Anda di halaman 1dari 11

BAB I

IDENTITAS BUKU PEMBANDING :

Judul : Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer

Pengarang : H.Erman Suherman Ar, Drs., M.Pd.

Turmudi, Drs, M.Ed., M.Sc.

Didi Suryadi, Drs., M.Ed.

Tatang Herman, Drs., M.Ed.

Suhendra, Drs., M.Ed.

Sufyani Prabawanto, Drs., M.Pd.

Nurjanah, Dra., M.Pd.

Hj. Ade Rohayati, Dra.

Penerbit : UPI

Tahun Terbit : Agustus 2003

Tempat Terbit : Bandung

Tebal Buku : 324 halaman

1. Ringkasan Isi Buku Utama

A. Aliran Psikologi Tingkah Laku

Sebelum mempelajari aliran psikologi tingkah laku, akan lebih baik kita mempelajari
pengertian psikologi belajar mengajar.

Psikologi belajar (teori belajar) adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual
(mental) siswa. Didalamnya terdiri atas dua hal, yaitu :

a) Apa yang terjadi dan diharapkan pada intelektual anak


b) Kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada uia tertentu.

Secara biologis tingkah laku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Secara oprasional
tingkah laku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari
luar subjek tersebut.

1. Teori Belajar Thorn Dike

Thorndike memandang belajar sebagai suatu usaha memecahkan problem. Berdasarkan


eksperimen yang dilakukannya ia memperoleh tiga buah hukum dalam belajar, yaitu :

a) Hukum Akibat (Law of effect) menyatakan bahwa tercapainya keadaan yang memuaskan
akan memperkuat hubungan antara stimulus dan respon. Maksudnya, bila respon
terhadap stimulus menimbulkan sesuatu yang menimbulkan sesuatu yang memuaskan
(mengenakkan) maka bila stimulus itu muncul lagi subjek akan memberikan respons
yang lebih cepat, tepat, dan intens.
b) Hukum Latihan (Law of axercise) menyatakan bahwa respons terhadap stimulus dapat
diperkuat dengan seringnya respons itu dipergunakan. Hal ini menghasilkan implikasi
bahwa pratik , khususnya pengulangan dalam pelajaran adalah penting dilakukan.
c) Hukum Kesiapan (Law of readiness) mengajarkan bahwa dalam memberikan respons
subjek harus siap dan disiapkan. Hukum ini menyangkut syarat kematangan dalam
pengajaran, baik dalam pengajaran fisik maupun mental dan intelek

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan
peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.
Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat
diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati.

2. Teori Belajar Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep


para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih
komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon
yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang
nantinya mempengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku
seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya,
serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin
timbul akibat respon tersebut. Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :

a) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui
proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut
akan menurun bahkan musnah.

3. Teori Belajar Ausubel

Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “ pengatur kemajuan
belajar” (advance organizer), didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada
siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadai
(mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarksn kepada siswa. Ausubel percaya bahwa
advance organizer dapat memberikan 3 macam mamfaat yaitu:

a) Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari
oleh siswa.
b) Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang
dipelajari siswa “saat ini” dengan apa yang “akan” dipelajari siswa.
c) Mampu membantu siswa untu k memahami bahan belajar secara lebih mudah.

4. Teori Belajar Gagne


Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian mengenai
fase-fase belajar, tipe-tipe kegiatan belajar, dan hirarki belajar. Dalam penelitiannya ia banyak
menggunakan materi matematika sebagai medium untuk menguji penerapan teorinya. Gagne
menyatakan belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Gagne mengemukakan delapan fase
dalam suatu tindakan belajar. Kedelapan fese yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a) Fase Motivasi

Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan, bahwa belajar akan
memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa informasi akan
memenuhi keingintahuan mereka tentang suatu pokok bahasan, akan berguna bagi mereka atau
dapat menolong mereka untuk memperoleh angka yang lebih baik.

b) Fase Pengenalan

Siswa harus memberi perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu kajian instruksional,

jika belajar akan terjadi. Misalnya, siswa memperhatikan aspek-aspek yang relevan tentang apa
yang dikatakan guru, atau tentang gagasan-gagasan utama dalam buku teks.

c) Fase Perolehan

Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk menerima pelajaran.
Informasi tidak langsung terserap dalam memori ketika disajikan, informasi itu di ubah kedalam
bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan materi yang telah ada dalam memori siswa.

d) Fase Retensi

Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka
panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal), praktek (practice), elaborasi
atau lain-lainnya.

e) Fase Pemanggilan

Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori jangka-panjang.
Jadi bagian penting dalam belajar adalah belajar memperoleh hubungan dengan apa yang telah
dipelajari, untuk memangil informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
f) Fase Generalisasi

Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar konteks dimana
informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasiatau transfer informasi pada situasi-situasi baru
merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer dapat ditolong dengan memintapara siswa untuk
menggunakan informasi dalam keadaan baru.

g) Fase Penampilan

Siswa harus memperhatikan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang
tampak.

h) Fase Umpan Balik

Para siswa memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang menunjukkan apakah
mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.

2. Aliran Psikologi kognitif

Psikologi kognitif adalah perspektif teoritis yang memfokuskan pada proses-proses mental yang
mendasari pembelajaran dan perilaku .Gredler menyatakan bahwa Teori belajar kognitif
merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu
sendiri. psikologi kognitif berfokus menggali sebagai spesifikasi dari otak manusia. Aliran
kognitif adalah suatu proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan menggunakan
pengetahuan, maka dengan itu sebuah perilaku yang tampak tidak dapat diukur, diamati tanpa
melihat proses mentalnya, seperti :

a. motivasi.

b. Kesengajaan.

c. keyakinan dan sebagainya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa psikologi kognitif adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang
proses mental yang aktif untuk memperoleh informasi untuk akhirnya terjadinya perubahan
tingkah laku. Berikut akan dibahas teori-teori belajar yang ada dalam psikologi kognitif.
1. Teori Piaget

Jean Piaget merupakan seorang psikologi pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme
sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif.

Ada lima konsep utama dalam teori Piaget ini, yakni :

 intelegensi (ciri bawaan yang dinamis berupa tindakan cerdas yang membawa manusia
secara optimal pada kelangsungan hidup organisme).
 skemata (potensi untuk bergerak dengan cara tertentu atau untuk berperilaku tertentu).
 asimilasi (pencocokan atau penyesuaian antara struktur kognitif dengan lingkungan fisik)
dan akomodasi (penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru).
 ekuilibrasi (penyeimbangan dari asimilasi dan akomodasi atau mengorganisasikan antara
pengalaman dengan lingkungan).
 interiorisasi (proses penurunan ketergantungan pada lingkungan fisik menuju tahap
kognitif).

Jean Piaget mengemukakan tahap-tahap yang harus dilalui seorang anak dalam mencapai
tingkatan perkembangan proses berpikir formal, yaitu:

1) Tahap Sensori Motor ( usia 0 – 2 tahun ).

2) Tahap Pra-Operasi (usia 2 – 6 tahun).

3) Tahap Operasi Konkrit ( usia 6 – 12 tahun).

4) Tahap Operasi Formal (usia 12 tahun keatas).

Dari seluruh penjelasan di atas, Piaget jelas berpendapat bahwa pengalaman pendidikan anak
harus dibangun. Pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman yang menantang bagi si
pembelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat menghasilkan pertumbuhan
intelektual.

Teori Piaget dapat diterapkan dalam pembelajaran dengan cara:

1) Gunakan pendekatan konstruktivis. Senada dengan pandangan aliran konstruktivis, Piaget


menekankan bahwa anak-anak akan belajar dengan lebih baik jika mereka aktif dan mencari
solusi sendiri.
2) Fasilitasi mereka untuk belajar. Guru yang efektif harus merancang situasi

3) yang membuat murid belajar dengan bertindak.Pertimbangkan pengetahuan dan tingkat


pemikiran anak. Murid tidak datang ke sekolah dengan kepala kosong. Mereka punya banyak
gagasan tentang dunia fisik dan alam.

4) Gunakan penilaian terus-menerus. Makna yang disusun oleh individu tidak dapat diukur
dengan tes standar. Penilaian matematika dan bahasa (yang menilai kemajuan dan hasil akhir),
pertemuan individual di mana murid mendiskusikan strategi pemikiran mereka, dan penjelasan
lisan dan tertulis oleh murid tentang penalaran mereka dapat dipakai sebagai alat untuk
mengevaluasi kemajuan mereka.

5) Tingkatkan kemampuan intelektual murid. Menurut Piaget tingkat perkembangan kemampuan


intelektual murid berkembang secara alamiah. Anak tidak boleh didesak dan ditekan untuk
berprestasi terlalu banyak di awal perkembangan mereka sebelum mereka siap.

6) Jadikan ruang kelas menjadi eksplorasi dan penemuan. Guru menekankan agar murid
melakukan eksplorasi dan menemukan kesimpulan sendiri. Guru lebih banyak mengamati minat
murid dan partisipasi alamiah dalam aktivitas mereka untuk menentukan pelajaran apa yang
diberikan.

Tiga prinsip utama pembelajaran yang dikemukakan Jean Piaget, antara lain:

1) Belajar aktif

Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subyek
belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu diciptakan suatu kondisi
belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri, misalnya: melakukan percobaan sendiri;
memanipulasi symbol-simbol; mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri;
membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.

2) Belajar lewat interaksi sosial

Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara
subyek belajar. Menurut Piaget belajar bersama baik dengan teman sebaya maupun orang yang
lebih dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka. Karena tanpa kebersamaan
kognitif akan berkembang dengan sifat egosentrisnya. Dan dengan kebersamaan khasanah
kognitif anak akan semakin beragam. Hal ini memperkuat pendapat dari JL.Mursell.

3) Belajar lewat pengalaman sendiri

Dengan menggunakan pengalaman nyata maka perkembangan kognitif seseorang akan lebih
baik daripada hanya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Berbahasa sangat penting untuk
berkomunikasi namun jika tidak diikuti oleh penerapan dan pengalaman maka perkembangan
kognitif seseorang akan cenderung mengarah ke verbalisme.

Jadi jelaslah sudah bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya
dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan
kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.[13]

Menurut jean piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif yang kuat, bahwa proses
sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni :

1) asimilasi adalah proses penyatuan (pengitegrasian) impormasi baru terhadap kognitif yang
sudah ada dalam bentuk siswa.

2) akomodasi adalah penyesuian struktur kognitif kedalam situasi yang baru.

3) Equilibras ( penyimbangan ) adalah penyesuian berkesinambungan antara asimilasi dan


akomodasi.

2. Teori Bruner

Bruner ( 1960 ) mengusulkan tiorinya yang disebut free discovery learning. menurut tiori ini,
proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu aturan, ( termasuk konsep, teori, difinisi, dan sebagainya ) melalu
contoh-contohnya yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya dengan kata lain, siswa
dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. untuk memahami konsep
kejujuran, misalnya, siswa pertama-tama tidak menghafal difinisi kata kejujuran. dari contoh-
contoh itulah siswa dibimbing untuk mendifinisikan kata “ kejujuran”..

Dengan kata lain siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran
umum. Untuk memahami konsep kejujuran misalnya siswa tidak semata-mata menghafal
defenisi kata kejujuran tersebut melainkan dengan mempelajari contoh-contohnya yang konkret
tentang kejujuran dan dari contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefenisikan kata kejujuran.
Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat
belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan
kemampuan baru yang khas baginya.

Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk
meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran
yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang
belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan
mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau
prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.

Teori belajar Bruner ini dalam aplikasinya sangat membebaskan siswa untuk belajar
sendiri. Karena itulah teori Bruner ini dianggap sanagt cenerung bersifat discovery (belajar
dengan cara menemukan). Disamping itu karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-
pengulangan maka desain yang berulang-ulang ini lazim disebut sebagai kurikulum spiral
Bruner.

Kurikulum piral menuntut guru untuk member materi pembelajaran setahap-demi setahap
dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana suatu materi yang sebelumnyasudah diberikan,
suatu saat muncul kembali, secara terintegrasi, di dalam suatu materi baru yang lebih kempleks.
Dalam teori belajar, Bruner juga berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan
kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini
Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:

 Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru;
 Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan
baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-
hal yang lain.
 Evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar
atau tidak

Didalam bruner terdapat dalil antara lain :

1. Dalil Konstruksi / Penyusunan (Contruction Theorem)

Cara yang terbaik bagi seseorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam
matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebagai sebuah
representasi dari konsep atau prinsip tersebut. Siswa yang lebih dewasa mungkin bisa memahami
sesuatu konsep atau sesuatu prinsip dalam matematika hanya dengan menganalisis sebuah
representasi yang disajikan oleh guru mereka; akan tetapi, untuk kebanyakan siswa, khususnya
untuk siswa yang lebih muda, proses belajar akan lebih baik atau melekat jika para siswa
mengkonstruksi sendiri representasi dari apa yang dipelajari tersebut. Alasannya, jika para siswa
bisa mengkonstruksi sendiri representasi tersebut mereka akan lebih mudah menemukan sendiri
konsep atau prinsip yang terkandung dalam representasi tersebut, sehingga untuk selanjutnya
mereka juga mudah untuk mengingat hal-hal tesebut dan dapat mengaplikasikan dalam situasi-
situasi yang sesuai. Dalam proses perumusan dan mengkonstruk atau penyusunan ide-ide,
apabila disertai dengan bantuan benda-benda kongkret mereka lebih mudah mengingat ide-ide
tersebut. Dengan demikian, anak lebih mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat.
Seperti yang diuraikan pada penjelasan tentang modus-modus representasi, akan lebih baik jika
para siswa mula-mula menggunakan representasi kongkret yang memungkinkan siswa untuk
aktif, tidak hanya aktif secara intelektual tetapi juga secara fisik.

2. Dalil Notasi (Notation Theorem)

Menurut apa yang dikatakan dalam terorema notasi, representasi dari sesuatu materi matematika
akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila di dalam representasi itu digunakan notasi yang
sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini
sifatnya berurutan dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Penyajian seperti dalam
matematika merupakan pendekatan spiral. Dalam pendekatan spiral setiap ide-ide matematika
disajikan secara sistematis dengan menggunakan notasi-notasi yang bertingkat. Pada tahap awal
notasi ini sederhana, diikuti dengan notasi berikutnya yang lebih kompleks.

3.Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem)

Di dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa sesuatu konsep matematika akan
lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang
lain, sehingga perbedaan antara konsep itu dengan konsep yang lain menjadi jelas.

Selain itu di dalam teorema ini juga disebutkan bahwa pemahaman siswa tentang sesuatu konsep
matematika juga akan menjadi lebih baik apabila konsepitu dijelaskan dengan menggunakan
berbagai contoh yang bervariasi.

4. Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)

Di dalam teorema konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap
ketrampilan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan
ketrampilan-ketrampilan yang lain. Adanya hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan
ketrampilan-ketrampilan itu menyebabkan struktur dari setiap cabang matematika menjadi jelas.
Adanya hubungan-hubungan itu juga membantu guru dan pihak-pihak lain (misalnya penyusun
kurikulum, penulis buku, dan lain-lain) dalam upaya untuk menyusun program pembelajaran
bagi siswa. Dalam pembelajaran matematika, tugas guru bukan hanya membantu siswa dalam
memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta memiliki ketrampilan-ketrampilan tertentu,
tetapi juga membantu siswa dalam memahami hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip,
dan ketrampilan-ketrampilan tersebut. Dengan memahami hubungan antara bagian yang satu
dengan bagian yang lain dari matematika, pemahaman siswa terhadap struktur dan isi
matematika menjadi lebih utuh.

Anda mungkin juga menyukai