CIKALONGWETAN
NOMOR 441/A.2/RSUD.CW/1591/XII/2017
TENTANG
PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
CIKALONGWETAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIKALONGWETAN
Menimbang :
a. bahwa agar penyelenggaraan rumah sakit dapat efektif,efisien, dan berkualitas
diperlukan aturan dasar yangmengatur pemilik, direksi dan komite medik dan
medis;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksuddalam huruf a perlu
menetapkan dengan Peraturan Bupati Bandung Barat tentang Peraturan
Internal Rumah Sakit UmumDaerah Cikalongwetan Kabupaten Bandung
Barat.
Mengingat :
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang PraktekKedokteran
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentangTenaga Kesehatan
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 755 / Menkes / PER/IV / 2011 tentang
Penyelenggaraan Komite ;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 772 / Menkes / SK /VI 2002 tentang
Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit(Hospital By Laws);
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 77 tahun 2015tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERTAMA :
PERATURAN BUPATI TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH CIKALONGWETAN.
MUKADIMAH
A. Latar Belakang
Saat ini telah terjadi pergeseran paradigma rumah sakit yang semula sebagai
lembaga sosial telah menjadi lembaga sosio-ekonimi yang dapat dijadikan subyek
hukum sehingga perlu diantisipasi dengan adanya kejelasan tentang hak dan tanggung
jawab serta peran masing-masing pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan
rumah sakit yang diatur dalam Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Laws)
yang terdiri dari Peraturan Internal Korporasi (Coorporate by Laws) dan Peraturan
Internal Staf Medis (Medical Staff by Laws).
Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan yang tenaganya multi
disiplin dan sarat teknologi tidak menutup kemungkinan terjadi adanya konflik antar
pihak yang berkepentingan baik antara pelanggan dengan pemberi pelayanan medis,
maupun antara pemilik dengan pengelola atau pengelola dengan stafnya.
Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Laws) merupakan salah satu
bentuk aturan tertulis yang berlaku untuk rumah sakit.Pengelola rumah sakit pada
dasarnya ditentukan oleh ketiga kelompok pihak yang berperan besar yaitu
Pemerintah Daerah Bandung Barat selaku Pemilik, Direksi dan Staf Medis
Fungsional. Oleh karena itu dalam Hospital By Laws ini akan diatur hubungan hak
dan kewajiban, tanggung jawab dan peran dari Dewan Pengawas selaku wakil dari
pemilik, Direksi dan Komite-Komite serta Staf Medis Fungsional (SMF) dalam
rumah sakit.
Meningkatnya kesadaran serta kepekaan hukum masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan akhir-akhir ini, mendorong timbulnya tuntutan hukum terhadap
rumah sakit maka Peraturan Internal Rumah Sakit Umum Daerah Cikalongwetan
Kabupaten Bandung Barat (Hospital By Laws) menjadi acuan tertulis yang sangat
diperlukan.
Pada tahun 2017 Rumah Sakit Umum Daerah Cikalongwetan Kabupaten
Bandung Barat telah membuat Peraturan Internal (Hospital By Laws) Rumah Sakit
Umum Daerah Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat yang telah ditetapkan
dengan Keputusan Republik Indonesia No. HK. 03.05/I/664/2009.
Dengan terbitnya Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
Peraturan Menteri Kesehatan RI 755/Menkes/Per/I/2011 tentang Penyelenggaraan
Komite Medik di Rumah Sakit Umum Daerah Cikalongwetan Kabupaten Bandung
Barat sudah tidak sesuai lagi, sehingga harus direvisi menyesuaikan dengan peraturan
yang ada.
C. Manfaat
1. Bagi Pemilik :
a. Untuk mengetahui tujuan rumah sakit lebih jelas;
b. Mampu memberikan arahan dalam mencapai tujuan rumah sakit;
c. Acuan dalam menyelesaikan konflik
2. Bagi Rumah Sakit :
a. Merupakan acuan hukum dalam menyusun kebijakan manajerial atau
operasional;
b. Memiliki kepastian hukum dalam pembagian batas kewenangan, hak,
kewajiban, dan tanggung jawab;
c. Memenuhi persyaratan akreditasi rumah sakit dan Badan Layanan
Umum.
3. Bagi Staf Medis Fungsional :
a. Mengetahui visi, misi dan tujuan rumah sakit.
b. Mengetahui hak dan kewajiban pasien.
BUKU KESATU
PERATURAN INTERNAL KORPORASI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
29. Tindakan Medis adalah suatu tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
dilakukan terhadap pasien, baik untuk tujuan preventif, diagnostik, terapeutik,
ataupun rehabilitatif.
30. Komite Medik adalah wadah non-struktur fungsional yang sedang di beri
tugas mengkordinasikan kegiatan Komite Medik dalam rangka menjaga mutu
etika profesi
31. Komite Medik adalah wadah profesional medis yang anggotanya terdiri dari
ketua-ketua Staf Medik Fungsional dan atau yang mewakili disiplin ilmu
tertentu.
32. Sub Komite adalah kelompok kerja yang dibentuk oleh Komite Medik untuk
mengatasi masalah khusus, Sub komite ditetapkan dengan surat keputusan
Direksi atas usul Komite Medik.
33. Hak Klinis adalah kewenangan yang diberikan oleh Direktur melalui Komite
Medis melalui surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Cikalongwetan.
34. Kewenangan Klinis (Clinical Privilege) adalah hak khusus seorang staf medis
untuk melakukan sekelompok pelayanan medis tertentu dalam lingkungan
rumah sakit untuk suatu periode tertentu yang dilaksanakan berdasarkan
penugasan klinis (Clinical Appoinment);
35. Penugasan Klinis (Clinical Privilege) adalah penugasan kepada seorang staf
medis untuk melakukan sekelompok pelayanan medis di rumah sakit
berdasarkan daftar kewenangan klinis yang telah ditetapkan bagi staf medis
yang bersangkutan.
36. Kredensial adalah proses evaluasi terhadap staf medis untuk menentukan
kelayakan yang diberikan kewenangan klinis (Clinical Privilege);
37. Rekredensial adalah proses re-evaluasi terhadap staf medis yang telah
memiliki kewenangan klinis (Clinical Privilege) untuk menentukan kelayakan
pemberian kewenangan klinis yang telah diberikan.
38. Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis/Dokter Gigi Spesialis adalah
dokter/dokter gigi yang sedang mengikuti pendidikan Dokter/Dokter Gigi
Spesialis di RSUD Cikalongwetan.
39. Program Studi Profesi Dokter (PSPD) adalah peserta didik yang sedang
mengikuti pendidikan dokter/dokter gigi di Fakultas Kedokteran/Gigi di
bawah pengawasan dan tanggungjawab supervis SMF yang ketentuannya
diatur dalam perjanjian kerjasama antara RSUD Cikalongwetan dengan
Fakultas Kedokteran/Gigi.
40. Patient Safety adalah keselamatan pasien atau dengan pengertian lain adalah
suatu sistem di mana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko.
BAB II
IDENTITAS
Bagian Pertama
Kedudukan Rumah Sakit
Pasal 2
1. Nama rumah sakit ini adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cikalong
wetan yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat.
2. RSUD Cikalongwetan merupakan rumah sakit pemerintah yang menerapkan
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU).
3. Alamat RSUD Cikalongwetan Bandung Barat adalah di Jalan Raya
Padalarang-Purwakarta Km. 11, Desa Ciptagumati , Kecamatan Cikalong
wetan, Kabupaten Bandung Barat
4. RSUD Cikalongwetan adalah pusat rujukan wilayah Kabupaten Bandung
Barat bagian Barat dan sekitarnya
Bagian Kedua
Visi dan Misi
Pasal 3
1. Visi rumah sakit adalah “Menjadi rumah sakit yang unggul, berkualitas dan
mandiri”.
2. Misi rumah sakit adalah “Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
bermutu, paripurna dan mandiri.”
Bagian Ketiga
Nilai-Nilai, Motto, Tujuan dan Logo
Pasal 4
4. Logo
5. Logo Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mempunyai 3 warna,
yaitu biru muda, putihyang bermakna RSUD Cikalongwetan sebagai rumah
sakit yang memiliki tiga bidang unggulan yaitu Pelayanan, Pendidikan dan
Penelitian dan terdapat warna biru tua yang menunjukkan arah timur atau
“wetan”dalam bahasa Sunda.
BAB III
PEMILIK
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
Pemerintah Kabupaten Bandung Baratberwenang :
1. Mengangkat dan memberhentikan Direksi.
2. Mengangkat dan memberhentikan Dewan Pengawas.
3. Mengawasi dan mengevaluasi kinerja Rumah Sakit UmumDaerah Cikalong
wetan.
Pasal 8
BAB IV
DEWAN PENGAWAS
Bagian Pertama
Kedudukan
Pasal 9
1. Dewan Pengawas adalah suatu unit struktural yang bersifat independen dan
bertanggung jawab kepada pemilik rumah sakit
2. Dewan Pengawas dibentuk oleh pemilik rumah sakit.
Pasal 10
1. Ketua dan Anggota Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Bupati
Bandung Barat.
2. Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikam oleh Bupati Bandung Barat
dengan surat keputusan;
3. Pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak bersamaan
waktunya dengan pengangkatan Direksi;
4. Keanggotaan Dewan Pengawas berjumlah 5 (lima) orang, terdiri dari 1 (satu)
orang ketua dan 4 (empat) orang anggota;
5. Keanggotaan Dewan Pengawas dapat terdiri dari unsur-unsur :
a. Pemilik Rumah Sakit;
b. Pejabat Kementerian/Instansi lain yang kegiatannya berhubungan
dengan rumah sakit;
c. Tenaga ahli/tokoh masyarakat yang sesuai dengan kegiatan rumah
sakit;
d. Asosiasi perumahsakitan;
e. Organisasi profesi
6. Dalam hal terjadi kekosongan jabatan ketua dalam suatu masa kepengurusan
Dewan Pengawas maka Bupati Bandung Barat mengangkat seorang ketua
untuk sisa masa jabatan hingga selesainya masa jabatan.
7. Masa jabatan Dewan Pengawas ditetapkan 5 (lima) tahun.
Pasal 11
Bagian Kedua
Tugas, Kewajiban, Wewenang dan Penilaian Kinerja Dewan Pengawas
Pasal 12
1. Tugas Dewan Pengawas adalah :
a. Menentukan arah kebijakan rumah sakit;
b. Menyetujui dan mengawasi pelaksanaan rencana strategis;
c. Menilai dan menyetujui pelaksanaan rencana anggaran;
d. Mengawasi pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya;
e. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien;
f. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban rumah sakit;
g. Mengawasi kepatuhan penerapan etika rumah sakit, etika profesi dan
peraturan perundang-undangan.
2. Dewan Pengawas dalam melakukan tugasnya berkewajiban :
a. Melakukan pengawasan terhadap pengurusan RSUD Cikalongwetan
Bandung Barat yang meliputi pelaksanaan Rencana Bisnis dan
Anggaran dan Rencana Strategis Bisnis sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. Memberikan pendapat dan saran kepada Dinas Kesehatan Kabupaten
Bandung Barat mengenai Rencana Bisnis dan Anggaran yang
diusulkan oleh Direksi RSUD Cikalongwetan Bandung Barat
c. Mengikuti perkembangan kegiatan RSUD Cikalongwetan Bandung
Barat dan memberikan pendapat dan saran kepada Dinas Kesehatan
mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengurusan
RSUD Cikalongwetan Bandung Barat;
d. Memberikan laporan kepada Dinas Kesehatan bila terjadi gejala
penurunan kinerja RSUD Cikalongwetan Bandung Barat.
3. Dewan Pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada DinasKesehatan
secara berkala, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) semester dan atau
sewaktu-waktu.
Pasal 13
Pasal 14
Penilaian kinerja Dewan Pengawas dilakukan oleh Bupati Kabupaten Bandung Barat.
Pasal 15
Segala biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas Dewan Pengawas
dibebankan kepada dana pendapatan rumah sakit, dan dimuat Rencana Bisnis dan
Anggaran (RBA) rumah sakit.
Bagian Ketiga
Rapat Dewan Pengawas
Pasal 16
1. Rapat Dewan Pengawas adalah rapat yang diselenggarakan atau dihadiri oleh
Dewan Pengawas untuk membahas hal-hal yang dianggap perlu dalam
melakukan kegiatan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi
RSUD Cikalongwetan Bandung Barat;
2. Rapat Dewan Pengawas terdiri dari:
a. Rapat Internal Dewan Pengawas
b. Rapat Koordinasi Dewan Pengawas dengan Direksi RSUD Cikalong
wetan Bandung Barat
c. Rapat Khusus
3. Rapat dapat dilaksanakan sesuai jadwal atau kebutuhan walaupun tidak
dihadiri oleh Ketua atau Anggota Dewan Pengawas maupun Direksi RSUD
Cikalongwetan Bandung Barat secara lengkap, kecuali apabila terkait dengan
pengambilan kebijakan atau keputusan yang bersifat strategis.
4. Dalam setiap penyelenggaraan rapat, Sekretaris Dewan Pengawas membuat
risalah rapat.
BAB V
DIREKSI RUMAH SAKIT
BagianPertama
Pengelolaan, Pengangkatan, Fungsi, Tugas, Wewenang
Tanggung Jawab dan PemberhentianDireksi
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
1. Dalam hal Direktur tidak bisa menjalankan tugas dan fungsinya karena harus
meninggalkan Rumah Sakit sementara waktu (kurang dari 3 bulan) maka
Wakil Direktur Administrasi Umum dan Keuangan otomatis akan
menjalankan fungsi sebagai Pengganti Sementara Direktur.
2. Apabila Direktur tidak bisa menjalankan tugas dan fungsinya lebih dari tiga
bulan atau terjadi kekosongan jabatan Direktur karena suatu hal dan belum
ditetapkan pejabat baru maka Bupati Bandung Barat akan menunjuk Pelaksana
Tugas untuk bertindak dalam jabatan tersebut untuk jangka waktu yang akan
ditentukan.
3. Apabila semua Direktur berhalangan tetap melakukan pekerjaanya atau
jabatan Direktur terluang seluruhnya dan belum di angkat penggantinya, maka
pengelolaan rumah sakit untuk sementara di jalankan oleh Dewan Pengawas.
Pasal 21
Pasal 22
Bagian Kedua
Tugas Pokok dan Fungsi Direksi
Pasal 23
Bagian Ketiga
Koordinasi Antar Direksi
Pasal 25
Pasal 26
1. Rapat Direksi adalah rapat yang di selenggarakan antara Direktur Utama dan
para Direktur untuk membahas hal-hal yang di anggap perlu dalam
pelaksanaan tugas pengelolaan rumah sakit;
2. Rapat Direksi di selenggarakan sekurang-kurang nya 1 (satu) bulan sekali;
3. Keputusan Rapat Direksi di ambil atas dasar musyawarah untuk mufakat.
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 29
Rapat Khusus adalah rapat yang di selenggarakan oleh Direktur Utama di luar jadwal
rapat rutin untuk mengambil keputusan terhadap hal-hal yang di anggap khusus.
BAB VI
KOMITE, SATUAN PEMERIKSAAN INTERNAL (SPI), DAN PANITIA/TIM
Bagian Pertama
Komite
Pasal 30
Pasal 31
Bagian Kedua
Komite Etik dan Hukum
Pasal 32
1. Komite Etik dan Hukum di pimpin oleh seorang ketua yang di angkat dan di
berhentikan oleh Direktur Utama.
2. Komite Etik dan Hukum merupakan wadah non struktural yang
keanggotaannya di pilih dan di angkat oleh Direktur Utama.
3. Pembentukan Komite Etik dan Hukum di tetapkan oleh Direktur Utama untuk
masa kerja 3(tiga) tahun.
4. Komite Etik dan Hukum mempunyai tugas :
a. Memberikan pertimbangan kepada Direktur Utama dalam hal
menyusun dan merumuskan medikoetiklegal dan etik pelayanan rumah
sakit;
b. Menyelesaikan masalah etik kedokteran, etik keperawatan, etik
kebidanan, etik apoteker, etik profesi lainnya, etik rumah sakit, serta
penyelesaian pelanggaran terhadap kode etik pelayanan rumah sakit;
c. Melakukan pemeliharaan etika penyelengaraan fungsi rumah sakit,
kebijakan yang terkait dengan hospital bylaws serta medical staff
bylaws, gugus tugas bantuan hukum dalam penanganan masalah
hukum di rumah sakit.
Bagian Ketiga
Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
Pasal 33
1. Komite mutu dan keselamatan pasien di pimpin oleh seorang ketua yang di
angkat dan di berhentikan oleh Direktur Utama.
2. Komite mutu dan keselamatan pasien merupakan wadah non struktural yang
keanggotaannya terdiri dari berbagai profesi yang terkait dengan bidang
pengendalian mutu dan keselamatan pasien rumah sakit.
3. Pembentukan komite mutu dan keselamatan pasien di tetapkan Direktur
Utama untuk masa kerja 3(tiga) tahun.
4. Komite mutu dan keselamatan pasien mempunyai tugas :
a. Memberikan pertimbangan kepada Direktur Utama
b. Menyusun dan merumuskan pedoman mutu dan keselamatan pasien.
c. Melakukan kerjasama antar unit kerja.
d. Memantau dan mengevaluasi kondisi fasilitas rumah sakit dan
dokumentasi.
e. Melaporkan kegiatan pengembangan mutu dan keselamatan pasien di
rumah sakit.
5. Kegiatan kerja komite mutu dan keselamatan pasien terdiri dari :
a. Pengembangan mutu (Akreditasi dan Sertifikasi).
b. Manajemen risiko dan Keselamatan pasien
c. Monitoring evaluasi kerja.
6. Pengumpulandatadan pelaporan data indikator kinerja RSUD Cikalong wetan :
a. Data di kumpulkan oleh Person InCharge (PIC) pengumpul data
indikator kinerja bersama dengan Infection Prevention and Control
Nurse (IPCN) link, penanggung jawab program pengendalian resisten
Antimiroba, Tim keselamatan pasien, K3RS.
b. Unit kerja mengumpulkan data pencapaian seluruh indikator di unit
kerjanya dan melaporkan kepada komite mutu dan keselamatan pasien
dengan tembusan kepada Direktur terkait.
c. Komite mutu dan keselamatan pasien melakukan analisa data dan
memberikan pertimbangan/ rekomendasi kepada Direktur Utama guna
perbaikan mutu dan keselamatan pasien yang berkesinambungan.
d. Direktur Utama melakukan pembahasan di rapat pimpinan.
e. Direktur Utama mengeluarkan kebijakan untuk perbaikan mutu dan
keselamatan pasien rumah sakit yang di sampaikan kepada Direktur
terkait yang akan meneruskanya sebagai umpan balik ke unit kerja
dengan tembusan ke Komite mutu dan keselamatan pasien.
Bagian Keempat
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Pasal 34
Bagian Kelima
Satuan Pemeriksaan Internal (SPI)
Pasal 35
1. Satuan Pemeriksaan Internal di pimpin oleh seorang ketua yang di angkat dan
di berhentikan oleh Direktur Utama.
2. Pembentukan Satuan Pemeriksaan Internal di tetapkan oleh Direktur Utama.
3. Tugas pokok Satuan Pemeriksaan Internal adalah melakukan pemeriksaan
terhadap semua unsur kegiatan di lingkungan rumah sakit yang menggunakan
sumber daya rumah sakit.
4. Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana di maksud pada ayat 3 (tiga),
Satuan Pemeriksaan Internal berfungsi :
a. Melakukan pemeriksaan pengelolaan operasional, mencakup
efektivitas pencapaian tujuan setiap kegiatan, efisiensi penggunaan
sumber daya, keandalan data dan informasi, dan ketaatan terhadap
peraturan perundangan yang berlaku;
b. Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan tindak lanjut dari hasil
temuan aparat pemeriksaan eksternal;
c. Melakukan penilaian/review atas laporan keuangan berkala.
d. Melakukan penelusuran mengenai kebenaran laporan atau informasi
tentang hambatan, penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang
yang terjadi;
e. Memberikan saran dan alternatif pemecahan atas penyimpangan yang
terjadi;
f. Melakukan pengujian dan penilaian terhadap laporan/kegiatan atas
disposisi Direktur Utama.
5. Tujuan Satuan Pemeriksaan Internal :
a. Terpantaunya segala kegiatan di rumah sakit dari segi administratif dan
manajerial;
b. Terawasinya semua kegiatan administrasi dan manajerial di
lingkungan rumah sakit, pelayanan medik maupun pelayanan non
medik;
c. Terselesaikannya masalah-masalah yang menyangkut pelaksanaan
kebijakan dan peraturan perundangan yang berlaku;
d. Terselesaikannya masalah/temuan pemeriksaan aparat pemeriksaan
eksternal.
Bagian Keenam
Panitia / Tim
Pasal 36
BUKU KEDUA
PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS
BAB VII
STAF MEDIS
Pasal 37
Tujuan dari peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff By Laws) di antaranya
adalah:
1. Memberikan landasan hukum bagi komite medik guna melaksanakan tugas
dan fungsinya dalam menyelenggarakan tata kelola klinis yang baik (Good
Clinical Governance) di rumah sakit.
2. Pengorganisasian SMF agar Staf Medis di rumah sakit dapat lebih menata diri
dengan fokus terhadap kebutuhan pasien, sehingga menghasilkan pelayanan
medis yang berkualitas dan bertanggung jawab.
Pasal 38
1. Staf Medis (SM) adalah dokter ( dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis
dan dokter gigi spesialis ) yang bergabung dalam salah satu kelompok staf
medis yang di namakan Staf Medis Fungsional (SMF).
2. Staf Medis dalam melaksanakan keprofesiannya wajib mengikuti tata kelola
Klinis ( Clinical Governance) di tingkat SMF dan tingkat rumah sakit.
3. Dalam pelaksanaan tata kelola klinis Staf Medis bertanggung jawab kepada
kepala Staf Medis Fungsional.
Pasal 39
Pasal 40
1. Direksi menetapkan kriteria dan syarat-syarat penugasan bagi setiap staf medis
untuk suatu tugas atau jabatan Klinis tertentu dan akan menyampaikan hal
tersebut kepada setiap Staf Medis yang menghendaki penugasan klinis di
rumah sakit.
2. Staf Medis yang telah mendapat penugasan klinis di rumah sakit dapat
berstatus sebagai dokter tetap atau dokter tidak tetap yang telah mempunyai
Surat Ijin Praktek (SIP).
3. Dalam melaksanakan penugasan klinis di rumah sakit, staf medis
berkewajiban :
a. Menangani pasien dalam batas-batas sebagaimana di tetapkan oleh
Direksi setelah mempertimbangkan daya dukung fasilitas rumah sakit
dan bila di perlukan rekomendasi dari subkomite kredensial;
b. Mencatat segala tindakan yang di perlukan untuk menjamin agar
rekam medis tiap pasien yang di tanganinya di rumah sakit terisi secara
lengkap, jelas, akurat dan di kerjakan tepat waktu;
c. Memperhatikan segala permintaan rumah sakit yang di anggap wajar
sehubungan dengan tindakan di rumah sakit dengan mengacu pada
ketentuan pelayanan yang berlaku di rumah sakit;
d. Mematuhi kode etik kedokteran/kedokteran gigi yang berlaku di
Indonesia, baik yang berkaitan dengan kewajiban terhadap masyarakat,
pasien, teman sejawat dan diri sendiri;
e. Memperhatikan syarat-syarat umum praktik klinis yang berlaku di
rumah sakit.
Pasal 41
Bagian Pertama
Umum dan Tujuan SMF
Pasal 42
1. Staf Medis Fungsional (SMF) adalah kelompok dokter (dokter umum, dokter
gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis) yang berhak memberikan
pelayanan medis di RSUD Cikalongwetan berdasarkan Surat Tanda Registrasi
(STR) dan Surat Ijin Praktik (SIP);
2. Staf Medis Fungsional dan organisasinya di bentuk dan di tetapkan oleh
Direktur Utama;
3. Pengelompokan anggota SMF adalah berdasarkan keahlian dan atau
spesialisasi yang ada di RSUD Cikalongwetan.
4. Staf Medis Fungsional terdiri dari minimal 3(tiga) dokter, dengan Surat Tanda
Registrasi dan Surat Ijin Praktik yang sama. Bila kurang dari 3(tiga) dokter,
maka dokter tersebut bergabung dengan Staf Medis Fungsioanal yang lain;
5. Status hubungan kerja, kewenangan dan tanggung jawab bagi Staf Medis di
atur sesuai dengan status kepegawaiannya.
Pasal 43
Tujuan dari pengorganisasian Staf Medis Fungsional adalah agar staf medis di RSUD
Cikalongwetan dapat lebih menata diri dengan fokus terhadap kebutuhan pasien,
sehingga menghasilkan pelayanan medis yang profesional, berkualitas dan
bertanggung jawab.
Bagian Kedua
Tugas, Tanggung Jawab, Kewajiban, Kewenangan dan Pengorganisasian Staf
Medis Fungsional (SMF)
Pasal 44
Pasal 45
Pasal 46
Staf Medis Fungsional mempunyai kewajiban :
1. Membuat Standar Prosedur Operasional (SPO) pelayanan medis bidang
keilmuan yang terdiri dari Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur
Operasional ;
2. Standar Prosedur Operasional bidang adminitrasi/manajerial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi pengaturan tugas rawat jalan, rawat inap,
pengaturan tugas jaga, rawat intensif, pengaturan tugas di kamar operasi,
kamar bersalin, dan lain sebagainya, pengaturan kunjungan , pertemuan
Klinis, presentasi kasus ( kasus kematian, kasus langka, kasus sulit, kasus
penyakit tertentu), prosedur Konsultasi dan lain-lain di bawah Koordinasi
Direktur Medik dan Keperawatan;
3. Menyusun indikator Kinerja Mutu Klinis/mutu pelayanan medis yang meliputi
indikator output atau outcome.
4. Menyusun Panduan Praktek Klinis untuk masing-masing SMF sebagai standar
dalam melakukan kinerja pelayanan medis.
Pasal 47
Pasal 48
Bagian Ketiga
Kepala Staf Medis Fungsional
Pasal 49
Pasal 50
Pasal 51
Bagian Keempat
Anggota Staf Medis Fungsional (SMF)
Pasal 52
Pasal 53
Pasal 54
Pasal 55
Pasal 56
Pasal 57
Pasal 58
Setiap dokter yang di terima sebagai Staf Medis rumah sakit di berikan Kewenangan
Klinis (Clinical Privilege) oleh Direktur Utama setelah memperhatikan rekomendasi
dari Komite Medik:
1. Penentuan Kewenangan Klinis didasarkan atas jenis ijasah/ sertifikat yang di
akui oleh masing-masing organisasi profesi;
2. Berdasarkan hasil kredensial Sub Komite Kredensial di rumah sakit;
3. Dalam hal kesulitan menentukan Kewenangan Klinis maka Komite Medik
dapat meminta informasi atau pendapat dari Kolegium terkait.
Pasal 59
1. Dalam hal menghendaki agar Kewenangan Klinisnya di perluas maka Staf
Medis yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Direktur
Utama dengan menyebutkan alasan serta melampirkan bukti berupa sertifikat
pelatihan yang di akui oleh organisasi profesi dan atau pendidikan yang dapat
mendukung permohonannya;
2. Sesuai dengan permohonan sebagaimana yang di maksud pada ayat 1 (satu)
maka Direktur Utama akan meminta Komite Medik untuk melakukan
Kredensial;
3. Direktur Utama berwenang mengabulkan atau menolak permohonan
sebagaimana di maksud pada ayat 1 (satu) setelah mempertimbangkan
rekomendasi Komite Medik;
4. Setiap permohonan perluasan Kewenangan Klinis yang di kabulkan di
tuangkan pada penugasan klinis dalam bentuk surat keputusan Direktur Utama
di sampaikan kepada pemohon serta di tembuskan kepada Komite Medik;
5. Apabila permohonan perluasan kewenangan Klinis di tolak, penolakan
tersebut di tuangkan dalam surat pemberitahuan penolakan yang di
tandatangani oleh Direktur Utama dan disampaikan kepada pemohon serta di
tembusakan kepada Komite Medik.
Pasal 60
Pasal 61
Pasal 63
BAB X
PENUGASAN KLINIS
Pasal 64
1. Setelah melalui proses Kredensial Direktur Utama akan menerbitkan surat
Penugasan Klinis yang menghimpun seluruh Kewenangan Klinis yang di
miliki oleh seorang Staf Medis Fungsional;
2. Kewenangan Klinis yang terhimpun dalam surat Penugasan Klinis
sebagaimana yang di maksud pada ayat 1 (satu) di tetapkan oleh Direktur
Utama dengan memperhatikan rekomendasi yang di terbitkan Komite Medik;
3. Surat Penugasan Klinis hanya dapat di berikan kepala Staf Medis yang di
terbitkan oleh Konsil Kedokteran / kedokteran Gigi Indonesia.
Pasal 65
1. Surat Penugasan Klinis di rumah sakit pada seorang Staf Medis hanya dapat di
tetapkan bila yang bersangkutan menyetujui syarat-syarat sebagai berikut;
a. Memenuhi syarat sebagai Staf Medis berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan lain sebagaimana di
tetapkan dalam peraturan Internal Rumah Sakit;
b. Menangani pasien dalam batas-batas sebagaimana di tetapkan oleh
Direktur Utama setelah mempertimbangkan daya dukung fasilitas
rumah sakit;
c. Mencatat seluruh pelayanan dan tindakan medis yang diberikan kepada
pasien, untuk menjamin agar rekam medis tiap pasien yang di
tanganinya di rumah sakit diisi lengkap, benar dan tuntas dalam jangka
waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
d. Memperhatikan segala permintaan rumah sakit yang di anggap wajar
sehubungan dengan pelayanan dan tindakan medis di rumah sakit
dengan mengacu pada Panduan Praktik Klinik (PPK), Clinical
Pathway dan Prosedur operasional/manajerial/administrasi yang
berlaku di rumah sakit;
e. Mematuhi etika kedokteran yang berlaku di Indonesia, baik yang
berkaitan dengan kewajiban terhadap masyarakat, kewajiban terhadap
pasien, teman sejawat dan diri sendiri;
f. Memperhatikan syarat-syarat umum Praktik Klinis yang berlaku di
rumah sakit.
2. Staf Medis yang mendapat Penugasan Klinis di rumah sakit dapat berstatus
sebagai dokter purna waktu, dokter paruh waktu, dokter tamu atau dokter
konsultan;
3. Surat Penugasan Klinis sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1(satu) berlaku
selama 3(tiga) tahun.
Pasal 67
1. Surat Penugasan Klinis sebagaimana yang di maksud pada ayat 6(enam) dapat
berakhir sebelum jangka waktu 3(tiga) tahun dalam hal :
a. Ijin Praktik yang bersangkutan sudah tidak berlaku sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
b. Kondisi fisik atau mental Staf Medis yang bersangkutan tidak mampu
lagi melakukan pelayanan medis secara menetap; atau
c. Staf Medis telah berusia 60 tahun atau Dokter Pendidik Klinis telah
berusia 65 tahun namun yang bersangkutan masih dapat di angkat
berdasarkan kebijakan/ pertimbangan Direktur Utama; atau
d. Staf Medis tidak memenuhi kriteria dan syarat-syarat yang di tetapkan
dalam Kewenangan Klinis (Clinical Privilege) atau kontrak; atau
e. Staf Medis ditetapkan telah melakukan tindakan yang tidak
profesional, kelainan atau perilaku menyimpang lainnya sebagaimana
di tetapkan oleh Komite Medik; atau
f. Staf Medis diberhentikan oleh Direktur Utama karena melakukan
pelanggaran disiplin kepegawaian sesuai peraturan yang berlaku; atau
g. Staf Medis diberhentikan oleh Direktur Utama karena yang
bersangkutan mengakhiri kontrak dengan rumah sakit setelah
mengajukan pemberitahuan 1 (satu) bulan sebelumnya.
2. Jangka waktu penugasan Staf Medis akan berakhir sesuai dengan ketetapan
dan / atau kontrak kerja yang berlaku (bagi tenaga kontrak, tenaga honorer,
tamu dan konsultan).
BAB XI
PENJAGAAN MUTU PELAYANAN MEDIS
Pasal 68
BAB XII
DOKTER PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN
(DPJP)
Bagian Pertama
Umum
Pasal 69
1. DPJP Utama untuk pasien pribadi atau yang disebut Dokter Spesialis adalah
dokter yang menangani pasien. Apabila diperlukan alih tanggung jawab DPJP,
maka harus dilakukan secara tertulis oleh para pihak.
2. DPJP Utama di jabat oleh koordinator Pelayanan Medis SMF di instalasi yang
merawat pasien pertama kali. Apabila terjadi alih tanggung jawab maka di
lakukan secara tertulis dan bila di perlukan, DPJP Utama dapat di bantu oleh
beberapa DPJP yang ditentukan oleh kepala SMF/instalasi yang bersangkutan.
3. DPJP Utama dari pasien yang memerlukan perawatan bersama adalah dokter
konsultan ahli yang pertama kali menangani pasien tersebut. Apabila di
perlukan alih tanggung jawab, maka dilakukan secara tertulis oleh para pihak
dengan format yang ada.
Pasal 70
Bagian Kedua
Prosedur Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP)
Pasal 71
BAB XII
KOMITE MEDIK
Bagian Pertama
Umum
Pasal 72
1. Komite Medik adalah organisasi non struktural yang dibentuk oleh Direktur
Utama.
2. Tugas Komite Medik adalah meningkatkan profesionalisme Staf Medis
dengan :
a. Melakukan kredensial dan rekredensial seluruhStafMedis;
b. Memelihara mutu profesi Staf Medis dalam pelayanan,
c. Menjaga disiplin, etika dan perilaku Staf Medis.
3. Komite Medik di pimpin oleh seorang ketua dan disebut sebagai ketua Komite
Medik dengan susunan perangkat organisasinya sebagai berikut :
a. Ketua Komite Medik
b. Wakil Ketua Komite Medik
c. Sekretaris Komite Medik
d. Anggota terdiri dari :
i. Sub Komite Kredensial
ii. Sub Komite Mutu Profesi Medis
iii. Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi
4. Pengangkatan dan pemberhentian seluruh personalia Komite Medik oleh
Direktur Utama.
5. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana pada ayat 2 (dua) di atas Komite
Medik menyusun dan membuat pedoman yang diperlukan untuk kemudian di
tetapkan penggunaannya oleh Direktur Utama.
Bagian Kedua
Rapat
Pasal 73
Pasal 74
Pasal 75
Pasal 76
1. Komite Medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola
klinis (Clinical Governance) agar staf medis di rumah sakit terjaga
profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi
medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis.
2. Komite Medik merupakan organisasi non struktural yang dibentuk di rumah
sakit oleh Direktur Utama.
3. Komite Medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan wadah
perwakilan dari staf medis.
Pasal 77
1. Ketua Komite Medik ditetapkan oleh Direktur Utama, dengan memperhatikan
masukan dari staf medis yang bekerja di rumah sakit.
2. Ketua Komite Medik dipilih oleh Direktur Utama dari 3 (tiga) orang calon
yang diajukan.
3. Dalam menetapkan Ketua Komite Medik, Direktur Utama dapat meminta
pendapat dari Dewan Pengawas.
4. Sekretaris Komite Medik dan Ketua Sub Komite ditetapkan oleh Direktur
Utama berdasarkan rekomendasi dari Ketua Komite Medik dengan
memperhatikan masukan dari staf medis yang bekerja di rumah sakit.
BAB XIII
PENGORGANISASIAN SUB KOMITE
Pasal 78
Komite Medik dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Sub Komite, yang terdiri
dari:
1. Sub Komite Kredensial;
2. Sub Komite Mutu Profesi;
3. Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi.
Pasal 79
Pembentukan Sub Komite ditetapkan oleh Direktur Utama dengan masa kerja 3 (tiga)
tahun atas usulan Ketua Komite Medik setelah memperoleh kesepakatan dalam rapat
pleno Komite Medik.
Pasal 80
BAB XV
SUBKOMITE KREDENSIAL
Pasal 81
1. Sub Komite Kredensial di rumah sakit terdiri atas 5 (lima) orang staf medis
yang memiliki surat Penugasan Klinis (Clinical Appoinment) di rumah sakit.
2. Pengorganisasian Sub Komite Kredensial sekurang-kurangnya terdiri dari
Ketua, Sekretaris, dan Anggota, yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab
kepada Ketua Komite Medik.
Pasal 82
Pasal 83
Proses Kredensial yang dilakukan oleh Sub Komite Kredensial meliputi elemen :
1. Kompetensi :
a. Berbagai area kompetensi sesuai standar kompetensi yang disahkan
oleh pemerintah dan lembaga yang berwenang;
b. Kognitif/ keilmuan;
c. Afektif/ attitude;
d. Psikomotor/ keterampilan.
2. Kompetensi fisik;
3. Kempetensi mental/ perilaku;
4. Perilaku etis (Ethical Standing).
Pasal 84
Pasal 85
1. Sub Komite Kredensial melakukan Rekredensial bagi setiap staf dalam hal :
a. 2 (dua) bulan sebelum habis masa berlaku surat Penugasan Klinis
(Clinical Appoinment) yang dimiliki oleh staf medis;
b. Staf Medis yang bersangkutan diduga melakukan kelalaian terkait
tugas dan kewenangannya;
c. Staf Medis yang bersangkutan diduga terganggu kesehatannya, baik
fisik maupun mental;
d. Staf Medis yang bersangkutan diduga melakukan tindakan pelanggaran
etika profesi;
e. Staf Medis yang bersangkutan telah menyelesaikan pendidikan profesi
lanjutan.
Pasal 86
1. Sub Komite Mutu Profesi di rumah sakit terdiri atas 7 (tujuh) orang staf medis
yang memiliki surat Penugasan Klinis (Clinical Appoinment) di rumah sakit
dan berasal dari disiplin ilmu yang berbeda.
2. Pengorganisasian Sub Komite Mutu Profesi sekurang-kurangnya terdiri dari
Ketua, Sekretaris, dan Anggota, yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab
kepada Ketua Komite Medik.
Pasal 87
Pasal 88
1. Audit medis yang dilakukan oleh rumah sakit adalah kegiatan evaluasi profesi
secara sistemik yang melibatkan Mitra Bestari (Peer Group)yang terdiri dari
kegiatan Peer-Review Surveillance dan Assessment terhadap pelayanan medis
di rumah sakit.
2. Hasil dari audit medis sebagaimana pada ayat (1) berfungsi :
a. Sebagai sarana untuk melakukan penilaian terhadap kompetensi
masing-masing staf medis pemberi pelayanan di rumah sakit;
b. Sebagai dasar untuk pemberian Kewenangan Klinis (Clinical
Privilege) sesuai kompetensi yang dimiliki;
c. Sebagai dasar bagi Komite Medik dalam merekomendasikan
pencabutan atau penangguhan Kewenangan Klinis (Clinical Privilege);
d. Sebagai dasar bagi Komite Medik dalam merekomendasikan
perubahan/modifikasi rincian Kewenangan Klinis seorang staf medis.
Pasal 89
Pasal 90
BAB XVII
SUBKOMITE ETIKA DAN DISIPLIN PROFESI
Pasal 91
1. Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi di rumah sakit terdiri atas 4 (empat)
orang Staf Medis yang memiliki suratPenugasan Klinis (Clinical
Appointment) di Rumah Sakit dan berasal dari disiplin ilmu yang berbeda.
2. Pengorganisasian Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi sekurang kurangnya
terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota, yang ditetapkan oleh Direktur
Utama dan bertanggung jawab kepada Ketua Komite Medik.
Pasal 92
Pasal 93
Tolak ukur yang menjadi dasar dalam upaya pendisiplinan perilaku professional Staf
Medis, antara lain:
1. Pedoman pelayanan kedokteran di rumah sakit;
2. Prosedur kerja pelayanan di rumah sakit:
3. Daftar Kewenangan Klinis di rumah sakit;
4. Pedoman syarat-syarat kualifikasi untuk melakukan pelayanan medis (White
Paper) di rumah sakit;
5. Kode etik kedokteran Indonesia;
6. Pedoman perilaku professional kedokteran (buku penyelenggaraan praktik
kedokteran yang baik).
7. Pedoman pelanggaran disiplin kedokteran yang berlaku di Indonesia;
8. Pedoman pelayanan medik/klinik;
9. Standar prosedur operasional asuhan medis.
Pasal 94
1. Penegakan Disiplin Profesi dilakukan oleh sebuah panel yang dibentuk oleh
ketua Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi.Panel terdiri dari 3 (tiga) orang
staf medis atau lebih dalam jumlah ganjil dengan susunan sebagai berikut:
a. 1 (satu) orang dari Sub Komite Etik dan Disiplin Profesi yang
memiliki disiplin ilmu yang berbeda dari yang diperiksa;
b. 2 (dua) orang atau lebih Staf Medis dari disiplin ilmu yang sama
dengan yang diperiksa dapat berasal dari dalam rumah sakit atau luar
rumah sakit, baik atas permintaan Komite Medis dengan persetujuan
Direktur rumah sakit atau Direktur rumah sakit terlapor.
2. Panel tersebut dapat juga melibatkan Mitra Bestari yang berasal dari rumah
sakit.
3. Keikutsertaan Mitra Bestari yang berasal dari luar rumah sakit mengikuti
ketentuan yang ditetapkan oleh rumah sakit berdasarkan rekomendasi Komite
Medik.
Pasal 95
Pasal 96
Pasal 97
Tiap- tiap Sub Komite bertanggungjawab kepada Komite Medik mengenai
pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepadanya.
Pasal 98
1. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Medik dapat dibantu oleh
Panitia Adhoc.
2. Panitia Adhoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur
Utama RSUD Cikalongwetan berdasarkan usulan ketua Komite Medik.
3. Panitia Adhoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari Staf Medis
yang tergolong sebagai Mitra Bestari.
4. Staf Medis yang masuk sebagai Mitra Bestari sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dapat berasal dari rumah sakit lain, perhimpunan dokter
spesialis/dokter gigi spesialis, kolegium dokter/dokter gigi, kolegium dokter
spesialis/dokter gigi spesialis, dan/atau institusi pendidikan
kedokteran/kedokteran gigi.
BAB XVIII
PERARTURAN PELAKSANAAN TATA KELOLA KLINIS
(CLINICAL GOVERNANCE)
Pasal 99
Guna melaksanakan Tata Kelola Klinis (Clinical Govermance) di rumah sakit maka
setiap medis berkewajiban untuk :
1. Melaksanakan keprofesian medis sesuai dengan Kewenangan Klinis dan
Penugasan Klinis masing-masing dalam Tata Kelola Klinis (Critical
Governance) rumah sakit dan kelompok Staff Medis Fungsional (SMF);
2. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional yang disesuaikan dengan
kebutuhan medis pasien;
3. Melakukan konsultasi kepada dokter umum, dokter gigi, dokter gigi spesialis
dan dokter spesialis lain dengan disiplin yang sesuai dengan kebutuhan pasien;
4. Merujuk pasien apabila ditemukan keterbatasan kemampuan, sarana dan
prasarana pada rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien.
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 100
Tata Urutan Peraturan
1. Peraturan Internal Rumah Sakit ini selanjutnya akan menjadipedoman semua
peraturan dan kebijakan Rumah Sakit yangdibuat dengan Keputusan Direktur.
2. Setiap satuan kerja harus membuat standar prosedur operasional yang
mengacu pada Peraturan Internal Rumah Sakit.
3. Semua kebijakan operasional, prosedur tetap administrasi, danmanajemen
Rumah Sakit tidak boleh bertentangan denganPeraturan Internal Rumah Sakit.
4. Tata urutan peraturan yang berlaku sebagai berikut:
a. Peraturan Internal Rumah Sakit.
b. Keputusan Direktur dan Peraturan Tata Tertib Rumah Sakit.
c. Keputusan Instalasi, Kepala Bidang dalam hirarki struktural,Kepala
kelompok Non Struktural/ Fungsional untuk hal-halyang teknis
operasional di bidangnya dan dipertanggungjawabkan kepada atasan
langsungnya.
Pasal 101
Pasal 102
Ditetapkan di : Cikalongwetan
Pada tanggal : Desember 2017
DIREKTUR
RSUD CIKALONGWETAN
Ttd
(……………………..)
(…………………………..)
(…………………)
PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BARAT
rSUD CIKALONG wetan
Jl. Padalarang–Purwakarta No.290 Km 11 CikalongWetan Kode Pos 40556
Email:rsudcikalongwetan@gmail.com Website: www.rsudcikalongwetan.comTelp 022
868666243
Menimbang :
c. bahwa agar penyelenggaraan rumah sakit dapat efektif,efisien, dan berkualitas
diperlukan aturan dasar yangmengatur pemilik, direksi dan komite medik dan
medis;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksuddalam huruf a perlu
menetapkan dengan Peraturan Bupati Bandung Barat tentang Peraturan
Internal Rumah Sakit UmumDaerah Cikalongwetan Kabupaten Bandung
Barat.
Mengingat :
9. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
10. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang PraktekKedokteran
11. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
12. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
13. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentangTenaga Kesehatan
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 755 / Menkes / PER/IV / 2011 tentang
Penyelenggaraan Komite ;
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 772 / Menkes / SK /VI 2002 tentang
Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit(Hospital By Laws);
16. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 77 tahun 2015tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERTAMA :
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
CIKALONGWETAN TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH CIKALONGWETAN.
Ditetapkan di : Cikalongwetan
Pada tanggal : Desember 2017
DIREKTUR
RSUD CIKALONGWETAN