Anda di halaman 1dari 9

i

TUGAS
PENATAAN RUANG PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Oleh

Ruri Indraswara Kaimudin (201663017)

JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN & ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2019
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penyusunan makalah ini. Untuk itu, segala saran dan kritik dari para pembaca
sangat kami butuhkan demi kesempurnaan penyusunan proposal di masa yang akan
datang.
Akhirnya dalam kesederhanaan bentuk ini, kami berharap semoga karya tulis
ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya terkhususnya bagi
mahasiswa

Penyusun
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

A. DPSIR Model ................................................................................................. 3

B. Analisis DPSIR (Driver–Pressure–State–Impact–Response) ......................... 3

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 6


1

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Maluku merupakan salah satu provinsi kepulauan di Indonesia. Terdapat sekitar
1.340 pulau di Maluku. Pulau-pulau di provinsi Maluku dikelilingi oleh lautan
dengan luas 658.294,69 km2 dan kebanyakan merupakan pulau-pulau kecil. Pulau-
pulau tersebut jika di presentasekan setara dengan 92,40 % lautan. Pulau kecil
memiliki karakteristikmyang spesifik bila dibandingkan dengan wilayah daratan
pada umumnya, karena memiliki luas wilayah yang terbatas dan memiliki
kerentanan yang disebabkan oleh kondisi geografisnya, baik dari segi biofisik
maupun sosial-ekonomi (Abeyratne 1999; Briguglio 1995; Velde, Green,
Vanclooster& Clothier 2007 dalam Pinuji et al., 2018).
Pulau kecil memiliki kerentanan terhadap aktivitas manusia, bencana alam dan
perubahan iklim, yang mana akan berpengaruh terhadap kelangsungan kehidupan
ekosistem pada aras lokal. Aktivitas manusia yaitu berupa pembangunan yang
dalam pelaksanaannya dari waktu ke waktu, peranan atau fungsi lahan sebagai
“ruang” tempat pelaksanaan kegiatan pembangunan semakin penting. Tuntutan
kebutuhan hidup penduduk untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi
semakin banyak, sehingga volume dan jenis kegiatan semakin banyak yang
memerlukan ruang (Zulkifli, 2013).
Selain itu, bencana alam dan perubahan iklim juga dapat berakibat pada naiknya
air laut, dimana dapat berpangaruh terhadap sumber mata pencaharian bagi
sebagian besar penduduk pulau kecil (Pinuji et al., 2018). Lebih lanjut, pulau kecil
juga memiliki kerentanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam, baik daratan
maupun lautan, yang akan berpengaruh terhadap stabilitas ekosistem yang
merupakan kunci dari keberlangsungan sebuah pulau kecil.
Pola penggunaan lahan di pulau-pulau kecil menunjukan penggunaan lahan yang
tercampur untuk permukiman, perdagangan dan jasa, pemerintahan serta lahan
pertanian. Sebagian besar lahan digunakan sebagai lahan pertanian. Ditinjau dari
aspek tata ruang, maka kondisi penggunaan lahan di pulau-pulau kecil kurang
efisien, karena letak atau lokasi peruntukan lahan tidak didasarkan pada hubungan
2

fungsional antara tiap peruntukan lahan tersebut (RTRW Kab. Luwu 2010 dalam
Zulkifli, 2013).
Dari uraian di atas, maka penataan ruang kecil dan pulau-pulau kecil perlu untuk
diatur dengan baik sebagai upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
sehingga dapat menjadi hal yang mendasar dan wajib dilakukan oleh pemerintah
untuk menyongsong pembangunan ke depan.
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. DPSIR Model
Tahun 1994 Organizational for Economic Co-operation and Development
(OECD) mempublikasikan bahwa model awal dari indikator kondisi lingkungan
adalah dalam susunan Pressure-State-Response (PSR), yang didefinisikan sebagai
aktivitas-aktivitas manusia yang memberikan pressure terhadap lingkungan
sehingga menyebabkan perubahan terhadap kualitas dan kuantitas sumber daya
alam. Metode tersebut disebut DPSIR. Metode ini dilakukan dengan menguraikan
driving force (faktor penyebab), pressure (tekanan/faktor pendorong/katalis yang
mempercepat perubahan kondisi suatu keadaan), states (kondisi awal), impact
(dampak dari perubahan tersebut), serta responses (respon dari stakeholder/subjek
terkait terhadap perubahan tersebut) (Pinuji et al., 2018).

Sumber: http://esl.jrc.it/envind/theory/handb_03.htm
Gambar 1. Model DPSIR

B. Analisis DPSIR (Driver–Pressure–State–Impact–Response)


Untuk melihat berbagai faktor pendorong terjadinya tekananan pengelolaan
sumberdaya kawasan pulau-pulau kecil dampak yang ditimbulkan serta bagaimana
respon utnuk mengantisipasinya maka digunakan analisis Driver-Pressure-State-
Impact-Response (DPSIR). Berikut merupakan penjelasan dari DPSIR sebagai
berikut:
4

a. Driving Force (D)


Driving force (D) merupakan perubahan sosial, ekonomi dan sisteminstitusional
yang terjadi, dan hubungannya yang menjadi pemicu terhadap tekanan (Pressures)
secara langsung dan tidak langsung. Potensi jasa ekosistem merupakan bagian dari
sistem sosial sekaligus bagian dari sistem ekonomi (Aromadhon, 2014).
b. Pressures (P)
Pressures (P) merupakan konsekuensi dari aktivitas manusia (missal: pembuangan
limbah kimia; bahan fisik dan biologi; ekstraksi dan penggunaan sumberdaya,
perubahan lahan) yang berpotensi untuk menyebabkan perubahan terhadap
lingkungan dan jasa lingkungan (impact) (Aromadhon, 2014). Beberapa aktivitas
manusia yang dapat menimbulkan pressure yaitu pemanfaatan sumber daya alam
dan lingkungan yang berlebihan, perubahan dalam penggunaan sumberdaya dan
emisi (bahan kimia, limbah, radiasi, kebisingan) ke udara, air dan tanah.
c. State (E)
State (E) dari lingkungan adalah kuantitas dari kondisi biologi, fisik dan kimia
ekosistem dan fungsi ekosistem, kerentanan dan fungsi ekosistem pada suatu area
tertentu (Aromadhon, 2014). Perubahan secara fisik, kimia atau biologis yang
terjadi pada sumberdaya alam dan lingkungan dalam suatu kawasan mempengaruhi
kualitas ekosistem dan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan kata lain perubahan
state berdampak (impact) pada lingkungan dalam fungsinya sebagai ekosistem,
kemampuan pendukung hidup ekosistem dan akhirnya berdampak pada tingkat
kesehatan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
d. Impact (I)
Impacts merupakan perubahan fungsi ekosistem, berdampak negative terhadap
kesehatan lingkungan, dan berpengaruh terhadap perubahan jasa ekosistem, baik
secara sosial dan ekonomi (Aromadhon, 2014). Lebih lanjut, salah satu impacts
adalah abrasi pantai yang dapat berdampak negatif dari kerusakan ekosistem
mangrove.
e. Response (R)
Response (R) merupakan sebuah kebijakan yang diinisisasi oleh lembaga atau grup
(stakeholders) yang secara langsung atau tidak langsung mendasari persepsisosial
terhadap dampak (Impact) untuk menjaga, mengeliminasi, mengurangi atau
5

beradaptasi sebagai konsekuensi yang harus dijalani (Aromadhon, 2014). Response


meliputi penetapan peraturan, perubahan strategi manajemen dan lain-lain. Contoh
response yang dilakukan oleh petani dalam mengantisipasi dampak perubahan hasil
pertanian adalah dengan memodifikasi alat pertanian.
Dalam penggunaan metode DPSIR sangat bermanfaat dalam menentukan
strategi penyelesaian masalah lingkungan, dalam hal ini untuk mengambil
keputusan berdasarkan hasil formulasi hubungan antara aktivitas manusia yang
terdiri dari beberapa sektor dengan lingkungan hidup, yang dipandang sebagai
sebuah rantai keterikatan (Giupponi 2002 dalam Pinuji et al., 2018). Lebih lanjut
dalam jurnalnya di jelaskan bahwa dengan memahami secara lebih mendalam
mengenai drivers, pressures, states, impacts dan responses, kita akan dapat lebih
memahami bagaimana dinamika penggunaan tanah di pulau kecil khususnya di
Maluku. sebagai contoh rencana pengembangan strategis, rencana zonasi, dan
rencana aksi bagi penataan penggunaan dan peruntukan tanah di wilayah pulau
kecil di Wilayah Pulau Masalembu (Pinuji et al., 2018).

Gambar 2. Analisis DPSIR untuk Dinamika Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah


di Wilayah Pulau Masalembu
6

DAFTAR PUSTAKA

Aromadhon, R. (2014). Struktur Permasalahan Pengembangan Ekosistem


Mangrove Berkelanjutan di Kecamatan Klampis dan Sepulu Kabupaten
Bangkalan. [PDF Online].

Pinuji, S., Suhattanto, M. A., & Ariant, T. (2018). Dinamika dan Tantangan
Penggunaan Dan Pemanfaatan Tanah Di Wilayah Pulau Kecil. Bhumi Vol.
4 No. 1.

Zulkifli. (2013). Strategi Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Lahan di Wilayah


Walenrang Lamasi. [Tesis] PROGRAM PASCASARJANA Universitas
Pattimura.

Anda mungkin juga menyukai