Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik yang selanjutnya disingkat CPOTB
meraupakan pedoman yang dikeluarkan oleh BPOM melalui Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI Nomor :HK.03.1.23.06.11.5629 tahun 2011 tentang perrsyaratan teknis cara
pembuatan obat tradisional yang baik. CPOTB meliputi seluruh aspek yang menyangkut
pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan
senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan
mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani.
Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa perlu terus dilestariakan dan
dikembangkan untuk menunjang pembangunan kesehatan. Produksi, dan penggunaan obat
tradisional di Indonesia memperlihatkan kecendrungan terus meningkat. Perkembangan ini
telah mendorong pertumbuhan usaha di bidang obat tradisional, mulai dari usaha budidaya
tanaman obat, usaha industry obat tradisional, penjaja dan penyeduh obat tradisional atau jamu.
Bersamaan itu upaya pemanfaatan obat tradisional dalam pelayanan kesehatan formal juga
terus digalakkan melalui berbagai kegiatan uji klinik kearah pengembangan fito farmaka
(Ditjen POM, 1999).
Disisi lain banyak dijumpai kasus peredaran obat tradisional yang tidak terdaftar, obat
tradisional yang mengandung bahan kimia obat atau mengandung bahan-bahan berbahaya
lainnya serta obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu. Peredaran dan
penggunaan obat tradisional seperti ini selain sangat membahayakan kesehatan/jiwa
masyarakat sebagai konsumen.
Guna melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat tradisional yang tidak
terdaftar atau tidak memenuhi syarat, ditempuh dengan adanya aturan yang mengatur tentang
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Penerapan CPOTB merupakan
persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui dunia
internasional. Untuk itu sistem mutu hendaklah dibangun, dimantapkan dan diterapkan
sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Dengan
demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk obat tradisional Indonesia
agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun
internasional.
Mengingat pentingnya penerapan CPOTB maka pemerintah secara terus menerus
memfasilitasi industri obat tradisional baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan
CPOTB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram. Dengan adanya
perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak hanya dalam bentuk Obat Tradisional
(Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, maka Pedoman
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ini dapat pula diberlakukan bagi industri yang
memproduksi Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
Aspek-aspek dalam CPOTB antara lain meliputi :
1. Ketentuan umum
2. Personalia
3. Bangunan
4. Peralatan
5. Sanitasi dan hygiene
6. Pengolahan dan pengemasan
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri
9. Dokumentasi
10. Penanganan terhadap hasil pengamatan produk di peredaran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 CARA PRODUKSI OBAT TRADISIONAL YANG BAIK
CPOTB merupakan cara pembuatan obat tradisional yg diikuti dengan pengawasan
menyeluruh & bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yg senantiasa memenuhi
persyaratan yg berlaku (Kepmenkes No. 659/MENKES/SK/X/1991)
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang
menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan
mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani.
Dalam memproduksi obat tradisional setiap IOT/IKOT wajib melaksanakan CPOTB,
yang dituangkan dalam Kepmenkes RI No. 659/Menkes/SK/X/1991 tentang Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik.
CPOTB meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang
bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang
berlaku.
Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem
jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem mutu hendaklah dibangun,
dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan
dapat dicapai. Dengan demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk obat
tradisional Indonesia agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar
dalam negeri maupun internasional. Mengingat pentingnya penerapan CPOTB maka
pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri obat tradisional baik skala besar
maupun kecil untuk dapat menerapkan CPOTB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang
terprogram. Dengan adanya perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak hanya dalam
bentuk Obat Tradisional (Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka, maka Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ini dapat pula
diberlakukan bagi industri yang memproduksi Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
2.2 Aspek – Aspek CPOTB
1. Personalia
 Organisasi, kualifikasi dan tanggungjawab
Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu
hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan
tanggungjawab satu sama lain. Kepala bagian produksi hendaklah memperoleh
pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam pembuatan obat tradisional.
Mereka hendaklah mempunyai kewenangan dan tanggungjawab dalam manajemen
produksi yang meliputi semua pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia
produksi, area produksi dan pencatatan. Kepala bagian pengawasan mutu
hendaklah memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam bidang
pengawasan mutu. Mereka hendaklah diberi kewenangan penuh dan
tanggungjawab dalam semua tugas pengawasan mutu meliputi penyusunan,
verifikasi dan penerapan semua prosedur pengawasan mutu. Mereka mempunyai
kewenangan menetapkan persetujuan atas bahan awal, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi spesifikasi, atau menolaknya apabila
tidak memenuhi spesifikasi, atau yang dibuat tidak sesuai prosedur dan kondisi
yang telah ditetapkan. Hendaklah dijabarkan kewenangan dan tanggungjawab
personil-personil lain yang ditunjuk untuk menjalankan Pedoman CPOTB dengan
baik. Hendaklah tersedia personil yang terlatih dalam jumlah yang memadai, untuk
melaksanakan supervisi langsung di setiap bagian produksi dan unit pemeriksaan
mutu.

 Pelatihan
Semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan hendaklah
dilatih dalam pelaksanaan pembuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara
Pembuatan yang Baik. Pelatihan CPOTB hendaklah dilakukan secara
berkelanjutan. Catatan hasil pelatihan hendaklah dipelihara, dan keefektifannya
hendaklah dievaluasi secara periodik.
2. Bangunan
Bangunan untuk pembuatan obat tradisional harus terhindar dari pencemar, memiliki
rancangan, ukuran dan konstruksi yang memadai sehingga:

 Tahan terhadap pengaruh cuaca, terhindar dari masuknya rembesan dan sarang
serangga, binatang pengerat, burung atau binatang lainnya;
 Memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan.
3. Peralatan
 Peralatan yang digunakan hendaklah memiliki rancang bangun konstruksi yang
tepat, ukuran yang memadai sehingga mutu yang dirancang tiap produk terjamin
secara seragam dari bets ke bets, serta memudahkan pembersihan dan
perawatannya.
 Setiap proses dan peralatan harus divalidasi ulang secara periodik untuk menjamin
bahwa proses dan peralatan tersebut tetap menghasilkan produk sesuai persyaratan.
4. Sanitasi dan Hygiene
 Sanitasi dan higiene meliputi bangunan, peralatan dan perlengkapan, personalia,
bahan dan wadah serta faktor lain sebagai sumber pencemaran produk.
 Pencemaran terhadap produk dengan sifat dan tingkatan yang tidak berpengaruh
langsung pada kesehatan hendaklah dicegah sekecil mungkin.
5. Penyiapan Bahan Baku
 Bahan baku dapat berasal dari simplisia, sediaan galenika, bahan tambahan atau
bahan lainnya, baik berkhasiat maupun tidak berkhasiat, yang digunakan dalam
pengolahan obat tradisional.
 Setiap bahan baku yang digunakan untuk pembuatan obat tradisional hendaklah
memenuhi persyaratan yang berlaku mulai dari penerimaan simplisia (pemeriksaan
secara organoleptik dan laboratoris), pelabelan sesuai klasifikasi bahan baku,
tanggal dan jumlah pemasukan serta pengeluaran (metode FIFO dan FEFO), sortasi
basah dan kering bahan baku.
6. Pengolahan dan Pengemasan
 Pengolahan dan pengemasan dilakukan dengan mengikuti cara yang telah
ditetapkan oleh industri sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan
yang berlaku.
 Sebelum dilakukan pengemasan harus dapat dipastikan kebenaran identitas,
keutuhan serta mutu produk ruahan dan pengemasan.
 Proses pengemasan harus dilaksanakan dengan pengawasan ketat untuk menjaga
identitas dan kualitas produk jadi.
 Dalam kegiatan pengemasan harus ada prosedur tertulis. Semua kegiatan
pengemasan harus dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan
menggunakan pengemasan yang tercantum pada prosedur pengemasan tersebut.
7. Pengawasan Mutu
Bagian pengawasan mutu harus bagian yang tersendiri. Pengawasan mutu merupakan
bagian yang essensial dari cara pembuatan obat tradisional yang baik. Rasa keterikatan
dan tanggung jawab semua unsur dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak
untuk menghasilkan obat trasisional yang bermutu mulai dari bahan awal sampai pada
produk jadi.
8. Inspeksi Diri
 Tujuan inspeksi diri untuk melakukan penilaian pada seluruh aspek pengolahan,
pengemasan dan pengendalian mutu memenuhi mutu CPOTB.
 Program inspeksi diri dirancang untuk mengevaluasi pelaksanaan CPOTB dalam
menetapkan tindak lanjut. Inspeksi diri dilakukan secara teratur dan tindakan
perbaikan yang disarankan harus dilaksanakan. Pelaksanaan inspeksi diri ditunjuk
tim inspeksi yang mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOTB.
9. Dokumentasi
 Dokumentasi pembuatan obat tradisional merupakan bagian dari system informasi
menajemen yang meliputi: spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi,
catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan
pembuatan obat tradisional. (BPOM, 1994)
 Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa petugas mendapat instruksi
secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakan, sehingga
memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang timbul karena
komunikasi lisan.
10. Penanganan terhadap Hasil Pengamatan Produk jadi diperedaran
 Keluhan dan Laporan
Keluhan dan laporan menyangkut kualitas, efek samping yang merugikan hingga
masalah medis lainnya. Semua keluhan dan laporan harus diselidiki dan dievaluasi
serta diambil tindak lanjut yang sesuai.
 Tindak lanjut
Atas dasar hasil evaluasi dan penelitian dilakukan tindak lanjut berupa:
a. Tindakan perbaikan yang diperlukan
b. Penarikan kembali batch obat tradisional atau seluruh obat tradisional yang
bermasalah. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk
yang tidak memenuhi persyaratan atau berdasarkan pertimbangan adanya efek
samping yang tidak diperhitungkan yang dapat merugikan kesehatan.
Penarikan kembali obat tradisional merupakan tindak lanjut penghentian
pembuatan satu jenis obat tradisional yang bersangkutan
c. Tindak lanjut lainnya yang sesuai.
2.3 Penerapan Aspek – Aspek CPOTB pada Industri Obat Tradisional PT.sido
muncul
 Personalia

Saat ini PT. SidoMuncul didukung lebih dari 2000 karyawan dengan tingkat
pendidikan bervariasi dan ditempatkan sesuai dengan keahlian, kemampuan dan kapasitasnya
masing-masing. Sebagai pendukung, SidoMuncul juga memilki tenaga ahli dari berbagai
disiplin ilmu, seperti biologi, ekonomi, farmasi, pertanian, hukum, teknologi pangan, teknik
kimia, teknik elektro, dll. Untuk mengembangkan kemampuan, pada waktu-waktu tertentu
kepada karyawan diberikan kesempatan mengikuti pelatihan, kursus, maupun seminar. Untuk
mendukung pengembangan, PT. SidoMuncul juga merekrut konsultan yang ahli di bidangnya,
misalnya : apoteker, dokter umum, dokter gigi dan spesialis.
 Bangunan dan Ruangan
PT. Sido Muncul memiliki bangunan pabrik seluas 7 hektar, lahan Agrowisata 1,5
hektar, dan sisanya menjadi kawasan pendukung lingkungan pabrik. Dan untuk bangynan
sudah memberikan perlindungan baik bagi karyawan maupun perlindungan terhadap
sarana dan prasarana dalam perusahaan karena terbuat dari bahan yang kuat dan kokoh.
Bangunan gedung tersebut selalu terlihat lebih bersih seperti bangunan baru. Hal ini
disebabkan setiap tahun sekali, dinding-dindingnya selalu dicat ulang agar terlihat lebih
bersih.
Bangunan tersebut dibagi menjadi beberapa ruang yang dibagi menurut fungsinya.
Setiap orang mempunyai luas yang disesuaikan dengan kebutuhan serta kegiatan yang
dialankan sehingga memberikan suasana keluasan dan kenyamanan saat kerja.
Bagian-bagian dari bangunan perusahaan yang berkaitan dengan sanitasi meliputi:
a. Dinding dan Atap
Dinding bangunan terbuat dari batako dengan tinggi 10 m, keuntungan yanng
diperoleh dari penggunaan batako adalah sifatnya yang kuat dan kokoh sehingga
mampu memberikan perlindungan yang maksimal. Selain itu juga mempunyai
daya tahan yang lebih lama jika dibandingkan dengan kayu, triplek, dan sejenisnya.
Dinding bersifat rata dan halus sehingga mudah dibersihkan. Selain itu dinding
yang tidak rata merupakan sarang tumbuhnya mikroorganisme patogen, karena
termpat tersebut umumnya lembab. Disamping itu, dinding tempat produksi juga
dicat ulang secara rutin setiap 1 tahun sekali. Sebab hal ini diharapkan dapat
memberikan kesan yang lebih bersih dan dapat meningkatkan semangat kerja para
karyawannya. Sedangkan atap terbuat dari seng dengan susunan bertingkat, yang
juga berfungsi sebagai ventilasi. Keuntungan dari penggunaan bahan tersebut
adalah ringan dan tahan lama. Namun penggunaan bahan tersebut menimbulkan
panas dalam ruangan, karena bahan tersebut tidak menimbulkan panas dari udara
luar secara maksimal. Selain itu pada saat hujan menimbulkan bunyi berisik
sehingga mengganggu suasana bekerja.
b. Lantai Bangunan
Lantai bangunan berbeda-beda ditiap ruangan. Untuk ruang kantor terbuat dari
keramik, sedangkan pada pabrik/ produksi terbuat dari teraso. Untuk bangunan
lantai antar ruang produksi pun juga dibagi menjadi 2 bagian, yaitu lantai antar
ruang produksi pada umumnya dibuat miring seperti punggung sapi. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi terjadinya kontaminasi, sehingga kotoran–kotoran
atau benda asing yang terjadi selama proses produksi dapat terbuang dengan
sendirinya. Sedangkan Lantai produksi pada umumnya di buat datar, sebab
pembangunan lantai di PT. Sido Muncul Tbk di sesuaikan dengan bentuk topografi
tanahnya. Lantai antar ruang produksi dipisahkan dengan jalan setapak yang tidak
terlalu lebar dan cukup untuk lewatnya traktor pengangkut barang dan jalan ini di
tutup dengan kanopi sehingga terasa lebih teduh. Lantai di ruang produksi biasanya
dibuat lebih tinggi dari pada lantai antar ruang produksi. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi kontaminasi.
c. Ventilasi
Ventilasi berguna untuk mengatasi sirkulasi udara, uap air dan panas. Di PT. Sido
Muncul Tbk ventilasi berasal dari atap yang bertingakat sehingga memudahkan
hembusan udara dari luar. Ventilasi berupa jendela terdapat pada gudang/ ruang
penyimpanan produk jadi siap pasar. Pada umumnya jendela diberi jala dengan
tujuan agar serangga tidak masuk.
d. Penerangan
Penerangan merupakan faktor yang cukup penting dalam pelaksanaan pekerjaan.
Penerangan yang kurang baik memungkinkan pekerjaan kurang sempurna dalam
melihat obyek yang sedang dikerjakan, sehingga dapat mengganggu pekerjaan.
Bila pekerja kurang optimal dalam melakukan pekerjaan, pekerja akan mudah
mengalami lelah fisik terutama organ mata. Hal ini memungkinkan pekerja
menjadi kurang hati-hati dalam melaksanakan pekerjaan dan dapat berakibat
terjadinya kecelakaan. Pada siang hari penerangan perusahaan berasal dari sinar
matahari yang masuk melalui penggunaan atap yang bertingkat. Sedangkan
penerangan dengan menggunakan lampu listrik berwarna putih hanya digunakan
untuk penerangan di malam hari saja. Penerangan juga dipengaruhi oleh warna cat
yang digunakan pada ruang produksi. Pada PT. Sido Muncul Tbk cat pada dinding
berwarna kuning, sehingga memberikan kesan terang dan bersih.
Area pabrik dibagi menjadi 4 zona dimana masing-masing zona memiliki
spesifikasi tertentu. Empat zona tersebut meliputi :
a. Unclassified Area
Area ini merupakan area yang tidak dikendalikan (Unclassified area) tetapi untuk
kepentingan tertentu ada beberapa parameter yang dipantau. Termasuk didalamnya
adalah laboratorium kimia (suhu terkontrol), gudang (suhu terkontrol untuk cold
storage dan cool room), kantor, kantin, ruang ganti dan ruang teknik.
b. Black Area
Area ini disebut juga area kelas E. Ruangan ataupun area yang termasuk dalam
kelas ini adalah koridor yang menghubungkan ruang ganti dengan area produksi,
area staging bahan kemas dan ruang kemas sekunder. Setiap karyawan wajib
mengenakan sepatu dan pakaian black area (dengan penutup kepala).
c. Grey Area
Area ini disebut juga area kelas D. Ruangan ataupun area yang masuk dalam kelas
ini adalah ruang produksi produk non steril, ruang pengemasan primer, ruang
timbang, laboratorium mikrobiologi (ruang preparasi, ruang uji potensi dan
inkubasi), ruang sampling di gudang. Setiap karyawan yang masuk ke area ini
wajib mengenakan gowning (pakaian dan sepatu grey). Antara black area dan grey
area dibatasi ruang ganti pakaian grey dan airlock.
d. White Area
Area ini disebut juga area kelas C, B dan A (dibawah LAF). Ruangan yang masuk
dalam area ini adalah ruangan yang digunakan untuk penimbangan bahan baku
produksi steril, ruang mixing untuk produksi steril , background ruang filling ,
laboratorium mikrobiologi (ruang uji sterilitas). Setiap karyawan yang akan
memasuki area ini wajib mengenakan pakaian antistatik (pakaian dan sepatu yang
tidak melepas partikel). Antara grey area dan white area dipisahkan oleh ruang
ganti pakaian white dan airlock.
Airlock berfungsi sebagai ruang penyangga antara 2 ruang dengan kelas kebersihan
yang berbeda untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari ruangan dengan kelas
kebersihan lebih rendah ke ruang dengan kelas kebersihan lebih tinggi.
Berdasarkan CPOB, ruang diklasifikasikan menjadi kelas A, B, C, D dan E, dimana
setiap kelas memiliki persyaratan jumlah partikel, jumlah mikroba, tekanan,
kelembaban udara dan air change.
Ruang laboratorium dalam PT. Sido Muncul sangat banyak. Laboratorium
ISO17025 produk yang dihasilkan adalah produk yang aman, berkhasiat, rasa dan aroma
khas dan seterusnya. Pada laboratorium di lantai dua terdapat:
a. Laboratorium Formulasi yaitu membuat formulasi dalam suatu produk
b. Laboratorium Produksi yaitu percobaan untuk resep baru dengan sedikit produksi
dalam skala kecil yang bertujuan untuk mengantisipasi kerugian dalam skala yang
besar
c. Laboratorium Mikrobiologi yaitu untuk menerima sampel dari sediaan untuk
menganalisis adanya bakteri
d. Laboratorium Instrumentasi yaitu untuk mengetahui adanya logam berat,
pestisida, dan mengetahui kandungan minyak atsiri
e. Laboratorium kimia yaitu untuk mengetahui zat yang terkandung dalam bahan
baku.Yang dilengkapi peralatan HPLC ( High Pressure Liquid Chromatography ),
GC ( Gas Chromatography ) dan TLC Scanner ( Thin Layer Chromatography )
f. Laboratorium Uji Stabilitas yaitu dengan alat bernama Climatic Chamber
digunakan untuk mengetahui kestabilan produk, dianalisa secara berkala,
kemudian digunakan untuk menetapkan kadaluarsa produk. Biasanya produk
mampu bertahan dalam 14 – 18 bulan.
g. Laboratorium Farmakologi yaitu digunakan untuk menguji produk apakah ada efek
samping dan penentuan dosis yang sesuai pada hewan percobaan seperti mencit.

 Penyimpanan dan Produksi


penyimpanan dilakukan digudang penyimpanan. Persediaan bahan baku dengan sistem
FIFO (First In First Out) , masuk pertama keluar pertama. Hal ini dilakukan agar tidak ada
bahan baku yang menumpuk atau tersimpan terlalu lama yang berakibat pada rusaknya bahan
baku. Sebelum bahan baku diterima untuk proses selanjutnya, terlebih dahulu sampel dari
bahan baku tersebut di teliti oleh tim QC (Quality Control), mempunyai tiga tugas utama
adapun tugas utama dari tim QC (Quality Control) adalah:
a. Mengecek tentang kebenaran bahan baku
Dalam hal ini tim QC (Quality Control) mengecek, apakah bahan baku yang datang
sudah sesuai pesanan.
b. Mengecek tentang kebersihan bahan baku
Bersih disini bukan hanya bersih dari kotoran-kotaran yang terlihat oleh mata
(tanah, lumpur, kerikil, plastik), tetapi yang terpenting adalah bersih dari bakteri-
bakteri yang sifatnya merugikan.
c. Mengecek kadar air bahan baku
Bahan baku tersebut kadar airnya tidak boleh lebih dari 10%. Apabila lebih dari
10%, maka kandungan zat aktif dalam bahan baku akan sedikit. Misalnya kunyit,
jika banyak kandungan air maka warna kuning pada olahan sedikit berkurang.
Pada gudang ini menggunakan lantai biasa bukan keramik agar jika dibersihkan
akan lebih mudah karena lantai biasa tidak ada sekat seperti keramik. Setiap dua jam sekali
ruang gudang bahan baku di ukur kelembabanya menggunakan alat pengatur suhu yang di
cek secara berkala guna mempertahankan suhu agar tetap konstan. Pada gudang bahan
baku para karyawan melakukan pencucian bahan dengan mesin, sortasi atau memisahkan
bahan dari kotoran, melakukan pengeringan dengan oven, masuk pada QC (Quality
Control) untuk menguji kadar air, lalu dikemas dengan karung. Disana juga terdapat ruang
administrasi untuk pencatatan keluar masuknya bahan baku.
Bahan baku non simplisia atau bahan baku jadi diantaranya ada gula pasir, susu,
krim dan sebagainya. Bahan tersebut diambil sampel untuk diuji kelayakannya, ketika
lolos akan masuk ke gudang berikutnya untuk diproses lebih lanjut. Pada proses
pencampuran bahan tidak diperkenankan untuk melihatnya karena merupakan rahasia
perusahaan.
Sesudah proses pencampuran selesai kemudian hasilnya dialirkan melalui pipa-
pipa untuk dilakukan proses pengemasan primer (packaging primer) menggunakan mesin
dua line dan delapan line, proses pengemasan primer adalah mengemas jamu pertama kali
per sachet, satu jam menghasilkan 300 sachet sediaan contohnya Beras Kencur, ESTE-
EMJE dan sebagainya. Kemudian masuk ke proses pengemasan sekunder (packaging
sekunder), yaitu mengemas secara langsung secara manual dengan cara memasukan
kedalam toples atau dus dari sediaan masing-masing, isi dari satu dus lima sachet kecuali
sediaan anak sehat sebelas sachet, disini produk yang sudah jadi dicek kembali dengan
mengambil sampel secara random yaitu meneliti dalam setiap pengemasan karyawan pada
bagian ini meggunakan topi berwarna putih untuk menandakan bahwa karyawan tersebut
adalah bagian pengecekan atau penelitian setiap kemasan dalam dus atau toples. Setelah
selesai proses pengemasan sekunder kemudian produk siap untuk didistribusikan.

 Limbah
Limbah cair dan padat dari produk yang dihasilkan PT. Sido Muncul, jika dibuang
aman, akan tetapi pabrik ini mengolah limbah sendiri agar bermanfaat. Pada limbah cair yang
berasal dari pencucian jahe, alang-alang dan bahan baku lainnya, air tersebut akan dijernihkan
digunakan sebagai penyiraman tanaman atau air hidran dan dimanfaatkan sebagai pemadam
kebakaran. Sedangkan pada limbah padat, organik yang berasal dari ampas jamu atau ekstrak
yang mengandung mikroba untuk kesuburan tanaman yaitu dibuat pupuk organik, herbavan
satu liter, dan nutrisi ternak untuk ayam dan ikan, limbah padat anorganik diantaranya sampah
plastik misal untuk produk kadaluarsa langsung dimusnahkan pada mesin insalator yang
bersuhu 8000C -10000C.
2.4 Pembahasan Kasus Terkait CPOTB
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
 Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara
tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
 Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem
jaminan mutu yang diakui dunia internasional
 Aspek-aspek dalam CPOTB antara lain meliputi :
1. Ketentuan umum
2. Personalia
3. Bangunan
4. Peralatan
5. Sanitasi dan hygiene
6. Pengolahan dan pengemasan
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri
9. Dokumentasi
10. Penanganan terhadap hasil pengamatan produk di peredaran

DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia ed.IV. Jakarta : Depkes RI.
Ditjen POM. 1986. Kodifikasi Peraturan Perundang-undangan Obat Tradisional. Jakarta : Depkes
RI.

Anda mungkin juga menyukai