PENYUSUN BUKU
Editor :
Penyusun Materi :
Ismi Aulia
Marlin Berliannanda
Layout :
Muthi’a Rosyida
Natasya Sholeha
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga
Buku Pedoman TBM Calamus scriptorius Edisi 7 telah selesai. Buku ini berisi materi-materi TBM-Cs
yang telah disesuaikan dengan kurikulum PTBMMKI. Para anggota TBM-Cs wajib untuk menguasai
materi tersebut karena dapat bermanfaat untuk menangani korban pada saat jaga medis dan sebagai
bekal saat menjadi dokter kelak. Maka dari itu, diharapkan para anggota TBM-Cs dapat mereview
kembali materi melalui buku Pedoman ini.
Pada Edisi 7 buku ini terdapat baberapa pembaharuan serta penambahan materi baru. Dalam
pembuatan Buku Pedoman Edisi 7 ini, penulis berpaku pada Buku Kurikulum yang diterbitkan pada
Munas XVI Jamnas XXII PTBMMKI.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada angkatan XX yang telah
membantu dalam proses penyusunan buku ini. Serta penulis Buku Kurikulum pada Munas XVI
Jamnas XXII PTBMMKI yang berkenan menjadi acuan dalam pembuatan Buku Pedoman TBM
Calamus scriptorius Edisi 7.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam Buku Pedoman ini untuk itu kritik dan
saran terhadap penyempurnaan buku ini sangat diharapkan. Penulis berharap akan selalu ada
perbaharuan Buku Pedoman oleh pengurus-pengurus TBM Calamus scriptorius selanjutnya sehingga
ilmu medis dalam Buku Pedoman akan selalu diperbaharui. Besar harapan kami Buku Pedoman Edisi
7 ini dapat manjadi sebuah bacaan yang besar manfaatnya untuk keilmuan anggota TBM Calamus
scriptorius.
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa, dimana berkat rahmat dan
pertolongan-Nya jua lah. Buku Pedoman Edisi 7 ini dapat diselesaikan. Harapannya buku ini dapat
berguna khususnya untuk anggota TBM-Cs, tak lupa shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman.
Sekilas tentang TBM-Cs, Tim Bantuan Medis Calamus scriptorius adalah suatu organisasi besar
di Fakultas Kedokteran ULM yang didirikan oleh dr. Dames Indra Laga dan para sejawat pada tanggal
15 Oktober 1995, dengan tujuan menumbuh kembangkan kreativitas mahasiswa kedokteran dalam
bidang medis praktis dan kepecintaalaman baik dalam kegiatan kampus maupun di luar kampus.
Disini kami memiliki 6 divisi yang tentu memiliki fungsinya, serta saling berkoordinasi satu sama lain.
Selama 23 tahun ini TBM-Cs berdiri selalu melakukan inovasi-inovasi, semua ini tak luput dari
bimbingan para senior kami, sampai saat ini TBM-Cs sudah memiliki angkatan yang ke XXI yang
keanggotaannya seumur hidup dan tentunya kekeluargaan yang sangat erat dan sangat kami
banggakan.TBM-Cs juga termasuk dalam anggota PTBMMKI (Perhimpunan Tim Bantuan Medis
Mahasiswa Kedokteran Indonesia) serta berada di Wilayah V PTBMMKI.
Demikian yang bisa saya sampaikan kalau ada salah kata yang disengaja maupun tidak mohon
dimaafkan.
Calamus scriptorius !
DAFTAR ISI
Halaman Penyusun .................................................................................................................................. ii
Kata Pengantar ....................................................................................................................................... iii
Sambutan................................................................................................................................................. iv
Daftar Isi ................................................................................................................................................. v
Susunan Kepengurusan ........................................................................................................................... vii
Standarisasi Keanggotaan ....................................................................................................................... ix
A. BAB I MATRA MEDIS EMERGENCY
A.1 Initial Assesment ........................................................................................................... 2
A.2 Basic Life Support......................................................................................................... 4
A.3 Advanced Trauma Life Support .................................................................................... 36
A.4 Trauma Muskuloskeletal ............................................................................................... 39
A.5 Syok, Sinkop, Sianosis .................................................................................................. 49
A.6 Trauma Lingkungan – Hipotermi.................................................................................. 57
A.7 Trauma Lingkungan – Frostbite .................................................................................... 60
A.8 Trauma Lingkungan – Mountain Sickness ................................................................... 62
A.9 Trauma Lingkungan – Heat Stroke ............................................................................... 64
A.10 Trauma Mekanis.......................................................................................................... 67
A.11Trauma Lingkungan – Syok elektrik............................................................................ 73
A.12 Envenomasi ................................................................................................................. 77
A.13 Intoksikasi, Keracunan Makanan dan Zat ................................................................... 99
A.14 Basic Surgical Skill ..................................................................................................... 112
A.15 Sport injury.................................................................................................................. 130
A.16 Asma Bronkial dan penanganannya ............................................................................ 135
A.17 Kegawatdaruratan Tersering di RSUD Ulin ............................................................... 146
A.18 Resusitasi cairan .......................................................................................................... 159
A.19 Luka Bakar .................................................................................................................. 167
B. BAB II MATRA MEDIS NON-EMERGENCY
B.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik ................................................................................ 169
B.2 Farmakologi Praktis ...................................................................................................... 187
B.3 Kasus Medis nonemergency.......................................................................................... 189
B.4 Sirkumsisi ...................................................................................................................... 192
B.5 Anestesi Lokal ............................................................................................................... 200
B.6 Antiseptik dan Disinfeksi .............................................................................................. 204
SUSUNAN PENGURUS
TIM BANTUAN MEDIS Calamus scriptorius
FAKULTAS KEDOKTERAN ULM
PERIODE 2017-2018
Bidang-Bidang :
1. Medis Praktis
Koordinator : Novia Belinda Rahman (NIA. TBM-Cs/N/XX/19)
Anggota : Ismi Aulia (NIA. TBM-Cs/I/XX/07)
Marlin Berliannanda (NIA. TBM-Cs/M/XX/10)
Muhammad Syauqi Abid Muslim (NIA. TBM-Cs/N/XX/19)
2. Pengabdian Masyarakat
Koordinator : NurSa’adah Rahmadhani (NIA. TBM-Cs/N/XX/21)
Anggota : Sumiya Danurroeni (NIA. TBM-Cs/S/XX/25)
Nurmalita Insani Haq (NIA. TBM-Cs/N/XX/22)
Muhammad Haris Al-Ghipari (NIA. TBM-Cs/M/XX/13)
3. Alam Bebas
Koordinator : Muhammad Bayu Wirabuana (NIA. TBM-Cs/M/XX/11)
Anggota : Dea Aulia Widyaningtyas (NIA. TBM-Cs/D/XX/02)
Intan Miranda Masniari B M (NIA. TBM-Cs/I/XX/06)
4. Litbang IT
Koordinator : Muthi’a Rosyida (NIA. TBM-Cs/M/XX/17)
Anggota : Muhammad Fariz Rizal Aqli (NIA. TBM-Cs/M/XX/12)
Natasya Sholeha (NIA. TBM-Cs/N/XX/18)
Yusuf Teghar Pradwi (NIA. TBM-Cs/Y/XX/26)
5. Logistik
Koordinator : RayatulAminah (NIA. TBM-Cs/R/XX/23)
Anggota : Eka Amelia (NIA. TBM-Cs/E/XX/05)
Muhammad Lazuardi Khalfi (NIA. TBM-Cs/M/XX/14)
6. Hubungan Masyarakat
Koordinator : Dwi Kurnia Sumadi (NIA. TBM-Cs/D/XX/04)
Anggota : Dicky Arwandi (NIA. TBM-Cs/D/XX/03)
Lailatul Hidayah (NIA. TBM-Cs/L/XX/09)
Nur Ayu Aprilian (NIA. TBM-Cs/N/XX/20)
Standarisasi Keanggotaan
Untuk menjadi anggota Tim Bantuan Medis Calamus scriptorius harus ada tahaptahapan yang dilalui,
yaitu Pendidikan Dasar dan Pendidikan Pemantapan, yang terdiri dari :
A. Seleksi awal meliputi :
a. Memenuhi administrasi
b. Tes Kebugaran Jasmani
c. Tes wawancara
C. Medan operasi :
Medan operasi merupakan wadah aplikasi materi dasar yang telah diberikan, di mana calon anggota
melakukan perjalanan dengan misi sesuai dengan materi yang telah diberikan.
D. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahapan penentuan lulus atau tidaknya calon anggota. Bahan evaluasi terdiri dari :
a. Kehadiran 100 %
b. Penguasaan materi
c. Evaluasi fisik
d. Evaluasi mental
e. Evaluasi medan operasi
BAB I
MATRA MEDIS
EMERGENCY
A. SCENE SURVEY
Langkah pertama dalam prinsip penatalaksanaan kegawatdaruratan adalah dengan meninjau kondisi
medan penyelamatan atau lokasi kejadian. Keselamatan diri, partner kerja, dan oranglain di sekitar lokasi
kejadian selalu menjadi prioritas utama. Sebelum menjangkau korban, periksa kemungkingan adanya
bahaya bagi penolong. Jangan memaksakan jika kondisi tidak memungkinkan. Tahapan scene survey,
antara lain:1
a. Memastikan Keadaan Lingkungan
1. Consider : Mempertimbangkan segala informasi mengenai medan penyelamatan dari
orangorangsekitar. Misalnya informasi dari saksi mata kejadian yang terpercaya.
2. Observe : Mengamati secara langsung kondisi medan seperti binatang buas, orang-orang
mencurigakan, jalan keluar penyelamatan, dan lain-lain.
3. Think : Selalu memikirkan rencana cadangan jika terjadi perubahan situasi. Misalnyakeadaan
cuaca yang memburuk atau terjadi bencana susulan.
b. Memastikan Kesadaran dari Korban/Pasien
c. Meminta Pertolongan
d. Memperbaiki Posisi Korban/Pasien
Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban/pasien harus dalam posisi terlentang dan
berada pada permukaan yang rata dan keras. jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap,
ubahlah posisi korban ke posisi terlentang. Ingat! Penolong harus membalikkan korban sebagai satu
kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama.1
B. PRIMARY SURVEY
Proses ini merupakan ABCDE-nya trauma dan berusaha untuk mengenali keadaan yang
mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan berikut:1
a. A airway : menjaga jalan napas dengan kontrol servikal
C. SECONDARY SURVEY
Secondary survey baru dapat dilakukan setelah primary survey selesai, RJP dilakukan dan ABC-
nya pasien dipastikan membaik. Secondary survey adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe
examination) termasuk reevaluasi pemeriksaan tanda vital. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan
neurologis lengkap, foto ronsen dan pemeriksaan lab termasuk GCS bisa di primary survey belum
dilakukan.1
a. Anamnesis
Setiap pemeriksaan lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat perlukaan. Biasanya data
ini tidak bisa didapat dari penderita sendiri dan harus didapat dari keluarga tau petugas lapangan.
b. Pemeriksaan Fisik
Ingat :
Jika kondisi pasien memburuk lakukan evaluasi ulang dengan survey primer, berikan terapi yang adekuat
untuk kondisi yang mengancam jiwa dan nilailah kembali fungsi organ yang terganggu dengan lebih
teliti.1
DAFTAR PUSTAKA
1. PTBMMKI. Buku Kurikulum Pendidikan dan Latihan Edisi 4. 2017/2018.[ Diakses pada 20
November , 2018 ]. Tersedi dari: http://www.ptbmmki.org/index.php/2018/01/31/buku-kurikulum-
pendidikan-dan-latihan-edisi-4/
B. Langkah-Langkah BLS
Ketika seorang penolong (melalui inspeksi) sudah mencurigai seseorang mengalami henti
jantung di luar rumah sakit maka langkah-langkah pertolongan yang harus dilakukan secara sistematis
adalah 3A, periksa kesadaran, panggil bantuan, lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP), gunakan
Automatic External Debifrilator (AED), setelah stabil rujuk ke rumah sakit terdekat.2
b. Periksa Kesadaran
Bagi awam, periksa kesadaran hanya dilakukan secara subjektif menentukan pasien ini sadar
atau tidak sadar. Penilaian awam ini dapat melihat apakah mata korban terbuka atau tidak. Jika
korban tidak membuka mata setelah dipanggil atau digoyangkan badannya maka dapat dikatakan
korban tidak sadar. Berbeda dengan awam, tenaga kesehatan setidaknya dapat menggunakan
pemeriksaan level kesadaran AVPU.1
A: Alert (Awas) V: Voice (Respon terhadap suara)
c. Panggil Bantuan
Pertolongan dalam BLS hanya bersifat life saving yang sementara sehingga dibutuhkan fasilitas
medis yang cukup untuk memberikan pertolongan lanjutan kepada korban. Setelah yakin bahwa
pasien tidak sadar atau unresponsive maka selanjutnya yang dilakukan adalah memanggil bantuan.
Memanggil bantuan yang dimaksud adalah meminta pertolongan kepada orang sekitar dan juga
meminta pertolongan untuk tim medis yang lebih ahli. Tujuan dari panggil bantuan adalah
memberikan pertolongan lebih lanjut sehingga diperlukan ambulan untuk membawa korban ke
rumah sakit. Pihak yang bisa dimintai bantuan ambulan adalah AGD 118, Ambulan Dinas
Kesehatan Jakarta 119, atau Rumah Sakit terdekat. Sering kali penolong sulit untuk mendapatkan
bantuan ambulan.1
Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mentranspor
korban menggunakan taksi atau mobil pribadi miliki orang sekitar. Agar pertolongan yang diberikan
sesuai maka penolong saat menelpon harus menyampaikan hal-hal yang penting seperti jenis
kejadian, lokasi kejadian, jumlah korban, kondisi korban, dan jenis bantuan yang dibutuhkan.
Contoh,” selamat siang, ambulan 118, saya Mawar, mahasiswa FK X. Saya ingin menlaporkan
terjadi kecelakaan motor di depan kampus FK X jumlah korban 1 orang laki-laki, keadaan
unresponsive, saat ini akan dilakukan bantuan hidup dasar. Tolong kirimkan ambulan dengan
peralatan lengkap. Terima kasih”.1
d. Algoritma BLS
Untuk memberikan bantuan hidup dasar (basic life support-BLS) yang efektif, penolong harus
menerapkan step-step berikut dengan sistematis.1
1. Step 1 : Periksa CAB secara simultan
2. Step 2 : Tangani C, jika aman lanjut ke step 3
3. Step 3 : Tangani A, jika aman lanjut ke step 4
4. Step 4 : Tangani B, jika sudah aman lakukan recovery position
Tiga komponen vital yang harus diperhatikan dalam BLS adalah Airway (A), Breathing (B),
dan Circulation (C). Hal pertama yang harus dilakukan seorang penolong ketika mencurigai korban
henti jantung tak sadarkan diri adalah melakukan assessment ketiga komponen tersebut. Dalam
memeriksa tidak ada komponen yang diprioritaskan sehingga pemeriksaan ABC dapat dilakukan
secara simultan (sekaligus). Dari hasil pemeriksaan tersebut barulah diprioritaskan komponen yang
akan ditatalaksana berdasarkan C>A>B.1
Jika hasil dari asessment hanya terdapat satu komponan saja yang bermasalah maka segera
tanganani komponen tersebut. Misalnya, ketika melakukan assesment awal secara simultan didapatkan
C teraba, B ada napas, namun Airway terdapat sumbatan maka tanganilah Airway pasien segera.
Begitu pula jika yang bermasalah hanya sirkulasi saja atau Breathing saja. Namun jika yang masalah
lebih dari satu komponen maka penolong harus memprioritaskan C>A>B.1
C. Penatalaksanaan Airway
Penilaian keadaan pasien dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis perlukaan, tanda vital
dan mekanisme trauma. Pada pasien yang terluka parah, terapi diberikan berdasarkan prioritas.
Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan ataupun sebagian, progresif
maupun berulang. Airway merupakan prioritas utama pada critical care karena jika airway tersumbat,
artinya aliran udara nafas tidak ada dan tidak beredarnya oksigen dalam sirkulasi darah, sehingga
organ-organ vital mengalami penurunan fungsi. Pemeriksaan jalan nafas dilakukan untuk memastikan
jalan nafas bebas dari sumbatan karena benda asing. Kelancaran jalan nafas dinilai meliputi obstruksi
yang disebabkan oleh: benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur maksila/mandibula, fraktur laring dan
fraktur trakhea. Usaha untuk membebaskan airway harus melindungi vertebrae cervical.3
Proteksi vertebrae cervicalis merupakan hal yang penting. Ingat: anggaplah ada fraktur cervical
pada setiap pasien multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan di atas klavikula.
Patokan urutan umum penanganan primary survey adalah:3
a. Penilaian (mendeteksi patensi airway dan penilaian cepat adanya obstruksi)
1. Trauma maksilofasial (fraktur nasofaring & orofaring)
2. Trauma leher (luka tembus, kerusakan laring, kerusakan trachea, sumbatan jaringan lunak
oleh darah)
3. Trauma laring (suara parau, emfisema subkutan, teraba fraktur).
b. Pengelolaan
1. Melakukan head tilt chin lift maneuver
Pada pasien non-trauma cervical injury,
teknik yang dapat dilakukan untuk membuka jalan
nafas pada pasien ini adalah dengan teknik angkat
kepala-angkat dagu (head tilt chin lift). Cara
melakukan teknik head tilt - chin lift :
Letakan tangan kiri pada dahi pasien.
Tekan dahi sedikit mengarah ke depan
dengan telapak tangan penolong
Letakan ujung jari tangan lainnya dibawah
bagian ujung tulang rahang pasien.
Gambar 3. Head-tilt Chin-lift Maneuver
Tengadahkan kepala dan tahan/ tekan dahi
(European Resuscitation Council Guidelines for
pasien secara bersamaan sampai kepala Resuscitation
2015)
pasien pada posisi ekstensi
Kedua lengan penolong dilebarkan dengan tangan kiri memegang persendian kaki kiri dan
tangan kanan memegang panggul kiri pasien.
Pemimpin memberikan aba-aba untuk bersiap secara bersama-sama memiringkan tubuh
pasien ke kanan pada satu poros longitudinal.
Teknik ini dapat dilakukan pada sisi kiri pasien untuk memiringkan tubuh pasien ke kiri atau
sebaliknya.
Apabila dengan teknik menghisap cairan dengan kateter penghisap maupun teknik log roll
tidak dapat berhasil mengeluarkan cairan dalam mulut pasien akibat cairan berupa lendir yang
kental maka dapat dilakukan teknik lain. Teknik ini yaitu Cross Finger (ibu jari diletakan
berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban). Teknik Cross Finger dilakukan dengan cara:
Silangkan ibu jari dan telunjuk penolong
Letakan ibu jari pada gigi seri bawah korban dan jari telunjuk pada gigi seri atas
Lakukan gerakan seperti menggunting untuk membuka mulut pasien
Periksa mulut setelah terbuka apakah ada cairan atau benda asing yang menyumbat jalan
nafas
D. Penatalaksanaan Breathing
Memastikan pasien bernafas atau tidak dilakukan dengan cara :3,4
a. Look : Lihat apakah ada tanda jejas, gerakan dada (gerakan bernafas), apakah gerakan tersebut
simetris, penggunaan otot bantu nafas, frekuensi nafas, retraksi sela iga, sianosis pada kuku atau
bibir.
b. Listen : Dengarkan apakah suara nafas normal, apakah ada suara nafas tambahan yang
abnormal (bisa timbul karena ada hambatan sebagian)
c. Feel : Merasakan hembusan hawa ekspirasi dari lubang hidung atau mulut, apakah ada suara
tambahan yang abnormal.
Tujuan primer pemberian bantuan nafas adalah untuk mempertahankan oksigenasi adekuat untuk
membuang CO2. Hal yang perlu diperhatikan saat memberi nafas bantuan antara lain:4
E. Penatalaksanaan Circulation
a. RJP Neonatus/Infant CPR
Ketentuan untuk melakukan CPR pada neonatus menggunakan prinsip :7
1. Langkah Circulation-Airway-Breating (CAB)
Langkah dalam kasus henti jantung neonatus dan anak sama dengan dewasa dikarenakan
masih minimnya bukti untuk pemberian CPR pada neonatus dan anak.
6. Lakukan 2x napas buatan dalam jeda waktu 10 detik (1 detik @ napas) dengan melakukan
head tilt, chin lift. Kembali lakukan step 3 -5 hingga 5 siklus CPR.
d. Lanjut Usia/Adolescent
Pemberian CPR pada pasien lanjut usia pada umumnya disamakan dengan pasien dewasa.
Akan tetapi, terdapat beberapa kesulitan dalam resusitasi pasien geriatri. Kesulitan yang dialami
bukanlah dalam prosedur pemberian CPR melainkan kesulitan dalam mendapatkan hasil yang
diinginkan dari CPR tersebut. Hal-hal ini disebabkan oleh perubahan patofisiologi akibat penuaan,
khususnya sistem kardiovaskular. Seiring dengan berjalannya waktu, terdapat penurunan progresif
dari kolagen, jaringan penyambung, dan lemak. Hal ini mengakibatkan penurunan compliance
ventrikel, meningkatkan insidens sick sinus syndrome, atrium arrythmia, dan bundle branch block.
Selain itu, juga terdapat pengerasan substansi pembuluh darah, mengakibatkan peningkatan tekanan
darah sistolik, peningkatan tahanan untuk pengosongan ventrikel, dan hipertrofi ventrikel.
Perubahan-perubahan ini menuju kepada penurunan dalam laju jantung maksimal, kapasitas aerobik
maksimal, puncak curah jantung saat latihan, dan puncak ejeksi fraksi.8
f. Bila tubuh terutama dada korban basah atau berkeringat, keringkan dengan kain atau handuk
kering. Bila pad melekat pada rambut-rambut halus, lakukan penanganan yang dapat
meminimalisir pelekatan pada rambut halus. Bila hal ini tidak ditangani, dan terdengar suara
“check electrodes”, AED tidak akan berfungsi hingga masalah ini ditangani.
g. Jika pasien memiliki alat yang terimplan, pasang elektroda dengan jarak minimal 1 inch dari
alat terimplan atau tindikan sehingga arus listrik dapat mengalir dengan bebas antar 2 elektroda.
Hal ini ditujukan untuk mencegah kerusakan pada pacemaker pada saat defibrilasi secara
eksternal.
h. Periksa kembali apakah kabel terpasang dengan baik pada AED. Pastikan tidak ada yang
menyentuh pasien kemudian tekan tombol “Analyze” dan dilanjutkan dengan
menghindari segala pergerakan korban selama proses analisis. Kebanyakan AED membutuhkan
waktu selama 5-15 detik untuk menganalisis ritme. AED akan mengeluarkan perintah “Stop
CPR, do not touch patient, analyzing.”
i. Sebelum penolong menekan tombol syok, pastikan tidak ada orang yang menyentuh tubuh
korban. Selalu teriakan kalimat “Clear! Jauhi korban”. Semua orang yang ada di sekitar korban
harus segera menjauh (cleared) pada step 3. Selalu periksa dengan seksama dan pastikan tidak
ada orang yang melakukan kontak dengan korban. Bantuan oksigen harus segera dilepaskan
karena dapat memicu terbakarnya AED.
j. Ketika AED menampilkan signal “press to shock”, harus mengikuti perintah. Namun, penolong
harus selalu memastikan bila tidak orang yang menyentuh tubuh korban dan tidak ada aliran
oksigen yang mengalir. Syok akan membuat kontraksi pada tubuh korban secara tiba-tiba.
k. AED akan melakukan syok sebanyak tiga kali dengan pengulangan analisis dan shock.Setelah
itu, AED akan melakukan pengisian untuk pemberian CPR selama 2 menit. Setelah pemberian
tiga kali syok telah selesai, periksa tanda-tanda sirkulasi. Bila belum ada, lakukan kompresi dan
selamatkan ventilasi napas selama 2 menit. Jangan pernah melepaskan pada AED selama
melakukan CPR .
l. Setelah 2 menit, AED akan menginstruksikan “Stop CPR, analysing”. AED akan menganalisis
korban untuk mengetahui apakah korban dapat diberikan syok atau tidak. Bila iya, lakukan
kembali langkah-langkah pemberian syok pada korban.
m. Bila AED memberikan instruksi “no shock advised”, cek denyut nadi dan laju pernapasan
korban. Bila ada, monitor jalan napas korban dan posisikan korban dalam posisi aman stabil.
Gambar 19. Letak Pad AED pada pria Gambar 20. Letak Pad AED pada wanita
(National Heart Lung and Blood) (National Heart Lung and Blood Institute)
))Institute)
G. Shockable Rhythm
Gambaran EKG yang dapat terjadi pada henti jantung yaitu asistol, PEA (Pulseless electrical
activity), ventrikel fibrilasi dan ventrikel takikardi tanpa denyut. Menurut ACLS certification institute,
dari ke-empat gambaran EKG tersebut tidak semuanya dapat diberikan defibrilasi. Gambaran EKG
yang dapat diberikan defibrilasi (shockable) yaitu ventrikel fibrilasi dan ventrikel takikardi tanpa
denyut:10
a. Ventricular Tachyardia
b. Ventricular Fibrillation
Sedangkan 2 gambaran EKG lainnya yaitu asistol dan PEA(Pulseless electrical activity) tidak
dapat diberikan defibrilasi (unshockable). Yang dapat di lakukan untuk henti jantung dengan
gambaran EKG unshockable adalah identifikasi penyebab utama, melakukan CPR yang baik dan
pemberian epinefrin.
c. Asistol
Pasang Patch Automated External Defibrilator pada dada kanan dan kiri
Hidupkan AED Jangan sentuh korban sementara sampai ada perintah dari AED
I. Recovery Position
Posisi ini membantu korban semi-concscious atau unconscious untuk bernapas dan
memungkinkan cairan mengalir dari hidung dan tenggorokan sehingga mereka tidak menghirupnya.
Jangan gunakan posisi ini jika orang tersebut memiliki cedera utama, seperti cedera punggung atau
cedera leher. Jika memungkinkan, tempatkan korban di sisi kiri nya untuk mengurangi risiko
muntah.7,8,9
a. Dewasa
Langkah langkahnya :
1. Posisikan tangan kiri korban menjauhi ke kiri dan posisikan tangan kanan korban dengan
punggung kanan tangan korban menyentuh pipi kiri korban dan tekuk lutut kanan korban
2. Miringkan seluruh tubuh korban ke kiri dengan mendorong lutut korban yang tertekuk dan
sambil menjaga stabilisasi kepala dan leher korban. Telapak kanan korban yang ada di pipi kiri
menyentuh lantai, menyangga kepala korban, tetapi tetap jaga supaya kepala lebih rendah dari
tubuh agar cairan dapat keluar dari mulut.
J. Spinal Injury
Jika korban dicurigai memiliki cedera tulang belakang, jangan mencoba untuk memindahkan
mereka sampai layanan darurat datang. Jangan gunakan head-tilt, namun gunakan jaw-thrust, dengan
cara meletakkan tangan Anda di kedua sisi wajah mereka dan dengan ujung jari Anda dengan lembut
mengangkat rahang untuk membuka jalan napas. Jaga jangan sampai leher korban bergerak.
Apabila ingin memiringkan mereka ke kiri, lakukan supaya punggung sampai kepala mereka
selurus mungkin. Bila memungkinkan, cari 4 orang penolong, 2 di masing-masing sisi, supaya dapat
menjaga kepala, tubuh dan kaki dalam sat ugaris lurus untuk korban dimiringkan
Gambar 26. Recovery Position dengan kasus Spinal Injury (St. John Ambulance)
a. Anak
Tempatkan wajah bayi ke bawah lengan Anda dengan kepala sedikit lebih rendah dari tubuh.
Posisikan kepala dan leher dengan tangan Anda, menjaga mulut dan hidung yang jelas. Menahan
bayi di posisi ini akan menjaga jalan napas bayi tetap terbuka dan menghentikan bayi tersedak di
lidah mereka atau menghirup muntah apapun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Dasar Edisi 2015. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI).
2. European Rescusitation Council. Section 2: Adult basic life support and automated external
defibrillation. ERC 201.
3. Shah K, Mason C. 2013. Prosedur Penting Dalam Kedaruratan. Jakarta: EGc
4. Tchorz, K. M. (2013). Advanced Trauma Life Support (ATLS®): The Ninth Edition. The Journal
Of Trauma And Acute Care Surgery.
5. Bambang Setyohadi dkk. 2011. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta Pusat: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
6. John A Boswick. 2012. Perawatan Gawat Darurat: EGC
7. National Safety Coucil. The recovery position - adult or child. National Safety Coucil; 2014.
8. American Heart Association. CPR and ECC Guideline Indonesia. AHA 2015 Reviewed on 2016.
9. CPR in Adults: Positioning Your Hands for Chest Compressions [Internet]. WebMD.2014.
Available from :http://www.webmd.com/first-aid/cpr-in-adults-positioningyour-hands-for-chest-
compressions
10. ShockableRyhtms. November 27,2018.[ Diaksespada December 1, 2018 ]. Tersedia dari:
https://acls.com/free-resources/knowledge-base/vf-pvt/shockable-rhythms
B. Intubasi Endotrakheal
a. Prinsip Dasar
Ventilasi melalui pipa endotracheal (ET) merupakan cara yang sangan efektif untuk menjaga
jalan nafas. Pemasangan intubasi endotracheal, pemberian ventilasi dan oksigenasi lebih terjamin
dan kemungkinan aspirasi cairan lambung lebih kecil. 1
Merupakan prosedur medis di mana sebuah tabung dimasukkan ke dalam tenggorokan (trakea)
melalui mulut atau hidung. Bila keadaan darurat akan dimasukkan melalui mulut. Walaupun pasien
sadar atau tidak, pemberian obat untuk mempermudah prosedur ini akan tetap dilakukan. Setelah
prosedur ini dilakukan, bila pasien sadar dokter akan memberi obat untuk mengurangi kecemasan
atau ketidaknyamanan.2
D. Suctioning
a. Prinsip Dasar
Suatu metode untuk mengeluarkan sekret jalan nafas dengan menggunakan alat via mulut,
nasofaring atau trakeal. Saluran napas bagian atas menghangatkan, membersihkan, dan
melembabkan udara yang kita hirup. Dengan pemasangan tabung, udara yang bergerak melalui
tabung lebih dingin, lebih kering, dan tidak bersih. Dalam menghadapi perubahan ini, tubuh
memproduksi lendir lebih banyak. Penyedotan yang bisa dilakukan membersihkan lebih dari tabung
trakeostomi dan sangat penting untuk pernapasan yang tepat. Serta sekresi yang tersisa ditabung bisa
jadi terkontaminasi dan infeksi dinding dada bisa terjadi. Hindari penyedotan yang terlalu sering
karena bisa menyebabkan sekresi lebih banyak menumpuk.1,2
E. Krikotiroidotomi
a. Prinsip Dasar
Merupakan protokol manajemen terakhir yang perlu dilakukan tenaga medis ketika pasien
tidak memungkinkan untuk diintubasi atau diventilasi di mana situasi akan fatal jika tidak segera
dibuat jalan napas yang aman.4
Tindakan ini dilakukan dengan prinsip membuat insisi melewati membran krikotiroid lalu
diinsersi tabung trakeostomi. Pada anak perlu pengawasan lebih lanjut karena berisiko merusak
kartilago krikotiroid yang mana merupakan satu-satunya penunjang sirkum ferensia untuk trakea
bagian atas sehingga tidak direkomendasikan untuk anak dibawah 12 tahun.6
F. Needle Thoracentesis
a. Prinsip Dasar
Needle thoracocentesis merupakan intervensi awal yang dilakukan terhadap pasien dengan
pneumothorax spontan primer. Intervensi ini merupakan intervensi langsung yang diterima dalam
kasus- kasus tension pneumothorax. Intervensi ini akan dilanjutkan dengan pemeriksaan X- ray pada
dada dan drainase pada bagian yang diberi intervensi.2
G. Tube Thoracotomy
a. Prinsip Dasar
Tube Thoracotomy merupakan suatu tindakan/ prosedur dalam menangani kondisi patologis
dalam rongga pleura (pneumonia atau kanker, yang menyebabkan cairan ekstra untuk di dalam
rongga di sekitar paru-paru (efusi pleura). Tabung pada dada yang mungkin bisa menyebabkan
pendarahan di sekitar paru-paru (haematothoraks). Tube thoracotomy yaitu menempatkan sebuah
tabung plastik berongga antara tulang rusuk dan dada untuk mengalirkan cairan atau udara dari
sekitar paru-paru. Tabung ini juga sering dihubungkan dengan mesin untuk membantu drainase.
Tabung tetap di dada sampai semua atau sebagian besar cairan/ udara keluar, biasanya beberapa hari.
Kadang obat-obatan khusus juga diberikan melalui tabung ini.2
H. Transfusi Darah
a. Prinsip Dasar
Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredarah darah resipien. Darah
dan berbagai komponen darah dapat ditransfusikan secara terpisah sesuai kebutuhan. Darah tersusun
dari berbagai komponen, antara lain eritrosit (red blood cells), trombosit pekat (thrombocyte
concentrate), kriopresipitat dan plasma segar beku (freshfrozen plasma). Komponen darah yang
ditransfusikan sesuai dengan yang diperlukan akan mengurangi kemungkinan reaksi transfusi,
circulatory overload, dan penularan infeksi yang terjadi dibandingkan dengan transfusi darah
lengkap.6
DAFTAR PUSTAKA
D. SECONDARY SURVEY
a. Mekanisme trauma
Kepentingan mekanisme trauma adalah untuk mencari kemungkinan cedera lain yang saat ini
belum tampak. Dokter harus melakukan rekonstruksi kejadian, menetapkan trauma penyerta yang
mungkin terjadi pada penderita, dan mendapatkan sebanyak mungkin informasi.2
b. Pemeriksaan Fisik
Seluruh pakaian penderita harus dibuka agar dapat dilakukan pemeriksaan yang baik.
Pemeriksaan penderita cedera ekskremitas mempunyai 3 tujuan: menemukan masalah mengancam
jiwa (primary survey), menemukan masalah yang mengancam ekstremitas (secondary survey), dan
pemerikasaan tulang secara sistematis untuk menghindari luputnya trauma muskuloskeletal yang
lain (re-evaluasi berlanjut).2
Pemeriksaan trauma muskuloskeletal dapat dilakukan dengan melihat dan berbicara kepada
penderita, palpasi ekstremitas yang cedera serta penilaian yang sistematis dari setiap ekstermitas.
Empat komponen yang harus diperiksa adalah:2
1. kulit yang melindungi penderita dari kehilangan cairan dan infeksi,
2. fungsi neuromuskular,
3. status sirkulasi dan integrasi, dan
4. integritas ligamentum dan tulang. Evaluasi ini mencegah risiko terlewatinya suatu trauma.
2. Pemeriksaan
Petunjuk awalnya adalah dengan ditemukannya perbedaan panjang tungkai atau rotasi
tungkai (biasanya rotasi eksternal ) tanpa adanya fraktur pada ekstremitas tersebut. Bila penderita
sudah stabil, maka foto rontgen AP pelvis akan menunjang pemeriksaan klinis.3
Instabilitas mekanik dari pelvic ring diperiksa dengan manipulasi manual dari pelvis.
Prosedur ini hanya dikerjakan 1 kali selama pemeriksaan fisik, jika dilakukan berulang dapat
menyebabkan perdarahan bertambah. Petunjuk awal adanya instabilitas mekanik adalah dengan
ditemukannya perbedaan panjang tungkai atau rotasi tungkai (biasanya rotasi eksternal) tanpa
adanya fraktur pada ekstermitas tersebut.3
3. Pengelolaan
Pengelolaan awal disrupsi pelvis berat disertai perdarahan memerlukan penghentian
perdarahan dan resusitasi cairan dengan cepat. Penghentian perdarahan dilakukan dengan
stabilisasi mekanik dari pelvic ring dan eksternal counter pressure (peneumatik anti syok
garmen). Teknik sederhana dapat dilakukan untuk stabilisasi pelvis sebelum penderita dirujuk.
Traksi kulit longitudinal atau traksi skeletal dapat dikerjakan sebagai tindakan pertama. Prosedur
ini dapat ditambah dengan memasang kain pembungkus melilit pelvis yang berfungsi sebagai
siling atau vacum tipe long spine splinting device atau PASG. Cara-cara sementara ini dapat
membantu stabilisasi awal. Fraktur pelvis terbuka dengan perdarahan yang jelas, memerlukan
balut tekan dengan tampon untuk menghentikan perdarahan.3
2. Pemeriksaan
Trauma ekstremitas harus diperiksa adanya perdarahan eksternal, hilangnya pulsasi nadi
yang sebelumnya masih teraba, perubahan kualitas nadi, dan perubahan pada pemeriksaan
Doppler dan ankle/brachial index. Ekstremitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi
menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma yang membesar dengan cepat,
menunjukkan adanya trauma vaskuler.
3. Pengelolaan
Pengelolaan perdarahan besar arteri berupa tekanan langsung dan resusitasi cairan yang
agresif. Penggunaan torniket pneumatik secara bijaksana mungkin akan menolong
menyelamatkan nyawa. Penggunaan klem vaskular di tempat perdarahan pada ruang gawat
darurat tidak dianjurkan, kecuali pembuluh darahnya terletak disuperfisial dan tampak dengan
jelas. Jika fraktur disertai luka terbuka yang berdarah aktif, harus segera diluruskan dan dipasang
bidai serta balut tekan diatas luka. Pemeriksaan arteriografi dan penunjang yang lain baru
dikerjakan jika penderita telah teresusitasi dan hemodinamik normal. 3
1. Trauma
Crush syndrome adalah keadaan klinis yang disebabkan kerusakan otot, yang jika tidak
ditangani akan menyebabkan kegagalan ginjal. Kondisi ini terjadi akibat crush injury pada massa
sejumlah otot, yang tersering paha dan betis. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan perfusi otot,
iskemia dan pelepasan mioglobin.
2. Pemeriksaan
Mioglobin menimbulkan urine berwarna kuning gelap yang akan positif bila diperiksa untuk
adanya hemoglobin. Rabdomiolisis dapat menyebabkan hipovolemik, asidosis metabolik,
hiperkalemia, hipokalsemia dan DIC (Disseminated intravascular coagulation).
3. Pengelolaan
Pemberian cairan IV selama ekstrikasi sangat penting untuk melindungi ginjal dari gagal
ginjal. Gagal ginjal yang disebabkan oleh mioglobin dapat dicegah dengan pemberian cairan dan
diuresis osmotik untuk meningkatkan isi tubulus dan aliran urine. Dianjurkan untuk
mempertahankan output urin 100ml/jam sampai bebas dari mioglobin uria.
2. Pemeriksaan
Diagnosa didasarkan atas riwayat trauma dan pemeriksaan fisik ekstermitas yang
menemukan fraktur dengan luka terbuka, dengan atau tanpa kerusakaan luas otot serta
kontaminasi.
Jika terdapat luka terbuka didekat sendi, harus dianggap luka ini berhubungan dengan atau
masuk ke dalam sendi, dan konsultasi bedah harus dikerjakan. Tidak boleh memasukkan zat warna
atau cairan untuk membuktikan rongga sendi berhubungan dengan luka atau tidak. Cara terbaik
membuktikan luka terbuka pada sendi adalah dengan eksplorasi bedah dan pembersihan luka.
3. Pengelolaan
Setelah deskripsi atau trauma jaringan lunak, serta menentukan ada atau tidaknya atau
gangguan sirkulasi atau trauma saraf maka segera dilakukan imobilisasi. Penderita segera
diresusitasi secara adekuat dan hemodinamik sedapat mungkin stabil. Profilaksis tetanus segera
diberikan. Antibiotic diberikan setelah konsul dengan dokter bedah.
2. Pengelolaan
Otot tidak mampu hidup tanpa aliran darah lebih dari 6 jam dan nekrosis akan segera terjadi.
Saraf juga akan sangat sensitif terhadap keadaan tanpa oksigen. Operasi revaskularisasi segera
diperlukan untuk mengembalikan aliran darah pada ekstermitas distal yang terganggu. Jika
gangguan vaskularisasi disertai fraktur harus dikoreksi segera dengan meluruskan dan memasang
bidai. Iskemia menimbulkan nyeri hebat dan konsisten.
Amputasi traumatik merupakan bentuk terberat dari fraktur terbuka yang menimbulkan
kehilangan ekstermitas dan memerlukan konsultasi dan intervensi bedah. Patah tulang terbuka
dengan iskemia berkepanjangan, trauma saraf dan kerusakan otot mungkin memerlukan amputasi.
Penderita dengan trauma multipel yang memerlukan resusitasi intensif dan operasi gawat
darurat bukan kandidat untuk re-implantasi. Re-implantasi biasa nya dikerjakan untuk trauma
tunggal ekstermitas distal, di bawah lutut atau sikut, bersih dan akibat trauma tajam.
Anggota yang teramputasi dicuci dengan larutan isotonik dan dibungkus kasa steril dan
dibasahi lautan penisilin (100.000 unit dalam 50 ml RL) dan dibungkus kantong plastik. Kantong
plastik ini dimasukkan dalam termos berisi pecahan es, lalu dikirimkan bersama penderita.
c. Sindrom kompartemen
1. Trauma
Sindrom kompartemen dapat ditemukan pada tempat dimana otot dibatasi oleh rongga fascia
yang tertutup. Daerah yang sering terkena adalah tungkai bawah, lengan bawah, kaki, tangan,
region glutea, dan paha. Sindroma kompartemen terjadi bila tekanan diruang osteofasial
menimbulkan iskemia dan berikutnya nekrosis. Iskemia dapat terjadi karena peningkatan isi
kompartemen akibat edema yang timbul, akibat revaskulerisasi sekunder dari ekstremitas yang
iskemia atau karena penyusutan isi kompartemen yang disebabkan oleh tekanan luar, misalnya
dari balutan yang menekan. Tahap akhir dari kerusakaan neurovaskuler disebut Volkman’s
ischemic contracture7,8.
2. Pemeriksaan
Semua trauma ektremitas potensial untuk terjadinya sindroma kompartemen. Sejumlah
cedera mempunyai resiko tinggi yaitu :6
Fraktur tibia dan antebrachial.
Balutan kassa atau imobilisasi dengan gips yang ketat.
Crush injury pada massa otot yag luas
Tekanan setempat yang cukup luas.
Peningkatan permeabilitas kapiler dalam kompartemen akibat reperfusi otot yang
mengalami iskemia.
Luka bakar, atau
Latihan berat.
Gejala klinis yang umum ditemukan pada sindroma kompartemen meliputi 5 P, yaitu:8
Pain (nyeri) : nyeri pada jari tangan atau jari kaki pada saat peregangan pasif pada otot-otot
yang terkena, ketika ada trauma langsung.
Pallor (pucat) : kulit terasa dingin jika di palpasi, warna kulit biasanya pucat, abu-abu atau
keputihan.
Paresthesia : biasanya memberikan gejala rasa panas dan gatal pada daerah lesi.
Paralysis : biasanya diawali dengan ketidakmampuan untuk menggerakkan sendi,
merupakan tanda yang lambat diketahui.
Pulselesness : berkurang atau hilangnya denyut nadi, akibat adanya gangguan perfusi
arterial.
3. Pengelolaan
Semua balutan, gips dan bidai yang menekan dibuka. Penderita harus diawasi dan diperiksa
setiap 30 sampai 60 menit. Jika tidak terdapat perbaikan, fasciotomi diperlukan.
Sindroma kompartemen merupakan keadaan yang ditentukan oleh waktu. Semakin tinggi
dan semakin lama meningkatnya tekanan intra kompartemen, maka makin besar kerusakaan
neurovaskuler dan fungsi. Terlambat melakukan fasciotomi menimbulkan mioglobinemia, yang
dapat menimbulkan menurunnya fungsi ginjal. Apabila diagnosa atau curiga sindroma
kompartemen harus segera konsultasi bedah.1,2
b. Trauma Sendi
Penanganannya adalah sebagai berikut:6,7
1. Trauma
Trauma sendi bukan dislokasi (sendi masih dalam konfigurasi anatomi normal tetapi
terdapat trauma ligamen) biasanya tidak mengancam ekstremitas, walaupun dapat menurunkan
fungsi ekstremitas.
2. Pemeriksaan
Biasanya ditemukan adanya riwayat gaya abnormal terhadap sendi, sebagai contoh tekanan
terhadap tibia bagian anterior yang mendorong lutut ke belakang, tekanan terhadap bagian lateral
yang menimbulkan regangan valgus pada lutut, atau jatuh dengan lengan ekstremits yang
menimbulkan trauma hiperfleksi pada siku.
Pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan pada ligamen yang terkena. Hemartrosis (perdarahan
sendi) biasanya akan ditemukan, kecuali bila kapsul sendi robek dimana perdarahan akan
menyebar ke jaringan lunak. Tes pasif dari ligamen membuktikan adanya instabilitas.
3. Pengelolaan
Trauma sendi harus diimobilisasi. Keadaan vascular dan status neurologi distal pada tungkai
yang cedera harus diperiksa. Konsultasi bedah harus dilakukan
c. Fraktur
Yaitu sebagai berikut:1,3
1. Trauma
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas korteks tulang menimbulkan gerakan yang abnormal
disertai krepitasi dan nyeri. Fraktur tertutup maupun terbuka biasanya disertai berbagai bentuk
kerusakan jaringan lunak.
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan ekstremitas didapatkan nyeri, pembengkakan, deformitas, nyeri tekan, krepitasi
dan gerakan abnormal di tempat fraktur. Sangat penting untuk memeriksa keadaan neurovascular
ekstremitas berulang-ulang, terutama jika bidai telah terpasang.
Riwayat dan pemeriksaan fisik dikonfirmasi dengan foto rontgen 2 view yang saling tegak
lurus. Mempertimbangkan status hemodinamik penderita, foto rontgen dapat ditunda sampai
penderita stabil. Foto rontgen harus mencakup sendi atas dan bawah tulang yang fraktur, untuk
menyingkirkan dislokasi dan trauma lain.
3. Pengelolaan
Imobilisasi harus mencakup sendi di atas dan di bawah fraktur. Setelah dipasang bidai,
status neurologi dan vaskular harus diperiksa. Konsultasi bedah diperlukan untuk pengobatan
lebih lanjut.
F. PRINSIP IMOBILISASI
Membidai trauma ekstremitas bila tidak disertai masalah ancaman nyawa, bisa ditunda sampe
secondary survey. Setelah pemasangan bidai dan meluruskan fraktur harus dilakukan pemeriksaan
status neurovaskular.7
Fraktur tertentu dapat dipasang bidai khusus. PASG tidak dianjurkan sebagai bidai tungkai
bawah, walaupun dapat berguna sebagai bidai sementara pada perdarahan dengan ancaman nyawa
pada fraktur pelvis atau pada trauma ekstremitas bawah yang berat dengan kerusakan jaringan lunak.
Pemasangan lama (lebih dari 2 jam) pada tungkai penderita dengan hipotensi dapat menimbulkan
sindroma kompartemen.7
Long spine board digunakan untuk penderita trauma multipel dengan dugaan trauma spinal yang
tidak stabil, namun karena dasar yang keras apalagi bila dipakai tanpa bantalan dapat menimbulkan
dekubitus pada oksiput, scapula, sakrum dan tumit. Karena itu sesegera mungkin penderita
dipindahkan secara hati-hati ke tempat yang lebih lembut dengan memakai scoop stretcher atau cara
log rolling.7
a. Fraktur femur
Fraktur femur dilakukan imobilisasi sementara dengan traction splint. Traction splint ini
menarik bagian distal tungkai diatas kulit pergelangan kaki. Di proximal, traction splint didorong ke
pangkal paha melalui ring yang menekan bokong, perineum, dan pangkal paha. Tarikan yang
berlebihan akan merusak kulit pada kaki, ankle, pangkal paha dan perineum. Gangguan
neurovaskuler terjadi karena tarikan saraf perifer. Fraktur kolum femoris dapat dilakukan imobilisasi
dengan traction splint, tetapi lebih nyaman dengan traksi kulit atau traksi sepatu busa dengan posisi
lutut sedikit fleksi. Cara paling sederhana adalah membidai tungkai yang trauma dengan tungkai
sebelahnya.1,2
b. Cedera lutut
Pemakaian bidai lutut atau long leg splint atau gips dapat membantu kenyamanan dan
stabilitas. Tungkai tidak boleh dilakukan imobilisasi dalam ekstensi penuh, melainkan dalam fleksi
kurang lebih 10 derajat untuk menghindari tekanan pada struktur neurovaskuler.1,2
c. Fraktur tibia
Fraktur tibia sebaiknya dilakukan imobilisasi dengan card board atau metal gutter, long leg
splint. Jika tersedia dapat dipasang gips dengan imobilisasi meliputi tungkai bawah, lutu dan ankle.1
d. Fraktur ankle
Fraktur ankle diimobilisasi dengan bidai bantal atau karton dengan bantalan, dengan demikian
menghindari tekanan pada daerah tulang yang menonjol. 1
H. Kontrol Nyeri
Analgesia diperlukan untuk trauma sendi atau fraktur walaupun pemberiaanya tergantung
keadaan klinis penderita. Pemasangan bidai yang tepat akan mengurangi rasa nyeri / tidak nyaman
dengan menghambat gerak yang terjadi di daerah fraktur. 6,7
Penderita yang tidak tampak kesakitan walaupun ada fraktur yang cukup berat, harus dicurigai
adanya cidera lain, misalnya lesi intrakranial, hipoksia atau pengaruh alkohol dan obat-obatan.7
Pemberian narkotik akan mengurangi rasa nyeri dan harus diberikan dalam dosis rendah secara
intravena dan diulang sesuai kebutuhan. Sedatif dan muscle relaxants jika perlu, misalnya untuk
reduksi dislokasi, harus diberikan secara hati-hati. Pemberian analgetika, muscle relaxants, atau sedatif
dapat mengakibatkan henti nafas. Dengan demikian peralatan resusitasi yang memadai harus
tersedia.6,7
DAFTAR PUSTAKA
b. Jenis Syok
Jenis-jenis syok adalah sebagai berikut:1,2
1. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan syok yang paling sering dijumpai pada anak, terjadi akibat
kehilangan cairan tubuh yang berlebihan. Penyebab tersering syok hipovolemik pada anak adalah
muntah, diare, glikosuria, kebocoran plasma (misalnya pada demam berdarah dengue), sepsis,
trauma, luka bakar, perdarahan saluran cerna, perdarahan intrakranial. 1
Akibat kehilangan cairan, terjadi penurunan preload. Sesuai dengan hukum Starling,
penurunan preload ini akan berakibat pada penurunan isi sekuncup, selanjutnya penurunan curah
jantung. Baro reseptor akan merangsang saraf simpatik untuk meningkatkan denyut jantung dan
vasokonstriksi untuk mempertahankan curah jantung dan tekanan darah. Syok hipovolemik yang
lama dapat mengakibatkan gangguan fungsi organ-organ. Dalam keadaan normal, Ginjal
menerima 25 persen curah jantung. Pada syok hipovolemik akan terjadi redistribusi aliran darah
dari korteks ke medulla. Bila keadaan ini berlangsung lama akan terjadi tubular nekrosis akut serta
gangguan glomerulus dengan akibat gagal ginjal akut. Depresi miokardium juga sering terjadi,
sementara hipotensi yang lama dapat pula menyebabkan gangguan hati. Kekurangan cairan
karena, kehilangan darah (trauma dan perdarahan gastrointestinal), kehilangancairan (muntah dan
diare), serta kehilangan plasma (luka bakar).
2. Syok kardiogenik
Gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi jantung misalnya:
aritmia, AMI (Infark Miokard Akut).
3. Syok anafilaktik
Gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang mengeluarkan
histamin dengan akibat peningkatan permeabilitas membran kapiler dan terjadi dilatasi arteriola
sehingga venous return menurun. Misalnya reaksi transfusi, gigitan ular.
4. Syok septik
Syok yang terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya di dalam tubuh
yang berakibat vasodilatasi.
5. Syok neurogenik
Pada syok neurogenik terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi
sistim saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi. Misalnya: trauma pada tulang belakang.
6. Syok obstruktif
Ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama diastol sehingga secara nyata
menurunkan volume sekuncup dan stroke volume. Misalnya: tamponade kordis, koarkasio aorta,
emboli paru.
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik syok meliputi:1
1. Kulit
Suhu teraba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena begitu
syok berlanjut terjadi hipovolemia).
Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik dan syok
hemoragi terminal).
Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
2. Tekanan darah
Hipotensi dengan tekanan sistolik < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang
sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septik)
3. Status jantung
Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.
e. Penanganan Syok
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk
memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh, dan mempertahankan suhu
tubuh. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
Tindakan Umum :
Memperbaiki sistem pernafasan :
1. Bebaskan jalan nafas (jika perlu pasang endotracheal tube) berikan oksigen 100%
2. Bantuan nafas (jika pernapasan tidak adekuat)
B. SINKOP
a. Definisi
Sinkop adalah kehilangan kesadaran sementara akibat hipo-perfusi serebral global transien
dikarakteristikkan dengan onset cepat, durasi yang pendek, dan pemulihan spontan. Kehilangan
kesadaran dikarenakan penurunan aliran darah ke sistem aktivasi retikular yang berlokasi pada
batang otak dan tidak membutuhkan terapi listrik atau kimia untuk kembali normal. Metabolisme
otak, berbeda dengan organ-organlain, sangat bergantung pada perfusi
Konsekuensinya, pembatasan pada aliran darah serebral selama sekitar 10 detik dapat
menyebabkan kehilangan kesadaran. Restorasi tingkah laku dan orientasi setelah episode sinkop
biasanya segera terjadi. Amnesia retrograde, meskipun jarang, dapat terjadi pada pasien tua. Sinkop,
sebagaimana didefinisikan disini, merepresentasikan sebuah cabang dari spektrum kondisi yang jauh
lebih luas sebagai penyebab kehilangan kesadaran, termasuk kondisi seperti stroke dan kejang
epileptik. Penyebab non-sinkopal kehilangan kesadaran sementara berbeda dalam hal mekanisme
dan durasinya. 2,3
b. Patofisiologi
Pada individu muda sehat dengan aliran darah serebral sekitar 50-60 ml/100 gram
jaringan/menit, sekitar 12-15% dari total kardiak output pada saat istirahat, kebutuhan oksigen
minimum yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesadaran (sekitar 3.0-3.5 ml O2/100 gram
jaringan/menit) dapat dengan mudah dicapai. Namun demikian, pada individu yang lebih tua, batas
aman untuk suplai oksigen mungkin lebih rendah. Penurunan aliran darah secara tiba-tiba selama
setidaknya 6-8 detik cukup untuk menyebabkan kehilangan kesadaran secara penuh. Evaluasi tilt test
memperlihatkan penurunan tekanan darah sistolik menjadi 60 mmHg atau kurang dihubungkan
dengan sinkop. Lebih jauh, diestimasikan penurunan suplai oksigen serebral setidaknya sebesar 20%
cukup untuk menyebabkan kehilangan kesadaran.2
c. Penyebab Sinkop
Keadaan yang sering menyebabkan sinkop antara lain:3
1. Gangguan irama jantung
2. Aktivitas fisik yang berat
3. Penurunan Volume Darah
4. Mekanisme kompensasi terhadap sinyal yang berasal dari bagian tubuh lain
5. Pingsan karena batuk (sinkop batuk) atau karena berkemih berlebihan (sinkop mikturisi)
6. Sinkop karena menelan dapat menyertai penyakit pada kerongkongan
7. Berkurangnya jumlah sel darah merah (anemia)
8. Berkurangnya kadar gula darah (hipoglikemi)
d. Klasifikasi Sinkop
Sinkop diklasifikasikan menjadi:2
1. Sinkop ortostatik
Terjadi jika seseorang duduk atau berdiri terlalu cepat. Didahului oleh pusing atau
perasaan melayang, terutama pada saat seseorang sedang dalam keadaan berdiri.
4. Sinkop vasovagal
Sering didahului oleh mual, kelemahan, menguap, penglihatan kabur dan berkeringat
Penderita terlihat pucat, denyut nadi menjadi sangat lambat dan kemudian pingsan.
5. Sinkop hipoglikemia
Meliputi gejala-gejala hipoglikemia (tangan gemetar).
6. Sinkope hysteria
d. Tatalaksana Sinkop
Bila dalam keadaan tiba tiba cobalah baringkan penderita dengan kaki lebih tinggi dari kepala
(posisi trendelenburg) untuk mengembalikan kesadaran penderita. Hindari penderita terlalu cepat
duduk atau disangga/ digendong dalam posisi duduk, karena dapat terjadi episode pingsan lain.3
1. Prinsip Umum Penanganan Sinkop
Tujuan utama terapi pasien dengan sinkop adalah untuk memperpanjang harapan hidup,
membatasi cedera fisik dan mencegah rekurensi. Kepentingan dan prioritas sasaran yang berbeda
ini bergantung pada penyebab sinkop. Contohnya, pada pasien dengan VT sebagai penyebab
sinkop, resiko mortalitas jelas dominan, sementara manajemen pasien dengan sinkop refleks
ditujukan untuk mencegah rekurensi dan membatasi cedera.1,2
C. SIANOSIS
a. Definisi
Sianosis/warna biru pada tubuh yang disebabkan oleh meningkatnya Hb reduced pada
kapiler di bawah kulit atau pada mukosa (kadar Hb reduced > 5 gr%) menggambarkan keadaan
hipoksia.1
b. Etiologi Sianosis
Etiologi sianosis diantaranya:2
1. Sentral
Menurunnya saturasi oksigen akibat :
Kadar oksigen di atmosfer yang turun
2. Perifer
Akibat paparan suhu dingin dan sumbatan pada pembuluh darah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dr. Didik D.S., M.Kes, M.Med. Ed. Materi Kuliah Syok, Sinkop, dan Sianosis. Fakultas
Kedokteran UNLAM.
2. Calkins HG and Zipes DP. Hypotension and Syncope. In: Braunwald's Heart Disease A Textbook
of Cardiovascular Medicine 9th Ed. Elsevier 2015;40:10321042
3. Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and Management of Syncope:
The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European Society of
Cardiology (ESC). Eur Heart J 2009;30:2646
b. Hipotermia moderat
Sedang kasus hipotermia (umumnya dengan suhu tubuh 28-32 ˚ C) dapat mencakup gejala
seperti: tidak mampu untuk berpikir atau memperhatikan, kebingungan, hilangnya pertimbangan dan
penalaran (seseorang dengan hipotermia dapat memutuskan untuk menghapus pakaian meskipun
sangat dingin), kesulitan bergerak di sekitar, hilangnya koordinasi, kantuk, bicara cadel, lambat,
pernapasan dangkal (hipoventilasi), orang dengan suhu tubuh 32 ˚ C atau lebih rendah biasanya akan
berhenti menggigil sepenuhnya. Ini adalah tanda bahwa kondisi mereka memburuk dan bantuan
medis darurat diperlukan.1
4. Pupil melebar
C. Etilogi
Etiologi hipotermia diantaranya:2
a. Penurunan panas tubuh (dapat karena gangguan endokrin seperti hipogonad, hipoadrenal)
b. Peningkatan kehilangan panas
c. Sepsis
d. Multipel trauma
e. Gangguan termoregulasi
D. Penanganan
Penanganan hipotermia diantaranya:2
a. Pindahkan korban ke tempat hangat dan kering.
b. Bila pakaian korban basah tanggalkan, ganti dengan yang kering.
c. Naikkan suhu tubuh dengan cara :
1. Kompres tangan dan kaki dengan air hangat
2. Bila sadar beri minuman yang hangat dan manis
3. Jaga agar tubuh dan pakaian tetap kering
E. Obat Terapi
Ketika seorang dengan hipotermia, sasaran organ kardiovaskular akan merespon minimal untuk
sebagian besar obat-obatan. Selain itu, dosis yang kumulatif dapat menyebabkan keracunan selama
proses rewarming karena terjadi peningkatan mengikat obat untuk protein, metabolisme terganggu dan
ekskresi. Sebagai contoh, pemberian dosis berulang digoxin atau insulin tidak akan efektif saat pasien
hipotermia, dan obat residual berpotensi beracun selama proses rewarming. Tekanan arteri rata-rata
minimal 60 mmHg harus tercapai. Jika hipotensi tidak merespon kristaloid/ koloid infus dan
rewarming, dopamin dosis rendah (2 sampai 5g / kg per menit) dapat diberikan.3
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi:4
a. Cardiac arrhythmia
b. Infeksi
c. Pneumonia
d. Pankreatitis
e. Frostbite
f. Gangguan elektrolit
DAFTAR PUSTAKA
1. Danzl DF. Hypothermia and frostbite. In: Fauci AS, Harrison TR. 2008 . Harrison's
Principles of Internal Medicine. 17th ed. McGraw Hill : New York, NY.
2. Center for Disease control and Prevention. Number of Hypotermia-Related Deaths, by sex –
national Vital Statistics System, United States,1999-2011. Accessed : August 22, 2014
3. Hayward, J.S. et al. Accidental Hypothermia: An Experimental Study of Inhalation
Rewarming. Aviation Space Environmental Medicine. 46(10):1236-1240, and personal
communication. (http://www.hypothermia.org/hypothermia.htm)
4. Polderman KH. Mechanisms of action, physiological effect, and complications of hypothermia.
Crit Care Med. 2009 jul. 37(7 Suppl):S186-202.
A. Definisi
Frostbite terjadi ketika suhu jaringan turun di bawah 0 derajat celcius. Ketika bagian dari tubuh,
seperti lengan, tangan, kaki , atau kaki, memiliki kerusakan jaringan akibat terkena cuaca dingin atau
air, ini disebut frostbite. Frostbite merupakan suatu kondisi darurat medis. Terjadi pembentukan
kristal es kemudian mendistorsi dan menghancurkan bentuk sel. Setelah endotelium pembuluh darah
rusak, berlangsung cepat trombosis mikrovaskular kemudian terjadi iskemia sehingga mulai kolaps,
terjadi peningkatan meningkatkan tekanan jaringan, dan edema terbentuk. Frostbite dapat
menyebabkan gangren dan hilangnya bagian tubuh yang terkena . 1
B. Klasifikasi
Frostbite diklasifikasikan berdasarkan dalamnya kerusakan dan jumlah kerusakan jaringan dari
penampakan setelah rewarming.1
a. Frostbite derajat satu : mati rasa, eritem, pembengkakan, deskuamasi, dysesthesia
b. Frosbite derajat dua : ditemukan bula
c. Frosbite derajat tiga : nekrosis kulit
d. Frostbite derajat empat : kerusakan jaringan lunak, dan dapat terjadi gangren pada jari-jari atau
ekstremitas.
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Frostbiteringan sampai sedang:1
a. Kulit kemerahan yang terasa dingin untuk disentuh
b. Merasa "kesemutan " atau mati rasa
c. Pembengkakan ringan
d. Nyeri ,sering parah, selama proses rewarming
D. Penanganan
Penanganan frostbite diantaranya:1
a. Pindahkan individu ke lingkungan yang hangat, lindungi dari angin, basah dan udara yang
dingin.
b. Melepaskan pakaian yang basah dan menjaga supaya tetap kering
c. Berikan orang minuman hangat saat sadar
d. Lepaskan perhiasan dari daerah frostbite
e. Jangan menggosok, pijat, atau merendam bagian tubuh yang membeku (Karena mungkin tidak
mengenali seberapa besar cedera daerah sampai setelah itu telah rewarmed).
f. Balut dengan perban kering dapat diterapkan pada daerah frostbite untuk melindunginya
g. Prinsip imobilisasi, elevasi dapat diterapkan pada daerah frostbite dengan penanganan yang
gentel
h. Hindari pemeberian krim tropikal
i. Tidak diperkenankan untuk mengkonsumsi alkohol atau rokok
5. Pencegahan
Pencegahan frostbite diantaranya:1
a. Batasi waktu anda di luar ketika cuaca dingin
b. Jika harus berada di luar ruangan , pastikan memakai lapisan pakaian hangat dan kering.
c. Disarankan untuk memakai sarung tangan, dan tutupan kepala karena lebih dari 20 % dari panas
tubuh hilang melalui kepala serta alas kaki yang tahan air
d. Lepaskan pakaian basah sesegera mungkin
e. Saat dalam dingin, jangan gunakan alkohol atau zat lain, karena alkohol dapat meningkatkan
kehilangan panas. Jangan gunakan produk tembakau di lingkungan dingin karena tembakau
dapat meningkatkan kehilangan panas dari tubuh dan menurunkan sirkulasi
DAFTAR PUSTAKA
c. Turun dan segera diobati dengan adanya perubahan kesadaran , ataksia, atau edema paru.
Tabel 1. Rekomendasi dosis obat untuk mencegah dan mengobati penyakit di daerah ketinggian1
MEDICATION INDICATION ROUTE DOSE
DAFTAR PUSTAKA
1. Hackett PH, Rennie D, Levine HD. 1976. The incidence, importance, and prophylaxis ofacute
mountain sickness. Lancet.
2. J. Paralikar Dr. Swapnil. Department of Physiology, Medical College, Baroda, India. Occupational
Health Consultant, Baroda Textile Effects Limited, Baroda, India. Dr. Swapnil J. Paralikar, 18, Taksh
Bungalows, Near Shobhana Nagar, Vasna Road, Baroda - 390 021.
3. Tintinalli,Judith. 2011. Mountain sickness.Tintinalli’s Emergency Medicine : A Comprehensive Study
Guide, Seventh Edition American College of Emergency Physicians, National Library of Medicine,
National Institutes of Health, Arctic Health, University of Maryland Medical Center : JAMA (Journal
of the American Medical Association)
F. Cara Pencegahan
Cara pencegahan heat stroke antara lain:3
a. Tetaplah di dalam ruangan yang sejuk jika memungkinkan.
b. Minum air putih dalam jumlah cukup sebelum melakukan aktivitas di luar ruangan.
c. Kurangi mengkonsumsi minuman seperti teh, kopi, alkohol.
d. Pakailah pakaian yang ringan, longgar, berwarna cerah, dan menyerap keringat.
e. Lindungi diri dari matahari dengan menggunakan payung atau topi saat di luar ruangan.
f. Jangan berada di luar ruangan pada saat matahari sedang sangat terik.
g. Jika melakukan aktivias di luar ruangan, usahakan untuk sering minum setiap 15 sampai 20 menit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Environmental Stress: F.S. Pyke dan J.R. Sutton dalam Textbook of Science and Medicine in
Sport, Edited by Bloomfield,J., Fricker, P.A., and Fitch, K.D., Blackwell Scientific Publications,
1992.
2. Eka Novita Indra. Adaptasi Fisiologis Tubuh Terhadap Latihan di Suhu Lingkungan Panas dan
Dingin. FIK UNY.
3. Materi d. Herry S. Yudha Utama, Sp. B, M.H. Kes, FinaCS.herrysetyayudha.wordpress.com.
Energi kinetik atau mekanik merupakan penyebab kecelakaan tersering yang menimbulkan
trauma, yaitu pada tabrakan kendaraan, jatuh, luka tusuk, dan ledakan. Terdapat 3 mekanisme cedera
dasar:2
a. Deselerasi cepat ke depan (Rapid Forward Deceleration)
b. Deselerasi cepat vertikal (Rapid Vertical Deceleration)
c. Penetrasi proyektil (Projectile Penetration)
b. Secondary collision
Penderita menabrak bagian dalam mobil (atau sabuk pengaman). Tergantung dari
arahtabrakan (frontal, dsb), perlukaan akan terjadi pada tubuh penderita yang langsung terbentur. 1
c. Tertiary collision
Organ tubuh penderita yang dalam rongga tubuh akan melaju ke arah depan (pada tabrakan
frontal) dan mungkin akan mengalami perlukaan langsung atau terlepas (robek) dari alat
pengikatnya dalam rongga tubuh tersebut.1
d. Subsidary collision
Tergantung dari isi mobil, mungkin penumpang dibelakang terpental ke depan atau barang
dibelakang yang terpental ke depan, dan kemudian menimbulkan kerusakan lebih lanjut pada
penumpang yang di depan.1
2. Tabrakan frontal dengan penderita tanpa sabuk pengaman akan dapat terjadi :
Bagian bawah penderita bergeser ke depan, biasanya lutut akan menghantam dashboard
Bagian atas penderita turut tergeser ke depan, dada atau perut akan menghantam stir
Tubuh pendorong terdorong ke atas kepala akan menghantam kaca depan g. Penderita
terpental kembali ke tempat duduk.
termasuk fraktur iga kanan, trauma hati dan fraktur skeletal sebelah kanan termasuk fraktur
kompresi pelvis. Demikian juga penumpang disebelah kiri akan mendapat trauma skeletal yang
sama pada sisi kiri demikian juga dengan trauma thorax dan sering didapat trauma limpa.2
5. Terbalik
Pada kendaraan yang terbalik penumpangnya dapat mengenai atau terbentur pada semua
bagian dari kompartemen penumpang. Jenis trauma dapat diprediksi dengan mempelajari titik
benturan pada penderita.2
b. Trauma Tembus
Contoh trauma tembus adalah pada saat ditembak peluru. Luka pada titik tembak ditentukan
oleh:1,2
1. Bentuk dari peluru (Mushroom, atau tidak)
2. Hubungan dan posisi peluru terhadap benturan (tumble, yaw)
3. Adanya fragmentasi (shotgun, fragmen peluru, peluru khusus)
Senjata biasanya diklasifikasikan berdasarkan jumlah energi yang dihasilkan oleh proyektil
yang mereka keluarkan.
1. Energi rendah : Pisau atau sejenisnya
2. Energi medium : Pistol
3. Energi tinggi : Senjata untuk militer atau berburu
4. Kemampuan untuk menimbulkan luka dari suatu peluru bertambah secara nyata bilamana
peluru itu berada di atas kecepatan kritisnya yaitu 2000 feet per detik atau 600 meter per detik
.2
C. Jenis Benturan organ
a. Trauma Kompresi
Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak, sedangkan bagian
dalam tetap bergerak kedepan. Organ-organ terjepit dari belakang oleh bagian belakang dinding
thoraco abdominal dan columna vertebralis dan didepan oleh struktur yang terjepit. Trauma tumpul
miokardial adalah contoh khas untuk jenis mekanisme trauma ini. Trauma kompresi dapat juga
terjadi pada depresi tulang tengkorak.2
b. Trauma Deselerasi
Trauma deselerasi terjadi jika bagian yang menstabilisasi organ, seperti pedikel ginjal,
ligamentum teres, aorta desenden thorax, berhenti bergerak ke depan bersama badan, sedangkan
organ yang mobil seperti limpa, ginjal atau jantung dan aortic arch tetap bergerakke depan.
2. Benturan Lateral
Pada benturan samping, mungkin akan terjadi fraktur terbuka atau tertutup tungkai bawah,
Crush Injury padatungkai bawah sering dijumpai. Kalau pengendara sepeda atau sepeda motor
ditabrak oleh kendaraan bergerak, maka pengendara akan rawan untuk mengalami tipe trauma
yang sama dengan pemakai mobil yang mengalami tabrakan samping. Tidak seperti penumpang
dalam mobil, pengendara sepeda/motor tidak memiliki struktur kompartemen bagi penumpang
yang dapat mengurangi pemindahan energi kinetik benturan. Pengendara menerima energi
benturan secara penuh. Sebagaimana halnya dalam benturan frontal, tabrakan trauma yang dialami
selama benturan sekunder yaitu benturan dengan tanah atau obyek-obyek statis lainnya.
4. Helm
Walaupun kemampuan helm untuk melindungi kepala agak terbatas namun penggunaannya
jangan diremehkan. Helm didesain untuk mengurangi kekuatan yang mengenai kepala dengan
cara mengubah energi kinetik benturan melalui kerja deformasi dari bantalannya dan di ikuti
dengan mendistribusikan (menyebarkan) kekuatan yang menimpa tersebuta melalui area yang
seluas-luasnya.
5. Jatuh (Falls)
Seperti halnya kecelakaan kendaraan bermotor, terjatuh menyebabkan trauma karena ada
perubahan kecepatan yang tiba-tiba. Beratnya trauma yang terjadi berhubungan dengan
kemampuan objek statis untuk menahan tubuh. Trauma juga bergantung pada elastisitas dan
vikositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan
sebelum benturan. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun
ada benturan.2
e. Trauma Ledakan
Ledakan terjadi sebagai hasil perubahan yang sangat cepat dari suatu bahan dengan volume
yang relatif kecil baik pada cairan atau gas menjadi produk-produk gas. Trauma ledak dapat
diklasifikasikan dalam primer, sekunder dan tersier.1,2
1. Trauma ledak primer merupakan hasil dari efek langsung gelombang tekanan dan paling
peka terhadap organ-organ yang berisi gas.
2. Trauma ledak sekunder merupakan hasil dari obyek-obyek yang melayang dan kemudian
menghantam individu.
3. Trauma ledak tersier terjadi bila individunya sendiri berubah menjadi suatu misil dan
terlempar kemudian beradu dengan suatu obyek atau tanah. Trauma ledak sekunder dan tersier
dapat mengakibatkan trauma baik tembus maupun tumpul secara bersamaan.
DAFTAR PUSTAKA
D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal sebelum penderita ditangani adalah tentunya memutuskan
sumber arus listriknya. Bisa dengan memastikan peralatan yang menjadi sumber setruman.
Setelah itu, segera pindahkan korban ke tempat aman serta bersirkulasi udara lancar.
Baringkan korban lalu evaluasi kesadaran penderita apakah sadar atau tidak, serta periksa denyut
nadi dan pernapasannya. Berikan bantuan pernapasan buatan jika dibutuhkan seperti pingsan. Bila
mengalami luka bakar, segera berikan pertolongan pertama untuk kemudian dilarikan ke dokter.
Bila korban mengalami muntah, upayakan untuk dikeluarkan. Agar lubang tenggorokannya tidak
tertutup, tarik rahangnya ke depan.
Untuk memulihkan fungsi jantung, urut rusuk korban. Bagi orang dewasa, dibutuhkan
pengurutan rusuk sampai 60 kali dalam satu menit. Sedang untuk anak-anak lebih banyak lagi,
sampai 90 dalam semenit. Dan yang perlu diperhatikan ketika mengurut, hindari menekan rusuk
terlalu keras.
Untuk pemberian nafas buatan ada tekniknya. Pertama, telentangkan korban, lalu tekuk
kepalanya ke belakang. Kemudian, anda buka mulut, tarik napas kuat-kuat, baru tutup mulut.
Kemudian tiupkan udara ke mulut korban sekuat-kuatnya sampai rongga paru-paru terangkat.
Ketika melakukannya, jangan lupa tekan hidung korban supaya udara yang anda tiupkan tidak
keluar. Sebisa mungkin, segera lakukan pernapasan buatan ketika korban tersengat. Tiga sampai
empat kali pernapasan buatan awalan akan sangat membantu korban. Jika korban adalah anak kecil,
dibutuhkan lebih banyak lagi pernapasan buatan, sampai 20 kali dalam semenit.
Untuk pernapasan buatan, mungkin karena pertimbangan tertentu, bisa tidak dilakukan
lewat mulut. Pembuatan nafas buatan boleh disalurkan lewat hidung korban. Kalau setelah
dilakukan pernapasan buatan, ternyata paru-paru juga tidak mengembang, periksa mulut, hidung,
dan kerongkongan. Mungkin ada sesuatu yang menghambat aliran udara untuk masuk. Serta setelah
diberikan pertolongan pertama, segera bawa untuk mendapat pertolongan medis lebih lanjut. 2,3
1. Cepat bertindak
Jangan menunggu bantuan. Sebaiknya minta orang lain menunggu Ambulan, sementara Anda
memeriksa tubuh korban. Pastikan listrik sudah tidak menempel atau terhubung ke tubuh korban.
Jika tubuhnya masih kontak dengan arus listrik, jangan menyentuhnya dengan tangan telanjang.
Matikan arus segera. Jika Anda tidak bisa memotong arusnya, segera tendang saja tubuhnya
dengan sol sepatu Anda.Rebahkan tubuh korban hingga terlentang dan angkat dagunya. 2
awam, coba tekan hidungnya dengan jari Anda dan tiupkan udara ke dalam mulutnya dua kali
hingga dadanya mengembang.2
Tutupi titik luka bakar yang terjadi akibat masuk dan keluarnya arus listrik pada
tubuh karena bisa mempercepat pengurangan cairan dalam tubuh. Gunakan kain, perban atau
benda apapun yang bersifat tidak mengantarkan panas.3
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marylin E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien.Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Puruhito. 1987. Pengantar Bedah Vaskulus. Surabaya : AirlanggaUniversity Press.
3. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. Vol. 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
A.12 ENVENOMASI
A. Definisi
Envenomasi adalah keracunan yang disebabkan oleh gigitan, sengatan, atau sekret dari
serangga atau anthropoda lainnya, dan atau gigitan ular berbisa. Kebanyakan racun ditransmisikan
melalui gigitan pada kulit,tetapi beberapa racun ada yang diterapkan secara eksternal, terutama untuk
bagian jaringan yang sensitif seperti jaringan yang mengelilingi mata. Kasus envenomasi merupakan
kasus kegawatdaruratan yang perlu penanganan secara cepat dan tepat. 1
2. Cara penyebaran
Virus rabies ditemukan dalam jumlah banyak pada saliva hewan yang menderita
2
rabies.Virus ini akan ditularkan ke hewan lain atau ke manusia terutama melalui:
a) Lewat luka gigitan pada kulit atau membran mukosa
b) Jilatan pada luka / kulit yang tidak utuh
c) Jilatan pada selaput mukosa yang utuh
d) Menghirup udara yang tercemar virus rabies (inhalasi),seperti goa kelelawar
e) Dari donor kornea penderita rabies
f) Kecelakaan kerja di laboratorium /akibat vaksinasi rabies yang masih hidup.
g) Masa inkubasi dari virus rabies ini selama 1 minggu atau lebih, pada umumnya 1 bulan.
4. Penatalaksanaan
a) Di lapangan
Luka gigitan harus segera dicuci dengan sabun atau detergen dengan air mengalir selama
5-10 menit. Debridement luka. Berikan desinfektan seperti alcohol 40-70%, tinktura yodii, atau
larutan ephiran 0,1%.1
b) Di Rumah Sakit
5. Vaksinasi
Pada luka gigitan yang ringan pemberian vaksin saja sudah cukup tetapi pada semua kasus
gigitan yang parah dan semua gigitan binatang liar yang biasanya menjadi vektor rabies,
kombinasi vaksin dan serum anti rabies (SAR) adalah yang paling ideal dan memberikan proteksi
yang jauh lebih baik dibandingkan dengan vaksin saja.VAR (Vaksin Anti Rabies). 2
6. Vaksinasi pre-exposure
Untuk menghindari infeksi virus rabies, disamping pemberian VAR setelah mendapatkan
gigitan hewan tersangka rabies.2
7. Vaksinasi post-exposure
Neutralizing antibody terhadap virus rabies dapat segera terbentuk dalam serum setelah
masuknya virus ke dalam tubuh dan sebaiknya terdapat dalam titer yang cukup tinggi selama
setahun sehubungan dengan panjangnya masa inkubasi penyakit. Ada dua tipe vaksin anti rabies
(VAR) yaitu : Nerve Tissue Vaccine (NTV) yang berasal dari otak hewan dewasa, Non Nerve
Tissue Vaccine yang berasal dari telur itik bertunas (Duck embryo Vaccine = DEV) dan vaksin
yang berasal dari jaringan Human Diploid Cell Vaccine (HDCV) dan Purified Vero Cell Rabies
Vaccine (PVRV).2
Korban ditemukan
Periksa ABC
Debridement luka
Rumah sakit
(perwatan rabies)
9. Perawatan Rabies
a) Infiltrasi serum anti rabies dengan dosis 40 IV/kg BB yaitu 5 ml di sekitar luka
b) ½ dosis suntikan antibodi pada luka dan ½ dosis lagi disuntikkan pada otot, biasanya
pada paha
c) Jenis Vaksin Rabies :
c) Vaksin SMBV, dosisnya 2cc, Sc 7x sebagai dasar dan 2 x 0,25 ml sebagai
booster.
d) Vaksin HDCV atau RVA dengan dosis pertama 1cc IM dan selanjutnya hari ke
3,7,14, dan 28, pada orang dewasa diberikan pada otot deltoid dan pada anak-anak
pada paha anterolateral. iv. Anti Tetanus Serum2
a) Diserahkan pada dinas peternakan/dokter hewan untuk diobservasi lebih kurang 10 hari
b) Pemeriksaan air liur
c) Pemeriksaan patologi jaringan otak ( badan negri )
d) Bila dalam 10 hari menunjukkan tanda-tanda menderita rabies maka hewan tersebut
dibunuh, kemudian jaringan otaknya dikirim ke laboratorium untuk memeriksa antigen
rabies.
e) Jika binatang tidak tertangkap, perkirakan adanya wabah
C. Gigitan Ular
1. Klasifikasi ular
Dua luka gigitan utama akibat gigi taring Luka halus di sepanjangg lengkungan bekas
yang berbisa gigitan (bentuk U)
Ada lakukan (lubang) diantara mata dan
luba hidungnya
Mata sipit (bentuk elips)
Mengeluarkan bunyi gemeretak dengan
menggetarkan cincin pada ujung ekornya
Memiliki lapisan berwarna keputihan di
dalam mulutnya
Memiliki cincin merah, kuning, dan hitam
sepanjang tubuhnya1
Elapidae Cobra king, Cobra Bungarus candidus Kepala kecil dan bulat,
kraits, Ular batu (Sumatra dan Jawa), dengan pupil bulat dan
karang, Ular Naja sputarix ( Jawa taring lebih kecil(1 - 3
Australia, serta Ular dan Kepulauan Sunda), mm). Beberapa jenis cobra
laut Naja sumatrana dapat menyemburkan bisa
(Sumatra dan dari jarak 1 meter atau
Kalimantan), lebih ke arah mata sang
Acanthrophis laevis ( target
Papua dan Maluku)
a) King Cobra
b) Cobra
c) Weling
d) Welang
Efek klinis : Jika terkena bisa tidak diketahui namun berpotensi mematikan.
Tingkat kematian sekitar 40% - 70%.1
i) Flat Nosed Pit Viper
j) Insularis
3. Gejala Klinis
Gejala dan tanda gigitan ular berbisa dapat dibagi menjadi beberapa kategori:3
a) Efek lokal
Rasa sakit dan pelunakan di daerah gigitan luka dapat membengkak hebat dan dapat
berdarah serta melepuh.3
b) Perdarahan
Korban dapat berdarah dari luka gigtan atau berdarah spontan dari luka yang lama.
Perdarahan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian 1,3
d) Kematian otot
Jaringan parut dapat menyebabkan penyumbatan ginjal, yang mencoba menyaring
protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal. 1,3
e) Mata
Semburan bisa ular kobra dapat secara tepat mengenai mata korban, menghasilkan sakit dan
kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada mata.3
0 0 + +/- <3cm/12jam 0
I +/- + + 3-12cm/12jam 0
II + + +++ >12- +
25cm/12jam Neurotoksik,mual,
pusing,syok
IV + + +++ >ekstremitas ++
GG(gagal ginjal),
Koma,perdarahan
5. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan di lapangan:
Cek ABC :
Tenangkan korban yang cemas
Rendahkan dari jantung
Inspeksi area gigitan : cari tanda gigitan taring (fang marks), edema, eritema, nyeri
lokal, perdarahan, memar, dan nekrosis jaringan (terutama akibat ggitan ular dari
familia vipiridae)
Buka semua perhiasan atau aksesoris yang dapat menimbulkan terjadinya hambatan
pada aliran pembuluh darah
Lakukan PBI (pressure bandage immobilitation)
Tujuan: mencegah pergerakan dan kontraksi otot yang dapat meningkatkan
penyebaran bisa ke dalam aliran darah dan getah bening. 1,2
b) Teknik :
Bersihkan area gigitan dengan air steril
Gunakan perban kasar elastis (lebar ±10-15 cm), lakukan pembebatan di area
gigitan mulai dari distal (jari kaki) ke bagian proksimal sampai menutupi seluruh
tungkai
Periksa neurovaskularisasi pada bagian yang di bebat untuk menghindari hambatan
aliran darah
Posisikan daerah yang tergigit tetap berada di bawah jantung untuk mengurangi
aliran darah
Jangan lepas perban sebelum ke tempat pelayanan medis
Jaga stabilisasi jalan nafas, fungsi pernafasan, sirkulasi. Lakukan resusitasi bila
ditemukan hipotensi berat dan syok, syok perdarahan, kelumpuhan saraf
pernafasan, nekrosis lokal, dan kondisi buruk lainnya
Segera bawa korban ke rumah sakit
6. Algotima
D. Gigitan Serangga
Korban oleh gigitan serangga biasanya ringan dan tak banyak bahayanya. Dasar timbul reaksi
dari penderita adalah suatu reaksi alergi. Reaksi ini bermacam-macam dan sangat tergantung kepada
individu. Bukan saja bisanya tetapi komponen serangga itu sendiri bersifat alergen. Kematian
disebabkan reaksi anafilaktis dan timbulnya akibat sengatan 1.
1. Gejala Klinik
Reaksi hebat yang terjadi bukan karena bisanya tetapi reaksi hipersensitivitas terhadap
protein asing. Dari bentuk urtikaria sampai reaksi alergi kronik yang muncul hebat dengan
reaksi anafiaksis dan didahului oleh reaksi setempat berupa kemerahan, bengkak, rasa terbakar,
nyeri, enek, muntah, trismus, laringospasme, konvulsi, dan kesadaran menurun. Sifat bisa dari
serangga : Warna jernih seperti air, larut dalam air dan asam, tak dapat larut dalam alkohol,
rasa tajam, neurotoksik, hemoraghia dan hemolitik, mengandung unsur-unsur hiphonidhae,
fosfolise A dan histamin.1
2. Penatalaksanaan
Berantas anafilaksis dengan epinefrin IM/SC, lanjutkan simpatomimetik, Infus,
Antihistamin dan kortikosteroid, Imunisasi dengan antigen (desesitisasi) 3
Sengatan Tawon
Pada orang yang tak sensitif hanya mengeluh sakit setempat, bengkak, kemerahan.
Pertolongan pertama:
Kompres es
Berikan krem yang mengandung soda disekitar sengatan
Gejala Klinik
Berupa gatal-gatal dan kemerahan yang berat berupa syok sebagai reaksi histamine
Penatalaksanaan
Atasi anafilaksis dengan epinefrin IM/SC,Lanjutkan simpatomimetik, Infus NaCl 0,5%
Antihistamin/kortikosteroid/beta adregenik untuk urtikaria, imunisasi dengan antigen
(desentisasi)1
3. Algoritma
Korban ditemukan
Periksa ABC
Terlihat :
RKP
Dari bentuk urtikaria sampai reaksi alergi
kronik yang muncul hebat dengan reaksi
anafilaksis dan didahului oleh reaksi
setempat berupa kemerahan, bengkak, Sadar/Stabil
rasa terbakar, nyeri, enek, muntah,
trimus, laringospasme, konvulsi, dan
kesadaran menurun
Penatalaksanaan:
1. Atasi anafilaksis dengan epinefrin IM/S C
2. Lanjutkan simpatomimetik
3. Infus NaCl0,5%
4. Anti histamin/kortikosteroid/beta adregenik
untuk urtikaria
5. Imunisasi dengan antigen (desentisasi)
E. Gigitan Kalajengking1,3
1. Gejala klinis
Nyeri lokal meluas dengan cepat, Hiperestesia berlanjut menjadi hipostesia.Timbul rasa
gatal pada hidung, mulut dan kerongkongan, lidah terasa tebal, trismus,ontinensia, berbuih,
salivasi, hipersalivasi, laringospasme, kejang. Bila korban mampu melewati masa kritis yaitu 3
jam pertama maka prognosis baik1
2. Penatalaksanaan
Pemasangan tormiquet diproksimal sengatan
Eksisi tempat sengatan
Kompres es
Injeksi emetin HCl 1 gram dalam 1 ml larutan NaCl 0,9% didekat sengatan sebagai
antagonis terhadap racun kalajengking sebagai anti bisa 3
3. Algoritma
Bertemu Korban
Periksa ABC
sadar/ stabil
Tidak sadar/Tidak stabil
Tenangkan
RKP
Pasang torniquet
sadar/ stabil
Eksisi tempat
Kompres
F. Gigitan Laba-Laba
1. Gejala klinis
Gigitan pada ektremitas inferior menyebabkan nyeri abdomen dan rigiditas mirip
peritonitis.Gigitan pada ekstremitas superior menyebabkan nyeri dada, retensi urin, mual,
muntah, keringat dingin, vertigo, insomnis, priapisme (ereksi penis yang terus-menerus).1
2. Tatalaksana
Suntikan 10% kalsium glukonat, 10 ml yang disuntikkan IV dengan perlahan-lahan
Diazepam untuk serangan kejang, dewasa : mulai dari 5-10 mg, anak-anak : mulai lebih
sedikit dari 5 mg3
3. Algoritma
Bertemu Korban
Periksa ABC
Kompres
Bisa biasanya hanya menyebabkan gatal dan edema lokal, hiperemis. Reaksi
anafilaksis terjadi bila jumlah serangan banyak. Gejala dapat berupa oksilasi tekanan arah,
kegagalan pernafasan dan kardiovaskuler.1
b) Pengobatan
Resusitasi
Torniquet
Lokal: air panas, alkohol
Obat-obatan: narkotik, anestesi lokal, kortison cream
Prognosa
Baik bila masa 10 menit dilewati setelah keracunan1
Bertemu Korban
Periksa ABC
2. Gurita
Bisa dari gurita berasal dari sekret ludah yang mengandung hyalurudinase dan neurotoksin
yang bersifat blokade pada neuromuskular.
a) Gejala Klinis
Bekas gigitan tidak sakit, hanya bengkak dengan cairan serohemoragis
Beberapa menit kemudian muncul gejala keracunan dengan bentuk paralise otot
otot termasuk otot pernafasan kadang-kadang diikuti dengan enek, muntah,
hipotensi, dan bradikardi. Gejala ini biasanya berakhir setelah beberapa jam.1
b) Tatalaksana
Luka gigitan dicuci dan jalan nafas dipertahankan kalau perlu di resusitasi. Obat
simtomatis.1
b) Tatalaksana
Lokal
Luka dicuci dengan air garam dan kulit yang teracun dibersihkan. Luka direndam
dengan air panas hangat kuku karena toksin rusak dengan suhu tinggi. Dapat
ditambahkan dengan asam encer, amoniak, atau MgSO4
Sistemik
ATS/ toksoid , Diazepam, Atropin, Antibiotik Algoritma pada gigitan ikan pari dan
ikan. Luka dicuci dengan air garam dan robekan kulit yang teracuni dibersihkan. 1
4. Bulu Babi
Bulu babi berbahaya karena duri primer dan sekunder yang panjang dan mudah patah jika
disentuh kaki dan terinjak. Duri sekunder berakhir pada kelenjar racun yang memuntahkan
produknya lewat lubang pada ujung duri. Bulu babi juga punya organ penjepit (pedicelariae)
diantara duri. Tertusuk pedicelariae agak lebih berat sampai menyebabkan nyeri. Bengkak,
mual dan sinkop.1
a) Tatalaksana
Ujung duri yang tertinggal harus dikeluarkan secepat mungkin. Pengeluaran duri
dicoba dengan merenadam luka dengan cairan cuka selama 1 jam. Kemudian selama 30
menit 4 kali sehari untuk 3 hari berturut-turut.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Materi Diklat Medis, KAT dan Pengabdian masyarakat Hippocrates Emergency Team
Angkatan XXV
2. Depkes. Flow Chart Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies.
http://www.Depkes.go.id . Diunduh tanggal 25 november 2016 pukul 22.10
3. Chris Tanto, Kapita selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta.
A.13 INTOKSIKASI
(KERACUNAN ZAT & MAKANAN)
A. PENDAHULUAN
Intoksikasi adalah masuknya zat toksik (racun) ke dalam tubuh baik melalui saluran
cerna, kulit, inhalasi, atau dengan cara lainnya yang menimbulkan tanda dan gejala klinis. Pada
keadaan keracunan makanan, gejala timbul karena racun ikut tertelan bersama dengan makanan.
Umumnya pada keracunan makanan, gejala timbul tak lama setelah menelan bahan beracun
tersebut, bahkan dapat segera timbul tidak melebihi 24 jam setelah tertelannya racun. Seseorang
yang terkena gejala keracunan harus segera ditangani karena reaksi keracunan dapat terjadi saat
itu juga, beberapa waktu kemudian, atau terasa saat sudah lama. Penanganan yang kurang tepat
bisa memperparah keadaan penderita.1
B. GEJALA UMUM
C. PRINSIP PENATALAKSANAAN
D. JENIS INTOKSIKASI
a. Ingested poison
Keracunan melalui saluran cerna ini banyak disebabkan karena bahan-bahan dalam rumah
tangga seperti obat-obatan terutama obat tidur atau penenang (luminal, valium, mogadon) dengan
dosis yang tinggi atau jumlah banyak; makanan yang mengandung racun misalnya jengkol,
singkong, tempe bongkrek, jamur, makanan kaleng kadaluarsa, obat nyamuk, minyak tanah,
bensin, pretoleum; makanan atau minuman yang mengandung alkohol. Penilaian Korban:
penolong harus mengumpulkan informasi dengan cepat terkait jumlah dan jenis racun yang
tertelan.1
Jangan :
1. Merangsang muntah jika korban tertelan bensin atau bahan lain yang bersifat korosif
(misalnya karena bahan pemutih, pembersih toilet, asam kuat, atau basa kuat). Hal ini juga
dapat diamati apabila mulut atau tenggorokan mengalami luka bakar atau iritasi setalah
menelan racun. Tidak boleh merangsang muntah karena hal ini dapat melukai permukaan
dalam organ pencernaan. Beri korban minum yang banyak dan segera bawa ke rumah sakit
karena harus segera ditangani dengan bilas lambung. 1
2. Melakukan breathing rescue secara langsung dari mulut ke mulut karena masih ada
kemungkinan kontak dengan racun yang tersisa di mulut korban. Gunakan pocket face
mask dengan katup satu arah, bag valve mask dengan suplemental oksigen, atau ventilasi
tekanan positif untuk menolong korban. Penanganan korban keracunan yang tertelan akan
dibahas kemudian1
b. Inhaled Poisons
Racun yang terhirup dapat berbentuk gas, uap air, dan spray. Substansi yang menjadi
penyebab antara lain karbon monoksida, amonia, klorin, spray pembunuh serangga, dan gas dari
senyawa volatile (mudah menguap). Efek toksiknya sepenuhnya disebabkan oleh hipoksia. 1
1. Penanganan:
Dalam penanganan korban, prinsip utamanya adalah menjaga jalan napas dan berikan
bantuan respirasi (oksigen) dengan menggunakan masker yang ketat (tight-fitting).
2. Langkah-langkah penanganan:
a) Perkenalan diri dan tenangkan keadaan
b) Primary Assessment, evaluasi apakah dibutuhkan transportasi segera terkait kondisi
kritis pasien
c) Lakukan Secondary Assessment dan cek tanda vital
c. Smoke Inhalation1
Masalah serius pada kasus kebakaran adalah menghirup asap. Hal ini berhubungan dengan
luka bakar dan keracunan bahan kimia pada asap. Asap hasil pembakaran memiliki substansi
berbahaya, selain itu dapat menyebabkan kulit yang terbakar, iritasi mata, menyebabkan
respiratory arrest, dan efek berbahaya lainnya. Ciri-ciri keracunan ini antara lain:
1. Sulit bernapas
2. Batuk dan hoarseness
3. Napas yang memiliki smoky smell atau bau substansi kimia pada lokasi
4. Residu berwarna hitam pada mulut dan hidung korban, serta dahak
5. Rambut hidung yang terbakar karena udara yang sangat panas
Informasi: Yakinkan semua korban keracunan asap untuk berkunjung ke dokter, bahkan ketika
mereka tidak merasakan sesuatu yang buruk setelah keracunan gas. Hal ini karena efek yang
ditimbulkan dapat tertunda (tidak terjadi beberapa lama setelah keracunan).
d. Absorbed Poisons
Keracunan ini dapat menyebabkan kontaminasi pada kulit dan mata. Bagian terpenting dari
penanganan racun yang terserap adalah menghilangkan racun dari kulit atau mata. Cara terbaik
untuk menghilangkan racun adalah dengan mangairi kulit atau mata dengan air bersih yang
mengalir atau larutan saline. Dalam melakukan irigasi jangan menggunakan air bertekanan tinggi
karena dapat melukai kulit. Jangan menetralkan racun dengan menggunakan asam atau basa.
Ketika asam bertemu dengan basa memang benar akan menjadi netral, tetapi reaksi ini
menghasilkan panas sehingga dapat menambah kerusakan kulit.1
1. Penanganan Korban:
a) Perkenalan dan tenangkan keadaan
b) Primary Assessment, evaluasi apakah dibutuhkan transportasi segera terkait kondisi
kritis pasien
c) Lakukan Secondary Assessment, cek tanda vital, dan lepas pakaian yang terkontaminasi
2. Kontaminasi kulit
a) Lepaskan semua pakaian dan barang pribadi dan cuci menyeluruh seluruh daerah yang
terkontaminasi dengan air hangat yang banyak. Gunakan sabun dan air untuk bahan
berminyak.
b) Petugas kesehatan yang menolong harus melindungi dirinya terhadap kontaminasi
sekunder dengan menggunakan sarung tangan dan celemek.
c) Pakaian dan barang pribadi yang telah dilepas harus diamankan dalam kantung plastic
transparan yang dapat disegel, untuk dibersihkan lebih lanjut atau dibuang.
d) Setelah penanganan awal, bawa pasien ke unit kesehatan terdekat untuk pemeriksaan
dan penanganan lanjut.
3. Kontaminasi Mata
a) Bilas mata selama 20 menit dengan air bersih yang mengalir atau larutan saline,
pastikan bahwa mata yang terkontamniasi berada di bawah.
b) Balikkan kelopak mata bagian atas dan bawah dan pastikan semua permukaannya
terbilas.
c) Pada kasus asam atau alkali irigasi mata hingga pH mata kembali dan tetap normal
(periksa kembali pH mata 15-20 menit setelah irigasi dihentikan).
d) Jika memungkinkan, mata harus diperiksa secara seksama dengan pengecatan
fluoresein untuk mencari tanda kerusakan kornea. Jika ada kerusakan pada permukaan
mata (konjungtiva atau kornea), korban harus diperiksa segera oleh dokter mata.
e) Salah satu kasus kontaminasi racun yang sering terjadi adalah terciprat/terpercik
pembersih toilet saat membukanya. Karena itu kita dapat mencegahnya dengan cara
mengarahkan mulut botol menjauhi muka saat membuka suatu produk agar jika
memercik tidak mengenai mata.
f) Setelah penanganan awal, bawa pasien ke unit kesehatan terdekat untuk pemeriksaan
dan penanganan lanjut.
a. Keracunan Botulisme
Botulisme adalah suatu bentuk keracunan yang spesifik, akibat penyerapan toksin/racun
yang dikeluarkan oleh kuman Clostridium botulinum. Toksin botulinum mempunyai efek yang
sangat spesifik, yaitu menghambat hantaran pada serabut saraf kolinergik dan mengadakan sparing
dengan serabut adrenergik, Toksin mengganggu hantaran saraf di dekat percabangan akhir dan di
ujung serabut saraf. Kuman Clostridium botulinum masuk ke dalam tubuh melalui saluran cerna
melalui makanan yang tercemar oleh kuman clostridium. Biasanya terdapat juga makanan kaleng
yang sudah habis masa berlakunya. Angka kematian akibat keracunan botulisme ini sangat tinggi. 1
1. Gejala Klinis
Botulisme dapat bervariasi sebagai penyakit yang ringan sampai dengan penyakit yang
berat dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu 24 jam. Bila gejala timbul lebih cepat,
maka keadaannya lebih serius dan berat.
Gejala klinis tersebut dapat berupa:
a) Mual dan muntah
b) Rasa lemah, pusing dan vertigo (perasaan berputar-putar)
c) Rasa kering pada mulut dan tenggorokan, kadang-kadang disertai rasa nyeri
d) Gejala neurologis berupa gangguan penglihatan (mata kabur), disfagia, kelelahan dan
diikuti dengan gangguan otot-otot pernafasan.1
2. Penatalaksanaan
Pasien dengan botulisme dapat meninggal karena kegagalan pernafasan. Tindakan segera yang
kita lakukan adalah:
a) Menjaga jalan nafas tetap terbuka dan mengontrol tanda vital
b) Muntahkan korban, bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan reflek muntah di
tenggorokan), atau pemberian air garam.
c) (Kontraindikasi : cara ini tidak boleh dilakukan pada keracunan zat korosif (asam/basa
kuat, minyak tanah, bensin), kesadaran menurun dan penderita kejang dan bilas
lambung
d) Pemberian susu dan air kelapa dapat dipertimbangkan
1. Gejala Klinis
Gejala yang timbul disebabkan oleh hablur (kristal) asam jengkol yang menyumbat
traktus urinarius. Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 4-12 jam setelah memakan
jengkol. Keluhan yang tercepat 2 jam dan yang terlambat 36 jam sesudah makan biji jengkol.
Secara klinis intoksikasi jengkol dapat dibagi dalam tiga tingkatan sebagai berikut:
a) Ringan, bila terdapat keluhan ringan seperti sakit pinggang, kencing berwarna merah.
b) Berat,bila disertai oligouria.
c) Sangat berat,bila terdapat anuria atau tanda-tanda gagal ginjal akut yang nyata.
Pada umumnya gejala dimulai dengan sakit perut, muntah-muntah, sakit pinggang atau
sakit waktu kencing, dan adanya serangan kolik pada waktu berkemih. Mulut, napas serta urin
yang berbau jengkol merupakan gejala yang khas pada intoksikasi jengkol. Gejala lainnya
berupa hematuria, keluar kristal/hablur berwarna putih. Pada kasus yang berat dapat terjadi
oligouria maupun anuria serta peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah, dapat pula
berlanjut dengan komplikasi kejang dan kesadaran menurun. 1
2. Penatalaksanaan
a) Lapangan
Penanganan penderita pada umunya disesuaikan dengan beratnya gejala yang
ditemukan. Usaha pengobatan ditujukan untuk melarutkan kristal asam jengkol yang
menyumbat saluran kemih. Cara sederhana yang dapat dilakukan ialah menaikkan volume
urin dan membuatnya menjadi lebih alkalis. Pada kasus ringan seperti nyeri pinggang,
nyeri kolik, sampai hematuria ringan cukup diberikan : Minum yang banyak dengan
penambahan air soda dan pemberian natrium bikarbonat. Jika kondisi tidak membaik atau
bertambah buruk penderita dibawa ke rumah sakit.1
b) Rumah Sakit
Pada kasus berat yang ditandai dengan oligouria/anuria atau komplikasi lain, penderita
harus dirawat dan ditangani sebagai kasus gagal ginjal akut. Bila terjadi retensi urin segera
dilakukan kateterisasi urin, kemudian buli-buli dibilas dengan larutan sodium bikarbonat
1,5%. Tindakan ini perlu segera dilakukan sebelum atau bersamaan dengan pemberian
infus cairan.
Pada penderita oligouria diberikan campuran larutan glukosa 5% dengan garam
fisiologis (NaCl 0,9%) dengan perbandingan 3 : 1, tetapi pada kasus anuria sebaiknya
diberikan lautan glukosa 5-10 % dengan jumlah cairan seperti pada penatalaksanaan
Diuretik dapat diberikan misalnya dengan furosemid 1-2 mg/kgBB/hari. Dengan
penanganan seperti di atas, sebagian besar kasus dapat ditangani dengan baik. Bila cara
tersebut belum berhasil atau terdapat tanda-tanda perburukan klinis maka tindakan dialisis
perlu segera dilakukan. Biasanya dipilih dialisis peritoneal karena lebih mudah dan praktis
pada anak. Indikasi dilakukannya dialisis peritoneal adalah:
Gagal ginjal akut (Indikasi biokimiawi: Ureum darah >200 mg%, Kalium >6
mEq/L, HCO3<10 – 15 mEq/L, pH < 7,1).
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit atau asam basa intoksikasi obat
atau bahan lain.
Gagal ginjal kronik, keadaan klinis lain di mana dialisis peritoneal telah terbukti
manfaatnya.
Penanganan tambahan bisa diberikan antibiotik jika ditemui infeksi sekunder dan
anjuran untuk tidak memakan jengkol.1
Bagian yang dimakan dari tumbuhan singkong atau cassava ialah umbi, akar dan daunnya.
Baik daun maupun umbinya, mengandung suatu glikosida sianogenik, artinya suatu ikatan organik
yang dapat menghasilkan racun biru atau HCN (sianida) yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida
ini diberi nama Linamarin.1
1. Gejala Klinis
Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah makan singkong. Gejala keracunan
singkong ini antara lain:
a) Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.
b) Sesak nafas, takikardi
c) Perasaan pusing, lemah, kesadaran menurun dari apatis sampai koma.
d) Renjatan (kejang)
e) Syok.1
2. Penatalaksanaan
Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Penatalaksanaannya antara lain:
a) Bila makanan diperkirakan masih ada di dalam lambung (kurang dari 4 jam setelah
makan singkong), dilakukan pencucian lambung atau membuat penderita muntah.
b) Natrium thiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara intravena perlahan.
Sebelumnya dapat diberikan amil nitrit secara inhalasi.
c) Bila timbul sianosis dapat diberikan oksigen.
d) Beri 10 cc Na Nitrit 5 % iv dalam 3 menit
e) Beri 50 cc Na Thiosulfat 25 % iv dalam 10 menit.
f) Bila gejala sangat berat, bawa ke Rumah Sakit.1
4. Penatalaksanaan
a) Monitor sistem respirasi
b) Inhalasi oksigen
c) Jangan muntahkan korban
d) Nebulisasi dengan Salbutamol : bila mulai timbul gangguan napas
e) Antibiotika : bila telah timbul infeksi, tidak dianjurkan sebagai profilaksis
f) Hidrokortison : dulu direkomendasikan, sekarang jarang dilakukan
g) Bilas lambung dan charcoal aktif (arang): beberapa literatur menolak penatalaksanaan
dengan bilas lambung, dengan alasan dapat menyebabkan aspirasi dan kerusakan
paru.Sedangkan literatur lain memperbolehkannya, utamanya bila jumlah yang ditelan
cukup banyak, karena dikhawatirkan terjadi penguapan dari lambung ke paru.
h) Antasida : untuk mencegah iritasi mukosa lambung
i) Pemberian susu atau bahan dilusi lain
j) Anus dan perineum harus dibersihkan secepatnya untuk mencegah iritasi (skin burn)
sekunder
k) Bila terjadi gagal napas, dapat dilakukan ventilasi mekanik (Positive End–Expiratory
Pressure – PEEP)
e. Keracunan Bongkrek
Bongkrek ialah sejenis tempe yang dalam proses pembuatannya di campur dengan ampas
kelapa dan kacang tanah. Sering pada proses pembuatan ini terjadi kontaminasi dengan
Clostridium botalinum suatu kuman anaerob yang membentuk spora dan Bacterium cocovenenans
yang mengubah gliserinum menjadi racun toksoflavin.1
1. Gejala Klinis
Gejala timbul setelah 12-48 jam. Biasanya sekaligus beberapa anggota suatu keluarga
terkena. Kematian bisa timbul dari 1 -8 hari. Gejala intoksikasi yaitu :
a) Pusing, diplopia, anorexia
b) Merasa lemah, ptosis, strabismus
c) Kesukaran bernafas dan berbicara
2. Penatalaksanaan
a) Kontrol tanda vital
b) Bilas Lambung atau buat pasien muntah
f. Keracunan Jamur
Jamur merupakan tumbuhan yang dapat dimanfaatkan dalam melakukan survival. Rasanya
enak dan bentuknya yang khas sangat mudah untuk dikenali. Jamur biasanya hidup di alam bebas
terutama muncul pada waktu musim penghujan atau tempat lembab lainnya. Walaupun banyak
diantaranya yang sudah dikenal sebagai jenis jamur yang tidak berbahaya dan dapat dimakan atau
digunakan sebagai bahan ramuan obat, tetapi pada umumnya masih tetap merupakan jenis jamur
liar.1
Kalau sesekali kita berjalan-jalan di alam bebas dan menemukan jamur, maka amatilah
bentuk dan sifat timbulnya. Bentuk tubuh buah jamur pada umumnya tersusun oleh bagian bagian
yang dinamakan tudung (pileus), bilah (lamellae), cincin (annulus), batang/tangkai (stipe), cawan
(volva), dan akar semu (rhizoids). Sampai saat ini masih belum diketahui, berapa jenis jamur yang
dapat dimakan serta berapa jenis yang dapat dimakan dan tidak membahayakan.
1. Gejala Klinis
Gejala klinis keracunan jamur antara lain: Keracunan yang diakibatkan makan
jamur,yang mengandung racun muskarin mempunyai gejala-gejala:
a) Setelah 5-10 menit si penderita akan mengeluarkan air mata, peluh atau ludah.
b) Penyempitan pupil mata, sesak nafas, buang air, pusing,
c) Lemah, kollaps, koma, diikuti kejang-kejang, apabila tidak segera ditolong dapat
menimbulkan kematian.
Keracunan akibat racun yang lain, mempunyai gejala-gejala :
a) Setelah 4-6 jam si penderita akan menjadi haus.
b) Sakit perut, muntah-muntah dan berak encer, shock, apabila tidak segera ditolong
dapat menimbulkan kematian
2. Penatalaksanaan
a) Muntahkan korban
b) Bilas lambung
c) Jika berat, kirim ke Rumah Sakit dan diberi antidotum Atopin.
Insektisida golongan penghambat kolinesterase sangat toksis dan insiden keracunan oleh
bahan ini cenderung meningkat karena senyawa organofosfat banyak digunakan sebagai bahan
pengganti untuk DDT, setelah pelarangan DDT di beberapa negara. 1
Yang termasuk senyawa organofosfat misalnya paration, malation, systox ,TEPP , HEPP
, OMPA , sedangkan yang lain adalah golongan karbonates misalnya dimethan dan matacil.
Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan mengaktivasikan enzima setil kolinesterase.
Enzim secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat,
ganglion otonom, ujung-ujung saraf parasimpatis dan ujung-ujung saraf motorik hambatan
asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat
tersebut.1
1. Gejala Klinis
Gejala klinis biasanya muncul dalam 2 jam setelah kontak. Gejalanya antara lain:
a) Nyeri kepala, mata miosis, kekacauan mental, bronchokonstriksi, hipotensi,
b) Kejang yang diikuti dengan penurunan kesadaran dan depresi pernafasan
c) Penglihatan kabur, kejang perut,mual, muntah dan diare
d) Perangsangan kelenjar sekretoris menyebabkan rinorea, hipersalivasi, banyak keringat
e) Pada kulit menimbulkan gatal-gatal atau dapat menimbulkan ekzem
2. Penatalaksanaan
a) Cegah kontak selanjutnya misal melepaskan pakaian, cuci kulit yang terkontaminasi
b) Bilas lambung bila racun tertelan
c) Beri atropin
d) Kontrol tanda vital
e) Segera rujuk ke rumah sakit terdekat
Gejala permulaan keracunan akut adalah rasa mual dan muntah, sakit kepala, pusing,
gelisah, tremor dan kelemahan.Gejala ini berkembang dengan cepat dan terjadi hipereksitabilitas
susunan saraf pusat secara umum dengan delirium dan kejang klonik atau tonik.
Penatalaksanaan :
1. Kontrol tanda vital
2. Bilas lambung
3. Muntahkan bila perlu
4. Rujuk ke rumah sakit
DAFTAR PUSTAKA
1. Staff Pendidikan dan Pelatihan PTBMMKI. Buku Kurikulum Pendidikan dan Latihan. Edisi 4.
2017/2018.
1. Instrumen Pemotong
a) Pisau Bedah
b) Gunting
Bentuk dan besarnya gunting bermacam-macam tergantung penggunaannya, oleh
karena itu gunting dibedakan menjadi 4 macam, yaitu :2
1) Gunting Jaringan
Gunting jaringan (bedah) terdiri atas dua bentuk, yaitu ujung tumpul dan ujung
bengkok.Gunting dengan ujung tumpul digunakan untuk membentuk bidang jaringan
atau jaringan yang lembut, yang juga dapat dipotong secara tajam.Gunting dengan
ujung bengkok digunakan pada kasus lipoma atau kista. Biasanya dilakukan dengan
cara mengusuri garis batas lesi dengan gunting.2
3) Gunting Perban
4) Gunting Iris
2. Instrumen Penjepit2
a) Pinset Anatomi
b) Pinset Chirurgis
c) Klem Jaringan
d) Cunam
3. Instrumen Hemostat
a) Klem Arteri
4. Instrumen PemegangJarum
a) Needle Holder
5. Jarum Jahit
a) Jarum traumatis
Jarum yang mempunyai “mata” untuk memasukkan benang di bagian ujung
tumpulnya sehingga benangnya bisa diganti.Pada bagian yang bermata ukurannya lebih
besar dari bagian ujung yang tajam.
b) Jarum atraumatis
Jarum yang tidak memiliki mata sehingga ujung jarumnya langsung dihubungkan
dengan benang dan memiliki ukuran penampang yang sama.
c) Jarum Cutting
Jarum yang penampangnya berbentuk segitiga atau pipih dan tajam.Jarum ini biasa
dipakai untuk menjahit kulit dan tendon.
d) Jarum Non-Cutting (Tappered)
Jarum yang penampangnya bulat dan hanya ujungnya saja yang tampak tajam.
Biasanya dipakai untuk menjahit jaringan yang lunak.
a) Benang absorbable
Alami
1) Plain Cat Gut
Buatan (Synthetic)
Benang yang dibuat dari bahan sintesis seperti polyglactin (merk dagang Vicryl atau
Safil), polydioxanone (merek dagang PDS II), dan polyglercarpon (merk dagang Monocryl
atau Monosyn) .Benang ini memiliki daya ikat lebih lama, yaitu 2-3 minggu dan dapat
diserap sempurna dalam waktu 90-120 hari. Benang berbahan polyglactin dan
polydioxanone biasa digunakan untuk penjahitan usus intradermal dan anastomosis.
Benang berbahan polydioxanone juga digunakan pada daerah yang berpotensi infeksi. 4
b) Benang non-absorbable
Alami
Benang silk dibuat dari 70% protein organik yang disebut fibroin.Warnanya hitam
dan putih.Bersifat tidak licin seperti sutera biasa, karena sudah dikombinasikan dengan
bahan perekat 30% nya.Digunakan untuk menjahit kulit, perbaikan tendon, dan mengikat
pembuluh darah besar.5
2. Cairan Antiseptik
Cairan antiseptik digunakan untuk mensterilkan tepi dan sekitar luka, bertujuan untuk
mencegah infeksi. Cairan yang dapat digunakan: Ethyl alcohol. Larutan alkohol yang dipakai
sebaiknya 65-85% karena daya kerjanya akan menurun bila dipakai konsentrasi yang lebih
rendah atau lebih tinggi. Iodium Tinctura (Povidone Iodine). Larutan 2% iodium dalam
alkohol 70% adalah suatu desinfeksi yang sangat kuat. Larutan ini dipakai untuk
mendesinfeksi kulit dengan membasmi kuman-kuman yang ada pada permukaan kulit.7
3. Cairan Steril
Cairan digunakan untuk irigasi luka dengan cara menyemprotkan cairan tersebut ke
bagian dalam luka. Untuk menyemprotkan cairan, dapat menggunakan spluit 50 cc atau
dengan melubangi kolf cairan. Cairan yang umum digunakan untuk irigasi adalah NaCl 0,9%
steril.
4. Kasa Steril
Kasa steril digunakan untuk debridement, menghentikan perdarahan, menutup luka setelah
dijahit, menyerap eksudat, membetasi penguapan, melindungi luka dan lain-lain.
pasien begitupun sebaliknya.Teknik ketika menggunakan sarung tangan steril adalah “no
touch”.
8. Duk Steril
D. ASEPSIS BEDAH
Teknik steril, termasuk prosedur yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme dari suatu
daerah. 3 Prinsip-Prinsip Tindakan Asepsis Yang Umum:7
a. Semua benda yang menyentuh atau dimasukkan ke dalam tubuh haruslah steril.
b. Jangan sekali-kali menjauhi atau membelakangi tempat yang steril
c. Peganglah objek-objek yang steril, setinggi atas pinggang agar objek tersebut selalu terlihat
jelas dan ini mencegah terjadinya kontaminasi diluar pengawasan.
d. Hindari berbicara, batuk, bersin atau menjangkau suatu objek yang steril.
e. Jangan sampai menumpahkan larutan apapun pada kain atau kertas yang sudah steril.
f. Bukalah bungkusan yang steril sedemikian rupa, sehingga ujung pembungkusnya tidak
mengarah pada si petugas.
g. Objek yang steril menjadi tercemar, jika bersentuhan dengan objek yang tidak steril.
h. Cairan mengalir menurut arah daya tarik bumi, jika forcep dipegang sehingga cairan
desinfektan menyentuh bagian yang steril, maka forcep itu sudah tercemar.
E. ANTISEPSIS
Antisepsis adalah tindakan mengurangi mikroorganisme, baik yang berupa flora normal maupun
transient menggunakan teknik sterilisasi dan/atau disinfeksi. Pada prinsipnya, tindakan antisepsis
merupakan usaha untuk menjaga kondisi asepsis yang dibutuhkan dalam proses operasi. 9,10,11
a. Skin preparation
Sebelum melakukan tindakan bedah, kulit dibersihkan menggunakan cairan antiseptik
dimulai dari tengah ke perifer (sentrifugal). Area yang dibersihkan harus mencakup seluruh insisi
yang akan dilakukan beserta area di sekitarnya. Selain itu, jika operasi akan dilakukan pada lokasi
tertentu yang membutuhkan penanganan khusus, pencukuran perlu dilakukan agar rambut-rambut
tidak mengganggu jalannya operasi. Penggunaan duk (pada operasi minor) atau draping pada
operasi yang lebih besar perlu dilakukan untuk membatasi area operasi. Beberapa cairan
antisepsis yang dapat digunakan antara lain povidone iodine 10%, alkohol 10%, dan
klorheksidin.9,13
b. Teknik Penjahitan
Gambar 20. Teknik forehand dengan needle holder memegang jarum pada 1/3
proksimal3
c. Jenis-Jenis Jahitan
Jenis jahitan antara lain :3
2. Jahitan Matras
a) Jahitan Matras Horizontal
Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul. Sebelum disimpul dilanjutkan
dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama. Jahitan ini memberikan hasil
jahitan yang kuat. Teknik ini akan menimbulkan lebih banyak trackmarks dibanding
teknik penjahitan lainnya. Akan tetapi kelebihan dari teknik ini adalah sifat hemostasisnya
serta kemampuannya memudahkan bentuk eversi dari luka.
c) Jahitan dimulai dari sisi luka yang letaknya paling jauh dari tubuh operator, menuju
ke arah operator.
d) Dengan pergelangan tangan pronasi penuh, siku membentuk sudut 90˚ dan bahu
abduksi, jarum ditusukkan di kulit secara tegak lurus.
e) Tusukan jarum dilakukan 3 – 4 mm dari tepi luka, di dekat tempat yang dijepit pinset.
Jarak antar tusukan kurang lebih 0.5 – 1 cm. Untuk jahitan di wajah, tusukan jarum
dilakukan 2 – 3 mm dari tepi luka dengan jarak antar tusukan 3 – 5 mm.
f) Kulit ditegakkan, dan dengan gerakan supinasi pergelangan serta adduksi bahu yang
serentak, jarum didorong maju dalam arah melengkung sesuai dengan lengkungan
jarum, tetapi jangan terlalu dangkal (akan terbentuk dead space )
g) Setelah jarum muncul kembali di balik kulit, jarum dijepit dengan klem pemegang
jarum dan ditarik keluar (penjepitan ini tidak boleh pada ujungnya, karena jarum
dapat patah atau bengkok).
h) Benang ditarik terus sampai ujungnya tersisa 3-4 cm dari kulit.
i) Tusukkan lagi jarum di tepi luka yang lain dengan cara dan kedalaman yang sama.
j) Setelah jarum muncul di kulit, ditarik lalu dibuat simpul ikatan 2 x 1 x 2
k) Luka dibersihkan dan dinilai ketatnya ikatan
l) Simpul ditarik ke tepi ke arah pada ujung benang yang lebih pendek.
2. Menjahit Subkutis
Untuk menjahit lemak subkutis dilakukan jahitan terputus sederhana dengan simpul
terkubur.
a) Pada jahitan ini lintasan jarum dimulai dan diakhiri di dalam luka.
b) Mengangkat tepi luka dengan pinset bergigi sehingga pertemuan antara lemak dan
dermis jelas.
c) Jahitan dimulai dan sisi yang jauh dari operator
d) Jarum lengkung berujung tapen dengan benang absorben ditusukkan jauh ke jaringan
lemak sampai keluar di dekat permukaan
e) Kulit ditegakkan, dan dengan gerakan supinasi pergelangan serta adduksi bahu yang
serentak, jarum didorong maju dalam arah melengkung sesuai dengan lengkungan
jarum, tetapi jangan terlalu dangkal (akan terbentuk dead space )
f) Setelah jarum muncul kembali di balik kulit, jarum dijepit dengan klem pemegang
jarum dan ditarik keluar (penjepitan ini tidak boleh pada ujungnya, karena jarum dapat
patah atau bengkok).
g) Benang ditarik terus sampai ujungnya tersisa 3-4 cm dari kulit.
h) Tusukkan lagi jarum di tepi luka yang lain dengan cara dan kedalaman yang sama.
i) Setelah jarum muncul di kulit, ditarik lalu dibuat simpul ikatan 2 x 1 x 2
j) Luka dibersihkan dan dinilai ketatnya ikatan
k) Simpul ditarik ke tepi ke arah pada ujung benang yang lebih pendek.
3. Menjahit Subkutis
Untuk menjahit lemak subkutis dilakukan jahitan terputus sederhana dengan simpul
terkubur.
a) Pada jahitan ini lintasan jarum dimulai dan diakhiri di dalam luka.
b) Mengangkat tepi luka dengan pinset bergigi sehingga pertemuan antara lemak dan
dermis jelas.
c) Jahitan dimulai dan sisi yang jauh dari operator
d) Jarum lengkung berujung tapen dengan benang absorben ditusukkan jauh ke jaringan
lemak sampai keluar di dekat permukaan
e) Posisi tangan pemegang jarum pronasi maksimal lalu jarum ditembuskan dengan
gerak supinasi.
f) Setelah nomor 4, klem pemegang jarum dipindah untuk menjepit kembali dan
dengan gerakan pronasi serta supinasi jarum ditusukkan dari arah permukaan
kelapisan dalam sisi yang lain.
g) Kemudian dibuat simpul dan benang dipotong.
G. TAHAP PENYIMPULAN
Beberapa jenis simpul yang perlu diketahui antara lain reef knot dan surgeon’s knot.Berikut ini
adalah tahapan menyimpul dengan menggunakan instrumen. 13
Instrumen (biasanya needle holder) diletakkan diantara sisi panjang dan pendek kedua benang.
Buat dua kali loop pada benang yang panjang, kemudian ambil ujung dari benang pendek
menggunakan instrument tersebut, tarik. Lakukan langkah yang sama dengan hanya satu kali loop
menggunakan benang yang panjang, ambil ujung dari benang pendek dengan menggunakan instrumen
tersebut, tarik, dan simpul selesai dibuat.13
Selain menggunakan instrumen, simpul juga dapat dibuat dengan tangan kosong. Simpul
tersebut antara lain, reef knot, surgeon’s knot dan slip knot. Karena relatif jarang digunakan dalam
setting di luar kamar operasi, maka akan ditunjukkan ilustrasi gambarnya. Detil langkahnya dapat
dipelajari di Textbook Surgical Techniques oleh Mihaly Boros.13
I. KOMPLIKASI
Komplikasi postoperasi adalah segala luaran negatif yang terjadi selama atau pasca tindakan dan
dapat memengaruhi proses penyembuhan dari pasien. Beberapa komplikasi yang mungkin muncul
pasca tindakan bedah sederhana antara lain reaksi obat akibat anestesi lokal, perdarahan, kerusakan
1
organ, infeksi luka operasi, hematoma dan lepasnya jahitan. Segala bentuk komplikasi yang mungkin
terjadi harus dijelaskan kepada pasien sebelum tindakan dilakukan ketika meminta inform consent
sehingga pasien atau keluarganya memahami kemungkinan komplikasi yang terjadi atas tindakan yang
dilakukan terhadapnya.15,18
DAFTAR PUSTAKA
c. Shin Splints
1. Anterior shin splints: nyeri tulang disebabkan oleh ketidakseimbangan kaki, lari jinjit,
pronasi
2. Posterior shin splints: nyeri di kaki bagian dalamPenanganan : PRICE dan kompres
panas sebelum latihan2,3
d. Otot Tertarik Dan Robek
1. Otot betis : pada olahraga yang banyak lompat
2. Otot hamstring : pada lari sprint
3. Penanganan : PRICE dan kompres panas sebelum mulai latihan
4. Latihan penguluran dan jangkauan gerak sendi,dan penguatan otot.Evaluasi teknik
latihan, pemanasan, dan pendinginan.2,3
e. Kram Otot
1. Disebabkan karena kelelahan, kurang mineral dan vitamin, kurang suplai darah, ketidak
sesuaian pada panjang kedua kaki
2. Penanganan: regang otot dan efflurage (mengusap atau memijat)
3. Minum juice buah dan sayur, kacang hijau. Penguluran pada saat pemanasan dan
pendinginan2,3
f. Cidera Lutut
1. Lutut merupakan sendi paling besar namun paling tidak stabil
2. Cedera: meniskes, tendinitis, sindrom plica (nyeri lutut akibat sumber yang bukan
berasal dari struktur lutut)
3. Keseleo karena beban berlebih dan hiperekstensi
4. Penanganan : RICE, decker, latihan penguluran dan jangkauan gerak. 2,3
g. Cidera Punggung Bawah
1. Akut disebabkan oleh teknik mengangkat yang salah. Penanganan segera hasilnya
sangat baik
2. Kronis disebabkan karena overuse.
3. Penanganan : Heat therapy dan pijatcukup memberi hasil
4. Rehabilitasi : latihan penguluran dankekuatan 2,3
G. Fase Penyembuhan
Antara lain :
a. Setelah 1-3 hari melakukan RICE
b. Boleh melakukan latihan peregangan secara perlahan dan lembut pada bagian yang cedera
dan sekitarnya
H. Pencegahan:
a. Jangan memutar lutut ketika stretching.
b. Lakukan pemanasan dan stretching
c. Jangan terlalu beratdan berlebihan
d. Pendinginan
e. Menggunakan perlengkapan yang lengkap dan safety
f. Ditempat yang aman
g. Dengan bantuan program olahraga3
DAFTAR PUSTAKA
1. National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases (NIAMS) Information
Clearinghouse. November 2014
2. dr. Novita Intan Arovah, MPH. Diagnosis Dan Manajemen Cedera Olahraga. Pendidikan
Kesehatan dan Rekreasi FIK UNY.
3. Ade Jeanne D.L. Tobing. Pengantar Cedera Olahraga. PPDS Program Studi Ilmu Kedokteran
Olahraga FKUI.
B. Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel
mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai
faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma.
Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten.
Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma
kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.1
a. Inflamasi akut
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus,
iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan
pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat. Reaksi Asma Tipe Cepat Alergen akan
terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut.
Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease dan newly
generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot
polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi. Reaksi Fase Lambat Reaksi ini timbul antara 6-9
jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+,
neutrofil dan makrofag.1.2
g. Inflamasi kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit T,
eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus. Limfosit T Limfosit
T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2). Limfosit T ini berperan
sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-
4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF. Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan
bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF
berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Epitel Sel
epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada penderita asma. Sel epitel dapat
mengekspresi membran markers seperti molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase,
sitokin atau khemokin. Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya
masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule protein,
oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan metalo protease sel epitel.
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak spesifik. Eosinofil
yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil
berperan sebagai efektor dan mensintesis sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GMCSF,
TNF-alfa serta mediator lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF
meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Dasar hipotesis
yang berkembang saat ini adalah mekanisme inflamasi dan mekanisme respon saluran
pernafasan yang berlebihan.1.3
Mediator Kimia pada Asma
C. Patofisiologi
Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi dari spasme otot bronkus , sumbat
mukosa, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama periode
ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas pada fase tersebut. Sehingga udara pada distal
terperangkap dan tak dapat di ekspirasikan, kemudian terjadi peningkatan volume residu,
kapasaitas residu fungsional dan penderita akan bernafas dengan volume yang tinggi mendekati
kapasitas paru total. Keadaan ini kita sebut dengan hiperinflasi yang bertujuan agar saluran nafas
tetap terbuka dan pertukaran gas dapat terjadi, hiperinflasi memerlukan bantuan otot bantu
pernafasan.5
D. Klasifikasi
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut). 6
Asma saat tanpa serangan. Pada orang dewasa, asma saat tanpa serangan terdiri dari :
1. Intermitten (Bulanan)
2. Persisten Ringan (Mingguan)
3. Persisten Sedang (Harian)
4. Persisten Berat (Kontinyu)5
Sedangkan pada anak, menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) Mengklasifikasikan
derajar asma menjadi :
a. Asma Episodik jarang : serangan 1x/bulan
b. Asma epidosik sering : serangan 1x/bulan
c. Asma persisten : serangan sering
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang sering digunakan sehari-
hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat ringannya serangan . Global Initiative for Asthma
(GINA) membuat pebagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis. Terbagi
menjadi derajat ringan, derajat sedang, derajat berat, dan ancaman henti nafas. 6
E. Gejala Klinik
Gambaran asma secara klasik adalah episodik batuk, mengi dan sesak nafas. Pada periode
awal gejala sering tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma tipe alergenik sering disertai
bersin-bersin dan pilek. Walaupun awalnya batuk tanpa sekret dalam perjalanannya terjadi sekret
yang berwarna mukoid sampai dengan purulen. Pada sebagianpenderita gejala klinis hanya batuk
tanpa disertai mengi atau dikenal dengan cough variant asthma bila hal ini muncul maka
konfirmasi dengan pemeriksaan spirometri dan lakukan bronkodilator tes atau uji provokasi
bronkus dengan metakolin.7,8
Pada asma alergenik sering tidak jelas adanya hubungan antara paparan alergen dengan gejala
asma yang timbul. Terlebih pada penderita yang memberikan respon terhadap pencetus non
alergenik sperti faktor cuaca, asap rokok ataupun infeksi saluran pernafasan atas. 7
Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesa dijumpai adanya keluhan batuk, sesak, mengi dan rasa tidak enak pada
dada. Terdapat riwayat alergi dalam keluarga ataupun pada diri penderita sendiri seperti rinitis
alergi, dermatitis alergi. Gejala asma sering timbul pada malam hari tetapi dapat muncul pada
setiap waktu tergantung pada ada tidaknya faktor pencetus. 7,8
F. Pemeriksaan Fisik
Perhatian pertama adalah pada keadaan umum pasien, pasien dengan kondisi yang sangat
berat akan duduk tegak. Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan:
a. Penggunaan otot-otot bantu pernafasan
b. Frekuensi nafas > 30 kali per menit
c. Takikardia > 120 x/menit
d. Pulsus Parokdoksus >12 mmHg
e. Wheezing ekspiratoar10
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
b. Uji provokasi bronchus
c. Pemeriksaan sputum
TIM BANTUAN MEDIS Calamus scriptorius
139
H. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup
agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.9,11
Tujuan penatalaksanaan asma:
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
g. Mencegah kematian karena asma Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit.
h. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
i. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise 2 kerja singkat) minimal
j. Kebutuhan bronkodilator (agonis (idealnya tidak diperlukan)
k. Variasi harian APE kurang dari 20%
l. Nilai APE normal atau mendekati normal
m. Efek samping obat minimal (tidak ada)
n. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat11
Serangan asma ditandai dengan gejala sesak nafas, batuk, mengi ataupun kombinasi dari
gejal diatas. Derajat serangan dapat ringan sampai dengan berat yang mengancam nyawa.
Serangan bersifat akut. Tujuan pengobatan asma untuk :
a. menghilangkan obstruksi dengan segera.
b. mengatasi hipoksia
c. mengembalikan fungsi paru ke normal secepat mungkin
d. mencegah serangan berikutnya
e. memberikan edukasi agar penderita dan keluarga dapat mengatasi pada awal sebelum dibawa
ke dokter.11
J. Farmakologi
a. AGONIS BETA ADRENERGIK
Penggunaan obat reseptor beta 2 adrenergik pada otot polos bronkus menstimulasi enzym
adenylate cyclase compleks intracelluler, menghasilkan peningkatan produksi cyclic adenosine
monophosphates (cAMP), hal ini menyebabkan relaksasi otot polos, menghambat degranulasi sel
mast, dan stimulasi mucociliary transport. Variasi dari beta 2 adrenergik menyebabkan perbedaan
action, duration of actions, dan efek samping.7
Adrenalin dapat diberikan secara inhalasi dan injeksi 0.1-0,5 ml dari pengenceran 1:1000
subkutan, telah digunakan sejak lama sebagai terapi awal dari asma. Adrenalin merupakan non
selektif simpatomimetik yang dapat menstimulus reseptor alfa, beta-1, beta-2. kerugiannya
adalah stimulasi sistem kardiovaskular, durasi aksi yang singkat, dan mempercepat terjadinya
takifilaksis. Adrenalin harus diberikan secara hati-hati pada pasien tua, pada pasien tua, takikardia
sebelum perawatan.11
Isoproterenol menstimulasi baik beta-1 dan beta-2 reseptor. Menyebabkan takikardi dan
hipotensi dalam rangka bronkodilator. Isoproterenol biasanya diberikan aerosol (3 s/d 7 kali
inspirasi dalam, dalam bentuk solusio 1:1000 atau 1:200) bisa juga diberikan intravena pada
pasien anak dan dewasa.11
Semua beta adrenergik mempunyai efek pada kardiovaskular (berupa takikardi, palpitasi,
aritmia dan hipertensi) dan cerebral (berupa gelisah, tremor, nausea dizziness, dan nervous). 7
b. METHILXANTHINES
Theofilin dan ethylenediamine salt aminnophyline sangat berguna dalam terapi asma akut.
Mekanisme aksi dijelaskan dengan inhibitor cytoplasmic enzyme phosphodiesterase yang
mengkatalisis metabolisme cAMP. Efek utama theofilin adalah relaksasi otot polos bronkhial.
Efek lain memperbaiki kontraksi diafragma, meningkatkan transport mucociliar, menghambat
pelepasan mediator hipersensitivitas dan menurunkan tekanan arteri pulmonal. 7
Theofilin ataupun aminofilin pada akut asma dapat diberikan bolus intravena kemudian
dilanjutkan dalam drip. Konsentrasi dalam plasma harus dipertahankan pada 10 sampai 20 ug/ml,
toksikasi akan uncul bila konsentrasi dalam plasma melebihi 20 ug/ml. tanda toksikasi meliputi
CNS dan GI termasuk gelisah, nyeri kepala, mual dan muntah, diare. Pada konsentrasi aminofilin
yang sangat tinggi pada plasma dapat menyebabkan aritmia, gangguan kesadaran dan akhirnya
meninggal.7
Distribusi aminofilin sangat cepat melalui kompartemen ekstraeluler. Dosis aminofilin 1
mg/kgBB menaikan konsentrasi dalam serum plasma sebesar 2 ug/ml. Sekitar 85% dari dosis
theofilin di degradasi di hepar oleh Cytokrom P450 dan selebihnya diekresikan melalui urine. Hal
yang dapat menurunkan metabolisme adalah usia tua, congestive heart failure, dan gangguan
fungsi hepar sedangkan obat-obatan yang dapat menurunkan metabolisme aminofilin adalah
propranolol, erytromisin dan cimetidin. Yang meningkatkan metabolisme adalah kebiasaan
merokok, dan barbiturat.7,11
c. KORTIKOSTEROID
Kortikosteroid saat ini digunakan secara luas pada asma bila beta agonis dan methyl xanthin
telah tak mampu. Mekanisme aksi melibatkan efek anti inflamasi, inhibisi asam arakhidonat
meningkatkan efek beta agonis dan menurunkan permeabilitas endotel vaskular sehingga
mencegah terjadinya edema.7,11
Dosis terapi kortikosteroid pada asma kontroversial dan sampai saat ini belum ada
kesepakatan. Fanta dkk mendemonstrasikan bahwa kortikosteroid infus (hydrocortison, bolus 2
mg/kg bb dilanjutkan drip 0,5 mg/kg jam infus) bersama dengan penggunaan bolus aminofilin
dan beta 2 agonis menghasilkan perbaikan yang bermakna dengan pengukuran FEV1 dalam 12
jam perawatan.11
Haskell dkk melakukan penelitian bahwa penggunaan Methylprednisolone 15 mg setiap 6
jam tidak menunjukkan keefektifan tetapi pasien yang mendapat 40mg menunjukkan
perbaikan yang bermakna pada perawatan hari kedua dan pada pasien yang mendapat 125 mg
mendapat perbaikan sejak hari ertama.7
Efek samping dari penggunaan kortikosteroid intravena dosis tinggi adalah hiperglikemia
dan akut psikosis sehingga dihindarkan penggunaan pada penderita diabetes mellitus, perdarahan
GI track, presdisposisi untuk terjadinya infeksi. Pada terapi jangka lama penggunaan
kortikosteroid adalah meningkatkan katabolisme, retensi garam dan air, cushing sindroma,
osteoporosis dan pernah dilaporkan adanya fraktur patologis vertebra dan necrosis kaput femur.
Oleh karena komplikasi sistemik yang begitu berat maka saat ini mulai dikembangkan preparat
inhaler ataupun nebuliser untuk menggantikan preparat kortikosteroid sistemik. 7,11
d. ANTIKHOLINERGIK
Atropin dan preparat antikolinergik lain mempunyai efek bronkodilator yang rendah.
Mekanisme yang disuga kuat adalah inhibitor vagal bronkoconstriction. Pak dan rekan 6 meneliti
pada penderita kronik obstruksi bahwa 0,025-0,05 mg/kg BB atropin inhalasi via nebuliser
menghasilkan perbaikan jalan nafas tetapi efek samping yang dihasilkan sangatlah besar berupa :
pengeringan membran mukosa, dysphoria, tachycardia, nyeri kepala dan gangguan buang air
kencing. Oleh karena efek samping yang begitu besar saat ini dikembangkan Ipatropin bromida
nebuliser menggantikan atropin karena preparat Ipatropin bromida mempunyai efek samping
yang lebih kecil.11
e. CHROMOLIN
Cromolin adalah sel mast stabiliser yang berguna untuk profilaksis asma. Biasanya
digunakan pada asma dengan factor pencetusnya olahraga. Cromolin tidak efektif pada serangan
asma yang bersifat akut karena pada penggunaan inhaler pernah dilaporkan terjadi
bronkhokontriksi.7,11
Algoritma Penanganan Asma di Rumah Sakit11
K. Komplikasi
a. Pneumothorax
b. Pneumomediastinum atau Emfisema subkutis
c. Atelektasis
d. Gagal nafas
e. Bronkitis
f. Fraktur iga11
DAFTAR PUSTAKA :
1. Amin, Muhammad dkk., 1998 : Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Pers,
Surabaya hal 1:13
2. Braunwald, Eugene., et.al. 2002 : Harrison’s Manual of Medicine Ed 15. Mc Graw Hill,
Boston p 620:623
3. Hill, Michael., et. al. 2003 : Asthma Bronchial. Http://www.emedicine.com
4. Sundaru, Heru, 2001 : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Asma Bronkiale. Gaya Baru, Jakarta
hal 21:33
5. Callander, Robin et.al, 1991 : Pathology Illustrated Ed 3. Immunity. Churchill
Livingstone, New york p 93 : 119
6. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. 2008
7. Kariya T. Steven, Drazen M. Jeffrey, 1989 : Asthma and Status asthmaticus : Textbook of
Critical Care. The Society of Critical Care Medicine, W.B. Saunders Company, Philadelphia p
549 : 557.
8. Karjito, Thomas. Kabat. Plilingan, JF. 1994 : Asma Bronkial : Pedoman Diagnosa dan
Terapi Ilmu Penyakit Paru. RSUD Dr Soetomo, Surabaya p 3 : 8
9. Kabat. 2001 : Asma Bronkial : Bahan Kuliah Ilmu Penyakit Paru FKUA semester VII-
VIII. RSUD Dr Soetomo, Surabaya p 1 : 38
10. Riyanto B Sigit, Hisyam Barnawi, 2006 : Obstruksi Saluran Pernafasan Akut : Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam . Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta p 988 : 997
11. TIM. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia. 2015
b. Etiologi Syok
Miokardiopati
- Gangguan Mekanis
Regurgitas mirtal/aorta
Rupture septum interventrikuler
Aneurisma ventrikel massif
Obstruksi
Outflow : Stenosis atrium
Inflow : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus
5 Syok Anafilaktik - Antibiotik
Penisilin, Sefalosporin, kloramfenikol, polimixin, ampoterisin
- Biologis
Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan gamma
globulin
- Makanan
Telur, susu, dan udang/kepiting
Tabel 1. Etiologi Syok berdasarkan jenis1
c. Diagnosis Syok
No Jenis Syok Diagnosis
2. EKG
Thorax Foto
Echocardiography
Enzmy Jantung
Tabel2. Diagnosa Syok berdasarkan jenis
d. Tatalaksana syok
No Jenis Syok Tatalaksana
1 Syok Hipovolemik 1. Ganti Kehilangan volume intravascular
Kristaloid
Koloid
PRC
Class III
Kehilangan 30-40% volume darah
Hipotensi Takikardi Confusion
Pucat Oliguria
Class IV
Kehilangan > 40% volume darah
Hemodinamik tidak stabil Kardiovaskular kolaps yang tidak bisa diatasi segera 1
B. Trauma Kepala
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu trauma yang menimpa struktur kepala sehingga
dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak. ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi
fisik.1
D. Open fracture
a. Definisi
Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur dengan dunia luar,
baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam hingga ke permukaan kulit atau
kulit dipermukaan yang mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari luar hingga kedalam.
Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3 kelompok :1
1. Grade I : Kulit terbuka < 1 cm, bersih, biasanya dari luar ke dalam; kontusio otot minimal;
fraktur simple transverse atar short oblique.
2. Grade II : laserasi > 1 cm, dengan kerusakan jaringan lunak yang luas, kerusakan
komponen minimal hingga sedang; fraktur simple transverse atau short oblique dengan
kominutif yang minimal.
3. Grade III : kerusakan jaringan lunak yang luas, termasuk otot, kulit, struktur neurovaskularl
seringkali merupakan cidera oleh energi yang besar dengan kerusakan komponen yang
berat.
III A : Laserasi jaringan lunak yang luas, tulang tertutup secara adekuat; fraktur
segmental, luka tembak, periosteal stripping yang minimal.
III B : Cidera jaringan lunak yang luas dengan periosteal stirpping dan tulang terekspos,
membutuhkan penutupan flap jaringan lunak; sering berhubungan dengan kontaminasi
yang massif.
III C : Cidera vaskuler yang membutuhkan perbaikan.
b. Diagnosis
1. Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota
gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena fraktur tidak selamanya terjadi di
daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. 1
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
Syok, anemia atau perdarahan.
Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-
organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
3. Pemeriksaan lokal
4. Inspeksi (Look)
Bandingkan dengan bagian yang sehat.
Perhatikan posisi anggota gerak.
Keadaan umum penderita secara keseluruhan.
Ekspresi wajah karena nyeri.
Lidah kering atau basah.
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup
atau fraktur terbuka.
Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan.
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain.
Perhatikan kondisi mental penderita.
Keadaan vaskularisasi1.
5. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri.
Temperatur setempat yang meningkat.
Nyeri tekan ; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati.
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena.
Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma ,
temperatur kulit.
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan
panjang tungkai.1
6. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur, setiap
gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara
kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh
darah dan saraf.1
7. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi
kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf yang
didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan
(klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.1
8. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi
fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka
sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara
sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.1
c. Penanganan Fraktur
Prinsip penanganan fraktur terbuka :
1. Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi.
2. Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat mengancam jiwa.
3. Pemberian antibiotik.
4. Lakukan debridement dan irigasi luka.
5. Lakukan stabilisasi fraktur.
6. Pencegahan tetanus.
7. Lakukan rehabilitasi ektremitas yang mengalami fraktur. 1
Debridemen adalah pengangkatan jaringan yang rusak dan mati sehingga luka menjadi
bersih. Untuk melakukan debridement yang adekuat, luka lama dapat diperluas, jika diperlukan
dapat membentuk irisan yang berbentuk elips untuk mengangkat kulit, fasia serta tendon
ataupun jaringan yang sudah mati. Debridemen yang adekuat merupakan tahapan yang penting
untuk pengelolaan. Debridemen harus dilakukan sistematis, komplit serta berulang. Diperlukan
cairan yang cukup untuk fraktur terbuka. Grade I diperlukan cairan yang bejumlah 1-2 liter,
sedangkan grade II dan grade III diperlukan cairan sebanyak 5-10 liter, menggunakan cairan
normal saline.1
Pemberian antibiotika adalah efektif mencegah terjadinya infeksi pada pada fraktur terbuka.
Antibiotika yang diberikan sebaiknya dengan dosis yang besar. Untuk fraktur terbuka antibiotika
yang dianjurkan adalah golongan cephalosporin dan dikombinasi dengan golongan
aminoglikosida.
1. Fiksasi Internal
Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke posisi normal
kemudian diikat dengan sekrup khusus atau dengan melampirkan pelat logam ke permukaan
luar tulang. Fragmen juga dapat diselenggarakan bersama-sama dengan memasukkan batang
bawah melalui ruang sumsum di tengah tulang. Karena fraktur terbuka mungkin termasuk
kerusakan jaringan dan disertai dengan cedera tambahan, mungkin diperlukan waktu sebelum
operasi fiksasi internal dapat dilakukan dengan aman. 1
2. Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan untuk
menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal, pin atau sekrup ditempatkan
ke dalam tulang yang patah di atas dan di bawah tempat fraktur. Kemudian fragmen tulang
direposisi. Pin atau sekrup dihubungkan ke sebuah lempengan logam di luar kulit. Perangkat ini
merupakan suatu kerangka stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi yang tepat.
E. KEJANG DEMAM
a. Definisi
Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy
(Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan kenaikan
suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit
akut pada anak berusia diatas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009). 1
b. Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber diluar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam.Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam
adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut,
bronchitis, dan infeksi saluran kemih (Soetomenggolo ,2000).
c. Klasifikasi
Umumnya kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Kriteria untuk penggolongan tersebut
dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat perbedaan kecil dalam penggolongan
tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang
berlangsung, gambaran rekaman otak, dan lainnya (Lumbantobing, 2004). Studi epidemiologi
membagi kejang demam menjadi 3 bagian yaitu: kejang demam sederhana, kejang demam
kompleks, dan kejang demam berulang ( Baumann, 2001). Kejang demam kompleks ialah
kejang demam yang lebih lama dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebihdari 1 kali kejang per
episode demam). Kejang demam sederhana ialah kejang demam yang bukan kompleks. Kejang
demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode demam.
Epilepsi ialah kejang tanpa demam yang terjadi lebih dari satu kali (Soetomenggolo, 2000).1
d. Diagnosa
Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang demam antara
lain:
1. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung diagnosis ke arah
kejang demam seperti :
Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum dan saat
kejang, frekuensi, interval pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam, seperti genetik, menderita
penyakit tertentu yang disertai demam tinggi, serangan kejang pertama disertai suhu di
bawah 39° C.
Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam berulang adalah usia < 15
bulan saat kejang demam pertama, riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang segera
setelah demam atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam yang sering, kejang
demam pertama berupa kejang demam akomlpeks (Dewanto dkk, 2009).
Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam – Kepala anak sering
terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak
menjadi berguncang. Gejala kejang tergantung pada jenis kejang. Kulit pucat dan mungkin
menjadi biru. Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar (Dewanto dkk,2009).1
TIM BANTUAN MEDIS Calamus scriptorius
157
2. Pemeriksaan fisik dan laboratorium, Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan
fisik neurologi maupun laboratorium. Padakejang demam kompleks, dijumpai kelainan fisik
neurologi berupa hemiplegi. Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal berupa
gelombang-gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan
gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostik, walaupun
penderita kejang demamkompleks lebih sering menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG
juga tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari
(Soetomenggolo, 2000).1
e. Penatalaksanaan
Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu:
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang kejang semua pakaian yang
ketat dibuka, dan pasien dimiringkan kepalanya apabila muntah untuk mencegah aspirasi.
Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lender dilakukan secara teratur,
diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu,
tekanan darah, pernapasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Diazepam adalah pilihan utama dengan
pemberian secara intravena atau intrarektal (Soetomenggolo, 2000).
3. Pengobatan Profilaksis
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah, kerena serangan kejang merupakan pengalaman
yang menakutkan dan mencemaskan bagikeluarga. Bila kejang demam berlangsung lama dan
mengakibatkan kerusakan otak yang menetap (cacat). Ada 3 upaya yang dapat dilakukan:
Profilaksis intermitten, pada waktu demam.
Profilaksis terus-menerus, dengan obat antikonvulsan tiap hari
Mengatasi segera bila terjadi kejang. (Soetomenggolo, 2000). 1
DAFTAR PUSTAKA
1. Divisi Medis Praktis TBM-Cs. Buku Saku TBM-Cs Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat. 2017
A. JENIS-JENIS CAIRAN
a. Cairan Kristaloid
Merupakan larutan dengan air (aqueous) yang terdiri dari molekul-molekul kecil yang dapat
menembus membran kapiler dengan mudah. Biasanya volume pemberian lebih besar, onset lebih
cepat, durasinya singkat, efek samping lebih sedikit dan harga lebih murah. Yang termasuk cairan
kristaloid antara lain salin (salin 0,9%, ringer laktat, ringer asetat), glukosa (D5%, D10%, D20%),
serta sodium bikarbonat. Masing-masing jenis memiliki kegunaan tersendiri : salin biasa
digunakan untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh sehari-hari dan saat kegawat daruratan
seperti glukosa biasa digunakan pada penanganan kasus hipoglikemia, dan sodium bikarbonat
yang merupakan terapi pilihan pada kasus asidosis metabolik dan alkalinisasi urin. 1
Cairan kristaloid bersifat mudah keluar dari intravaskuler, terutama pada kasus dimana
terjadi peningkatan resistensi kapiler seperti pada sepsis, penting untuk dipikirkan penggantian
cairan yang memiliki molekul lebih besar, yaitu jenis koloid. 1,2
Berikut ini beberapa jenis dari cairan kristaloid :
1. Normal Saline
Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154. Kemasan : 100, 250, 500, 1000 ml. Indikasi :
Resusitasi, Luka Bakar, Gagal ginjal akut Kontraindikasi : Hipertonikuteru, Hiponatremia,
Retensi cairan. Digunakan dengan pengawasan ketat pada : CHF, Insufisiensi renal,
Hipertensi , Edema perifer, Edema paru. Adverse Reaction edema jaringan pada penggunaan
volume besar (biasanya paru-paru), penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan akumulasi
natrium.1,2
2. Ringer Laktat :
Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-110, Basa = 28-30
mEq/l.Indikasi : Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok
hipovolemik. Kontraindikasi :Hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati dan asidosis
laktat. Adverse Reaction edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya paru-
paru.1,2
3. Dextrosa
Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%). Kemasan : 100, 250,
500 ml. Indikasi : Cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi selama
dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai sedang (kadar kreatinin
kurang dari 25 mg/100ml). Kontraindikasi : Hiperglikemia
TIM BANTUAN MEDIS Calamus scriptorius
160
b. Cairan Koloid
Merupakan larutan yang terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit menembus membran
kapiler, digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler. Umumnya pemberian lebih kecil,
onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek samping lebih banyak, dan lebih mahal. 1
1. Albumin
Komposisi: Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-kDa yang
dimurnikan dari plasma manusia (contoh: albumin 5%). Albumin merupakan koloid alami dan
lebih menguntungkan karena volume yang dibutuhkan lebih kecil, efek koagulopati lebih
rendah, resiko akumulasi di dalam jaringan pada penggunaan jangka lama yang lebih kecil
dibandingkan starches dan resiko terjadinya anafilaksis lebih keciladesi molekuler. 1
2. HES (Hydroxyetyl Starches)
Komposisi : Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu amilosa amilopektin.
Indikasi: Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat menurunkan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga dapat menurunkan resiko kebocoran kapiler. Kontraindikasi:
Cardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan resiko perdarahan setelah operasi, hal ini terjadi
karena HES berefek antikoagulan pada dosis moderat (>20 ml/kg). Sepsis, karena dapat
meningkatkan resiko acute renal failure (ARF). Penggunaan HES pada sepsis masih terdapat
perdebatan.1
6. Buka iv-catheter yang sudah dipilih ukurannya, pegang dengan posisi bevel style menghadap
keatas.
7. Pegang tangan pasien dengan tangan kiri, gunakan ibu jari menekan dan fiksasi(untuk
stabilisasi) distal vena yang akan dikanulasi
8. Pegang iv-catheter sejajar vena, dan membentuk sudut 100 -300 dengan permukaan kulit,
lakukan insersi (tusukan). Bila iv-catheter sudah masuk yang ditandai dengan adanya darah
yang masuk kedalam chamber (flash back), kemudian datarkan iv-catheter untuk mencegah
tertusuknya dinding posterior dari vena, sorong masuk ± 1 mm.
9. Tarik stylet perlahan dan darah harus terlihat masuk kedalam iv-catheter, hal ini memberi
konfirmasi bahwa kanula berada dalam vena.
10. Sorong masuk iv-catheter kedalam vena dengan perlahan, bebaskan torniket, masukkan stylet
kedalam kantong sampah benda tajam.
11. Flush iv-catheter untuk memastikan patensi dan mudahnya penyuntikan tanpa adanya rasa
sakit, resistensi, dan timbulnya pembengkakan.
12. Fixasi iv-catheter dengan moisture-permeable transparent dressing ( supaya bila ada phlebitis
atau dislodge dapat terlihat)
13. Catat seluruh prosedur ini, termasuk alat-alat, tempat atau lokasi kanulasi, operator, dan
jumlah tusukan yang dilakukan.3
E. MAINTENANCE CAIRAN
Kebutuhan cairan harinya seperti berikut :
a. 100 ml/kg pada 10 kg pertama berat badan
b. 50 ml/kg pada 10 kg kedua berat badan
c. 20 ml/kg pada sisa berat badan selanjutnya Untuk kemudahan, pada 24 jam dibagi perjamnya
menjadi :
d. 100 ml/kg/24 jam = 4 ml/kg/jam pada 10 kg pertama berat badan
e. 50 ml/kg/24 jam = 2 ml/kg/jam pada 10 kg kedua berat badan
f. 20 ml/kg/24 jam = 1 ml/kg/jam pada sisa berat badan selanjutnya
Contoh : pada orang berat badan 40 kg, cairan maintenance menjadi : 40 ml/jam + 20
ml/jam + 20 ml/jam = 80 ml/jam4
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.
2. Bongard F.S., Sue D.Y., Vintch J.R., 2008. Current Diagnosis and Treatment Critical Care
Third Edition. McGraw Hill.
3. Sue, D.Y., 2005. Current Essentials of Critical Care. McGraw Hill.
4. Powel, jeremy. 2011. British Consensus Guidelines on Intravenous Fluid Therapy for Adult
Surgical Patients. BAPEN
A. Definisi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis
trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi. Luka bakar terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api secara langsung maupun tidak langsung, pajanan
suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia, air, dll) atau zat-zat yang bersifat membakar
(asam kuat, basa kuat).1,2
B. Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, luka bakar dibagi menjadi:3,4
a. Fase Akut
Terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat sistemik
yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik.
b. Fase Subakut
Berlangsung setelah syok berakhir yang ditandai dengan keadaan hipermetabolisme, infeksi hingga
sepsis serta inflamasi dalam bentuk SIRS (Systemic Inflamatory Respon Syndrome). Masalah yang
terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas.
c. Fase Lanjut
Berlangsung setelah fase subakut hingga pasien sembuh. Penyulit pada fase ini adalah parut yang
hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas, dan timbulnya kontraktur.
c. Derajat Tiga: Full Thickness Skin Burn . Kerusakan terjadi pada semua lapisan kulit dan ada
nekrosis. Lesi tampak putih dan kulit kehilangan sensasi rasa, dan akan menimbulkan jaringan parut
setelah luka sembuh.
d. Derajat Empa: Charing injury. Pada luka bakar ini kulit tampak hitam seperti arang karena
terbakarnya jaringan. Terjadi kerusakan seluruh kulit dan jaringan subkutan begitu juga pada
tulang akan gosong. 3,5
Beratnya luka bakar berdasarkan derajat dan luasnya kulit yang terkena.3,6
C. Tata Laksana
Pertolongan pertama pada pasien luka bakar :
a. Segera hindari sumber api dan memastikan api pada tubuh misalnya dengan menyelimuti dan
menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala
b. Singkirkan baju perhiasan dan benda-benda lain yang membuat torniket ( mengikat ) karena
jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem
c. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya dengan air
mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit proses koagulasi protein sel di jaringan yang
terpajan suhu tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas.
Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginakan daerah yang terbakar dan mempertahankan
Suhu dingin ini pada jam pertama sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil. Akan tetapi
cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas karena bahaya terjadinya hipotermi.
Es tidak seharusnya diberikan langsung pada luka bakar apapun.Evaluasi awal. Prinsip penanganan
pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC
(Airway Breathing Circulation) yang diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik
luka bakar pada survey sekunder.6-8
Saat menilai ‘airway” perhatikan apakah terdapat luka bakar inhalasi. Biasanya ditemukan sputum
karbonat, rambut atau bulu hidung yang gosong. Luka bakar pada wajah, oedem oropharyngeal,
perubahan suara, perubahan status mental. Bila benar terdapat luka bakar inhalasi lakukan intubasi
endotracheal, kemudian beri Oksigen melalui mask face atau endotracheal tube. Luka bakar biasanya
berhubungan dengan luka lain, biasanya dari luka tumpul akibat kecelakaan sepeda motor. Evaluasi pada
luka bakar harus dikoordinasi dengan evaluasi pada luka-luka yang lain. Meskipun perdarahan dan trauma
intrakavitas merupakan prioritas utama dibandingkan luka bakar, perlu dipikirkan untuk meningkatkan
jumlah cairan pengganti.7
Anamnesis secara singkat dan cepat harus dilakukan pertama kali untuk menentukan mekanisme dan
waktu terjadinya trauma. Untuk membantu mengevaluasi derajat luka bakar karena trauma akibat air
mendidih biasanya hanya mengenai sebagian lapisan kulit (partial thickness), sementara luka bakar
karena api biasa mengenai seluruh lapisan kulit (full thickness).7
Lakukan pemberian cairan intravena yang adekuat.
Kebutuhan cairan luka bakar :
a. 24 jam pertama (rumus baxter) = %(rule 9) x BB x 4 ml
b. 24 jam berikutnya = rumus baxter : 2.6
DAFTAR PUSTAKA
1. James A.B. Medical Science of Burning, First Edition. Australia : Melbourne University Press; 1990.
2. Jerome FX Naradzay. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal.
3. Di Maio, V.J.M. & Dana, S.E. Fire and Thermal Injuries, in: Di Maio, V.J.M. &Dana,
4. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus.St. John
5. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.EGC. Jakarta. p 66-
88.
6. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam : SurabayaPlastic Surgery.
http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com
BAB II
MATRAS MEDIS
NON EMERGENCY
169
Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien meminta pertolongan
dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama dapat berupa nyeri, gejala tidak enak
(seperti kelelahan), kehilangan fungsi normal atau keluhan kejiwaan (seperti cemas, depresi),
yang tidak harus merupakan masalah sebenarnya. 2,3
Anamnesis terpimpin
Sebagai tahapan diagnosis, seorang klinisi akan berusaha melakukan wawancara dengan
memusatkan pada persoalan-persoalan yang menjadi keluhan utama pasien. Pertanyaan-
pertanyaan yang mengarahkan kepada suatu diagnosa penyakit tertentu ini disebut Anamnesis
Terpimpin. Anamnesis ini berpedoman pada empat pokok pemikiran (The Fundamental
Four), yaitu :1
- Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
- Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
- Riwayat Kesehatan Keluarga
- Riwayat Sosial dan Ekonomi
Sedangkan untuk menggali tentang RPS dalam anamnesis ini diperlukan data tentang tujuh
butir mutiara anamnesis (The Sacred Seven), yaitu :1,2
- Lokasi dan penjalaran
Lokasi secara tepat, dalam atau superfisial, terlokalisir atau difus
- Onset / awitan dan kronologis Onset, durasi, periodisitas, frekuensi
- Kuantitas keluhan: Tipe onset, intensitas/keparahan menggunakan skala tertentu,
disabilitas
- Kualitas keluhan/ sifat sakit
- Faktor-faktor yang memperberat
- Faktor-faktor yang memperingan
- Gejala klinik yang menyertai
Anamnesis Sistematis/ Anamnesis Sistem
Setelah melakukan anamnesa terpimpin, untuk melakukan penyaringan terhadap gejala lain
atau penyakit yang belum dikemukakan oleh pasien yang mungkin tidak dikeluhkan karena
tertutupi oleh gejala yang lebih berat lainnya, maka dilakukan anamnesa secara sistematis
berdasarkan organ atau sistem organ. Jika tidak ada keluhan, ditulis negatif, tanpa tambahan
lain. Bila ada keluhan, perlu dibuat deskripsinya secara lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fletcher SW.2000. Clinical decision making: approach to the patient, In: Goldman: CecilTextbook
of Medicine, 21st ed., London. W. B. Saunders Company, 78-9.
2. DeGowin, RL. and Brown, DD. 2000. .Diagnostic Examination.7th ed. New York.
MacGraw-Hill.1-36.
3. Burnside-Mc Glynn, 1995. Adams Diagnosis Fisik, EGC, Jakarta.
B. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pengertian
Pemeriksaan fisik umum merupakan pemeriksaan awal yang dilakukan di saat pertama kali
seorang dokter melakukan pemeriksaan fisik pada seorang pasien. 1
C. KEADAAN UMUM
General assessment atau penilaian umum (atau general survey) adalah penilaian terhadap pasien
secara utuh dan cepat, mencakup fisik pasien, sikap, mobilitas, dan beberapa parameter fisik (misalnya
tinggi, berat badan, dan tanda-tanda vital). Penilaian umum memberikan gambaran/kesan mengenai
status kesehatan pasien.1,2
a. Tampak Fisik, Sikap dan Mobilitas1
Menilai kesan pasien dilihat dari karakteristik:
1. Umur
Ciri-ciri wajah pasien dan struktur tubuh harus sesuai dengan keterangan umur yang
dinyatakan oleh pasien.1,2
2. Warna kulit
Warna kulit pasien harus rata dan pigmentasi harus konsisten dengan latar belakang genetik
pasien. Perubahan cyanosis dapat mudah diamati pada bibir dan rongga mulut, sedangkan pallor
(kulit pucat) dan jaundice (kulit menjadi kuning) mudah dideteksi dari warna jari kuku dan
konjungtiva mata.1
Indikasi :
Cyanosis : nafas pendek/shortness of breath (kesulitan bernafas), penyakit paru-paru, gagal
jantung, atau tercekik1
Pallor : penyakit anemia, syok, kanker1
Jaundice : penyakit hati atau saluran empedu yang tersumbat oleh batu empedu.1
3. Wajah
Gerakan wajah harus simetris, dan ekspresi wajah harus sesuai dengan perkataan Pasien.
Ekspresi wajah yang tidak sesuai dengan perkataan dapat merupakan indikasi adanya penyakit
kejiwaan.1,2
Indikasi :1,2
Paralisis salah satu sisi wajah : stroke atau trauma fisik, Bells Palsy
Wajah yang datar atau tidak menunjukkan emosi pada wajah : penyakit Parkinson dan
depresi
4.Tingkat kesadaran
Pasien harus waspada dan sadar akan waktu, tempat dan orang.
175
Ekstensi spontan 2
Kriteria :1
Compos Mentis : 15
Coma : No eye opening, no ability to follow commands, no word verbalizations (3-8)
Severe Head Injury----GCS score of 8 or less
Moderate Head Injury----GCS score of 9 to 12
Mild Head Injury----GCS score of 13 to 15
5.Tanda-tanda distress akut
Tanda distress pernafasan : nafas pendek, wheezing atau menggunakan otot- otot aksesoris
untuk membantu bernafas
Tanda distress emosi : rasa gelisah, tegang, mudah terkejut dan/atau menangis. 1
6.Nutrisi
Berat badan pasien harus sesuai dengan tinggi badannya, dan lemak tubuh harus terdistribusi
merata.1
Pinggang pasien lebih besar daripada pinggul : penyakit obesitas (misalnya diabetes,
hipertensi, penyakit arteri koroner)
Pasien tampak kakhektik, atau sangat kurus dengan mata cekung dan pipi tirus : penyakit
wasting kronik (misalnya kanker, starvasi, dehidrasi) 1
7.Struktur tubuh
Kedua sisi tubuh pasien harus terlihat dan bergerak sama. Pasien harus berdiri tegak sesuai
usianya
8.Pakaian dan penampilan
Pakaian pasien harus sesuai dengan cuaca, bersih, dan pas. Pasien harus kelihatan bersih dan
berpenampilan sesuai usia, jenis kelamin, pekerjaan, golongan sosial ekonomi dan latar
belakang budayanya. Pasien harus mau bekerjasama/kooperatif dan berinteraksi dengan baik.
Berbicara jelas dan dapat dimengerti, dengan pilihan kata yang sesuai dengan tingkat
pendidikan dan budayanya.1
9.Mobilitas/gerakan
Cara berjalan pasien harus lancar, tetap dan seimbang dan kaki sesuai lebar bahu. 2
D. TANDA-TANDA VITAL
Pengukuran tanda-tanda vital memberikan informasi yang berharga terutama mengenai status
kesehatan pasien secara umum. Tanda-tanda vital meliputi : temperatur/suhu tubuh, denyut nadi, laju
pernafasan/respirasi, dan tekanan darah. 1
a. Suhu Tubuh (Temperature)
177
Pengukuran suhu tubuh merupakan bagian rutin pada hampir semua penilaian klinis, karena
dapat menggambarkan tingkat keparahan penyakit (misalnya, infeksi). Rentang suhu tubuh normal
untuk dewasa adalah 36,4-37,2°C (97,5 – 99,0 °F). 2
Suhu tubuh normal di dapat melalui :
1. Rute oral
Rute ini merupakan rute pengukuran suhu tubuh yang akurat dan mudah dilakukan pada
pasien yang sadar.Temperatur tubuh pada dewasa yang diukur melalui rute oral adalah 37°C
(98,6 °F). Namun, pengukuran suhu oral tidak dianjurkan pada kondisi pasien tidak sadar,
gelisah, atau tidak dapat menutup mulutnya. 2
Untuk mengukur suhu oral menggunakan termometer kaca :
Guncangkan termometer sampai air raksa turun hingga 35°C (96°F) atau kurang
Letakkan ujung termometer di bawah lidah, dan minta pasien untuk merapatkan kedua
bibirnya
Tunggu selama 3-5 menit, kemudian baca hasilnya pada thermometer
2. Rute rektal
Rute rektal merupakan cara paling akurat untuk mengukur temperatur tubuh. Dengan cara ini,
suhu tubuh dewasa yang terukur normalnya adalah 37,5°C (99,5 °F).
0,5°C (1°F) lebih tinggi daripada rute oral. Rute rektal merupakan rute pilihan untuk pasien
bayi, pasien yang bingung, koma, atau tidak dapat menutup mulut karena intubasi,
mandibulanya dikawat, bedah fasial, dan sebagainya.2
Untuk mengukur suhu rektal :1
Minta pasien berbaring miring dengan sendi paha difleksikan
Lumasi ujung termometer dan masukkan sedalam 3-4 cm ke dalam saluran anus dengan
arah menuju umbilikus
Cabut ujung termometer setelah didiamkan selama 3 menit, kemudian baca hasil
pengukuran
3. Rute Axilla
Rute axilla digunakan hanya jika rute oral dan rektal tidak dapat dilakukan. Suhu tubuh
dewasa yang diukur melalui rute axilla adalah 36,5°C (97,7°F), yang berarti 0,5°C lebih rendah
daripada rute oral.1
Untuk mengukur suhu axilla :
Letakkan termometer di ketiak di tengah axilla.
Termometer dijepit di bawah lengan pasien.
Lipat lengan pasien ke dadanya agar termometer tetap di tempatnya.
TIM BANTUAN MEDIS Calamus sciptorius
178
Biarkan termometer selama 5 menit pada anak-anak dan 10 menit pada pasien dewasa.
4.Rute timpani
Termometer untuk rute timpani mempunyai ujung probe yang diletakkan ke dalam telinga.
Termometer ini memiliki sensor inframerah yang mendeteksi suhu darah yang mengalir melalui
gendang telinga. Metode ini tidak invasif, cepat dan efisien.1
Untuk mengukur suhu tubuh melalui rute timpani ini:
Pasang penutup disposable yang baru pada ujung probe
Letakkan probe ke dalam kanal telinga pasien
Hati-hati jangan memaksa probe dan jangan menutup kanal.
Hidupkan alat dengan memencet tombol.
Baca angka yang muncul dalam 2-3 detik
b. Kecepatan Pernapasan (Respiratory Rate/ RR)
Inspeksi dilakukan untuk mengevaluasi kecepatan pernafasan pasien. Untuk mengukur
kecepatan pernafasan:
1. Agar posisi pasien tetap selama melakukan pengukuran kecepatan pernafasan
2. Amati dada atau abdomen pasien selama respirasi
3. Hitung jumlah pernafasan (inhalasi dan ekshalasi dihitung sebagai satu pernafasan) dalam 30
detik, dan jika ritme teratur, jumlah yang dihitung dikalikan 2.
4. Jika ritme tidak teratur, hitung jumlah nafas dalam 1 menit.
5. Catat nilai sebagai respirasi per menit (rpm). 1
Dewasa 12-20
Denyut nadi ini dapat diraba/palpasi untuk menilai kecepatan jantung, ritme dan fungsinya.
Karena mudah diakses, nadi pada radial tangan adalah metode yang paling banyak digunakan untuk
mengukur kecepatan jantung; dipalpasi melalui arteri tangan (radial) pada pergelangan tangan
anterior. Selain kecepatan denyut nadi, ritme denyut nadi juga harus dievaluasi. Normalnya, ritme
nadi adalah tetap dan rata.Jika ritme tidak teratur, disebut aritmia. 1
Dewasa 60-100
Hipertensi
Stage 1 140-159 90-99
Stage 2 >160 >100
DASH
Mengurangi Asupan natrium tidak lebih dari 100 2-8 mmHg
Konsumsi mmol/hari (2,4 g natrium atau 6 g
natrium dari NaCl)
Makanan
Dicetak ulang dari The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-‐-VII). NIH Publication 03-‐-
5233.Bethesda,2003.
E. PEMERIKSAAN REGIONAL
a. Kulit
1. Perhatikan warna kulit (palor, sianosis, kemerahan, kekuningan)
2. Lesi & trauma : perhatikan lokasi, distribusi, susunan, tipe, dan warnanya
3. Tugor (hidrasi)
4. Kelembaban
5. Suhu (hangat /dingin)
6. Tekstur (kasar /halus)
7. Ketebalan (tebal/tipis)
8. Mobilitas
9. Edema
b. Kepala, Mata, Telinga, Hidung, Tengkorak Kepala
Lakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi pada :
1. Kulit kepala (Benjolan / lesi)
2. Tulang tengkorak (ukuran) : hidrosefalus, normosefalus, dll
3. Wajah (simetris & ekspresi wajah): paralisis wajah, emosi, edema dsb
4. Rambut (kuantitas, penyebaran, tekstur)
c. Mata
1. Uji ketajaman penglihatan (visus) dan skrining lapang pandang
2. Lakukan pemeriksaan pada setiap mata kiri dan kanan satu persatu menggunakan optotype
snellen yang dipasang pada jarak 6 meter dari penderita.
3. Posisi dan kesejajaran mata : simetris kanan & kiri. Nilai adanya strabismus (juling) tidak
4. Observasi kelopak mata: lagoftalmus (tidak mampu menutup mata dengan sempurna), ptosis
(tidak bisa membuka kelopak mata)
5. Inspeksi sklera, konjungtiva, kornea, iris, dan lensa
6. Bandingkan kedua pupil dan lakukan tes reaksi terhadap cahaya (langsung dan tidak
langsung)
7. Dengan oftalmoskop, lakukan inspeksi fundus okuli Telinga
8. Inspeksi aurikel, kanalis auditorius, dan membran timpani
9. Periksa ketajaman pendengaran. Jika ketajaman berkurang, periksa lateralisasi (tes Weber)
dan bandingkan hantaran udara dengan hantaran tulang (tes Rinne)
d. Hidung dan Sinus
1. Lakukan pemeriksaan pada hidung bagian luar
2. Inspeksi mukosa nasalis, septum nasalis, dan konkha nasalis menggunakan senter dan
spekulum nasal
3. Palpasi : memeriksa nyeri tekan pada sinus frontalis dan maksilaris Tenggorokan (mulut dan
faring)1
4. Inspeksi : bibir, mukosa oral, gusi, gigi, lidah, palatum, tonsil, dan faring Leher
5. Inspeksi dan palpasi kelenjar limfe servikal dan kelenjar tiroid: massa atau pulsasi abnormal
pada leher
6. Palpasi : adanya deviasi trakea/ tidak
7. Observasi untuk mengamati suara dan usaha pasien dalam bernafas
e. Punggung
1. Inspeksi dan palpasi tulang belakang dan otot punggung
Toraks anterior dan posterior serta Paru
2. Inspeksi dan palpasi tulang belakang serta otot punggung sebelah atas.
3. Lakukan inspeksi : simetri, keterlambatan gerak dinding dada
4. Palpasi secara menyeluruh
5. Perkusi untuk menilai ketinggian suara pekak diafragma
6. Auskultasi : identifikasi bunyi normal dan tambahan
7. Payudara, Aksila, dan Nodus Epitroklearis
8. Pada wanita, inspeksi payudara dengan kedua lengan dilemaskan, kemudian diangkat dan
selanjutnya dengan kedua tangan ditaruh di pinggang.
9. Palpasi payudara : benjolan, nyeri tekan, tekstur massa
10.Pada laki-laki atau wanita, inspeksi aksila dan palpasi kelenjar limfe (nodus) aksilaris
f. Sistem kardiovaskular Pengukuran JVP
Tinggikan kepala pasien hingga 300 untuk melakukan observasi pulsasi vena jugularis dan
ukur tekanan vena jugularis terhadap angulus sterni
1. Inspeksi : bentuk dada dan iktus kordis Palpasi
Letak iktus kordis pada 3 posisi (terlentang/supinasi, left lateral decubitus, duduk condong
ke depan). Kemudian laporkan lokasi, diameter, amplitudo, dan durasi pulsasi iktus kordis
Mencari adanya thrill (getaran karena bising jantung)
2. Perkusi
Menentukan batas redam kiri jantung dan kanan jantung
183
3. Auskultasi
Dengarkan bunyi jantung pada daerah apeks kordis dan margo sternalis inferior dengan
mengunakan stetoskop bell
Dengarkan bunyi jantung pada setiap daerah auskultatorik dengan stetoskop membran
Dengarkan : bunyi jantung pertama dan kedua, bunyi jantung tambahan, bising jantung,
dan splitting
g. Abdomen
Pasien dalam posisi terlentang
1. Inspeksi : bentuk, massa, lesi
2. Palpasi
Palpasi ringan (superfisial, lembut) : menilai lesi pada permukaan atau dalam otot,
membuat pasien relaks sebelum melakukan palpasi medium dan dalam.
Palpasi medium : menilai lesi medial pada peritoneum , massa, nyeri tekan.
Palpasi dalam : menilai organ dalam rongga tubuh (hepar, ginjal dan lien) dan dapat
dilakukan dengan satu atau dua tangan
3. Perkusi : hepar, lien, dan daerah posterior pada sudut kostovertebralis (curiga infeksi ginjal)
4. Auskultasi secara menyeluruh
h. Ekstremitas Bawah1
Pasien berbaring
1. Inspeksi : edema, perubahan warna kulit atau ulkus
2. Palpasi : denyut nadi femoralis, nadi poplitea, kelenjar limfe inguinalis, gejala pitting
edema
i. Sistem Muskuloskeletal
1. Inspeksi : deformitas atau pembengkakan sendi
2. Palpasi sendi dan tindakan maneuver
3. Periksa range of movement (ROM) : keterbatasan gerak1
j. Sistem saraf
Periksa untuk menilai massa, tonus, dan kekuatan otot Pemeriksaan sensorik dan refleks
(fisiologis dan patologis)1
1. Pasien berdiri1
2. Sistem vaskular perifer
3. Inspeksi vena varikosa Sistem muskuloskeletal
4. Pemeriksaan untuk menilai kelurusan tulang belakang dan ROM, kelurusan tungkai dan
kedua kaki1
TIM BANTUAN MEDIS Calamus sciptorius
184
5. Statistik Kesehatan
Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya untuk
mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk menentukan jumlah penderita pada
penyakit-penyakit tertentu.5
6. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik
Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam
penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik.5
c. Rekam Medis
1. Rekam Medis Pasien Rawat Jalan
Identitas pasien
Pemeriksaan fisik
Diagnosis/masalah
Tindakan/pengobatan
Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien5
2. Rekam Medis Pasien Rawat Inap
Identitas pasien
Pemeriksaan
Diagnosis/masalah
Persetujuan tindakan medis (bila ada)
Tindakan/pengobatan
Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien5
d. Jenis Rekam Medis
1. Rekam medis konvensional
2. Rekam medis elektronik5
e. Pengisian Rekam medis secara umum
Pengisian rekam medis pasien harus lengkap dan akurat.5
1. Pada identitas harus diisi lengkap meliputi :5
Nama Jenis kelamin Tempat tanggal lahir
Umur Alamat Nama orang tua
Pendidikan Golongan darah Status pernikahan
Pekerjaan Pekerjaan orang tua Nama suami/istri
2. Pada anamnesis dituliskan :5
Keluhan utama
RPS
RPD
Pada pasien bayi/anak ditambah :5
- Riwayat kehamilan ibu dan persalinan
- Status imunisasi
- Pohon keluarga
- Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien
- Riwayat pemberian makanan
3. Pada pemeriksaan fisik dituliskan :5
Kesan umum Tanda vital
Inspeksi Auskultasi
Perkusi Palpasi
b. Untuk pasien anak ditambah status gizi5
4. Diagnosis/masalah5
5. Rencana penatalaksanaan atas masalah pasien, pengobatan, atau tindakan5
6. Pemeriksaan laboratorium
7. Penulisan rekam medis harus sesuai dengan tata cara penulisan Rekam Medis yaitu:5
Ditulis secara lengkap dan menyeluruh
Ada nama, waktu, dan tandatangan dokter atau tenaga kesehatan yang melakukan
pelayanan kesehatan, PIN (pada rekam medis elektronik)
Tidak boleh diganti/ dihapus
Bila keliru harus dicoret dan kemudian dibenarkan dan diberi paraf
DAFTARPUSTAKA
1. Bickley, Lynn S, Peter. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta: EGC ; 2002.
2. Bickley, LS. Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking Twelfth Editon.China: Wolters
Kluwer; 2017..
3. Anderson FD, Maloney JP. Taking blood pressurecorrectly: it's no off-the-cuff matter. Nursing
1994;24:34-39.
4. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII). NIH publication 03-5233. Bethesda, 2003.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganiswana SG, Setiabudy R, Suyatna FD. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI.1995
189
Berdasarkan The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition, dari the
International Headache Society (Sjahrirdkk, 2013) secara garis besar nyeri kepala diklasifikasikan
sebagai berikut:1
1. Migren
2. Tension-Type Headache
3. Nyeri kepala klaster dan sefalalgia trigeminal-otonomik yang lainnya
4. Nyerikepala primer lainnya
5. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher
6. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler kranialdan/atau servikalis
7. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler
8. Nyeri kepala yang berkaitan dengan suatu substansi atau proses withdrawal nya
9. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi
10. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis
11. Nyeri kepala yang berkaitandengankelainankranium, leher,mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut
atau struktur fasial ataucranial lainnya
12. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik
13. Neuralgia cranial dan penyebab sentral nyeri fasial
14. Nyeri kepala, neuralgia kranial, sentral atau nyeri fasial primer lainnya
Patofisiologi
Pada nyeri kepala, rangsang nyeri dapat disebabkan oleh adanya tekanan, traksi, displacement
maupun proses kimiawi dan inflamasi terhadap nosiseptor pada struktur yang pain sensitivedi kepala. Jika
struktur pain sensitive yang terletak pada ataupun diatas tentorium serebelli dirangsang, maka rasa nyeri
akan timbul menjalar pada daerah frontotemporal dan parietal anterior,yang di transmisi oleh nervus
trigeminus. Sedangkan rangsangan terhadap struktur yang peka terhadap nyeri di bawah tentorium, akan
menimbulkan nyeri pada daerah oksipital,sub-oksipital dan servikal bagian atas, dimana akan di transmisi
oleh saraf kranial IX,X dan saraf spinal C1, C2 dan C3.1
Tatalaksana
1. Migren :triptan, ergot alkaloid, analgetik, NSAID. Dll)
2. TTH : Paracetamol + Cafein
DAFTAR PUSTAKA
1. The international Classification of Headache Disorders, 3rd Edition. Cephalgia. 2013 Jul.
33(9):629-808.
2. Subijanto MS, Reza Ranuh, Like Djupri, Pitono Soeparto. Managemen Diare Pada Bayi
Dan Anak. Divisi Gastroenterologi Lab / SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair / RSU
Dr. Soetomo Surabaya.
3. GP Pati Pati. Diare Pada Anak. E-journal Undip. 2011.
B.4 SIRKUMSISI
A. Definisi
Sirkumsisi (circumcision/khitan) atau dalam Bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah “sunat”
atau “supit”, adalah operasi pengangkatan sebagian, atau semua dari kulup (preputium) penis. Prosedur ini
biasanya dilakukan untuk alasan agama, kebersihan, ataupun kosmetik. Sirkumsisi juga dapat mengurangi
masalah yang timbul dari kondisi medis tertentu, seperti phimosis. Secara medis, dikatakan bahwa
sirkumsisi sangat menguntungkan bagi kesehatan. Banyak manfaat dari sirkumsisi yang diidentifikasi
untuk mencegah infeksi saluran kemih, membuat penis menjadi bersih, penularan HIV, serta mengurangi
resiko terkena karsinoma penis.1
Secara medis tidak ada batasan umur untuk dilakukan sirkumsisi. Biasanya, sirkumsisi dipengaruhi
oleh adat istiadat setempat. Usia yang paling baik untuk seorang anak laki-laki di Amerika dilakukan
sirkumsisi adalah setelah 40 hari. Anak di Arab Saudi disirkumsisi pada usia 3 sampai 7 tahun, di Mesir
antara 5 dan 6 tahun, di India 5 dan 9 tahun dan di Iran biasanya umur 4 tahun. Usia yang paling sering
dilakukan sirkumsisi di Indonesia yaitu usia 5 sampai 12 tahun. Sebab, pada usia tersebut biasanya ukuran
penis dan kesiapan emosional menjadi pertimbangan. Selain itu, anak umumnya belum ereksi sehingga,
risiko perdarahannya akan minimal. 2
B. Indikasi
a. Agama, social, budaya
b. Medis (fimosis, parafimosis, balanitis, kondiloma akuminata) 1
C. Kontraindikasi
a. Hipospadia (Hipospadia merupakan kelainan konginetal muara uretra eksterna. Kelainan berada di
ventral penis mulai dari glans penis sampai perineum)
b. Epispadia (kelainan kongenital dimana meatus uretra terletak pada permukaan dorsal penis.
Normalnya, meatus terletak di ujung penis, namun nak laki-laki dengan epispadia, meatus terletak di
atas penis.Insiden epispadia yang lengkap sekitar 1 dalam 120.000 laki-laki)
c. Kelainan hemostasis
Kelainan hemostasis merupakan kelainan yang berhubungan dengan jumlah dan
fungsi trombosit, faktor-faktor pembekuan, dan vaskuler. Jika salah satu terdapat kelainan
dikhawatirkan akan terjadi perdarahan yang sulit diatasi selama atau setelah sirkumsisi. Kelainan
tersebut adalah hemophilia, trombositopenia dan penyakit kelainan hemostasis lainnya.1
a. Asepsis
Setelah lakukan tindakan persiapan, lakukan tindakan asepsis. Tindakan asepsis yaitu mengoleskan
antiseptik pada kulit luar penis, pubis, dan skrotum selain itu pada prepusium dan glans penis. Setelah
itu, penis ditutupi dengan kain steril yang tengahnya berlubang
Adapun antiseptik yang dipakai, antara lain :
a. Eter, untuk menghilangkan lemak kulit.
b. Antiseptik tidak merangsang, misalnya betadine, asam pikrat 1-2%. Jangan gunakan
yodium karena kulit penis sangat peka.
c. Etanol 70%. Dengan pencucian ini, terkadang pasien merasakan panas pada penis danskrotum.
d. Aquades atau air bersih5
Gambar 1. Antisepsis1
b. Anestesi
Anestesi pada sirkumsisi dapat dilakukan secara umum dan lokal. Anestesi secara
umum dilakukan apabila pasien masih anak-anak, punya riwayat alergi dengan anestesi lokal,dan
pasien sangat cemas. Anestesi secara lokal dilakukan bila penderita dalam keadaan sadar. Untuk local
biasberupa spinal, epidural, dan modifikasinya; dan kombinasi blok saraf dorsalis penis dan
infiltrasi.Teknik anestesi yang digunakan pada sirkumsisi terdapat 3 jenis yaitu, blok nervusdorsalis
penis, infiltrasi di frenulum prepusium, dan infiltrasi di batang penis. Dari semua anestesi yang
disebutkan, cara kombinasi blok saraf dorsalis penis dan infiltrasi yang palingbanyak disukai karena
relatif mudah dilakukan, komplikasi anestesi umum (mual, muntah,dan sebagainya) tidak dijumpai,
secara ekoomis lebih murah, dan alat yang diperlukan lebihsedikit. Pada cara ini dapat dilakukan
kombinasi antara blok saraf dorsalis penis, infiltrasi frenulum penis, infiltrasi batang penis atau blok
melingkar (ring-block) pada batang penis.5
TEKNIK GUILLOTINE
Teknik guillotine disebut juga teknik klasik yang merupakan suatu teknik sirkumsisi dengan cara
menjepit prepusium secara melintang pada sumbu panjang penis, kemudian memotongnya. Cara ini
membutuhkan keterampilan ataupun kemahiran tersendiri. Bila operator belum terbiasa, hasilnya akan
lambat, karena harus menggunting mukosa atau kulit yang berlebihan. Perdarahan yang terjadi dengan
cara ini biasanya lebih banyak, karena insisi prepusium dilakukan sekaligus. 6
a. Tahapan teknik guillotine :
1. Persiapan operator, pasien, dan alat.
2. Tindakan asepsis. Setelah itu, tutupi penis dengan kain steril yang tengahnya berlubang.
3. Tindakan Anestesi.
4. Bersihkan daerah dalam glan penis dan melepaskan perlekatan prepusium.
5. Prepusium dijepit pada arah jam 6 dan 12. Pada cara ini sebaiknya perlekatan preputium telah
dilepaskan agar didapatkan hasil yang baik.
6. Klem melintang dipasang pada prepusium secara melintang dari sumbu panjang penis. Arah klem
miring dengan melebihkan bagian yang sejajar frenulum. Yakinkan bahwa glans penis tidak terjepit.
7. Prepusium di bagian proksimal atau distal dari klem melintang di insisi. Insisi dapatdilakukan di
sebelah luar klem (distal klem, cara ini yang banyak dipakai, mudah), atau disebelah dalam klem
(proksimal klem, jarang dilakukan, sulit, tetapi lebih baik).
8. Perdarahan yang terjadi dirawat dengan klem dan ligasi.
9. Penjahitan frenulum-kulit. Digunakan arah jahitan berbentuk angka 8 atau 0.
10. Penjahitan mukosa-kulit di sekeliling penis. Arah penusukan jarum dari mukosa ke kulit.
11. Jumlah jahitan disesuaikan dengan kondisi. Terpenting luka dijahit rapat agar
kesembuhan berlangsung cepat
b. Pada operasi ini diperhatikan:
1. Jepitan pada prepusium harus mengarah ke mukosa untuk mencegah mukosa
berlebihan.
2. Klem melintang dipasang sehingga masih terdapat jarak longgar antara bagian
proksimal klem dengan glans penis.
3. Klem melintang dalam posisi miring dengan melebihkan bagian sejajar frenulum,untuk mencegah
frenulum terpotong secara berlebihan.
4. Ikatlah perdarahan dan jahitan mukosa-kulit.
a. Keuntungan :
1. Kelebihan kulit mukosa bisa diatur
2. Resiko menyayat/memotong penis lebih kecil
3. Mudah mengatur panjang pendek pemotongan mukosa
4. Tidak melukai glan dan frenulum
5. Pendarahan bisa cepat diatasi
6. Baik untuk penderita fimosis/paraphimosis.
7. Baik untuk pemula.(tehnik yang paling aman)
b. Kerugian :
1. Pendarahan relative lebih banyak.
2. Teknik sulit dan lebih rumit
3. Insisi sering tidak rata, tidak simetris.
4. Waktu lebih lama.
c. Prosedur
1. Disinfeksi penis dan sekitarnya dengan cairan disinfeksi
Kebersihan perban
Perban dapat diganti setiap 2-3 hari tergantung perkembangan luka khitan. Jika sudah
mahir hal tersebut dapat dilakukan sendiri di rumah. Jika merasa kesulitan sebaiknya dibawa ke
dokter. Lakukan kontrol rutin ke dokter yang mengkhitan pada hari ketiga dan pada hari kelima
sampai hari ketujuh. Apabila luka sirkumsisi sudah benar-benar kering, maka perban bisa
2
dilepaskan secara total
KOMPLIKASI SIRKUMSISI
a. Perdarahan
Pendarahan merupakan komplikasi sirkumsisi yang jarang terjadi. Sebagian besar perdarahan dapat
berhenti dengan sendirinya. Perdarahan dapat dengan mudah dihentikan dengan mengikat sumber
perdarahan dengan benang bedah. Resiko perdarahan dapat meningkat pada anak yang mempunyai
gangguan pembekuan darah. Oleh karena itu, sangat penting untuk menginformasikan ke dokter apabila
anak mempunyai gangguan pembekuan darah atau kelainan darah lainnya.2
b. Infeksi
Infeksi sangat jarang terjadi karena dokter melakukan sirkumsisi dengan teknik dan alat yang steril.
Apabila terjadi infeksi, infeksi biasanya ringan dan dapat diatasi dengan pemberian antibiotik. Tanda-
tanda infeksi seperti demam, kemerahan yang semakin meluas, nyeri, pembengkakan, dan nanah di sekitar
bekas sirkumsisi perlu diperhatikan dan apabila ada tantda-tanda tersebut sebaiknya dianjurkan segera ke
dokter.4
1. Malone P dan Steinbrecher H. Clinical Review: Medical Aspect of Male Circumcision. BMJ. 2007:
335;1206-1209.
2. American Academy od Pediatric Task Force on Circumcision. Circumcision policy Statement.
Peditrics. 2012. Sep. 130 (3) : 585-6
3. The Permanente Medical Group. Newborn Circumcision Information. [cited 2004]. Available
from:http://www.permanente.net/kaiser.pdf/3558.pdf
4. eMedicine. Circumcision: Overview. [cited 2010 January]. Avalaible from:
http://emedicine.medscape.com/article/1015820-overview.
5. Bossio JA, Pukall CF, Steele S. A Review of the Current State of the Male Circumcision Literature.
J sex Med. 2014 Oct 6
6. Sneppen I, Throup J. Foreskin Morbidity in Uncircumcised Males. Pediatrics. 2016 May.
Anastesi lokal dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa kelompok sebagai berikut: 1,2
B. MEKANISME KERJA
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium, mencegah peningkatan permeabilitas sel
saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak
terjadi konduksi saraf. Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten.Ikatan
dengan protein mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja.
Konsentrasi minimal anestetika local dipengaruhi oleh: ukuran, jenis dan mielinisasi saraf; pH (asidosis
menghambat blockade saraf), frekuensi stimulasi saraf. 1
Mula kerja bergantung beberapa factor, yaitu: pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi
bagian tak terionisasi meningkat dan dapat menembus membran sel saraf sehingga menghasilkan mula
kerja cepat, alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat, konsentrasi obat anestetika lokal.1
Lama kerja dipengaruhi oleh: ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah
protein; dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi; dipengaruhi oleh ramainya pembuluh darah perifer di
daerah pemberian.1
intrakranial (tergantung dosis) yang disebabkan oleh efek sekunder peningkatan resistensi vaskuler
otak dan penurunan aliran darah otak.3,4
c. Bupivakain (marcain).
Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf dengan tetrakain. Untuk
infiltrasi dan blok saraf perifer dipakai larutan 0,25-0,75%. Dosis maksimal 200mg. Duration 3-8
jam.Konsentrasi efektif minimal 0,125%. Mulai kerja lebih lambat dibanding lidokain. Setelah
suntikan kaudal, epidural atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit. Kemudian
menurun perlahan-lahan dalam 3-8 jam. Untuk anesthesia spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso atau
hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%. 3,4
Konsentrasi efektif minimal 0,125%.Mula kerja lebih lambat dibanding lidokain tetapi lama
kerja sampai 8 jam.3,4
d. Kokain.
Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untuk mukosa jalan napas atas.
Lama kerja 2-30 menit.3,4 Contoh:Fentanil
e. Dibukain
Derivat kuinolin merupakan anestetik lokal yang paling kuat, paling toksik dan mempunyai
masa kerja panjang.Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira-kira 15x lebih kuat dan toksik
dengan masa kerja 3x lebih panjang. Sebagai preparat suntik, dibukain sudah tidak ditemukan lagi,
kecuali untuk anestesia spinal. Umumnya tersedia dalam bentuk krim 0,5% atau salep 1%; untuk
anesthesia topical telinga 0,5-2%; dan untuk kulit berupa salep 0.5-1%. Dosis total dibukain pada
anesthesia spinal ialah 7,5-10mg.3,4
DAFTAR PUSTAKA
1. Malamed SF. 2004. Handbook of Local Anesthesia, Fifth Edition. Missouri: Elsevier Mosby.
2. Meechan JG. 2002. Practical Dental Local Anaesthesia. London: Quintessence Publishing Co.Ltd.
3. Ritiasa K. 1993. ISO Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta: Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia.
4. Syarif A. 2007.Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta: FK-UI.
Tjay TH. dan Raharja K. 2005. Obat-obat Penting. Jakarta: Elex Media Komputindo.
A. CUCI TANGAN
Secara garis besar cuci tangan dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu cuci tangan rutin, cuci tangan
medis dan cuci tangan bedah.Teknik cuci tangan medis dan rutin dilakukan dengan teknik yang mirip
perbedaan hanya terletak pada lamanya waktu cuci tangan dimana cuci tangan medis dilakuakan
selama 2 menit sedangakan cuci tangan rutin setidaknya dilakukan selama 15 detik. 1
gambar 1. Teknik 7 langkah cuci tangan1
Gambar 2. Teknik mengeringkan tangan setelah cuci tangan bedah dengan kain steril2
B. ASEPSIS
Sebelum kita melakukan suatu tindakan medis seperti menjahit luka dan pembedahan diperlukan
tindakan antisepsis pada daerah yang ingin kita lakukan tindakan. Bahan/alat yang digunakan pada
prosedur ini adalah pinset steril, kasa steril, larutan antiseptik, duk steril, klem duk. 1
Tindakan persiapan kulit sebelum tindakan bedah :2
12. Mengambil kasa steril dengan pinset, kemudian mencelupkannya ke dalam larutan antiseptik.
13. Mensucihamakan tempat pembedahan dengan kasa yang telah dicelupkan ke antiseptik dengan cara
menggosokan kassa dengan gerakan melingkar dari dalam keluar.
14. Pembatasan lapangan tindakan bedah dengan melakukan pemasangan duk. Untuk memfiksasi agar
duk tidak berubah posisi gunakanlah klem duk.
15. Jika tidak ada duk berlubang, ambil 4 kain duk tanpa lubang dan pasang pada tempat pembedahan
sehingga membentuk segiempat mengelilingi tempat pembedahan,
kemudian eratkan dengan klem duk.
D. DEKONTAMINASI
Dekontaminasi adalah langkah pertama yang dilakukan dalam memproses alat-alat bedah, sarung
tangan. Setelah peralatan selesai digunakan, segera alat-alat tersebut direndam dalam bak yang berisi
larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Permukaan meja atau tempat melakukan tindakan yang
kemungkinan juga ikut terkontaminasi di lap dengan larutan desinfektan. 3
F. DESINFEKSI
Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara
fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalam membunuh mikroorganisme
patogen. Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini
dinamakan antiseptik.3
Teknik desinfeksi yang paling sering digunakan adalah desinfeksi tingat tinggi (DTT). Desinfeksi
tingkat tinggi adalah teknik desinfeksi yang dapat membunuh seluruh mikroorganisme termasuk virus
kecuali spora patogen. :3
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
MATRA
MANAJEMEN
B. PRINSIP
Prinsip penanggulangan bencana :1
a. Cepat dan tepat
b. Prioritas
c. Koordinasi dan keterpaduan
d. Berdaya guna dan berhasil guna
e. Transparansi dan akuntabilitas
f. Kemitraan
g. Pemberdayaan
h. Non-diskriminatif
D. Manajemen Kegawatdaruratan
Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang menentang dan
tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan untuk mencegah
kematian dini karena trauma yang bisa terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera
(kematian segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma. Perawatan kritis, intensif, ditujuan
untuk menghambat kematian kemudian, late, karena trauma yang terjadi dalam beberapa hari hingga
beberapa minggu setelah trauma).1
Menunjuk petugas RHA (Rapid Health Assessment) merupakan pertugas yang menilai keadaan
secara cepat dengan mengumpulkan data medis, epidmiologis, dan kesling, mengnalisisnya seta
menyimpulkannya, Gunanya untuk mengajukan permintaan jumlah dan jenis bantuan ke instansi
terkait. Menunjuk petugas pelaksanan kegiatan di lapangan dengan lokasi kerja masing – masing :1
a. Komando/komunikasi/logistik: biasanya pada satu lokasi
b. Ekstrikasi
c. Triase
d. Tindakan
e. Transportasi
Dalam situasi bencana sudah pasti akan timbul korban, dari yang ringan sampai yang berat
bahkan meninggal dunia. Kondisi tersebut masih ditambah dengan jumlah korban yang seringkali
melebihi kondisi sehari-hari. Keadaan tersebut akan mudah menimbulkan kepanikan dan kekacauan
dalam penanganan korban di rumah sakit. Pimpinan bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya
yang dimilikinya untuk diatur dan dikoordinasikan. 1
Disinilah diperlukan pengorganisasian yang tepat dari semua unsur yang ada di dinas kesehatan.
Dengan pengorganisasian yang efektif dan efisien maka penanganan korban dapat dilakukan dengan
lebih tertata. Inilah yang sering disebut “order with in chaos”. Prinsip-prinsip pengorganisasian
adalah kekacauan tidak dapat dihindarkan untuk selalu terjadi dalam fase awal setiap kejadian
bencana atau kecelakaan. Setiap rencana operasional penanganan bencana harus berusaha untuk
memendekkan fase awal yang “chaotic” atau kacau ini. Dasar Pemikiran yaitu :1
a. Rencana pengorganisasian untuk penanganan bencana harus berdasarkan pada struktur
organisasi yang sudah ada.
b. Kemungkinan kegagalan akan besar apabila dibuat struktur organisasi baru yang berbeda.
c. Buatlah rencana yang sesederhana mungkin tapi tetap komprehensif.
d. Selalu tanamkan didalam benak kita bahwa: “Catatan perencanaan yangmenyeluruh bagus
untuk persiapan dan training/pelatihan, namun dalam kasus kegawatdaruratan hanya checklist
yang akan bermanfaat/membantu”
Tingkat Puskesmas
Alur pada tingkat puskemas yaitu:1
a. Menyampaikan informasi prabencana ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b. Menyampaikan informasi rujuka ke RS Kabupaten/Kota bila perlu.
c. Menyampaikan informasi perkembangan bencana ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Tingkat Kabupaten/Kota
Alur pada tingkat kabupaten/kota :1
a. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan informasi awal bencana ke Dinas Kesehatan
Provinsi.
b. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan penilaian kebutuhan pelayanan di lokasi bencana.
c. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan laporan hasilpenilaian kebutuhan pelayanan
ke Dinas Kesehatan Provinsi danmemberi respon ke Puskesmas dan RS Kabupaten/Kota
d. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan informasiperkembangan bencana ke Dinas
Kesehatan Provinsi.
e. RS Kabupaten/Kota menyampaikan informasi rujukan danperkembangannya ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan RS Provinsi bila diperlukan.1
Tingkat Provinsi
Alur pada tingkat provinsi:1
a. Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan bahwa informasi awal kejadian dan
perkembangannya ke Depkes melalui PPK.
b. Dinas Kesehatan Provinsi melakukan kajian terhadap laporan hasil penilaian kebutuhan
pelayanan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
c. Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan laporan hasil kajian ke PPK dan memberi respon ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan RS Provinsi.
d. RS Provinsi menyampaikan informasi rujukan dan perkembangannya ke Dinas Kesehatan
Provinsi dan RS Rujukan Nasional bila diperlukan.1
Tingkat Pusat
Alur pada tingkat pusat : 1
a. PPK menyampaikan informasi awal kejadian, hasil kajian penilaian kebutuhan pelayanan dan
perkembangannya ke Sekretari Jendral Depkes, Pejabat Eselon I dan Eselon II terkaitserta
tembusan ke Mentei Kesehatan.
b. PPK melakukan kajian terhadap laporan hasil penilaian kebtuhan pelayanan yang dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Provinsi.
c. Rumah Sakit Umum Pusat Nasional menyampaikan informasi rujukan dan perkembangannya
ke PPK bila dipelrukan.
d. PPK berserta unit terkait di lingkungan Depkes merespons kebutuha Pelayanan kesehatan yang
diperlukan.
Penyampaian
Informasi yang diperoleh dapat disampaikan dengan menggunakan :1
a. Kurir
b. Radio Komunikasi
c. Telepon
d. Faksimili
e. E-mail
f. SMS
F. Respon Bencana
Pre Penanganan Bencana
a. Preventif
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana,
baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana (UU
no. 24/2007). Upaya tidak mempertemukan bahaya dengan kerentanan/kapasitas. Upaya yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya).
Misalnya : Melarang pembakaran hutan dalam perladangan Melarang penambangan batu di daerah
yang curam.1
Contoh kegiatan :1
1. Membuat Peta Daerah Bencana
2. Mengadakan dan mengaktifkan isyarat-isyarat tanda bahaya
3. Menyusun Rencana Umum Tata Ruang
4. Menyusun Perda mengenai syarat keamanan, bangunan, pengendalian limbah dsb.
5. Mengadakan peralatan/perlengkapan Ops. PB
6. Membuat Protap, Juklak, Juknis PB.
7. Perbaikan kerusakan lingkungan.
b. Kesiapsiagaan
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian
serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU 24/2007).1 Ada 9 kegiatan dalam
komponen kesiapsiagaan:1
Misalnya:1
1. Penyiapan sarana komunikasi
2. Pos komando
3. Penyiapan lokasi evakuasi
4. Rencana Kontinjensi dan sosialisasi peraturan/ pedoman penanggulangan bencana.
Penanganan lapangan
a. Manajemen Koordinasi Lapangan
Penanggulangan masalah kesehatan di lapangan yaitu penanggulangan di lokasi mulai dari
tingkat kecamatan sampai pada tingkat kabupaten/kota dengan memperhatikan aspek koordinasi dan
kepemimpinan yang didukung oleh sumberdaya internal dan bantuan dari luar. Koordinasi adalah
upaya menyatupadukan berbagai sumber daya dan kegiatan organisasi menjadi suatu kekuatan
sinergis, agar dapat melakukan penanggulangan masalah kesehatan masyarakat akibat kedaruratan
dan bencana secara menyeluruh dan terpadu sehingga dapat tercapai sasaran yang direncanakan
secara efektif serta harmonis. Upaya menciptakan koordinasi yang baik merupakan salah satu aspek
kesiapsiagaan Penanggulangan Masalah Kesehatan. 1
Koordinasi penanggulangan masalah kesehatan ini meliputi koordinasi internal berupa kerja
sama lintas program dari sumber daya yang berbeda (Pemerintah,Ornop, LSM, Swasta dan
masyarakat) di daerah rawan bencana. Program tersebut antara lain mengintregasikan upaya
penilaian kebutuhan kesehatan akibat bencana; pelayanan kesehatan dasar dan spesialistik;
perbaikan gizi darurat; imunisasi, pengedalian vektor, sanitasai dan dampak lingkungan; penyuluhan
kesehatan; bantuan logistik kesehatan dan lain-lain. Koordinasi internal ini mengoptimalkan
kegiatan organisasi pemerintah, non pemerintah, LSM, dan lain lain yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab yang sama.1
Koordinasi memerlukan :1
1. Manajemen penanggulangan masalah kesehatan yang baik.
2. Adanya tujuan, peran dan tanggung jawab yang jelas dari organisasi.
3. Sumber daya dan waktu yang akan membuat koordinasi berjalan.
4. Jalannya koordinasi berdasarkan adanya informasi dari berbagai tingkatan sumber informasi
yang berbeda.
Untuk memperoleh efektifitas dan optimalisasi sumber daya PMK diperlukan persyaratan
tertentu antara lain:1
1. Komunikasi berbagai arah dari berbagai pihak yang dikoordinasikan
2. Kepemimpinan dan motivasi yang kuat disaat krisis.
3. Kerjasama dan kemitraaan antara berbagai pihak.
4. Koordinasi yang harmonis.
3. Pertemuan reguler
4. Tugas pokok dan tanggung jawab yang jelas
5. Informasi dan laporan
6. Kerjasama pelayanan dan sarana
7. Aturan (Code of conduct) organisasi yang jelas
Upaya ini ditujukan untuk menyelamatkan korban semaksimal mungkin guna menekanangka
morbiditas dan mortalitas. Hal dipengaruhi oleh jumlah korban, keadaan korban,geografi, lokasi,
fasilitas yang tersedia di lokasi dan sumberdaya yang ada. Faktor lain yangjuga mempengaruhi
adalah : organisasi dilapangan, komunikasi, dokumen dan tata kerja.1
1. Melaksanakan penilaian kebutuhan dan dampak keselamatan secara cepat (Rapid Health
Assesment) sebagai dasar untuk pemantauan dan penyusunan program mobilisasi bantuan.
2. Melaksanakan skalasi pelayanan dan mobilisasi organisasi yang terkait dalam
penanggulangan masalah akibat bencana dilapangan, mempersiapkan sarana pendukung
guna memaksimalkan pelayanan.
3. Melakukan mobilisasi tim pelayanan ke lokasi bencana (On site) beserta tim surveilas yang
terus mengamati keadaan lingkungan dan kecenderungan perubahan-perubahan yang terjadi.
4. Kendala koordinasi :1
.Gangguan aksesibilitas
Gangguan keamanan
Pertimbangan politik
Keengganan untuk mengamati tujuan
5. Masalah khusus koordinasi :
Keikutsertaan pemerintah sangat minim dengan pertimbangan :tidak prioritas, adanya
konflik pemerintah dengan pihak lain, badan internasional tidak sepaham dengan pemerintah, dan
perbedaan tujuan karena adanya konflik internal dalam sector pemerintah. Seperti, pembagian
tugas tidak berjalan, kerangka waktu tidak disepakat, pengalihan tugaspembuatan Posko, RS
lapangan, dan Ambulance Protokol.1
Pembuatan Posko
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tangap darurat, dan rehabilitasi, serta rekonstruksi. Tanggap darurat bencana adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, serta pemulihan
prasarana dan sarana. Masa tanggap darurat bencana adalah jangka waktu tertentu yang ditetapkan
oleh pemerintah atau pemerintah daerah.2
Pos Komando Kedaruratan adalah pos komando yang dibentuk pada saat keadaan darurat yang
meliputi tahap siaga darurat, tahap tanggap darurat dan transisi dari tahap tanggap darurat ke tahap
pemulihan yang dapat berupa pos komando tanggap darurat dan atau pos komando lapangan dan pos
pendukung yang merupakan satu kesatuan sistem penanganan darurat. Pos Komando Tanggap
Darurat Bencana adalah institusi yang berfungsi sebagai pusat komando operasi tanggap darurat
bencana, untuk mengkoordinasikan, mengendalikan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan
tanggap darurat bencana. Pos Komando Lapangan Tanggap Darurat Bencana merupakan institusi
yang bertugas melakukan penanganan tanggap darurat bencana secara langsung di lokasi bencana.
Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Nasional berkedudukan di ibu kota negara, Pos Komando
Tanggap Darurat Bencana Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi, Pos Komando Tanggap
Darurat Bencana Kabupaten/Kota berkedudukan di ibukota kabupaten/kota atau di tempat lain
sesuai kondisi yang ada.2
Pada bencana skala nasional dapat dibentuk Pos Komando Tanggap Darurat Aju di provinsi
dan pada bencana skala provinsi dapat dibentuk Pos Komando Tanggap Darurat Aju di
kabupaten/kota yang terkena bencana.Jangka waktu keberadaan pos komando tanggap darurat
bencana bersifat sementara selama masa tanggap darurat dan beroperasi selama 24 (dua puluh
empat) jam setiap hari serta dapat diperpanjang atau diperpendek waktunya sesuai dengan
pelaksanaan tanggap darurat.2
Persyaratan Lokasi :2
1. Pos Komando Tanggap Darurat Bencana dapat menempati bangunan atau tenda.
Bangunan atau tenda pos komando tanggap darurat bencana menempati lokasi yang strategis
dengan kriteria:
Mudah diakses oleh berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan tanggap darurat bencana.
2. Akses
Kemudahan akses bagi petugas dan pasien, juga untuk mobilisasi logistik.
3. Infrastruktur.
Apakah terdapat bangunan yang masih layak dan aman dipergunakan sebagai bagian dari RS
lapangan. Jika tidak, apakah ada lahan dengan permukaan datar dan keras yang dapat digunakan
untuk pendirian RS lapangan. Apakah tersedia prasarana seperti sumber air bersih dan listrik yang
adekuat untuk memenuhi kebutuhan operasional RS lapangan. Selain itu, perlu pula
dipertimbangkan ketersediaan bahan bakar untuk menghidupkan genset dan kebutuhan operasional
lain.
4. Sistem komunikasi
Apakah tersedia sistem komunikasi di lokasi pendirian RS lapangan atau apakah diperlukan
sistem komunikasi yang independen bagi RS lapangan. Faktor komunikasi memegang peranan
penting baik untuk keperluan internal rumah sakit maupun untuk hubungan eksternal terkait dengan
pelaporan, koordinasi dan mobilisasi tenaga dan logistik, dsb.
pendekatan yang dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan perhitungan kebutuhan obat dalam
situasi bencana, yaitu:2
1. Melihat jenis bencana yang terjadi, misalnya bencana banjir, bencana gunung meletus,
bencana kebakaran hutan, bencana kebakaran, bencana akibat konflik (huruhara).
Berdasarkan data tersebut, kita dapat melakukan perhitungan yang relatif sesuai dengan
kebutuhan selain jenis obat yang disediakan juga dapat mendekati kebutuhan nyata.
2. Mendata jumlah pengungsi, berikut usia dan jenis kelaminnya
3. Pedoman pengobatan yang umum digunakan. Dalam hal ini sebaiknya merujuk pada.
Pedoman Pengobatan yang diterbitkan oleh Depkes.
Agar penyediaan obat dan perbekalan kesehatan dapat membantu pelaksanaan pelayanan
kesehatan pada saat kejadian bencana, jenis obat dan perbekalan kesehatan harus sesuai dengan jenis
penyakit dan pedoman pengobatan yang berlaku. Perlengkapan RS lapangan harus memenuhi
standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan, kemanfaatan, dan layak pakai.
Perlengkapan tersebut dapat mencakup alat medis, penunjang medis, dan alat non-medis.2
Berikut merupakan macam-macam tenda yang didirikan pada rumah sakit lapangan :2
1. Tenda Gudang
2. Tenda Unit Gawat Darurat (UGD)
3. Tenda Bedah
4. Tenda Perawatan
5. Tenda Intensive Care Unit (ICU)
6. Tenda Farmasi
7. Tenda Personel dan Administrasi
8. Tenda Laundry dan Sterilisasi
9. Tenda X-Ray
10. Tenda Processing Film
Berikut merupakan macam – macam prasarana yang diperlukan di rumah sakit lapangan
sebagai penunjang :2
1. Alat – alat Kesehatan
2. Prasarana Radio Komunikas
3. Pengbangkit Daya Listrik (Generator Set)
4. Prasarana Penerangan
5. Prasarana Air Bersih
6. Prasarana Pembuangan Limbah
7. Prasarana Laundry dan Sterilisasi
8. Prasarana Pelayanan Gizi (Dapur Umum)
9. Prasarana Toilet dan Kamar Mandi
Ambulance Protocol
1. Macam Lampu Rotator
Mobil ambulans boleh memakai lampu rotti bulat dan light bar merah-biru atau biru-biru.2
2. Bunyi Sirine dan Artinya
Wail,berjalan di jalur yang lurus,
Yelp berada di persimpangan,
Hi-lo
Kombinasi untuk mendapatkan perhatian yang lebih efektif.
Horn memberikan peringatan lebih jika suara-suara lainnya tidak mendapat perhatian
pengguna jalan lain. Tenaga Medis di Ambulans. Petugas atau tenaga medis yang dibutuhkan
disesuaikan dengan jenis ambulans.
Ambulans Transport
Tujuan Penggunaan :
Pengangkutan penderita yang tidak memerlukan perawatan khusus/tindakan darurat untuk
menyelamatkan nyawa dan diperkirakan tidak akan timbul kegawatan selama perjalanan. 2
Petugas :
Satu orang supir dengan kemampuan BHD (Bantuan Hidup Dasar) dan berkomunikasi serta satu
orang perawat dengan kemampuan PPGD (pertolongan Pertama Gawat Darurat).2
Petugas :
Satu orang pengemudi dengan kemampuan PPGD dan komuniasi, satu orang perawat
berkemampuan PPGD, dan satu orang dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS.2
Petugas :
Seorang pengemudi berkemampuan PPGD dan komunikasi, seorang perawat berkemampuan
PPGD atau BTLS/BCLS, dan seorang dokter berkemampuan ATLS/ACLS. 2
karena dikhawatirkan stress akibat bunyi sirine akan berakibat fatal pada pasien penyakit
jantung.
Evakuasi Medis
Pengangkutan sangat penting untuk korban, karena jiwanya dapat tertolong dengan
pengangkutan yang dijalankan dengan hati-hati dan baik. Pengangkutan yang kurang teliti dapat
merugikan korban, malah menyebabkan kematian. Evakuasi adalah kegiatan memindahkan korban
dari lokasi kecelakaan ke tempat lain yang lebih aman dengan cara-cara yang sederhana dan
dilakukan di daerah-daerah yang sulit dijangkau dimulai setelah keadaan darurat. Penolong harus
melakukan evakuasi dan perawatan darurat selama perjalanan.3
Syarat Evakuasi
Keadaan korban umumnya cukup baik , Tidak ada gangguan pernapasan, Pendarahan sudah di
atasi. Luka sudah dibalut, Patah tulang sudah dibidai, sepanjang pelaksanaan pemindahan korban
perlu dilakukan pemantauan dari korban tentang: keadaan umum korban seperti sistem persyarafan
(kesadaran) - sistem peredaran darah (denyut nadi dan tekanan darah)- sistem pernapasan- bagian
yang mengalami cedera. Keadaannya harus stabil, jalan nafas harus dijamin terbuka/bebas, terus
dimonitor secara ketat kondisi : jantung, nadi, paru-paru.3
Sebelum mengangkat korban ke tempat yang aman di dekat tempat kecelakaan, kita periksa
dahulu bagian tubuh yang rusak. Jangan dibiarkan sembarang orang turut menolong mengangkat
korban. Orang yang pingsan karena kecelakaan pada kepala atau yang patah rahang harus diangkut
tertelungkup karena kalau ditelentangkan, mungkin lidahnya jatuh ke belakang dan menutupi jalan
napas, juga supaya muntahnya dan darah dari mulutnya jangan sampai masuk ke paru-paru. Korban
juga dapat dimiringkan dengan lutut bengkok. Pada orang dengan patah tulang, usahakan supaya
patahan tulang tidak bergerak atau bergeser. Cedera yang lebih berat harus dicegah selama
pengangkutan, misalnya kerusakan pada jaringan tulang atau saraf.3
Cara mengevakuasi korban pada cedera salah satu kaki. Dalam hal ini pengangkutan harus
dilakukan dengan silangan tangan, sebab salah satu tangan harus dipakai untuk menahan kaki korban.3
1. Alat bantu : dengan tenaga manusia - satu orang, dua orang, tiga orang atau empat orang.
Dengan tandu - tandu khusus, tanda papan, tandu bambu/dahan, atau matras. Dengan
kendaraan - darat, laut dan udara.
2. Tahapan : persiapan, pengangkatan korban ke atas tandu, pemberian selimut pada korban,
tata letak korban pada tandu disesuaikan dengan luka atau cedera.Prinsip pengangkatan
korban dengan tandu.
Caranya : harus secara efektif dan efisien dengan dua langkah pokok yaitu gunakan alat tubuh (paha,
bahu, panggul), dan beban serapat mungkin dengan tubuh korban. Sikap mengangkat, usahakan
dalam posisi rapi dan seimbang untuk menghindari cedera. Posisi siap angkat dan jalan, umumnya
posisi kaki korban berada di depan dan kepala lebih tingi dari kaki., kecuali menaik - bila tungkai
tidak cedera dan menurun - bila tungkai luka atau hipotermia. Mengangkut ke samping memasukan
ke ambulan kecuali dalam keadaan tertentu-kaki lebih tinggi dalam keadaan shock.3
Korban masih dapat menggunakan sebelah atau kedua belah tangannya. Korban dibantu oleh dua
orang penolong.
Cara mengangkat dan mengevakuasi korban dengan 3 orang yang berada di sisi berlainan,
tangan berada di bawah badan korban dan saling berpegangan.Posisi orang ke dua berada di tengah.
Perhatikan posisi kaki dan cera berdiri hingga siap berjalan membawa pasien. Agar tiga orang
penolong dapat bergerak secara serempak maka disarankan salah satu diantaranya agar dapat berperan
memberi aba-aba secara pelahan.3
Cara pengangkutan korban dengan kecurigaan patah tulang. Dilakukan sekurang-kurangnya tiga
orang.
Peralatan evakuasi dapat juga berupa tanduberoda, tandulipat, Tandu skop/ tandu ortopedi/ tandu
trauma, Vest type extrication device (KED), Tandukursi, Tandu basket, Tandu fleksibel, Kain
evakuasi, dan Papan spinal.3
Pengertian :
Tahapan atau urutan untuk memudahkan para penolong mengingat apa dan bagaimana ketika
menghadapi kecelakaan di air.3
1. R = Reach (Pertolongan yang dilakukan dari / pinggir kolam / dermaga dengan cara meraih
korban karena posisinya dipinggir atau dengan menggunakan alat sepeti galah, kayu, dan
lain-lain)3
2. T = Throw (Lanjutan dari metode reach dimana pertolongan dengan cara melempar alat
apung dan penolong berada pada daerah aman)3
3. R = Row (Pertolongan yang dilakukan jika kedua langkah diatas sudah tidak dapat dilakukan,
maka penolong harus mendekat kearah korban dengan menggunakan kapal kecil untuk
mendekat ke korban lalu melakukan reach / throw)3
4. G = Go (Pilihan terakhir yang harus dilakukan karena tidak tersedianya peralatan yang
digunakan untuk mendekat dan posisi korban jauh atau tempat yang tidak memungkinkan
untuk menggunakan perahu)3
T = Tow / Carry (Paling beresiko tinggi bagi penolong, karena harus langsung kontak dengan
korban)3
Tipe II
Digunakan Untuk: Bersampan untuk rekreasi di perairan dalam pertolongan dibutuhkan
dengan cepat.
Keterangan : Dapat membantu membalikan orang yang tidak sadar di air dari posisi muka
dibawah ke tegak , posisi muka diatas, atau berbalik posisi telungkup. Buoyant kecil
kemungkinannya dari pada life jacket tipe I.1
Tipe III
Digunakan untuk: Memancing, berlayar di perairan dalam, Pertolongan dibutuhkan cepat.
Keterangan : Membantu mempertahankan bagi orang yang sadar posisi tegak, posisi muka di atas
atau slightly tipped-back position.1
Tipe IV
Alat lempar: Buoyant cushion/ring buoy digunakan untuk Berlayar perairan dalam dengan
kapal besar selalu diberikan untuk pertolongan. Keterangan : Untuk dilempar ke korban saat
keadaan darurat, Tidak digunakan seperti Life jacket atau Vest.1
Tipe V
Kegunaan khusus, Hybrid inflatabel PFD digunakan untuk aktifitas khusus, seperti berlayar dan
safety di pesawat . Keterangan Digunakan sesuai petunjuk pemakaian pada label. Hybrid inflatable
PFD harus digunakan sesuai keperluan.1
Touchdown Test
Untuk menguji kelayakan life jacket, ambil dan praktekkan di air yang dangkal untuk
merasakan kenyamanannya.Periksa pengapung life jacket dengan melemaskan tubuh anda dan tekan
kepala anda ke belakang. Life jacket akan tertahan dagu anda saat terdorong air ke atas,
memudahkan anda bernapas.1
SELF RESCUE
Pengertian : Usaha mempertahankan diri dengan kemampuan sendiri dan sarana yang ada di
sekitarnya hingga bantuan datang. ak menggunakan life jacket.
Self Rescue : Dengan menggunakan life jacket. Posisi Help : Mengurangi suhu tubuh yang keluar1
G. TRIAGE
a. Definisi
Kata triage berasal dari bahasa Perancis “trier” yang artinya mengelompokkan/
mengklasifikasikan. Penggunaan awal kata “trier” mengacu pada penapisan screening di medan
perang. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang
cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia,
peralatan serta faslitas yang paling efisien terhadap hampir 100 juta orang yang memerlukan
pertolongan di unit gawat darurat (UGD) setiap tahunnya. Tujuan triage yaitu memilih atau
menggolongkan semua pasien yang datang ke UGD dan menetapkan prioritas penanganannya. 3
Triage merupakan kunci utama dari managemen medis penanganan disaster. Dengan
pelaksanaan triage yang akurat akan membantu menyelamatkan banyak korban bencana maupun
korban perang secara maksimal.3
Triage juga berarti suatu sistem pemisahan pasien atau mengkategorikan pasien berdasarkan
kegawatannya yang memerlukan tindakan segera.3
Triage adalah suatu proses memprioritaskan pasien berdasarkan berat ringannya kondisi.
Berdasarkan standar praktik ENA (Emergency Nurses Association), perawat gawat darurat harus
memberlakukan triage untuk semua pasien yang masuk ke UGD dan menentukan prioritas
perawatan berdasarkan kebutuhan fisik dan psiokologis dan juga faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pasien sepanjang sistem tersebut.3
b. Prinsip Triage
1. Triase harus cepat dan tepat
Kemampuanuntuk merespon secara cepat, terhadap keadaan yang menganca nyawa merupakan
suatu yang sangan penting pada bagian kegawatdaruratan 3
c. Tipe Triage
Ada beberapa Tipe triage, yaitu:3
1. Daily triage
Daily triage adalah triage yang selalu dilakukan sebagai dasar pada system kegawat
daruratan. Triage yang terdapat pada setiap rumah bsakit berbeda-beda, tapi secara umum
ditujukan untuk mengenal, mengelompokan pasien menurut yang memiliki tingkat keakutan
dengan tujuan untuk memberikan evaluasi dini dan perawatan yang tepat. Perawatan yang paling
intensif dberikan pada pasien dengan sakit yang serius meskipun bila pasien itu berprognosis
buruk.3
lebih intensif diberikan pada korban bencana yang kritis. Kasus minimal bisa di tunda terlebih
dahulu.3
3. Disaster Triage
Ada ketika system emergensi local tidak dapat memberikan perawatan intensif sesegera
mungkin ketika korban bencana sangat membutuhkan. Filosofi perawatan berubah dari
memberikan perawatan intensif pada korban yang sakit menjadi memberikan perawatan terbaik
untuk jumlah yang terbesar. Fokusnya pada identifikasi korban yang terluka yang memiliki
kesempatan untuk bertahan hidup lebih besar dengan intervensi medis yang cepat. Pada disaster
triage dilakukan identifikasi korban yang mengalami luka ringan dan ditunda terlebih dahulun
tanpa muncul resko dan yang mengalami luka berat dan tidak dapat bertahan. Prioritasnya
ditekankan pada transportasi korban dan perawatan berdasarkan level luka. 3
4. Military Triage
Sama dengan tiage lainnya tapi berorientasi pada tujuan misi disbanding dengan aturan
medis biasanya. Prinsip triage ini tetap mengutamakan pendekatan yang paling baik karena jika
gagal untuk mencapai tujuan misi akan mengakibatkan efek buruk pada kesehatan dan
kesejahteraan populasi yang lebih besar.3
5. Critical/ Immediate
Dideskripsikan sebagai pasien dengan luka yang serius, dengan keadaan kritis yang
membutuhkan transportasi ke rumahsakit secepatnya, dengan criteria pengkajian :4
respirasi >30x/menit
tidak ada denyut nadi
tidak sadar/kesadaran menurun
e. Delayed
Digunakan untuk mendeskripsikan pasien yang tidak bisa yang tidak mempunyai keadaan
yang mengancam jiwa dan yang bisa menunggu untuk beberapa saat untuk mendapatkan perawatan
dan transportasi, dengan kriteria :4
Respirasi <30x/menit
Ada denyut nadi
Sadar/ respon kesadaran normal
Tabel 1. Triage
f. Dead
Digunakan ketika pasien benar-benar sudah mati atau mengalami luka dan mematikan seperti
luka tembak di kepala3.
Untuk identifikasi pasien, cara yang termudah adalah dengan menggunakan kartu warna (Triage
Tag):3
1. Merah menunjukkan prioritas tertinggi (immediate core-life-threatening)
2. Kuning untuk prioritas tinggi (urgent care-bisa delay hingga 1 jam)
3. Hijau untuk prioritas sedang (delayed care-bisa ditunda hingga 3 jam)
4. Hitam untuk prioritas terakhir (korban telah mati-no care required)
START system dibagi atas 4 prioritas seperti halnya triage konvensional, yaitu :3
a. Tertinggi/segera (merah)
b. Ventilasi ada setelah pembukaan jalan napas, atau pernafasan lebih dari 30 kali permenit
c. Capillary refill (Capillary Filling = pengisian kapiler) lebih dari 2 detik Tidak mampu
melakukan perintah sederhana
d. Tinggi/Tunda (kuning)
e. Pasien yang tidak bias dikelompokkan dalam kategori segera dan minor
f. Minor (hijau)
g. Dipisahkan dari kelompok pasien pada awal operasi triage. Dalam triage lebih dikenal dengan
“walking wounded”
h. Terakhir (hitam) = dead
I. Prosedur Triage
a. The Walking Wounded
1. Penolong ditempat kejadian memberikan instruksi verbal pada korban, untuk berpindah.
2. Jika korban bisa berjalan tandai (TAG) warna Hijau3
b. Pernapasan (respiration)
1. Semua pasien diperiksa rata-rata ventilasi dan kekuatannya
2. Jika pasien tidak bernapas, periksa apakah ada benda asing yang menyebabkan pbstruksi dan
ambil benda asing tersebut
3. Reposisi kepala pasien
4. Jika prosedur di atas tidak membantu inisiasi napas (napas tetap negative), tandai (TAG)
warna hitam
5. Jika pernapasan >30/menit. Tandai (TAG) warna merah
6. Jika pernapasan <30/menit, jangan tandai, teruskan pemeriksaan perfusi (sirkulasi darah).3
c. Perfusi (perfusion)
1. Cara termudah pemeriksaan perfusi adalah pengisian kapiler
2. Jika >2 detik, tandai (TAG) warna merah
3. Jika <2 detik jangan ditandai dilanjutkan pemeriksaan mental status 3
Jika pemeriksaan pengisian kapiler tidak ditemukan, palpasi arteri radialis. Jika pulsasi arteri
radialis (-) biasanya tekanan sistolik <80mmhg. Teknik control pendarahan akan banyak digunakan
misalnya dengan penekanan langsung dan peninggian ekstremitas bawah. 3
Penggunaan “walking wounded” untuk membantu mengontrol pendarahan bagi diri pasien
sendiri atau untuk pasien lain3
Prosedur ini seharusnya dilakukan kurang 60 detik tiap pasiennya. Setelah korban dipindahkan
ke daerah yang aman, lanjutkan penilaian korban:3
Penilaian primer-sekunder
Cek vital sign : nadi, RR, BP, dan suhu
Sek pula warna kulit, pupil, status kesadaran dan kelumpuhan otot atau hilangnya sensasi
bagian tubuh tertentu Pada pemberian Triage TAG, perhatikan
Waktu sampai ditempat kejadian
Tanggal kejadian
Nama (Jika sadar dan koheren)
Alamat
Informasi penting lain
Identifikasi trauma pasien (dengan gambar)
Vital sign dan waktu pemeriksaan
Tempatkan tanda (TAG) pada baju atau tubuh yang mudah terlihat 3
e. Trauma Healing
Pemulihan dari trauma membutuhkan waktu, berusaha meluangkan waktu untuk diri anda,
jangan terlalu memaksa proses penyembuhan dan bersabarlah dalam melewati langkah – langkah
pemulihan. 3
Terkait dengan penanganan trauma (trauma healing) terdapat metode sederhana antara lain:3
1. Jangan mengisolasi diri. Usahakan untuk menjalani hubungan dengan orang lain dan hindari
mengabiskan waktu sendiri.
2. Mintalah bantuan kepada anggota keluarga, teman, konselor, atau pemuka agaman yang bisa
anda percaya.
3. Kesehatan, banyaklah istirahat, berolah raga teratur, dan makanteratur. Hindari alkohol dan
obat terlarang. Alkohol dan obat terlarang dapat memperburuk symptom trauma dan
memperburuk perasaan – perasaan depresi, kecemasan,.lakukan pelepasan emosi, jangan
tahan tangisan, mengangislahsampai puas. Pelepasan emosi secara fisik dapat membantu
mengurangi beban.
4. Apabila masalah tidak juga menghilang dan korban merasa terbebani,itu pertanda bahwa
korban memerlukan bantuan profesional untuk membantu menangani masalahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Fasilitas Administrasi
Buku tamu
Buku jurnal kegiatan
Buku catatan komunikasi
Catatan – catatan lain2
Fasilitas Komunikas
Ada perangkat komunikasi yang berupa radio komunikasi beserta kelengkapannya, telepon,
radio biasa yang bisa digunakan sebagai sumber informasi tambahan
TIM BANTUAN MEDIS Calamus sciptorius
244
Alat komunikasi alternatif yang bisa digunakan sebagai alat peringatan dini dan tanda bahaya
lokal, misalnya kentongan2
Fasilitas Transport
Perlu adanya kendaraan siaga yang sewaktu – waktu dapat digunakan untuk berbagai kegiatan
POSKO
Atur dan kelola fasilitas transport yang tersedia di wilayah tersebut untuk disiagakan 2
Fasilitas Logistik
Fasilitas logistik sangat penting, karena logistik adalah faktor pendukung utama dalam
kegiatan, sehingga pengadan logistik tidak bisa diabaikan 2
Fasilitas Pendukung
Peralatan navigasi
Peralatan pertolongan pertama (P3K)
Peralatan penerangan jinjing (senter) dan kelengkapannya 2
B. POSKO Operasi
POSKO Operasi adalah perkembangan dan pengalihan fungsi dan status dari POSKO kesiapsiagaan,
sehingga POSKO operasi sebetulnya merupakan alih fungsi dari POSKO kesiapsiagaan, bukan
mendirikan POSKO baru sehingga terdapat dua POSKO. POSKO operasi diaktifkan pada saat kejadian
bencana dan wilayah bersangkutan dilanda bahaya dari bencana yang terjadi. 1
POSKO operasi diaktifkan apabila musibah yang diperkirakan betul-betul terjadi dan menimpa
wilayah bersangkutan.Fungsi POSKO juga beralih dari POSKO kesiapsiagaan yang bersifat koordinasi
dan kesiapsiagaan menjadi POSKO operasi yang bersifat aktif. 1
otomatis dukungan logistic pun akan mengalami peningkatan. Selain itu, diperlukan juga penyiapan
peralatan pertolongan, PPPK, peralatan navigasi, dll. Bila POSKO operasi diaktifkan, maka lakukan
pengelolaan sesuai dengan status POSKO, sehingga fungsi utama POSKO adalah sebagai POSKO
operasi, yaitu antara lain sebagai pusat kordinasi, informasi dan pengendalian operasi penyelamatan di
lapangan.2
DAFTAR PUSTAKA
A. Pertimbangan
Pertimbangan merupakan hal terpenting karena disini langkah yang menentukan apakah tugas
menjaga konser tersebut akan kita terima atau tidak bersangkutan dengan resiko yang akan dihadapi saat
bertugas nanti bisa kita tanggulangi atau tidak. Dan pertimbangan-pertimbangan tersebut terdiri dari:1
a. Apakah konser diadakan di dalam ruangan atau berada di luar ruangan. Karena resiko untuk di
dalam ruangan dan luar ruangan berbeda, contohnya jika di dalam ruang lebih beresiko sesak nafas
dan jika diluar ruangan karena kemungkinan ada gangguan dari cuaca juga akan menyebabkan
resiko jatuhnya pasien lebih besar.
b. Artis yang mengisi acara konser tersebut juga dipertimbangkan apakah artis tersebut terkenal atau
tidak terutama di wilayah Banjarmasin dan apakah artis tersebut sedang booming atau tidak.
Karena dengan keadaan artisnya yang ternyata terkenal dan sedang booming, biasanya penonton
konser akan lebih banyak dari biasanya, maka akan berpengaruh pada resiko jatuhnya pasien saat
berlangsungnya konser.
c. Pertimbangan bahwa artisnya perempuan atau laki-laki juga perlu karena biasanya untuk artis laki-
laki maka lebih banyak penonton perempuan dan sebaliknya. Maka resiko terjadinya kerusuhan
saat penontonnya lebih banyak laki-laki dan menyebabkan adanya pasien dan juga saat penonton
perempuan lebih banyak resiko jatuhnya pasienjuga lebih banyak.
d. Lokasi Konser, dipertimbangkan apakah lokasinya dekat dengan tempat-tempat yang bisa jadi
tempat ramai yang mungkin pusat keramaian seperti pasar. Karena kemungkinan terjadi kerusuhan
akan lebih besar.
e. Tipikal fans dari artis tersebut sangat mempengaruhi untuk berjaga-jaga apakah berkemungkinan
terjadi kerusuhan atau tidak.
f. Waktu Pelaksanaan, siang ataukah malam juga berpengaruh untuk lancarnya jalan konser tersebut.
g. Penyedian Kelengkapan dari pihak Event Organiser juga wajib ditanyakan untuk memperlancar,
seperti ambulance yang akan digunakan untuk mengantar pasien yang perlu dirujuk ke rumah sakit.
B. Persiapan
a. Anggota : Maksimalkan anggota yang diturunkan untuk bertugas adalah laki-laki. Refresh ilmu
diperlukan, dengan pelatihan-pelatihan bersama dokter atau sekedar review bersama. Persiapan
Fisik dan Mental hal yang paling penting dari para anggota yang berjaga.
b. Dokter : Usahakan dokter yang berjaga adalah senior dari TBM itu sendiri agar kita dapat lebih
akrab dan bisa belajar langsung dari senior kita sendiri.
c. Obat – obatan: persiapkan kotak P3K, Oxygen, Infusion set, dan obat-obatan situasional /
simtomatik
d. Peralatan : Tandu,dan Pengenal Medis1
D. lapangan
Lapangan atau saat berjalannya konser, 2 Jam sebelum acara mulai tim medis harus sudah ada di
lokasi. Briefing dipimpin oleh ketua umum atau koordinator lapangan. Tim medis harus mengenali
Lapangan konser dan ditempatkan pada posisi-posisi yang strategis untuk memantau jalannya konser.
Koordinasi interna dan eksterna sangat penting agar saat ada jatuh pasien, ada koordinasi yang jelas
dengan semua pihak dan penanganan mudah dilaksanakan. Etika harus tetap kita jaga untuk menunjukan
keprofesionalan tim medis.1
E. Post Konser
Tunggu hingga semua penonton keluar, untuk memastikan keselamatan penonton hingga akhir
konser. Jaga barang-barang pribadi maupun barang tim medis agar tidak hilang. Terakhir lakukan evaluasi
untuk menilai apa saja kekurangan saat tim medis berjaga, agar saat tugas selanjutnya kekurangan itu
tidak terulang lagi.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Divisi Medis Praktis TBM-Cs. Buku Saku TBM-Cs Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat Banjarmasin. 2017
BENCANA
TBM unit
PELAPORAN >TRC
KOORDINASI >KOORWIL
KEPUTUSAN >SPBP
>KETUA PTBMMK
DAFTAR PUSTAKA
1. Divisi Medis Praktis TBM-Cs. Buku Saku TBM-Cs. Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat. Banjarmasin. 2017
1. Operasi Pencarian
2. Operasi Pertolongan
3. Operasi Pencarian dengan Pertolongan
Dalam tahap Operasi, kegiatan yang dilakukan adalah :
1. Pengembalian Unsur
2. Evaluasi Hasil Operasi
3. Pembuatan Laporan1
K. SC (SAR COORDINATOR)
Dijabat oleh seorang pejabat kerena fungsi dan wewenangnya mampu memberikan dukungan
kepada Kantor SAR untuk menggerakkan unsur-unsur SAR.1
Guna Keberhasilann Pelaksanaan Diatas Bila Didukung Dengan 5 Komponen Penunjang Dibawah Ini :
1. ORGANISASI, merupakan struktur organisasi SAR yang meliputi aspek pengerahan unsur
Komando, Komando dan Pengendalian, Kewenangan, Lingkup Penugasan, dan Tanggung jawab
untuk penanganan musibah
2. FASILITAS, adalah komponen berupa unsur, peralatan / peralatan, serta fasilitas pendukunglainnya
yang dapat digunakan dalam OPERASI SAR
3. KOMUNIKASI, adalah komponen berupa penyelenggaraan komunikasi sebagai sarana pemantauan
musibah / kejadian, komando pengendalian serta membina kerja sama / koordinasi selama operasi
berlangsung
4. PERAWATAN DARURAT, adalah komponen berupa penyediaan fasilitas perawatan darurat yang
bersifat sementara dalam mendukung terhadap korban.
5. DOKUMENTASI, adalah pendataan laporan / kegiatan analisa serta data kemampuan yang akan
menunjang efesiensi pelaksanaan operasi dan pengembangan kegiatan misi SAR yang akan dating.
DAFTAR PUSTAKA
1. Staff Pendidikan dan Latihan PTBMMKI. Buku Kurikulum Pendidikan dan Latihan. Edisi 4.
2017/2018.
Pada bulan Oktober 1832, Morse dan keluarganya berlayar pulang dengan kapal bernama Sully.
Morse mendengar percakapan tentang elektromagnet yang baru ditemukan, dan kemudian mucul dalam
benaknya konsep tentang telegaf elektrik. Pada tahun 1835, dia berhasil menciptakan model telegraf
pertamanya, yang dioperasikan di gedung Universitas New York. Pada tahun 1837, Morse mendapatkan
dua orang partner yang membantunya mengembangkan telegrafnya. Mereka adalah Leonard Gale dan
Alfred Vail, mereka membantu Morse dalam pembuatan model telegraf yang lebih baik. Dengan
pertolongan teman-teman barunya, Morse mengajukan paten untuk telegraf barunya pada tahun 1837,
yang dijelaskannya termasuk sebuah sandi yang terdiri dari titik dan garis untuk mewakili angka-angka
dan sebuah kamus untuk mengubah angka-angka tersebut menjadi kata-kata.
a. Metode memorisasi
Beberapa metode umum digunakan untuk memudahkan penghafalan kode ini, baik visual, auditori
dan metode lain yang masih terus berkembang.1
b. Metode Koch
Metode Koch adalah metode pembelajaran pengiriman kode morse dengan sistem gradual. Latihan
dengan metode Koch dimulai dengan menggunakan dua huruf yang diulang terus menerus (umumnya E
dan T untuk alasan pembiasaan dengan interval). Setelah seseorang menguasai dua huruf ini dan dapat
membaca maupun mengirimkannya dengan cepat, maka satu huruf ditambahkan, dan seterusnya hingga
seseorang yang mempelajari kode morse dapat menguasai pembacaan maupun pengiriman kode melalui
pembiasaan.
c. Metode substitusi
Metode ini umum digunakan di kepramukaan Indonesia, yaitu dengan membuat padanan kata yang
berawal dari alfabet latin, dan setiap O mewakili garis ( - ), dan setiap huruf vokal lain mewakili titik (.)1
A : Ano .–
B : Bonaparte - . . .
C : Coba - coba - . – .
D : Dominan - . .
E : Egg .
F : Father Joe . . – .
G : Golongan - – .
I : Islam ..
K : Komando - . -
L : Lemonade . – . .
M : Motor --
N : Notes -.
O : Omoto -–-
P : Pertolongan . – - .
Q : Qomokaro - – . -
R : Rasove .–.
S : Sahara ...
T : Ton -
U : U'nesco ..-
V : Versikaro . . . -
W : Winoto .–-
X : Xosendero - . . -
Y : Yosimoto - . – -
Z : Zoroaster - –
DAFTAR PUSTAKA
1. Divisi Medis Praktis TBM-Cs. Buku Saku TBM-Cs. Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat. Banjarmasin. 2017
Indonesia berdiri pada 8 April 1968 dan berubah namanya pada kongres pada tahun 1975 menjadi
Organisasi Amatir Radio Indonesia
dengan singkatan sama yaitu ORARI. Pada tahun 1977 ORARI resmi menjadi anggota IARU.
ORARI adalah salah satu organisasi amatir radio yang diakui oleh Republik Indonesia. Sejak tahun
1970-an ORARI berkembang karena semakin banyaknya penggemar radio amatir di Indonesia
mengunakan radio sebagai alat berkomunikasi sehingga terjalin komunikasi antar perorangan atau
komunitas radio amatir Selain ORARI pada akhir akhir ini muncul pula beberapa Organisasi yang
Resmi maupun tidak resmi terutama di kota kota besar seperti Bandung, Jakarta, Yogya, Surabaya,
Makasar yang membentuk diri bersatu untuk komunikasi tetapi eksistensi mereka tidak dapat
dianggap enteng mereka membentuk komunitas sendiri sendiri dan berkembang semakin meluas
terkadang anggotanya pun banyak dari organisasi yang resmi yang di akui oleh Pemerintah hal ini
merupakan dilema bagi perkomunikasian di negara ini kita ber harap tidak terjadi hal hal yang
negatif ,karena masalah radio amatir sangat rentan menyangkut masalah penggunaan Band Radio,
yang diatur oleh suatu Badan yang khusus mengatur hal ini juga perlu diperhatikan penggunaan
pesawat radio tidak dapat dipergunakan sembarangan selain menyangkut Keamanan juga
keselamatan di bidang Transportasi (: Pesawat Terbang ,Kereta Api ,Kapal Laut dll ) 1
C. Perangkat
Perangkat yang digunakan radio amatir adalah radio transceiver. Alat sederhananya adalah handheld
transceiver HT. Pada sebuah stasiun radio amatir terdapat radio, penyedia kekuatan, kabel dan antena.
Ada berbagai jenis merk radio yang biasa digunakan seperti Motorola, Icom, Kenwood, Yaesu, Alinco,
dan lain-lain. Terdapat dua stasiun radio amatir yaitu stasiun radio amatir tetap dan stasiun radio amatir
bergerak. Stasiun radio amatir tetap berada di tempat yang tetap, misalnya di rumah atau di kantor
organisasi. Sedangkan stasiun radio amatir bergerak berada ditempat yang dapat berpindah pindah,
misalnya di mobil atau di kapal laut.Seperti yang tertulis diatas menggunakan perangkat komunikasi
berupa Tranceiver baik HT atapun bentuk Rig pada Stasiun Radio Amatir tentunya telah memenuhi
Standar Operasional Prosedur dengan tidak mengindahkan hal hal yang diatur oleh Organisasi Amatir
TIM BANTUAN MEDIS Calamus scriptorius
261
nasional maupun International yang pada intinya organisasi Amatir radio nasional berpedoman
padaOrganisasi amatir radio International sehingga hal Amatir Radio berlaku secara internasional dan
mendunia.1
D. Sistem kerja
a. Frekuensi
pada awalnya radio amatir menggunakan frekuensi rendah 1500 kHz-150 kHz atau 200-2000 meter
dan di geser ke frekuensi lebih tinggi 1500 kHz atau sesuia dengan panjang gelombang dibawah 200
meter. Pada tahun 1912 dan 1922 stasiun dari tempat jauh pun dapat mendengar kontak timbal balik
pada frekuensi 3 MHz. Kemudian dikembangkan frekuensi radio amatir menjadi 3,5 MHz hingga
sampai 7 MHz dan frekuensi yang lebih tinggi pun mulai digunakan. Akhirnya aktivitas radio amatir
berkembang dengan baik di seluruh dunia.1
b. Transmisi amatir
1. Model emisi yang paling banyak dipakai pada radio amatir adalah: A1A, atau telegrafi dengan
ketukan kunci hidup mati. Hal ini memungkinkan komunikasi dengan morse jarak jauh dengan
perlengkapan sederhana.
2. A3E, teleponi, jalur samping ganda, atau modulasi amplitudo. Dahulu banyak dipakai, sekarang
sebagian besar untuk perlengkapan yang kadang disederhanakan.
3. J3E, teleponi, jalur samping tunggal, pembawa tertindas. Benar-benar eksklusif untuk jalur-jalur
HF dan komunikasi suara jarak jauh apapun.
4. F3E, teleponi dengan modulasi frekuensi, banyak dipakai frekuensi sangat tinggi. Model lainnya
mencakup transmisi faksimile, televisi, pulsa, dan teleprinter radio. 1
c. Operator
Para amatir radio menghabiskan waktu luang untuk berkomunikasi pada jalur 1,8 MHz-28 MHz
untuk berkomunikasi dengan seluruh dunia. Atau pada jalur frekuensi rendah dan frekuensi sangat tinggi
untuk berdiskusi dan mengobrol dengan lawan bicara jarak jauh. 1
d. Tanda panggilan
Tanda panggilan atau call sign merupakan tanda panggil bagi seseorang yang melakukan kegiatan
radio amatir sebagai identifikasi bagi amatir radio atau stasiun radio amatir. Tanda panggilan ini
didapatkan apabila seseorang telah memiliki izin untuk melakukan kegiatan radio amatir. Seseorang
hanya memiliki satu tanda panggilan. Setiap negara mempunyai tanda lisensi berbeda beda, tanda lisensi
ini menjadi huruf pertama pada tanda panggilan misalnya VE adalah tanda lisensi dari negara Kanada.
Di indonesia dijelaskan huruf awal untuk menandai identitas negara dan tingkat kecakapan amatir radio
YH untuk tingkat Pemula; YD atau YG untuk tingkat Siaga; YC atau YF untuk tingkat Penggalang; YB
atau YE untuk tingkat Penegak. Susunan kedua adalah angka 0 (nol) sampai dengan angka 9 (sembilan)
yang menyatakan kode wilayah dan susunan ketiga adalah susunan suffix untuk menjelaskan pemilik
IAR Stasiun Radio Amatir yang dinyatakan dengan satu huruf dan paling banyak empat huruf dari abjad
A sampai Z. Contoh tanda panggilan di Indonesia adalah YH3ZA, YD2UY, YC7LD, YB1DW. 1
E. Kegunaan
a. Kegunaan Sosial
Amatir Radio dituntut untuk secara sukarela memberikan bantuan kepada masyarakat dalam
kegiatan kemanusiaan. Tidak hanya dalam memberikan bantuan pada musibah bencana alam dan
kecelakaan tetapi juga bencana wabah penyakiti dalam hal ini Organisasi Amatir Indonesia yang
tergabung dalam ORARI telah diterjunkan dalam kancah Bencana Tsunami Aceh tahun 2004 mereka
dengan gagah berani berada di tengah bencana membantu secara sukarela dan terdepan memberikan
informasi lewat frequensi kepada badan sukarela lain yang bertugas di garis depan bencana. Di Amerika
Serikat anggota amatir radio setiap tahun mengadakan latihan komunikasi dengan mendirikan stasiun
stasiun radio lapangan secara serentak di seluruh negara yang bernama FIELD DAY. Dalam Field Day
ini dilakukan Simulated Emergency Traffic (SET).1
b. Militer
Tugas dan fungsi amatir radio ialah sebagai cadangan nasional pada bidang telekomunikasi. Amatir
radio harus siap secara sukarela menyumbangkan diri beserta peralatannya untuk negara bila sewaktu
waktu diperlukan. Sumbangan sukarela ini tidak hanya diperlukan pada waktu negara dalam keadaan
bahaya tetapi saat negara memerlukan bantuan pada periode pembangunan. 1
c. Pramuka
Anggota Pramuka pun turut di ikut sertakan dalam kegiatan ini bahkan kegiatan komunikasi radio
ala Pramuka telah mendunia, sebagai contohnya adalah kegiatan PERKEMAHAN DI ANGKASA
(PERKASA) atau lazimnya disebut JOTA atau Jambore On The Air. kegiatan ini telah di laksanakan
hampir setengah abad oleh organisasi Pramuka Dunia atau WOSM (World Organization Scout
Movement) dan juga dilaksanakan lebih dari setengah abad di Indonesia oleh Kwartir Nasinal Gerakan
Pramuka bekerja sama dengan ORARI (MOU). Sehingga diharapkan kedepannya generasi penerus
bangsa bisa berkarya dan memajukan negara Indonesia tercinta ini.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Divisi Medis Praktis TBM-Cs. Buku Saku TBM-Cs. Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat. Banjarmasin. 2017
Kenali kode-kode penting untuk akses informasi yang berharga baik dalam hal keamanan maupun
keselamatan.
4. Apabila ada hal yang bersifat darurat/emergency silahkan gunakan interupsi pada spasi/interval
Jangan memonopoli frekwensi dengan berkomunikasi hanya dengan satu orang, dan selalu
memberikan kesempatan kepada orang lain yang mau menggunakan pancar ulang membiasakan
5. mengucapkan kata ganti pada akhir pembicaraan. memberikan kesempatan kepada pengguna
dilapangan
6. Mengutamakan / memberikan kesempatan pada pembawa berita yang bersifat emergency /
darurat Tidak dianjurkan berkomunikasi melalui repeater dengan menggunakan peralatan
penguat mikrofon seperti : Echo, ALC dsb. Karena audio justru akan menjadi melebar dan tidak
nyaman bagi orang lan yang nmendengarkan
7. Penggunaan Kata INTERUPSI
Apabila mau memotong / menyela pembicaraan disebabkan ada sesuatu informasi yang penting,
gunakan pada saat jeda komunikasi atau spasi, kemudian masuk1
C. ETIKA BERKOMUNIKASI
dengan menyebutkan Callsign. Monitor/menunggu sampai di sebutkan callsign atau sampai sudah
dipersilahkan menggunakan jalur1
KODE ALPHABETIC
KODE LOCAL INTERNASIONAL
A AMBON ALPHA J JAKARTA JULIET S SOLO SIERA
T TIMUR/TEGAL
B BANDUNG BETA K KENDAL KILO TANGO
PERHUBUNGAN MOBILISASI
KODE KETERANGAN
4.4 Kerusakan di kantor polisi, semua mobil unit segera memberikan bantuan, agar waspada
6.1M perampokan di
8.6 mengerti
DAFTAR PUSTAKA
1. Divisi Medis Praktis TBM-Cs. Buku Saku TBM-Cs. Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat. Banjarmasin. 20
C.9 SEMAPHORE
Semaphore adalah salah satu teknik untuk menyampaikan dan menerima pesan dengan jarak yang
berjauhan. Semaphore digunakan jika keadaan tidak memungkinkan untuk berkomunikasi secara langsung
maupun dengan alat komunikasi lainnya. Dalam kepramukaan teknik semaphore biasa dilakukan dengan
menggunakan sepasang bendera yang memiliki ukuran 45cm x 45cm yang merupakan gabungan dua buah
segitiga sama kaki yang masing-masing berwarna merah dan kuning. Pemilihan warna ini disengaja
karena warna ini terlihat mencolok walaupun terlihat dari jarak yang sangat jauh.
Semaphore kini menggunakan dua bendera yang berbentuk persegi, yang akan digunakan oleh
pengirim sinyal untuk melakukan posisi-posisi yang bisa diterjemahkan menjadi huruf dan angka.
Sebenarnya warna bendera tergantung asal pesan itu dikirimkan, jika dikirimkan dari laut, maka
benderanya berwarna merah dan oranye, jika dikirimkan dari darat maka bendera akan berwarna biru dan
putih. Di Indonesia bendera yang biasa digunakan dalam kegiatan kepramukaan berwarna merah dan
oranye. Namun sebenarnya warna bendera itu sendiri tidaklah terlalu penting, itu hanya merupakan
pertanda agar pesan lebih mudah ditangkap.1
Cara mengirim dan menerima berita dalam semaphore adalah sebagai berikut:
a. Usahakan untuk mengirim atau menerima berita berada di tempat yang terang
b. Untuk pengirim sebaiknya dilakukan oleh dua orang atau tiga orang, satu sebagai pengirim syarat.
Satau sebagai pambaca isyarat dan satu lagi sebagai pembawa kunci kode isyarat jika belum hafal
c. Sikap pengirim tegak dan dua orang lainnya jongkok tanpa menghalangi si pengirim
d. Sebelum mengirim berita, kirim perhatian kepada si penerima
e. Jika siap penerima menjawab dengan “ k”
f. Kirim huruf perhuruf dari tiap perkataan
g. Untuk menyatakan perkataan setelah selesai dipakai tanda bendera di pegang bersilang ke bawah
dan juga digunakan kalau ada huruf kembar
h. Jika tiap perkataan diterima dengan baik penerima menyatakan dengan mengirim huruf “C”
i. Bila pengirim menghendaki membuang angka maka lebih dulu harus memberi tanda A sesudah itu
bara membuat angka
j. Jika penerima mengkehendaki supaya kiriman terakhir di ulang kirimkan kepada pengirim “INI”
dirangkai.
k. Jika pengirim membuat kekeliruan kirimkan huruf “E” delapan kali
l. Berita selesai dinyatakan dengan huruf “AR” tunggulah penerima mengirim huruf “R” artinya ia
telah menerima dengan baik.1
Berikut pergerakan dalam semaphore :
DAFTAR PUSTAKA
1. Divisi Medis Praktis TBM-Cs. Buku Saku TBM-Cs. Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat. Banjarmasin. 2017
Pengetahuan navigasi sama tuanya dengan usia kebudayaan umat manusia. Hal ini terjadu jelas
dengan menelusuri jejak sejarah dari pola kehidupannya, yang mana di mulai dengan pemburu, kemudian
menjadi petani, hingga menjadi pengrajin dan sebagainya. Dalam kurun waktu pemburu, mereka pergi
menjelajah untuk mengincar binatang buruan dan tentu saja mampu kembali ke pondok masing-masing
dengan selamat beserta hasil tangkapannya.1
Ini dapat menjelaskan kepada kita betapa pentingnya pengetahuan navigasi dalam pola pergerakan dan
aktifitas kehidupan manusia, terlebih lagi bagi penggiat alam bebas yang selalu bergerak di alam terbuka.
Pada abad modern ini dilengkapi sarana navigasi yang serba mutakhir seperti peta dan kompas, apabila
kita sampai tersesat adalah sangat keterlaluan. 1
Tujuan akhir dari pengembaraan/perjalanan adalah kembali ke rumah dengan selamat, ketentuan ini
tentunya berlaku bagi siapapun. Oleh karena itu, seorang penggiat alam bebas harus mampu menguassai
navigasi darat secara terampil, setidak-tidaknya untuk dirinya sendiri agar tidak tersesat.
Navigasi adalah suatu teknik untuk menentukan kadudukan (posisi), arah lintasan perjalanan secara
tepat, sedangkan orang yang menggunakannya adalah navigator. Kunci pemahaman navigasi terdiri dari
dua macam, yaitu :1
a. Mampu merekam dan membaca gambaran permukaan bumi
b. Mampu menggunakan peralatan pedoman arah.
Kedua kunci tersebut digunakan pada saat yang bersamaan dan mempunyai fungsi yang saling
menunjang.
B. Navigasi darat
Navigasi Darat adalah suatu teknik untuk menentukan kedudukan dan arah lintasan perjalanan.
Sedangkan Personil yang melakukan kegiatan navigasi darat disebut navigator. Istilah navigasi secara
umum digunakan untuk keperluan pelayaran dan penerbangan, Penambahan kata darat karena lebih
ditekankan dalam penggunaan di daratan, antara lain meliputi gunung, lembah, pegunungan, rimba,
sungai dll.1
C. Peta
Peta adalah gambar seluruh atau sebagian dari permukaan bumi yang diproyeksikan ke dalam suatu
bidang datar dengan perbandingan tertentu yang dinamakan kedar atau Skala.
Peta yang dipakai dalam navigasi darat adalah peta topografi (peta yang menggambarkan kenampakan
tinggi dan rendahnya permukaan bumi). Maksud nya agar si pemakai mempunyai gambaran atau
bayangan mengenai suatu medan.1
a. Ketentuan Peta
Sebelum kita melakukan interprestasi peta, ada beberapa ketentuan yang perlu di perhatikan,
sehingga fungsi peta tersebut menjadi maksimal artinya dapat memenuhi navigasi darat secara optimal1
1. Judul Peta
Yaitu identitas daerah yang tergambar pada peta, umumnya dituliskan nama daerah atau identitas
paling menonjol, sebagai contoh : Gn. Burangrang, Lembah Anai dan sekitarnya, dan sebagainya.
Judul peta dicantumkan pada bagian tengah atas peta.
2. Skala
Skala adalah perbandingan antara jarak dua titik di peta dengan jarak mendatar (horizontal) dengan
jarak dua titik yang serupa di medan / lapangan. 1Guna skala garis / grafis → Untuk memudahkan
penggunaan apabila terjadi pemuaian maupun penyusutan peta
3. Legenda peta
Informasi tambahan untuk memudahkan Interpretasi peta baik dari unsur-unsur yang di buat
manusia maupun alam. Umum nya disajikan dalam bentuk gambar beserta keterangan tertulis,
termasuk perbedaan warna (untuk peta berwarna).1
4. Sistem Koordinat
Yaitu cara untuk menyatakan suatu kedudukan titik pada bidang atau terhadap dua garis bilangan.
Sistem koordinat pada peta dapat dinyatakan baik terhadap bidang proyeksi (grid, dengan satuan panjang)
maupun terhadap elipsoid (graticule, dalam satuan sudut). Skala bilangan untuk menyatakan koordinat titik
yang dicantumkan pada garis-garis tepi peta.
5. Kontur
Kontur atau garis ketinggian adalah garis khayal pada peta yang mengubungkan titik-tiitik yang
mempunyai ketinggian yang sama dari permukaan laut. Sifat-sifat garis kontur
7. Tahun peta
Tahun peta adalah tahun pembuatan peta.1
8. Kompas
Kompas adalah alat bantu penunjuk arah yang dilengkapi dengan jarum magnet yang
Susunan Kompas
Kotak kompas
Kotak dengan pembagian arah mata angin dan cincin karet
Skrup pengapit
Gelang kaca dan tembaga
Kaca kompas
Kaca kompas yang dapat diputar, yang dilengkapi dengan perbagian derajat :
1. I Menyatakan puluhan ;
2. Titik menyatakan limaan.
Plat bercahaya (fosfor) dengan garis tanda dan garis rambut
Garis petunjuk yang bercahaya
Piringan atau lingkaran kompas dengan pembagian derajat dan jarum kompas1
Tutup Kompas
Tutup dengan kaca penutup
Garis rambut
Garis tanda bercahaya
Bibir pelindung dan takik1
Bagian – bagian kompas secara umum :
jarum magnet
skala lingkaran mendatar
bagian penyangga / badan kompas1
b. Azimuth
Adalah suatu sudut antara suatu titik dengan arah utara dari seorang pengamat. Ada dua macam
azimuth, yaitu azimuth peta dan azimuth magnetis. Azimuth peta adalah sudut antara utara peta dengan
suatu titik di peta, sedangkan azimuth magnetis adalah sudut antara utara magnetis dengan suatu titik di
lapangan sering di sebut sudut kompas.1
c. Back Azimuth
Adalah sudut balik dari azimuth. Back azimuth sering digunakan pada teknik potong kompas yaitu
berjalan dari suatu titik ke titik lain dengan sudut kompas yang tetap, back azimuth di gunakan untuk
mengoreksi azimuth yang kita peroleh dengan cara menembak balik
Rumus back azimuth: x < 180º maka x harus ditambah 180º x > 180º
maka x harus dikurang 180º X = 180° = X ± 180°
d. Resection
Yaitu menentukan posisi anda di peta dengan menggunakan dua tanda yang dikenali di lapangan,
caranya :
Lihat dua tanda medan yang mudah dikenali di lapangan, misalnya puncak bukit, tikungan jalan,
kelokan sungai, punggungan dan sebagainya Lakukan orientasi (sesuaikan atau cocokkan tanda
medan tersebut antara di lapangan dengan di peta)
Gunakan kompas untuk mengukur sudut antara posisi anda berdiri dengan dua buah tanda medan
yang terlihat, kemudian tentukan back azimuthnya
Pindahkan sudut-sudut tersebut ke peta dengan menggunakan busur derajat dan penggaris
Perpotongan antara dua garis itulah posisi anda di peta. 1
e. Intersection
Yaitu menentukan posisi suatu tempat/titik tertentu di lapangan yang sulit dijangkau dengan
menggunakan dua tanda yang dikenali di lapangan, caranya :
Kita harus berada pada suatu tempat yang letaknya mudah di kenali di lapangan
Lakukan orientasi dan tentukan posisi kita di peta
Gunakan kompas untuk mengukur sudut antara posisi anda berdiri dengan tempat atau titik yang
ingin diketahui kedudukannya di peta dari dua titik yang berbeda
Pindahkan kedua sudut itu ke peta
Perpotongan antara ke dua garis dari dua sudut itulah posisi titik/tempat tersebut. 1
DAFTAR PUSTAKA
1. Divisi Medis Praktis TBM-Cs. Buku Saku TBM-Cs. Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat. Banjarmasin. 2011
d) Altimeter
Altimeter bukan merupakan peralatan yang paling utama untuk menentukan posisi, tetapi lebih
tepat untuk mengetahui gradien sungai, yaitu beda tinggi antara dua titik di sungai dalam jarak 1 km
(contoh gradien sungai 9 m/km, yaitu beda tinggi 9 m antara dua titik yang berjarak 1 km). Karena
perbedaan tinggi pada penurunan sungai relatif kecil untuk tiap km panjang sungai, maka sebaiknya
digunakan altimeter yang cukup teliti, misalnya dengan kemampuan membaca perbedaan tinggi
sampai 10 meter (sebagai gambaran, untuk sungai yang berarus deras dan banyak air terjunnya,
perbedaan sungai rata-rata untuk tiap kilometer hanya sekitar 40 meter). 1
Teknik pelaksanaannya yaitu dengan penaksiran jarak dan pengukuran sudut kompas (azimuth).
Sebelum melakukan cara ini, sebaiknya mata kita dilatih dahulu untuk menaksir jarak, misalnya untuk
jarak 50 meter atau 100 meter. Cara termudah adalah dengan berlatih di jalan raya dengan bantuan
sepeda motor atau mobil yang penunjuk jaraknya masih berlaku dengan baik, dapat juga dengan
bantuan tiang listrik (setiap 50 meter), patok kecil di sepanjang jalan raya (100 meter). Jika mata
sudah terlatih, dapat dipraktekkan pada jalan dalam kota yang banyak belokannya. Untuk sungai di
daerah hulu yang sempit dan banyak tikungannya, maka di pakai patokan jarak setiap 50 meter dengan
sisa ukuran terkecil adalah 10 meter. Sedangkan untuk sungai di daerah tengah dan hilir yang relatif
lebih lebar dan lurus (kecuali pada daerah meander), atau jari-jari belokan besar (sudut belokannya
relatif kecil untuk jarak 100 meter), maka dipakai patokan jarak setiap kelipatan 100 meter dengan
sisa ukuran terkecil 25 meter.1
Jadi kita membuat sungai menjadi sebuah batang yang terdiri dari banyak ruas panjang dan
pendek, yang berbelok-belok sesuai dengan sudutnya. Langkah-langkah yang harus diperhatikan
dalam pembuatan sungai adalah : sediakan peralatan yang diperlukan, buat tabel pada kertas yang
terdiri dari dua kolom, kolom pertama untuk derajat (azimuth) dan kolom kedua untuk jarak (meter).
Jika ingin lebih teliti dapat ditambahkan dua kolom lagi, yaitu untuk lebar sungai dan keterangan yang
diperlukan (misalnya jika ada penyempitan, batu besar di tengah sungai, tebing terjal di kiri dan kanan
sungai dan lainnya), bidik kompas pada awal pergerakan, dan taksir jaraknya dengan mata yang sudah
terlatih, isikan hasil bidikan pada kolom 1 dan 2, jika menggunakan perahu sebaiknya dilakukan dari
tengah sungai, hitung jaraknya sambil bergerak maju setiap 50 dan 100 meter. Setelah sampai pada
batas yang telah ditentukan dari ruas sungai, lakukan pembidikan dan taksirkan jaraknya kembali,
ulangi sampai melampaui 3 belokan sungai, kemudian buat gambar sungai tersebut berdasarkan hasil
catatan yang ada pada tabel, skala dapat di misalkan 1 cm untuk 100 meter atau lebih kecil lagi,
kemudian cari padanan atau bentuk yang mirip dari gambar sungai yang kita buat dengan peta sungai
yang kita bawa, dengan demikian kedudukan kita di peta dapat ditentukan yaitu pada titik terakhir
yang kita buat, jika belum di dapat juga ulangi sampai beberapa belokan lagi. 1,2
DAFTAR PUSTAKA
1. Wahyuni, et al. 2011. Karakteristik debit sungai pada DAS Tallo Hulu (sub DAS Jenepang kalung dan
sub DAS Jenetalinggoa). Tesis. Universitas Hasanuddin, Makassar
2. JurnalTeknologiInformasi DINAMIKVolume 17, No.2, Juli 2012 : 154-163 MetodeThiessenPolygon
untukRamalanSebaranCurahHujanPeriodeTertentupada Wilayahyang TidakMemiliki Data
CurahHujan
3. Usmani S., A. Nazar T. 2011. TinjauanAnalisis Debit BanjirRencanaPada SungaiTello Kota
Makassar Sulawesi Selatan. TugasAkhirSarjana. Program StudiTeknikSipil. UniversitasHasanuddin.
Makassar.
d) Dengan alat pengukur langkah yang dipasang pada pinggang bagian depan. Catat jumlah
langkah untuk setiap arah sudut kompas. Ambil patokan 10 langkah sama dengan beberapa
meter, atau kelipatan yang habis dibagi dengan 10.
Plot hasil pengukuran tersebut pada peta, pergunakan skala peta yang sesuai dengan skala peta yang
dimiliki, jika pengukuran jarak dan sudut kompas teliti maka akan didapat hasil yang akurat. Pemeriksaan
posisi akhir dengan orientasi medan. Jika tersesat, minimal kita mempunyai catatan perjalanan untuk
kembali ke tempat semula.1 Jika sudut kompas dan jarak tempuh sudah ditentukan, maka plot di peta arah
lintasan kita. Lakukan perjalanan dengan sudut kompas tersebut dan pergunakan cara melambung jika
medannya tidak memungkinkan untuk dilalui, dengan tidak melupakan poin 2 dan 3. Cara berjalan di
rawa :
1. Bawa tongkat dan tali. Tongkat untuk mengukur kedalaman lumpur rawa, dan tali untuk
membantu menarik teman yang terbenam.
2. Berjalan secara beriringan. Usahakan bejalan berdekatan dengan tanaman yang ada, injak bekas
tumbuhan semak, rumput, atau akar tumbuhan yang ada kaarena tanahnya relatif lebih keras. 2
3. Tebas ranting pohon, dan letakkan secara melintang pada jalur yang akan diinjak, gunanya untuk
menahan lajunya turunnya badan kita ke dalam rawa, prinsipnya sama seperti orang berjalan di
atas salju yang lunak dengan menggunakan sepatu ski, semakin luas permukaan yang diinjak,
maka semakin ringan beban yang ditanggung oleh salju.
Waspadalah terhadap binatang yang banyak terdapat di sekitar tanaman yang tumbuh di daerah
rawa, umunya mereka berbisa.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Harto, Sri Br. 2002. Analisis Hidrologi. PT.Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
2. Triatmodjo, Bambang. 2008. HidrologiTerapan. Beta Offset: Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sugeng, Supomo, Hitung Pelayaran MPB-III, Semarang: Balai Pendidikan Latihan Pelayaran
Semarang
2. Hadi, Capt., Supriyono, MM.,Stabilitas-MPB III, Makasar: PIP Makasar
BAB IV
MATRA
MANAJEMEN
ORGANISASI
B. TBM-Cs
Tim Bantuan Medis Calamus scriptorius Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
berdiri pada tanggal 15 Oktober 1995. Didirikannya organisasi dilatarbelakangi ini keinginan besar
untuk mengembangkan minat dan bakat mahasiswa Fakultas Kedokteran di bidang keterampilan medis
praktis dan kepencinta alaman.
Tim Bantuan Medis Calamus scriptorius atau disingkat sebagai TBM-Cs merupakan wadah bagi
para anggotanya untuk melaksanakan amanat kemanusiaan dan pengabdian masyarakat. Melalui
organisasi ini juga para mahasiswa kedokteran dalam tingkat lokal mencoba untuk memberikan
kontribusi yang nyata dalam membantu menyelesaikan permasalahan sosial kemasyarakatan. Ini
terbukti dari kegiatan-kegiatan riil seperti bakti sosial, penanganan bencana alam, dan lain sebagainya.
Pendirian TBM-Cs juga diorientasikan untuk. menyediakan tenaga medis bagi kegiatan-kegiatan
kemahasiswaan, para event organizer, kelompok pecinta alam dan masyarakat umum. Kini TBM-Cs
telah memiliki 318 anggota/personil dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat dan para sarjana kedokteran di RSUD Ulin Banjarmasin.
a. Sejarah TBM-Cs
Tim Bantuan Medis Calamus sciptorius Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
(TBM-Cs FK ULM) didirikan pada tanggal 15 Oktober 1995 oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran
ULM dengan dr. Dames Indra Laga sebagai pendiri dan juga ketua pertamanya. Inisiatif
didirikannya organisasi ini dilatarbelakangi oleh keinginan yang besar untuk mengembangkan minat
dan bakat mahasiswa di bidang keterampilan medis praktis dan kepencinta alaman. Berdirinya TBM-
Cs saat itu diorientasikan untuk menyediakan tenaga medis bagi mahasiswa dan kelompok-
kelompok pencinta alam dalam melakukan kegiatan-kegiatannya.
Seiring dengan perkembangan organisasi, orientasi keorganisasian yang semula lebih menitik
beratkan pada kegiatan kepencinta alaman, kemudian lebih diarahkan pada pendidikan dan pelatihan
untuk pelayanan kegawatdaruratan medis dan sosial kemanusiaan dengan tetap mempertahankan
tradisi kepencintaalaman. Selain itu, orientasi keorganisasian juga berkembang terutama dalam hal
penyediaan tenaga medis.
TBM-Cs FK ULM setiap tahunnya mengadakan pergantian kepengurusan sebagai regenerasi
demi kemajuan organisasi. Ketua TBM-Cs FK ULM yang pertama yaitu Dames Indra Laga,
kemudian dilanjutkan oleh Ahmad Fadlian Noor, Meitria Syahadatina Noor, Mei Noor Handayani,
Doni Saputera, Priadinata Suardi, M. Taufiqurrahman, Gusti Noor Ramadany S, Kus Ageriyawan,
Rizky Yusnida A, Endah Ayu Rahmadhani Sugiarto, Ramadhan Maulana Hikmat, M. Yudhistira
A.R , Riyadh, Mega Amaliani Salystina dan pada periode kepengurusan 2016-2017 ini diketuai oleh
Fajar Pratama Sandi.
Dalam masa-masa pencarian jati diri, organisasi ini pernah mengalami pergantian sifat
organisasi dari Badan Semi Otonom (BSO) menjadi Badan Otonom (BO) sebanyak 2 kali, dan
kembali lagi ke sifat BSO pada tahun 2004. Tetapi pada Mubes IX TBM-Cs tahun 2010 ini
disepakati bahwa TBM-Cs menjadi divisi khusus HIMA PSPD dengan harapan dapat menjalin
hubungan yang lebih baik dengan seluruh civitas akademika FK ULM.
Kini TBM-Cs juga menyediakan tenaga medis bagi para event organizer yang ingin
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seperti konser musik ataupun kegiatan lainnya yang
memerlukan tenaga medis.
b. MAKSUD
Menyalurkan dan mengembangkan minat dan bakat mahasiswa FK ULM dalam bidang
medis praktis dan kepencintaalaman.
c. Tujuan
1. Meningkatkan kualitas sumber daya mahasiswa di Fakultas Kedokteran ULM
2. Membina dan meningkatkan kerja sama antar sesama anggota TBM-Cs FK ULM dan antar
seluruh civitas akademika FK ULM.
3. Memberikan bantuan penanganan kesehatan kepada masyarakat dalam menanggulangi
bencana kemanusiaan dan kecelakaan pra rumah sakit terutama yang berkaitan dengan
kegawatdaruratan.
d. Usaha
TBM-Cs FK ULM memiliki orientasi usaha yang tidak bertentangan dengan asas dan tujuan :
1. Menumbuhkembangkan kreativitas civitas akademik.
2. Menanamkanrasa kebersamaan dan keakraban serta kekeluargaan diantara civitas akademika
dan masyarakat.
3. Memberikan pelayanan kepada masyarakat.
e. Struktur Organisasi
1. Pelindung
Rektor Universitas Lambung Mangkurat
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
2. Dewan Pembina
Dr. dr. Meitria Syahadatina Noor, M.Kes
dr. Eka Yudha Rahman,M.Kes,Sp.U
dr. Agung Ary Wibowo Sp.B(K)BD
3. Pengurus Harian
Merupakan pelaksana harian kepengurusan organisasi, yang terdiri atas ketua umum, wakil
ketua, sekretaris, bendahara, dan pengurus-pengurus bidang. Adapun bidang-bidang yang
terdapat dalam struktur Pengurus Harian TBM-Cs FK ULM, sebagai berikut :
Bidang Medis Praktis
Melaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan medis
anggota TBM-Cs
Bidang Logistik
Mengelola dan mengadakan sarana dan prasarana yang dimiliki untuk kepentingan
organisasi.
f. Anggota
Perekrutan anggota TBM-Cs FK ULM melalui pelaksanaan Pendidikan dasar (DIKDAS) dan
Pendidikan Pemantapan (DIKTAP) yang dilaksanakan setahun sekali. Adapun jenis keanggotaan
TBM-Cs FK ULM sebagai berikut :
1. Anggota Muda adalah anggota TBM-Cs FK ULM yang masih tercatat resmi sebagai
mahasiswa PSPD FK ULM yang telah mengikuti Pendidikan Dasar TBM-Cs dan belum
mengikuti Pendidikan Pemantapan TBM-Cs.
2. Anggota Biasa adalah anggota TBM-Cs FK ULM yang masih tercatat resmi sebagai
mahasiswa PSPD FK ULM dan telah mengikuti Pendidikan Dasar dan Pendidikan Pemantapan
TBM-Cs.
3. Anggota Luar Biasa adalah anggota yang terdaftar resmi di TBM-Cs FK ULM yang sedang
menempuh pendidikan keprofesian kedokteran di FK ULM
4. Dewan Pertimbangan adalah anggota yang terdaftar resmi di TBM-Csyang sudah
menyelesaikan pendidikan di FK ULM
5. Dewan Kehormatan adalah pendiri TBM-Cs dan orang-orang yang pernah dan sedang
membina TBM-Cs.
PENUTUP
Tim Bantuan Medis Calamus scriptorius berdiri berdasarkan keinginan mahasiswa untuk
mengembangkan diri di bidang medis praktis dan kepencinta alaman. Di mana mahasiswa kedokteran
melalui organisasi TBM dapat menjadi insan medis yang mampu menerapkan ilmu medis.
A. Pengelolaan Konflik
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan :
1. Disiplin
Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer
perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika
belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
3. Komunikasi
Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif.
Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan
komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara
hidup.
Dominasi (Penekanan)
Metode-metode dominasi biasanya memilki dua macam persamaan, yaitu : (a) Mereka menekan
konflik, dan bahkan menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut menghilang “di
bawah tanah”; (b) Mereka menimbulkan suatu situasi manang-kalah, di mana pihak yang kalah
terpaksa mengalah kaena otoritas lebih tinggi, atau pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka
biasanya menjadi tidak puas, dan sikap bermusuhan muncul. Tindakan dominasi dapat terjadi dengan
macam-macam cara sebagai berikut :
a. Dominasi (Penekanan)
1. Memaksa (Forcing)
Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara,
saya berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua argumen habis
sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi
konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan
(Malicious obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk
konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terus-menerusa diterapkan.
Membujuk (Smoothing)
Dalam kasus membujuk, yang merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi)
konflik dengan cara yang lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan
pentingnya ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk phak lain, untuk
mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi dibandingkan
dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut dapat bersifat
efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu,
atau tidak memahami persoalan yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan menentangnya.
Menghindari (Avoidence)
Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar datang pada seorang manajer untuk
meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut campur dalam
persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan tidak puas. Memang perlu diakui
bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik, merupakan seuah bentuk tindakan menghindari.
Bentuk lain adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur
waktu, dan berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”
blok yang memberi suara terus-menerus mencapai kemenangan, maka pihak yang kalah akan
merasa diri lemah dan mereka akan mengalami frustrasi.
3. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain.
Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.