
- Besar tetesan tidak melebihi 0,4 cm berwarna dalam chember
diameternya Larutan standar yang berisi (ninhidrin) +
Kertas kromatografi bernoda S : larutan tak eluen,
berwarna permukaannya
- Digantung dalam lemari kromatografi basah
selama beberapa jam untuk dijenuhkan
dengan uap eluennya (±1,5 jam) seluruhnya
- Dikeluarkan dari lemari kromatografi Setelah di oven
o o dengan suhu (asam amino)
- Di oven pada suhu 105 C-110 C selama
o
5 menit 105 C, plat
menjadi kering.
CO2 + NH3 + RCHO
Noda-noda asam Setelah
amino disemprot
-Disemprot ninhidrin ninhidrin dan di
o o
-Dikeringkan pada suhu 105 C-110 C oven muncul
selama 5 menit
noda sampel
-Ditandai dengan pensil
-Dihitung harga Rf tiap noda Rf noda S
-Dibandingkan nilai Rf asam amino standar sebesar 0,41 (hidryndantin)
untuk menentukan komponen asam (ungu pudar)
aminonya
Komponen asam
amino
Ninhydrin
+ NH
3
(hydrindantin)
Pada percobaan ini yang berjudul “Penentuan Jenis Asam Amino Dalam Sampel”
bertujuan untuk menentukan asam amino yang terdapat dalam sampel dengan kromatografi
lapis tipis. Kromatografi Lapis Tipis merupakan metode pemisahan yang didasarkan pada
perbedaan kepolaran antara fasa diam dan fasa gerak. Dalam percobaan ini, fasa diam yang
digunakan ialah plat KLT. Plat tipis ini terbuat dari alumunium yang berlapis adsorben
(silika) diatasnya. Prinsip percobaan KLT ini didasarkan pada sifat fisik dan kimia
asam amino. Sifat fisik ditunjukkan oleh kecepatan bergerak pada fase diam dari kertas
kromatografi dan sifat kimianya berdasarkan pada warna yang timbul ketika disemprot
dengan larutan ninhidrin.
Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik
non polar seperti eter, aseton, dan kloroform. Asam amino ini dapat ditentukan jenisnya
melalui kromatografi dengan cara melihat nilai Rf yang dihasilkan oleh masing-masing
asam amino. Metode kromatografi merupakan teknik pemisahan campuran didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu
fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas) yang menyebabkan terjadinya
perbedaan migrasi dari masing-masing komponen. Perbedaan migrasi merupakan hasil dari
perbedaan tingkat afinitas masing-masing komponen dalam fase diam dan fase gerak.
Afinitas senyawa dalam fase diam dan fase gerak ditentukan oleh sifat fisika kimia dari
masing-masing senyawa. Faktor –faktor yang menyebabkan perbedaan migrasi komponen-
komponen dalam sampel meliputi faktor pendorong migrasi analit dan faktor penghambat
migrasi analit. Hasil migrasi inilah yang nanti akan digunakan untuk menentukan nilai Rf
dari masing-masing komponen seperti asam amino.
Pada pembuatan eluen, digunakan larutan dengan tingkat kepolaran yang berbeda
karena pencampuran pelarut sangat polar dengan pelarut sangat non polar sebaiknya
ditambah satu pelarut lagi yaitu pelarut semipolar sehingga eluen yang terbentuk dapat
bercampur dengan baik (tidak terlihat adanya kekeruhan). Selain itu, pemilihan eluen sangat
penting karena jika eluen yang digunakan memiliki konsentrasi yang tidak sesuai dengan
sampel yang akan dipisahkan, maka kromatografi dapat tidak berjalan. Jika eluen terlalu
polar akan menyebabkan seluruh noda yang ditotolkan pada kertas naik sampai batas atas
tanpa mengalami pemisahan, jika eluen kurang polar, maka noda yang ditotolkan tidak akan
bergerak sama sekali. Oleh karena itu dalam pembuatan eluen ini menggunakan tingkat
kepolaran yang berbeda.
Eluen dari campuran ketiga larutan tersebut membentuk suatu ester yang
menghasilkan larutan tidak berwarna dan berbau khas. Reaksi-nya yaitu:
Sebelum percobaan dilakukan, plat KLT diberi garis terlebih dahulu yaitu garis
batas bawah sebesar 1 cm dari bagian bawah dan garis batas atas sebesar 0,5 cm dari bagian
atas plat. Dari batas bawah diberi tanda A, B, C, dan S. Masing-masing tanda diberi jarak 1
cm dan untuk tanda A dan S diberi jarak 0,5 cm dari tepi plat. Tanda A, B, C, dan S
digunakan sebagai penanda larutan asam amino standar yang masing-masing larutannya
yaitu histidin, glisin, sistein, dan sampel. Setelah diberi garis, langkah selanjutnya yaitu
mengoven plat KLT pada inkubator dengan suhu 105-110oC selama 5 menit dengan tujuan
yaitu agar pori-pori pada silika gel terbuka sehingga dapat menghilangkan air yang terserap
oleh silika yang ada pada plat. Kemudian setelah di oven, ditotolkan larutan asam amino
standar (glisin, sistein, histidin) pada sampel menggunakan pipa kapiler. Langkah
selanjutnya yaitu dilakukan proses kromatografi. Proses kromatografi ini memerlukan
waktu sampai ± 1 jam untuk mencapai batas atas plat KLT. Setelah proses kromatografi
selesai, selanjutnya mengoven plat tersebut dengan suhu 105-110oC selama 5 menit.
Dikarenakan larutan asam amino standar dan sampel merupakan larutan tak berwarna maka
setelah dioven, disemprotkan larutan ninhidrin dengan tujuan untuk menampakkan noda.
Setelah disemprotkan, plat KLT dioven kembali sampai noda terlihat. Setelah dioven,
terdapat bercak berwarna ungu yang mengindikasikan terjadinya reaksi antara asam amino
dengan larutan ninhidrin. Reaksi ninhidrin dengan asam amino yaitu:
Pada data yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa nilai Rf yang dihasilkan saat
percobaan tidak sesuai dengan teori. Nilai Rf yang dihasilkan saat percobaan lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai Rf secara teori. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor-faktor
yang mempengaruhi gerak noda pada KLT dan nilai Rf yaitu:
a. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan
b. Tebal dan kerataan pelat
c. Eluen yang digunakan
d. Derajat kejenuhan dari uap
e. Jumlah cuplikan yang digunakan
f. Suhu
Tingginya nilai Rf yang dihasilkan mungkin dikarenakan oleh masih adanya air
dalam plat sehingga memungkinkan air ikut tertarik oleh eluen dan mengakibatkan noda
terlalu cepat tertarik keatas. Faktor lainnya yaitu cara menyemprotkan ninhidrin terhadap
plat yang tidak merata dan selain itu juga dapat terjadi karena kurangnya ketelitian saat
menotolkan sampel pada plat KLT sehingga menyebabkan noda tidak tampak saat
disemprotkan larutan ninhidrin.
IX. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
Komponen suatu asam amino dalam sampel dapat ditentukan dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Sampel S mengandung asam amino histidin.
Ketidaksesuaian nilai Rf secara teori dan hasil percobaan dapat terjadi karena masih
adanya air pada plat atau ketidaktelitian saat melakukan percobaan.
X. Jawaban Pertanyaan
1. Apakah keuntungan dan kerugian dalam metode pemisahan dengan kromatografi kertas ?
Jawab :
Keuntungan :
KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis.
dentifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi,
atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet
Dapat dilakukan elusi secara mekanik (ascending), menurun (descending), atau dengan
cara elusi 2 dimensi.
Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan
merupakan bercak yang tidak bergerak.
Hanya membutuhkan sedikit pelarut.
Biaya yang dibutuhkan terjangkau.
Jumlah perlengkapan sedikit.
Preparasi sample yang mudah
Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan hidrokarbon) yang dengan
metode kertas tidak bisa (Gandjar dan Rohman, 2007).
Kerugian :
Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda yang
diharapkan.
Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang cocok.
Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun
Day, R.A. dan Underwood, A.L. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga.
Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1997. Dasar- Dasar Kimia Organik. Jakarta:Erlangga.
Hughes, A.B. 2009. Amino Acids, Peptides and Proteins in Organic Chemistry.
Australia:WILEY-VCH.
Rediatning, W. dan Kartini, N. 1987. Analisis Asam Amino Dengan Kromatografi Cairan
Kinerja Tinggi Secara Derivatisasi Prakolom dan Pascakolom. Proceedings ITB.
20(1,2): 41-59.
Sudjana, E., Abdurachman, M., dan Yuliasari, Y. 2002. KarakteriSasi Senyawa Kompleks
Logam Transisi Cr, Mn, dan Ag Dengan Glisin Melalui Spektrofotometri
Ultraungu dan Sinar Tampak. Jurnal Bonatura, 4(2):69-86.
Diketahui:
- Jarak tempuh eluen
- Jarak tempuh noda A (histidin)
- Jarak tempuh noda B (glisin)
- Jarak tempuh noda C (sistein)
- Jarak tempuh noda S
9
Harga Rf noda A = =1
8,5
2,2
Harga Rf noda B = = 0,25
8,5
2
Harga Rf noda C = = 0,23
8,5
3,5
Harga Rf noda S = = 0,41
8,5
LAMPIRAN FOTO
NO GAMBAR KETERANGAN
6 Proses kromatografi
7 Proses pengovenan setelah dilakukan