Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dari kelompok penyakit kardiovaskuler hipertensi paling
banyak ditemui. Antara 35-50% orang dewasa mengalami kelainan ini.
Penting sekali untuk dokter mencoba mengenali dan mengobati penderita-
penderita hipertensi pada masyarakat.
Hipertensi adalah salah satu faktor resiko terpenting pada
penyakit jantung koroner dan cerebrovascular accidents, selain itu hipertensi
juga dapat menyebabkan hipertrofi jantung dan gagal jantung (penyakit
jantung hipertensif), diseksi (dissection) aorta, dan gagal ginjal (Robbins,
Cotran,Kumar, 2009).
Hipertensi disebut juga pembunuh diam-diam karena, pada
sebagian besar kasus, tidak menunjukkan gejala apapun.Sakit kepala yang
disebabkan tekanan darah relatif jarang terjadi (Kowalski, 2010).
Kaum pria memiliki insidensi hipertensi yang lebih tinggi pada usia muda dan
awal usia pertengahan. Sesudah usia tersebut, kaum wanita mempunyai
insidensi yang lebih tinggi (Kowalak, 2011).
Berdasarkan data kejadian hipertensi di karang anyar RT. 01 RW. 02
penderita hipertensi pada bulan Maret 2019 berjumlah 170 jiwa, pada lokasi
daerah sekitar kecamatan sawah besar.
Dari data tersebut menunjukkan di Indonesia masih banyak penderia
hipertensi yang harus mendapatkan perhatian dan perawatan agar tidak terjadi
berbagai macam komplikasi dan masalah yang dapat membahayakan
kesehatan klien.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Setelah melaksanakan kegiatan praktek di RT.01 RW.02 diharapkan
mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada masyarakat
sekitar untuk perawatan hipertensi.

1
Memberikan asuhan keperawatan kepada masyarakat yang menderita
hipertensi khususnya daerah sekitar RT. 01 RW. 02 dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Memahami penyakit hipertensi sebagai unit sasaran khusus praktik
keperawaan komunitas.
2. Memahami berbagai faktor yang mempengaruhi status kesehatan
pada penderita hipertensi di keperawatan komunitas.
3. Mengintegrasikan ilmu kesehatan masyarakat pada penderita
hipertensi ke dalam kesehatan praktik keperawatan komunitas.
4. Memahami konsep, prinsip dan perspektif asuhan keperawatan
pada penderita hipertensi di praktik keperawatan komunitas.
5. Membangun kerjasama lintas sektor dan kerja di dalam tim.
6. Melakukan pengkajian keperawatan komunitas pada penderita
hipertensi di masyarakat RT. 01 RW. 02.
7. Merumuskan diagnosa keperawataan komunitas pada penderita
hipertensi di masyarakat RT. 01 RW. 02.
8. Membuat perencanaan asuhan keperawatan komunitas pada
penderita hipertensi di masyarakat RT. 01 RW. 02.
9. Melaksanakan berbagai intervensi keperawatan pada penderita
hipertensi di masyarakat RT. 01 RW. 02.
10. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada penderita hipertensi di
masyarakat RT. 01 RW. 02.
11. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada penderita
hipertensi di masyarakat RT. 01 RW. 02.
12. Mengaplikasikan strategi promosi kesehatan kemitraan
pemberdayaan pada keperawatan komunitas, dan
pengorganisasian pada keperawatan komunitas.
13. Menerapkan konsep dan prinsip keselamatan dan kesehatan kerja
dalam melakukan kegiatan praktik keperawatan komunitas.

2
1.3 Sistematika Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan dan informasi
dalam bidang keperawatan keluarga tentang asuhan keperawatan
Hipertensi.
2. Manfaat Praktik
1) Bagi Instansi
Akademik Sebagai masukan bahan ajar dalam kegiatan belajar
mengajar tentang asuhan keperawatan keluarga dengan masalah
Hipertensi serta sebagai acuan praktek bagi mahasiswa.
2) Bagi penulis
Sebagai sarana dan alat memperoleh informasi dan pengetahuan serta
menambah pengalaman tentang asuhan keperawatan keluarga dan
komunitas khususnya keluarga dengan masalah hipertensi.
3) Bagi Keluarga
Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang Hipertensi
beserta penatalaksanaannya.
4) Bagi Pembaca
Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan tentang penyakit
Hipertensi.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Kelompok Khusus


Kelompok khusus adalah sekelompok masyarakat atau individu dengan
keadaan fisik, mental, social, budaya dan ekonomi perlu mendapatkan
bantuan, bimbingan, pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan. Karena
ketidakmampuan dan ketidaktahuan mereka dalam memelihara kesehatan dan
keperawatan terhadap dirinya sendiri.

1.1.1 Klasifikasi kelompok khusus


Kelompok khusus dapat diklasifikasikan berdasaran permasalahan dan
kebutuhan yang mereka hadapi, diantaranya:
1. Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus yang memerlukan
pengawasan akibat pertumbuhan dan perkembangannya yaitu:
Kelp. Ibu hamil, Kelp. Ibu menyusui, Kelp. Ibu balita, Kelp. Anak
usia sekolah, Kelp. Remaja, Kelp. Usia lanjut.
2. Kelompok khusus dengan kesehatan khusus yang memerlukan
pengawasan dan bimbingan, diantaranya:Kelp. penderita penyakit
menular (kusta, TBC, AIDS, Peny. Kelamin), Kelp. Penderita
penyakit tidak menular (DM, Jantung, Stroke), Kelp. Cacat yang
memerlukan rehabilitasi (Fisik, mental, social), Kelp. Khusus yang
mempunyai resiko terserang penyakit (WTS, penyalahgunaan obat
& narkotika, pekerja tertentu).

2.1.2 Perawatan Kelompok Khusus


Upaya di bidang keperawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan
kepada kelompok-kelompok individu yang mempunyai kesamaan
jenis kelamin, umur, permasalahan kesehatan dan kesehatan serta
rawan terhadap masalah tersebut yang dilaksanakan secara
terorganisir dengan tujuan meningkatkan kemampuan kelompok dan
derajat kesehatannya, mengutamakan upaya promotif dan preventif

4
dengan tidak melupakan upaya kuratif dan rehabilitative yang
ditujukan kepada mereka yang tinggal dipanti dan kepada kelompok-
kelompok yang ada dimasyarakat, diberikan oleh tenaga keperawatan
dengan pendekatan pemecahan masalah melalui proses keperawatan.

2.1.3 Pelayanan Kelompok Khusus


Dilakukan melalui kelompok – kelompok yang terorganisir dengan
melibatkan peran serta aktif masyarakat, melalui pembentukan kader
kesehatan diantara kelompok tersebut yang telah mendapatkan
pendidikan dan pelatihan oleh puskesmas, selain itu lahan pembinaan
kelompok khusus masyarakat dapat dilakukan melalui posyandu
terhadap kelompok ibu hamil, bayi dan anak balita serta kelompok
lainnya yang mungkin dapat dilakukan.

2.1.4 UKBM (usaha kesehatan berbasis masyarakat)


1. Posyandu (pos pelayanan terpadu)
Kegiatan posyandu antara lain: KB, imunisasi, perbaikan gizi,
KIA,perawatan diare
2. Posbindu: (Pos Pembinaan Terpadu) untuk Penyakit Tidak Menular
3. Pos UKK: Salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat di
kelompok pekerja informal adalah Pos Usaha Kesehatan Kerja
(UKK), yang merupakan tindakan preventif melindungi pekerja
agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan
4. Pos Gizi
Untuk mempertahankan status gizi yang baik, melalui PMT khusus
kepada keluarga miskin rawan gizi. Kegiatannya: PMT bagi balita,
Pemberian penyuluhan gizi bagi ibu hamil, ibu bayi dan ibu balita.
Pos Gizi juga dapat diberdayakan untuk memantau dan melaporkan
KLB gizi buruk untuk segera dirujuk Terutama dari keluarga
miskin: Bayi umur 6 – 11 bulan, Anak umur 12 – 23 bulan, Anak

5
umur 24 – 59 bulan, dan Seluruh ibu hamil dan ibu nifas terutama
yang menderita kurang gizi.

5. Rumah Remaja
6. Karang Taruna Husada  (Remaja Darling), Remaja anti diare
(Remadi), Remaja Husada
7. Poskesdes
8. Poskestren
9. Pos Obat Desa, namun pos ini khusus ditujukan bagi para santri
dan atau masyarakat disekitar pesantren
Kegiatan: memberikan penyuluhan kesehatan, mengadakan
perlombaan-perlombaan dibidang kesehatan, melakukan pemeriksaan
kesehatan secara berkala, imunisasi, penyehatan lingkungan serta
pelayanan kesehatan dasar lainnya.

2.2 Konsep Penyakit


2.2.14 Definisi Hipertensi
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit pembuluh darah yang
ditandai dengan peningkatan tekanan darah. Sedangkan definisi
hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥
90 mmHg (Anonim, 2010).

6
2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

(Menurut JNC 8, 2013)


Klasifikasi prehipertensi menunjukkan hal yang dibutuhkan untuk
meningkatkan edukasi tenaga kesehatan dan masyarakat untuk
mengurangi tingkat tekanan darah dan mencegah berkembangnya
hipertensi di masyarakat umum (Chobanian, 2009).

2.2.3 Gejala Hipertensi


Hipertensi biasanya tidak menimbulkan gejala dan tanda. Hal inilah
mengapa sangat penting untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah
secara rutin (Ananta, 2009). Baru setelah beberapa tahun adakalanya
pasien merasakan nyeri kepala pada pagi hari sebelum bangun tidur, di
mana nyeri ini biasanya hilang setelah bangun tidur. Gangguan hanya
dapat dikenali dengan pengukuran tensi dan adakalanya melalui
pemeriksaan laboratorium dan tambahan seperti fungsi ginjal dan
pembuluh darah (Tjay dan Rahardja, 2009).

1.2.4 Faktor- Faktor Risiko


1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah yang antara lain usia, jenis
kelamin dan genetik.

7
1) Usia Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih
besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut
cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di
atas usia 65 tahun (Depkes, 2009). Pada usia lanjut, hipertensi
terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan
sistolik. Sedangkan menurut WHO memakai tekanan diastolik
sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam
menentukan ada tidaknya hipertensi. Tingginya hipertensi
sejalan dengan bertambahnya umur yang disebabkan oleh
perubahaan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga
lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah
menjadi lebih kaku, sebagai akibatnya terjadi peningkatan
tekanan darah sistolik. Penelitian yang dilakukan di 6 kota
besar seperti Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar
dan Makassar terhadap usia lanjut (55-85 tahun), didapatkan
prevalensi hipertensi terbesar 52,5 % (Depkes, 2009). Dalam
penelitian Anggraini (2009) diketahui tidak terdapat hubungan
bermakna antara usia dengan penderita hipertensi (Anggraini,
2009). Namun penelitian Aisyiyah (2009) diketahui bahwa
adanya hubungan nyata positif antara usia dan hipertensi.
Dalam penelitian Irza (2009) menyatakan bahwa risiko
hipertensi 17 kali lebih tinggi pada subyek > 40 tahun
dibandingkan dengan yang berusia ≤ 40 tahun (Irza, 2009).
2) Jenis kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana
pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan
wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan
darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang
cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan
dengan wanita (Depkes, 2009). Namun, setelah memasuki
manopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat.

8
Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih
meningkat dibandingkan dengan pria yang diakibatkan faktor
hormonal. Penelitian di Indonesia prevalensi yang lebih tinggi
terdapat pada wanita (Depkes, 2009).
3) Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor
keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi,
terutama pada hipertensi primer (essensial). Tentunya faktor
genetik ini juga dipenggaruhi faktor-faktor lingkungan, yang
kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor
genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam
dan renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang
tuanya menderita hipertensi, maka sekitar 45% akan turun ke
anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita
hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya
(Depkes, 2009).
2. Faktor risiko yang dapat diubah
Faktor risiko penyakit jantung koroner yang diakibatkan perilaku
tidak sehat dari penderita hipertensi antara lain merokok, diet
rendah serat, kurang aktifitas gerak, berat badan
berlebihan/kegemukan, komsumsi alkohol, hiperlipidemia atau
hiperkolestrolemia, stress dan komsumsi garam berlebih sangat
berhubungan erat dengan hipertensi (Depkes, 2009).
1) Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak
yang dinyatakan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu
perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat
dalam meter. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan
kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi.
Berat badan dan IMT berkorelasi langsung dengan tekanan
darah, terutama tekanan darah sistolik. Sedangkan, pada
penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat

9
badan lebih (overweight) (Depkes, 2009). IMT merupakan
indikator yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat
populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa
(Zufry, 2010). Menurut Supariasa, penggunaan IMT hanya
berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun
(Supriasa, 2011). Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan
tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar.
Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5
kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya
normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33%
memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes, 2009).
Hipertensi pada seseorang yang kurus atau normal dapat juga
disebabkan oleh sistem simpatis dan sistem renin angiotensin
(Suhardjono, 2011). Aktivitas dari saraf simpatis adalah
mengatur fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat
meningkatkan denyut jantung, menyempitkan pembuluh darah,
dan meningkatkan retensi air dan garam (Syaifudin, 2012).
2) Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida
yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah
dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri yang
mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan darah
tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara
kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada
seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut
jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot
jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin
meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri
(Depkes, 2013).
3) Komsumsi Garam Berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan

10
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60%
kasus hipertensi primer (essensial) terjadi respon penurunan
tekanan darah dengan mengurangi asupan garam 3 gram atau
kurang, ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan
pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan rata-
rata lebih tinggi (Depkes, 2009). Almatsier (2011) dan (2009),
natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler.
Pengaturan keseimbangan natrium dalam darah diatur oleh
ginjal. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl,
selain itu garam lainnya bisa dalam bentuk soda kue
(NaHCO3), baking powder, natrium benzoate dan vetsin
(monosodium glutamate). Kelebihan natrium akan
menyebabkan keracunan yang dalam keadaan akut
menyebabkan edema dan hipertensi. WHO menganjurkan
bahwa komsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih 6
gram/hari setara 110 mmol natrium (Almatsier, 2009, 2013).

2.2.5 Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output
(curah jantung) dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah
jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan heart
rate (denyut jantug). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh
sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang
berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem
baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin
angiotensin dan autoregulasi vaskular (Udjianti, 2010). Mekanisme
yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
vasomotor, pada medulla diotak. Pusat vasomotor ini bermula jaras 19
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang
bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.

11
Titik neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah (Padila, 2013). Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsangan vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bisa terjadi (Padila, 2013). Meski etiologi hipertensi masih
belum jelas, banyak faktor diduga memegang peranan dalam genesis
hiepertensi seperti yang sudah dijelaskan dan faktor psikis, sistem
saraf, ginjal, jantung pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin,
angiotensin, sodium, dan air (Syamsudin, 2011). Sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor
pembuluh darah (Padila, 2013)
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran keginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intra vaskuler. Semua faktor ini cendrung mencetuskan keadaan
hipertensi (Padila, 2013).

2.2.6 Manifestasi Klinis


Pemeriksaan fisik pada pasien yang menderita hipertensi tidak
dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi. Tetapi
dapat ditemukan perubahan pada retina, seperti pendarahan, eksudat
(kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat

12
terdapat edema pupil (edema pada diskus optikus) (Smeltzer dan Bare,
2002).
Tahapan awal pasien kebanyakan tidak memiliki keluhan. Keadaan
simtomatik maka pasien biasanya peningkatan tekanan darah disertai
berdebar–debar, rasa melayang (dizzy) dan impoten. Hipertensi
vaskuler terasa tubuh cepat untuk merasakan capek, sesak nafas, sakit
pada bagian dada, bengkak pada kedua kaki atau perut (Setiati, Alwi,
Sudoyo, Simadibrata, Syam, 2014).
Gejala yang muncul sakit kepala, pendarahan pada hidung, pusing,
wajah kemerahan, dan kelelahan yang bisa terjadi saat orang menderita
hipertensi (Irianto, 2014).
Hipertensi dasar seperti hipertensi sekunder akan mengakibatkan
penderita tersebut mengalami kelemahan otot pada aldosteronisme
primer, mengalami peningkatan berat badan dengan emosi yang labil
pada sindrom cushing, polidipsia, poliuria. Feokromositoma dapat
muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak
keringat dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy) (Setiati, Alwi,
Sudoyo, Simadibrata, dan Syam, 2014).
Saat hipertensi terjadi sudah lama pada penderita atau hipertensi sudah
dalam keadaan yang berat dan tidak diobati gejala yang timbul yaitu
sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan
menjadi kabur (Irianto, 2014). Semua itu terjadi karena adanya
kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Pada penderita
hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan
mengakibatkan penderita mengalami koma karena terjadi
pembengkakan pada bagian otak. Keadaan tersebut merupakan
keadaan ensefalopati hipertensi (Irianto, 2014)
 Penatalaksanaan Hipertensi
1. Pengaturan diet
Mengkonsumsi gizi yang seimbang dengan diet rendah garam dan
rendah lemak sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk
dapat mengendalikan tekanan darahnya dan secara tidak langsung

13
menurunkan resiko terjadinya komplikasi hipertensi. Selain itu
juga perlu mengkonsumsi buah-buahan segar sepeti pisang, sari
jeruk dan sebagainya yang tinggi kalium dan menghindari
konsumsi makanan awetan dalam kaleng karena meningkatkan
kadar natrium dalam makanan (Vitahealth, 2009). Modifikasi gaya
hidup yang dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler.
Mengurangi asupan lemak jenuh dan mengantinya dangan lemak
polyunsaturated atau monounsaturated dapat menurunkan resiko
tersebut. Meningkatkan konsumsi ikan, terutama ikan yang masih
segar yang belum diawetkan dan tidak diberi kandungan garam
yang berlebih (Syamsudin, 2011).
2. Perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat
Gaya hidup dapat merugikan kesehatan dan meningkatkan resiko
komplikasi hipertensi seperti merokok, mengkonsumsi alkohol,
minum kopi, mengkonsumsi makanan cepat saji (junk food), malas
berolahraga (Junaidi, 2009), makanan yang diawetkan didalam
kaleng memiliki kadar natrium yang tinggi didalamnya. Gaya
hidup itulah yang meningkatkan resiko terjadinya komplikasi
hipertensi karena jika pasien memiliki tekanan darah tinggi tetapi
tidak mengontrol dan merubah gaya hidup menjadi lebih baik
maka akan banyak komplikasi yang akan terjadi (Vitahealth, 2009).
Penurunan berat badan merupakan modifikasi gaya hidup yang
baik bagi penderita penyakit hipertensi. Menurunkan berat badan
hingga berat badan ideal dengan munggurangi asupan lemak
berlebih atau kalori total. Kurangi konsumsi garam dalam
konsumsi harian juga dapat mengontrol tekanan darah dalam batas
normal. Perbanyak buah dan sayuran yang masih segar dalam
konsumsi harian (Syamsudin, 2011).
3. Manejemen Stres
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, rasa marah, murung,
dendam, rasa takut, rasa bersalah) merupakan faktor terjadinya
komplikasi hipertensi. Peran keluarga terhadap penderita hipertensi

14
diharapkan mampu mengendalikan stres, menyediakan waktu
untuk relaksasi, dan istrirahat (Lumbantobing, 2009). Olahraga
teratur dapat mengurangi stres dimana dengan olahraga teratur
membuat badan lebih rileks dan sering melakukan relaksasi
(Muawanah, 2012). Ada 8 teknik yang dapat digunakan dalam
penanganan stres untuk mencegah terjadinya kekambuhan yang
bisa terjadi pada pasien hipertensi yaitu dengan cara: scan tubuh,
meditasi pernafasan, meditasi kesadaran, hipnotis atau visualisasi
kreatif, senam yoga, relaksasi otot progresif, olahraga dan terapi
musik (Sutaryo, 2011).
4. Mengontrol kesehatan
Penting bagi penderita hipertensi untuk selalu memonitor tekanan
darah. Kebanyakan penderita hipertensi tidak sadar dan mereka
baru menyadari saat pemeriksaan tekanan darah. Penderita
hipertensi dianjurkan untuk rutin memeriksakan diri sebelum
timbul komplikasi lebih lanjut. Obat antihipertensi juga diperlukan
untuk menunjang 24 keberhasilan pengendalian tekanan darah
(Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati, 2010).
Keteraturan berobat sangat penting untuk menjaga tekanan darah
pasien dalam batas normal dan untuk menghindari komplikasi yang
dapat terjadi akibat penyakit hipertensi yang tidak terkontrol
(Annisa, Wahiduddin, dan Jumriani, 2013). Olahraga secara teratur
dapat menyerap atau menghilangkan endapan kolestrol pada
pembuluh darah nadi. Olahraga yang dimaksut adalah latihan
menggerakan semua nadi dan otot tubuh seperti gerak jalan,
berenang, naik sepeda, aerobik. Oleh karena itu olahraga secara
teratur dapat menghindari terjadinya komplikasi hipertensi
(Corwin, 2009). Latihan fisik regular dirancang untuk
meningkatkan kebugaran dan kesehatan pasien dimana latihan ini
dirancang sedinamis mungkin bukan bersifat isometris (latihan
berat) latihan yang dimaksud yaitu latihan ringan seperti berjalan
dengan cepat (Syamsudin, 2011).

15
5. Senam hipertensi
Hubungan senam hipertensi terhadap pengendalian tekanan darah
lansia sebagaimana disimpulkan dalam penelitian Wahyuni (2015).
Penelitian menunjukkan terjadinya perbaikan tekanan darah pada
lansia namun tidak mencapai taraf signifikansi yang diinginkan.
Tidak tercapinya perbaikan tekanan darah yang diinginkan
disebabkan adanya faktor perancu yang berhubungan dengan
tekanan darah lansia antara lain pola makan, stress, aktivitas fisik,
genetik serta farmakologi dalam penelitian yang tidak dapat
dikendalikan. Senam hipertensi merupakan olah raga yang salah
satunya bertujuan untuk meningkatkan aliran darah dan pasokan
oksigen kedalam otot-otot dan rangka yang aktif khususnya
terhadap otot jantung. Mahardani (2010) mengatakan dengan
senam atau berolah raga kebutuhan oksigen dalam sel akan
meningkat untuk proses pembentukan energi, sehingga terjadi
peningkatan denyut jantung, sehingga curah jantung dan isi
sekuncup bertambah. Dengan demikian tekanan darah akan
meningkat. Setelah berisitirahat pembuluh darah akan berdilatasi
atau meregang, dan aliran darah akan turun sementara waktu,
sekitar 30-120 menit kemudian akan kembali pada tekanan darah
sebelum senam. Jika melakukan olahraga secara rutin dan terus
menerus, maka penurunan tekanan darah akan berlangsung lebih
lama dan pembuluh darah akan lebih elastis. Mekanisnme
penurunan tekanan darah setelah berolah raga adalah karena
olahraga dapat merilekskan pembuluhpembuluh darah. Sehingga
dengan melebarnya pembuluh darah tekanan darah akan turun.
6. Obat obatan hipertensi
a. Diuretik. Obat ini bekerja membuang kelebihan garam dan
cairan di tubuh melalui urine. Di antara jenis obat diuretik
adalah hydrochlorothiazide.

16
b. Antagonis kalsium. Antagonis kalsium menurunkan tekanan
darah dengan melebarkan pembuluh darah. Beberapa contoh
obat ini adalah amlodipine dan nifedipine.

c. Beta blocker. Berfungsi menurunkan tekanan darah dengan


melebarkan pembuluh dan memperlambat detak jantung.
Contoh obat golongan beta-blocker adalah atenolol dan
bisoprolol.

d. ACE inhibitor. ACE inhibitor menurunkan tekanan darah


dengan cara membuat dinding pembuluh darah lebih rileks.
Contoh obat golongan ini adalah captopril dan ramipril.

e. Angiotensin-2 receptor blocker (ARB). Fungsi obat ini


hampir sama dengan ACE inhibitor yaitu membuat dinding
pembuluh darah menjadi rileks, sehingga kedua obat tersebut
tidak boleh diberikan secara bersamaan. Contoh obat ini adalah
losartan dan valsartan.

f. Penghambat renin. Obat ini berfungsi menghambat kerja


renin, yaitu enzim yang dihasilkan ginjal dan berfungsi
menaikkan tekanan darah. Contoh obat penghambat renin
adalah aliskiren.

4.3 Pemberdayaan masyarakat


Program pembangunan yang disiapkan harus memenuhi kebutuhan
masyarakat, tidak berpihak pada sekelompok masyarakat saja dan
diupayakan ada kerja sama antara pihak penggagas program dan masyarakat,
diawali saat perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi.

5.4 Pelayanan Kesehatan Primer


Pelayanan kesehatan primer adalah suatu pelayanan kesehatan pokok yang
berdasarkan kepada metode dan teknologi praktis, ilmiah dan sosial yang
dapat diterima oleh umum (masyarakat, keluarga dan individu) melalui
peran serta masyarakat sepenuhnya serta dengan biaya yang terjangkau.

17
2.4.1 Tujuan
Tujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas. Tujuan khusus:
1. Pelayanan yang menjangkau seluruh penduduk
2. Pelayanan yang dapat diterima oleh seluruh penduduk
3. Pelayanan yang menggunakan seluruh sumber daya secara
maksimal.
Di Indonesia, PHC memiliki 3 strategi utama, yaitu kerjasama
multisektoral, partisipasi masyarakat, dan penerapan teknologi yang
sesuai dengan kebutuhan dengan pelaksanaan di masyarakat.
2.4.2 Prinsip Dasar Pelayanan Kesehatan Primer
1. Pemerataan Upaya Kesehatan
2. Penekanan pada Upaya Preventif
3. Menggunakan Teknologi Tepat Guna
4. Melibatkan Peran serta Masyarakat
5. Melibatkan Kerjasama Lintas Sektoral
2.4.3 Ciri-ciri Pelayanan Kesehatan Primer
Pelayanan yang utama dan akrab dengan masyarakat, menyeluruh,
terorganisasi, berkesinambungan, progresif, dan berorientasi kepada
keluarga.
2.4.4 Ruang Lingkup Pelayanan Kesehatan Primer
1. Pendidikan tentang masalah kesehatan
2. Penyediaan makanan & perbaikan gizi
3. Penyediaan air bersih & sanitasi dasar
4. Peningkatan KIA & KB
5. Immunisasi
6. Pencegahan & pengendalian penyakit
7. Pengobatan
2.4.5 Peran Tenaga Kesehatan dalam Pelayanan Kesehatan Primer
1. Mendorong peran serta aktif masyarakat

18
2. Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan
keperawatan kepada masyarakat
3. Memberikan bimbingan dan dukungan kepada masyarakat
4. Mengkoordinasikan kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat
5. Membina kerjasama dengan masyarakat-keluarga-individu
6. Membina kerjasama lintas program
7. Membina kerjasama lintas sektoral
2.4.6 Pelayanan Keperawatan Sebagai Subsistem Pelayanan Kesehatan
Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari sistem
pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Proporsi tenaga keperawatan
(perawat dan bidan) merupakan proporsi tenaga terbesar (48%), dapat
mempengaruhi kinerja rumah sakit dan puskesmas/ sarana pelayanan
kesehatan lainnya
4.4.7 Hakekat Pelayanan Keperawatan
1. Advokat
2. Kontinu
3. Konstan
4. Kordinatif
2.4.8 Mutu Pelayanan
Dua faktor yang menentukan mutu pelayanan keperawatan/kesehatan,
yaitu:
Peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia atau tenaga
kesehatan (quality of care). Penyediaan sarana dan prasarana yang
menunjang pelaksanaan tugas (quality of services)
2.4.9 Bentuk Operasional
Di Indonesia, penyelenggaraan PHC dilaksanakan di Puskesmas dan
jaringan yang berbasis komunitas dan partisipasi masyarakat, yaitu
Poskesdes dan Posyandu yang ada di setiap wilayah kecamatan dan
kelurahan.
1. Program Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)
2. Program Gerakan Hidup Bersih Dan Sehat (GHBS)
3. Program Pengembangan Desa Siaga

19
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Hasil Kajian Wilayah


Di Wilayah RT 01 Setelah dikaji rata rata penyakit terbanyak adalah darah
tinggi. Penderita rata rata dari usia 40 hingga 60 tahun
3.2 Asuhan Keperawatan Komunitas
I. DATA GEOGRAFIS
1. Luas daerah : 2.735 m2
2. Kondisi daerah/area : Dataran Rendah
3. Batas daerah/wilayah : Utara (RT 7), Selatan (RW 12),Barat (RT
8),
Timur (RT 16)
4. Kondisi tanah : Tidak subur
5. Jenis tanah : Aspal
II. DATA DEMOGRAFI
1. Jumlah penduduk : 450 jiwa
2. Jumlah kepala keluarga : 105 KK
3. Pertumbuhan penduduk : kelahiran / tahun (3 jiwa), kematian / tahun
(6 jiwa), perpindahan penduduk/migrasi per tahun (15 jiwa),
Urbanisasi (15 jiwa), transmigrasi tidak ada
III. FASILITAS KESEHATAN DAN SOSIAL
Rumah sakit (tidak ada), Puskesmas (tidak ada), Praktek swasta
(dr./bd) (tidak ada)
1. Tenaga : Dokter (ada) , Bidan (ada), Dukun terlatih (tidak
ada), Dukun tak terlatih (tidak ada), PLKB (tidak ada)
2. Fasilitas sosial : Panti asuhan (tidak ada), Rumah jompo/panti
wredha (tidak ada), Panti cacat (tidak ada), Lain-lain (tidak ada)

20
Jelaskan: fasilitas sosial di RW 002 RT 001 Kecamatan Karang Anyar
Kelurahan Sawah Besar tidak ada panti sosial, jompo, panti cacat
maupun lainnya
3. Fasilitas umum : Pasar (1 buah), Tempat hiburan (tidak ada),
Rumah makan (ada), Tempat pertemuan (ada), Tempat penginapan
(tidak ada), Lain-lain (tidak ada).
Jelaskan: fasilitas umum di RW 002 RT 01 Kecamatan Karang Anyar
Kelurahan Sawah Besar hanya terdapat 1 buah pasar.
4. Fasilitas ibadah : Masjid (tidak ada), Gereja (tidak ada), Wihara
(tidak ada), Pura (tidak ada), Klenteng (tidak ada), Upaya
masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas Alasan: fasilitas ibadah di
RW 002 RT 01 Kecamatan Karang Anyar Kelurahan Sawah Besar
tidak ada masjid, gereja, wihara, pura maupun klenteng : Baik

IV. Ekonomi : (√) > Rp. 2.500.000.—


Keamanan : Pemadam kebakaran(Tabung berjumlah 4), Polisi tidak
ada, Siskamling tidak ada, terdapat CCTV didaerah RW 002 sebanyak 4
buah

V. Sanitasi Lingkungan
1. Perumahan : Permanen (47 buah), Semi permanen (3 buah), Non
permanen tidak ada, Luas rata-rata / rumah (2x8 m2), Jumlah
penghuni/rumah(8-10orang)
2. Sumber air bersih : P A M (44 buah), Sumur gali tidak ada, Sumur
bor (3 buah), Air hujan tidak ada
3. Sistem pembuangan air limbah : Septik tank
4. Sistem pembuangan sampah : Diangkat petugas
5. Sistem pembuangan tinja : Septik tank
6. Sumber polusi : Kendaraan bermotor

VI. Data Status Kesehatan


1. Angka kelahiran (CBR) : 1 jiwa / tahun

21
2. Angka kematian (CDR) : 6 jiwa / tahun
1) IMR / AKB : 1 jiwa
2) AKI/MMR : 1 jiwa
3) CDR : tidak ada

3. Angka kesakitan : tidak ada Incidence, Prevalence, Point prevalence


4. Jumlah akseptor KB menurut jenis/macam kontrasepsi yang diikuti :
tidak ada IUD, WOW, MOP, PIL (2 orang), Impalnt (2 orang), KB
(10 orang)
5. Cakupan imunisasi dasar
Jumlah balita yang berusia 0 – 12 bulan: 1 orang
1) BCG : 1 orang
2) Polio I – II : 1 orang
3) DPT I – III : 1 orang
4) Campak : tidak ada
5) Hepatitis B ( I – III ) : tidak ada
6. Cakupan ibu hamil : 0 jiwa
7. Cakupan ibu melahirkan : Bidan
8. Penyakit terbanyak di RW 002 RT 01 Kecamatan Karang Anyar
Kelurahan Sawah Besar yaitu Hipertensi

22
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Analisa Data.
DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN
DS: 1.Ketidakefektifan pemeliharaan
kesehatan pada Masyarakat
 Kebanyakan warga mengatakan bahwa mereka tidak
dengan Hipertensi di Wilayah RT
tahu kalau mereka menderita hipertensi
01 RW 02 Kelurahan Karang
 Kebanyakan warga mengatakan tengkuknya sakit Anyar Kecamatan Sawah Besar

 Kebanyakan warga mengeluh bahwa kepalanya


pusing

DO:

 20 % warga RT 04 menderita Hipertensi

 Usia penderita hipertensi rata-rata dari 40 sampai 60


tahun

23

Anda mungkin juga menyukai