Anda di halaman 1dari 33

RESPONSI KASUS

MOLUSKUM KONTANGIOSUM

Oleh:
Mochamad Rizal Hermawan Pratama
G99172115

Pembimbing:
dr. Nugrohoaji Darmawan, M. Kes, Sp. KK (K), FINS DV, FAA DV

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN RESPONSI

Kasus responsi yang berjudul: Moluskum Kontangiosum


M. Rizal Hermawan Pratama, NIM G99172115, Periode: 11 Maret – 7 Maret
2019

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dari Bagian Ilmu Kesehatan Kulit
Kelamin RSUD Dr Moewardi – Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Yang bertanda tangan di bawah ini:

Surakarta, 27 Maret 2019

Residen Pemeriksa Chief Residen

dr. Frieda dr. Putri

Staff Pembimbing

dr. Nugrohoaji Darmawan, M. Kes, Sp. KK (K), FINS DV, FAA DV


STATUS RESPONSI
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing : dr. Nugrohoaji Darmawan, M. Kes, Sp. KK (K), FINS


DV, FAA DV
Nama Mahasiswa : Mochamad Rizal Hermawan Pratama
NIM : G99172115

MOLUSKUM KONTANGIOSUM

A. DEFINISI DAN ETIOLOGI


Moluskum kontagiosum (MK) adalah infeksi pada kulit yang muncul
sebagai papula kecil berwarna putih seperti mutiara dan berbentuk kubah,
dengan bagian tengahnya mengalami umbilikasi. Etiologi dari Moluskum
kontangiosum adalah Poxvirus, dari famili Poxviridae, subgenus Molluscipox,
yang secara genetik, terdiri dari 4 subtipe, yang secara klinis tidak dapat
dibedakan. Virus MK (MKV) ditemukan di seluruh dunia. MKV genotipe 1
adalah yang paling umum dan biasanya menjadi penyebab MK pada anak-
anak, sedangkan MKV genotipe 2 cenderung menular melalui hubungan
seksual dan menginfeksi pasien usia remaja dan dewasa.1

B. EPIDEMIOLOGI
Meskipun infeksi MCV terjadi pada individu dari segala usia, prevalensi
infeksi MK terlihat paling sering pada anak-anak. Infeksi MK sering terjadi
pada lingkungan tropis, negara berkembang, dan kondisi lingkungan yang
buruk, dan iklim yang bervariasi. Menurut Indian Health Services (IHS),
menunjukkan prevalensi MK lebih tinggi pada anak-anak American-Indian /
Alaska-Native (AI / AN) yang berusia 1-4 tahun dibandingkan dengan
kelompok usia lainnya, dan angka ini paling tinggi ditemukan pada IHS daerah
barat. 2
C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko dari moluskum kontangiosum pada anak anak antara lain
adalah karena adanya riwayat dermatitis atopi, dan immunosupresi. Adanya
kontak lesi dengan kulit, seperti olahraga close-contact, mandi bersama di
dalam bathtub, dan pengasuhan sehari-hari meningkatkan faktor risiko
terjadinya moluskum kontangiosum pada anak-anak.1
Pada remaja dan dewasa, faktor risiko dari moluskum kontangiosum
adalah melalui aktivitas hubungan seksual. Wanita dengan penggunaan
kontrasepsi oral, infeksi HIV, mencukur bulu kemaluan, pinjam meminjam alat
mandi dengan individu yang terinfeksi MK. Penggunaan obat obatan
imunosupresif, steroid topikal, dan calcineurin inhibitor juga diduga menjadi
faktor resiko dari terjadinya moluskum kontangiosum. Pembuatan tato, Turkish
bath, dan olahraga dengan kontak fisik (judo, gulat, berenang) juga berkaitan
dengan peningkatan resiko penyakit ini.3

D. PATOGENESIS
Virus Moluskum Kontangium (VMK) dapat menular melalui kontak
langsung kulit dengan kulit akibat adanya lesi pada kulit dan mukosa (jarang
terjadi). Hal ini terjadi terutama pada anak-anak, orang dewasa yang aktif
secara seksual, atlet cabang olahraga dengan adanya kontak kulit dengan kulit,
dan pada individu dengan gangguan imunitas seluler.
Virus VMK tertular melalui adanya skin/mucosal break melalui kontak
langsung dengan lesi, kontak seksual, dan autoinokulasi. VMK kemudian
bereplikasi di dalam sel epitel folikel, dan dengan fiksasi rutin menghasilkan
area retraksi yang memisahkan lapisan 1 hingga 3 dari sel stroma CD34 + yang
langsung mengelilingi folikel dari dermis sekitarnya. Gambaran ini dapat
menjadi kurang jelas, ketika lesi meradang, biasanya setelah ruptur ke dermis
sekitarnya. VMK adalah virus yang bereplikasi di dalam sitoplasma. Sel yang
terinfeksi VMK berproliferasi lebih cepat, sementara organel organel pada sel
tersebut menjadi rusak dan akhirnya digantikan oleh badan inklusi
intrasitoplasma yang besar. Sel sel yang berisi virus mendesak epidermis ke
atas, dan pada akhirnya ruptur kemudian VMK terakumulasi di dalam ostium
Pada pasien HIV-1 yang positif, gambaran histologis, serta gambaran klinis,
mungkin tidak khas pada pasien dengan infeksi MK. Tidak hanya lesi yang
sering besar, tetapi lesi yang terjadi juga menjadi verukosa dan sangat
hiperkeratotik. Mekanisme sekuensing genom virus moluskum kontangiosum
merupakan mekanisme virus untuk menghindari sistem imun dari host. Virus
moluskum kontangiosum mampu menghambat aktivitas dan pembentukan dari
kemokin seluler homolog, chemokines binding protein, MHC I homolog dan
viral FLICE-like inhibitory protein.

E. KLINIS
Anamnesis
Salah satu hal yang pertama kali penting ditanyakan adalah onset penyakit
dan riwayat keluarga, karena onset dini dan riwayat keluarga berkaitan dengan
tingginya ekstensi dan rekurensi penyakit. Selain itu, tentukan apakah lesi
merupakan bentuk akut atau kronis, serta keluhan pada persendian, karena
kemungkinan artritis psoriatika pada pasien dengan riwayat pembengkakan
sendi sebelum usia 40 tahun.3
Lesi kronis cenderung stabil berbulan-bulan hingga bertahun-tahun,
sedangkan dalam bentuk akut, lesi dapat muncul mendadak dalam beberapa
hari. Kemungkinan relaps juga bervariasi antar individu. Pasien yang sering
relaps biasanya memiliki lesi yang lebih berat, cepat meluas, melibatkan area
tubuh yang lebih luas, sehingga terapi harus lebih agresif.3
Manifestasi Klinis
Psoriasis merupakan penyakit inflamatorik kronik dengan manifestasi
klinis pada kulit dan kuku. Lesi kulit biasanya merupakan plak eritematosa
oval, berbatas tegas, meninggi,dengan skuama berwarna keperakan, hasil
proliferasi epidermis maturasi premature dan kornifikasi inkomplet keratinosit
dengan retensi nuklei di stratum korneum (parakeratosis).2 Meskipun terdapat
beberapa predileksi khas seperti pada siku, lutut, serta sakrum,lesi dapat
ditemukan di seluruh tubuh.2,4,5Gambaran klinis lain yang dapat menyertai
adalah artritis psoriatika pada sendi interfalang jari tangan, distrofi kuku, dan
lesi psoriatik nail bed.3

Gambar 2. Tempat predileksi psoriasis

Lesi Kulit
Lesi klasik psoriasis adalah plak eritematosa berbatas tegas dan meninggi
dengan skuama diatasnya. Skuama berlapis, kasar, putih seperti mika dan
transparan.1,6 skuama ini merupakan hasil hiperproliferasi epidermis dengan
keratinosit premature dan kornifikasi tidak komplit dengan retensi nucleus
pada stratum korneum (parakeratosis). Kecepatan mitosis keratinosit basal
meningkat dibandingkan kulit normal. Hasilnya epidermis menebal
(akantosis), dengan rete ridges memanjang; dengan kombinasi infiltrate
peradangan pada dermis, semua berkontribusi terhadap ketebalan lesi. Infiltrate
peradangan terdiri dari sel dendritik, makrofag, sel T di dermis dan neutrofil
dengan beberapa sel T di epidermis. Kemerahan pada lesi ini disebabkan
peningkatan jumlah kapiler berliku-liku yang mencapai permukaan kulit
melalui epitelnya yang menipis.6
Lesi kulit cenderung simetris, meskipun dapat unilateral. besar lesi
bervariasi dari lentikular hingga plakat.
Fenomena tetesan lilin: skuama berubah menjadi warna putih setelah
digores dengan menggunakan tepi kaca objek (seperti lilin digores).
Fenomena auspitz: titiktik serum/perdarahan setelah pengerokan perlahan
dengan tepi kaca gelas objek.
Fenomena kobner: kelainan yang sama dengan psoriasis, muncul di
tempat dengan riwayat trauma sebelumnya.1

Gambar 3. Lesi kulit psoriasis vulgaris


Fenomena kobner: kelainan yang sama dengan psoriasis, muncul di
tempat dengan riwayat trauma sebelumnya.1
Tipe Gejala Gejala Lokasi Tatalaksana
tambahan
Plak Papul atau Fenomena Lutut, siku, Topikal
(psoriasis plak berbatas koebner, trunkus dan/atau
vulgaris tegas dengan dimana (permukaan sistemik,
yang paling skuama perkembangan fleksor), teergantung
sering keperakan psoriasis pada tengkuk, keparahan
ditemui) dan titik-titik area trauma postaurikula dan kekebalan
perdarahan r, Steroid
ketika lumbosakral, intralesi untuk
terkelupas scalp, kaki, penyakit yang
(Auspit’s tangan, penis kebal
sign)
Kuku Matriks kuku Hyperkeratosis Kuku jari Steroid
bagian subungual tangan dan intralesi, CsA
proksimal (onkolisis) kaki
terjadi defek
pada
keratinisasi
sehingga
kuku tumbuh
keluar dari
kutikula
membentuk
lekukan
diameter
<1mm
Inverse Nyeri, batas Regio Topikal
(jarang) tegas, intertriginos
simetris, a
papul dan
plak eritem
yang
mungkin
terjadi
maserasi,
sering erosi,
atau
terinfeksi
sekunder
karena
lokasinya
Eritroderma >90% luas Mengancam Menyebar Sistemik
permukaan jiwa karena luas
tubuh kehilangan
Akut: dalam cairan dan suhu
beberapa hari, tubuh tidak
keadaan stabil
umum buruk
Kronis:
perkembanga
n lambat,
bulan sampai
tahun
Pustular pustul steril Kadang Menyebaar Sistemik atau
(generalisata dan eritem terdapat luas di biologi
, jarang) gangguan fleksura
metabolik
Palmoplanta Vesikel nyeri Seringkali Tangan dan Sinar UV
r pustular dan atau gatal kebal karena kaki (PUVA/UVB
letaknya di ), acitrein,
kulit yang tebal CsA
(telapak tangan
dan kaki)
Gutata Erupsi Diawali dengan Trunkus dan Sinar UV
mendadak infeksi ekstremitas
psoriasis streptokokus
yang dtandai atau drug-
dengan papul induced
berbentuk (carbamazepin
tetes air mata e, α-interferon,
2-5 mm antimalaria,
kortikosteroid,
lithium, β-
blocker)
Tabel 1. Diagnosis psoriasis: Manifestasi klinis dan tipe8
Gambar 4. Psoriasis gutata

Gambar 5. Psoriasis inversa

Manifestasi Klinis Psoriasis di Berbagai Organ


1. Kuku
Perubahan kuku muncul pada sekitar 40% pasien dengan
psoriasis.Lekukan kuku (nail pitting) merupakan gambaran yang paling
sering muncul, pada berbagai jari kecuali jempol. Deformitas kuku lainnya
akibat kerusakan matriks kuku adalah onikodistrofi (kerusakan lempeng
kuku), crumbling nail, serta titik kemerahan pada lunula.2
2. Scalp Psoriasis
Kulit kepala adalah tempat predileksi psoriasis yang sangat sering.
Psoriasis kulit kepala timbul di sekitar garis rambut, dapat menyebabkan
penurunan kualitas hidup yang signifikan karena visibilitasnya. Tantangan
khusus dalam mengobati psoriasis kulit kepala termasuk memilih opsi
perawatan yang tepat, kesulitan menerapkan pengobatan topikal dan
memutuskan bagaimana mengobati penyakit parah.2
3. Geographic Tongue
Geographic tongue atau benign migratory glossitis merupakan
kelainan idiopatik yang berakibat hilangnya papil filiformis lidah. Lesi
biasanya berupa bercak eritematosa berbatas tegas menyerupai peta dan
berpindah-pindah.3
4. Psoriasis Genitalia
Psoriasis pada alat kelamin terjadi pada semua kelompok umur mulai
dari bayi hingga orang tua. Hampir sepertiga dari pasien dengan psoriasis
menderita psoriasis genital. Perhatian khusus diperlukan dalam bentuk
psoriasis ini karena secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup pada
pria dan wanita.2
5. Psoriasis Palmoplantar
Fisura yang nyeri dan sisik tebal pada psoriasis palmoplantar
nonpustular dapat menjadi kondisi yang buruk.Pengobatan psoriasis
palmoplantar yang sulit merupakan tantangan klinis. Tindakan pencegahan
seperti penggunaan emolien di malam hari, dan menghindari gesekan dan
iritasi dapat mengurangi morbiditas kondisi ini.2
6. Artritis Psoriatika
Merupakan bentuk klinis psoriasis ekstrakutan yang paling sering
muncul, pada sekitar 40% pasien psoriasis. Terkait kuat dengan faktor
genetik.3
F. DERAJAT KEPARAHAN PSORIASIS
Skor PASI adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat
keparahan dan tingkat psoriasis (Area Psoriasis dan Indeks Keparahan). Butuh
beberapa menit dan pengalaman untuk menghitungnya dengan akurat.
Intensitas Area psoriasis yang representatif dipilih untuk setiap wilayah
tubuh.9
Intensitas kemerahan, ketebalan dan penskalaan psoriasis dinilai
sebagai tidak ada (0), ringan (1), sedang (2), parah (3) atau sangat parah (4).

Tabel 2. Derajat keparahan psoriasis9

Persentase keterlibatan keempat wilayah anatomi diberi nilai numerik 0–6


dengan 0 menunjukkan tidak ada keterlibatan, 1 = 1-9%, 2 = 10–29%, 3 = 30–
49%, 4 = 50–69 %, 5 = 70–89% dan 6 = 90-100% keterlibatan baik intensitas
dan luasnya.
 PASI >12 sebagai psoriasis tipe plak kronis yang parah;
 PASI 7-12 sebagai psoriasis tipe plak kronis sedang;
 PASI<7 sebagai psoriasis tipe plak kronis ringan.10
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Nunmular Eczema
Lesi eritematosa desquamatif bundar melingkar yang ditutupi vesikel,
kerak, dan sisik, sangat gatal. Pasien mengalami diatesis atopik atau alergi.
Tes alergi epikutan adalahsering positif.14

Gambar 6. Nunmular Eczema


2. Tinea Corporis
Lesi klasik berbentuk annular, oval, atau sirkular. Inflamasi minimal,
dengan batas papulovesikular yang jelas dan sering dengan beberapa kliring
sentral.Lesi biasanya dimulai sebagai papula merah atau pustula yang pecah
dan berevolusi untuk membentuk lesi papulosquamous. Lesi-lesi ini
kemudian menyebar dari perifer ketika vesikel baru terbentuk dan mulai
menghilang secara terpusat.15

Gambar 7. Tinea Korporis


H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Histopatologi
 Ditandai dengan penebalan epidermis (akantosis) dan papilomatosis serta
vasodilatasi di subepidermis.2
 Peningkatan mitosis keratinosit, fibroblast, dan sel endothelial.2
 Hyperkeratosis parakeratosis (inti-inti sel masih terlihat pada stratum
korneum).11
 Sel-sel peradangan pada dermis (limfosit dan monosit) dan pada epidermis
(limfosit dan polimorfonuklear) membentuk mikroabses Munro pada
stratum korneum.2

Gambar 7. histopatologi psoriasis6

I. TATALAKSANA
Tatalaksana psoriasis adalah terapi supresif, tidak menyembuhkan secara
sempurna, bertujuan mengurangi tingkat keparahan dan ekstensi lesi sehingga
tidak terlalu mempengaruhi kualitas hidup pasien.3 Berdasarkan Psoriasis
treatment ladder, terdapat tiga tahap pengobatan psoriasis: topikal, fototerapi
dan sistemik.1
Terapi Topikal
Sebagian besar kasus psoriasis dapat ditatalaksana dengan pengobatan
topikal meskipun memakan waktu lama dan juga secara kosmetik tidak baik,
sehingga kepatuhan sangat rendah.

Gambar 8. Terapi topikal untuk psoriasis7


1. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid pada psoriasis karena efek imunosupresif, anti-
inflamasi dan antiproliferatifnya.7,10 Glukokortikoid dapat menstabilkan dan
menyebabkan translokasi reseptor glukokortikoid. Sediaan topikalnya
dipergunakan sebagai lini pertama pengobatan psoriasis ringan hingga
sedang di area fleksural dan genitalia, karena obat topikal lain dapat
mencetuskan iritasi.

Tabel 3. Sistem klasifikasi kortikosteroid7


Cara menghindari efek rebounddan memperlambat kekambuhan penyakitkulit
kronis adalah dengan pemberianintermiten. Pada psoriasis dapat diberikan selama
1 minggupenuh lalu dihentikan selama 1 minggu,kemudian dilanjutkan kembali
sampai lesiterkontrol. Cara lain adalah dengan mengoleskanKT selama 3 hari
berturut-turutdalam 1 minggu atau diberikan 2 kali dalam1 minggu.10

2. Vitamin D3 dan Analog


Setelah berikatan dengan reseptor vitamin D, vitamin D3 akan
meregulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel, mempengaruhi fungsi imun,
menghambat proliferasi keratinosit, memodulasi diferensiasi epidermis,
serta menghambat produksi beberapa sitokin pro-inflamasi seperti
interleukin 2 dan interferon gamma.
Analog vitamin D3 yang telah digunakan dalam tatalaksana
penyakit kulit adalah calcipotriol, calcipotriene, maxacalcitrol, dan
tacalcitol.
3. Anthralin (Dithranol)
Dithranol dapat digunakan untuk terapi psoriasis plakat kronis,
dengan efek antiproliferasi terhadap keratinosit dan antiinflamasi yang
poten, terutama yang resisten terhadap terapi lain. Dapat dikombinasikan
dengan phototherapy UVB dengan hasil memuaskan (regimen Ingram).
4. Tar Batubara
Penggunaan tar batubara dan sinar UV untuk pengobatan psoriasis
telah diperkenalkan oleh Goeckerman sejak tahun 1925. Efeknya antara lain
mensupresi sintesis DNA dan mengurangi aktivitas mitosis lapisan basal
epidermis, serta beberapa komponen memiliki efek antiinfl amasi.
5. Tazarotene
Merupakan generasi ketiga retinoid yang dapat digunakan secara
topikal untuk mereduksi skuama dan plak, walaupun efektivitasnya
terhadap eritema sangat minim.Efikasinya dapat ditingkatkan bila
dikombinasikan dengan glukokortikoid potensi tinggi atau phototherapy.
6. Inhibitor Calcineurin Topikal
Takrolimus (FK 506) merupakan antibiotic golongan makrolid yang
bila berikatan dengan immunophilin (protein pengikat FK506), membentuk
kompleks yang menghambat transduksi sinyal limfosit T dan transkripsi
interleukin 2.Meskipun takrolimus tidak efektif dalam pengobatan plak
kronis psoriasis, namun terbukti efektif untuk psoriasis fasialis dan inversa.
7. Emolien
Emolien seperti urea (hingga 10%) sebaiknya digunakan selama
terapi, segera setelah mandi, untuk mencegah kekeringan pada kulit,
mengurangi ketebalan skuama, mengurangi nyeri akibat fisura, dan
mengurangi rasa gatal pada lesi tahap awal.

Phototherapy
Phototherapy dapat mendeplesi sel limfosit T secara selektif, terutama di
epidermis, melalui apoptosis dan perubahan respons imun Th1 menjadi
Th2.
1. Sinar Ultraviolet B (290-320 nm)
Terapi UVB inisial berkisar antara 50-75% minimal erythema dose
(MED).Tujuan terapi adalah mempertahankan lesi eritema minimal sebagai
indikator tercapainya dosis optimal. Terapi diberikan hingga remisi total
tercapai atau bila perbaikan klinis lebih lanjut tidak tercapai dengan
peningkatan dosis.
2. Psoralen dan Terapi Sinar Ultraviolet A (PUVA)
PUVA merupakan kombinasi psoralen dan longwave ultraviolet A
yang dapat memberikan efek terapeutik, yang tidak tercapai dengan
penggunaan tunggal keduanya.
3. Excimer Laser
Diindikasikan untuk tatalaksana pasien psoriasis dengan plak
rekalsitran, terutama di bahu dan lutut.
4. Terapi Fotodinamik
Terapi fotodinamik telah dilakukan pada beberapa dermatosis
inflamatorik termasuk psoriasis.Meski demikian, terapi ini tidak terbukti
memuaskan.
Terapi Obat Sistemik Per Oral8
Obat Mekanime kerja Dosis Indikasi (FDA)
Sistemik
Acitretin Retinoid oral menghambat induksi Digunakan bersama dengan psoriasis berat, pustulosis
limfosit T helper melalui IL-6 oleh fototerapi atau steroid topikal / palmoplantar, psoriasis kuku,
modulasi ekspresi gen, yang vitamin D analog untuk psoriasis PPG
berfungsi untuk mengatur turnover plak pada dosis efektif terendah.
keratinosit pada psoriasis Mulai pada dosis 10-25 mg / hari
dan meningkatkan dosis setiap 2
minggu sampai xerosis (kulit
kering) ke chelitis (atau bibir
kering) muncul; mungkin
memakan waktu sekitar 3 bulan
untuk melihat respon terapi

MTX Analog asam folat yang ireversibel Dosis tunggal per minggu atau Psoriasis plak berat, pustular,
menghambat dihidrofolat dalam 3 dosis: 1 dosis setiap 12 am eritrodermik,
reduktase dalam sel eukariotik, sampai 36 jam, atau sekali per
menurunkan DNA dan sintesis minggu dimulai dari 5-10 mg dan
protein, yang mencegah dosis dinaikkan dengan interval 4
hyperproliferasi epidermal. Juga minggu sampai dosis terapi antara
menurunkan DNA dalam limfosit 15-25 mg/minggu, dengan dosis
T teraktivasi dengan menghambat maksimum 25 mg/minggu. Asam
aminoimidazole ribocucleotide folat dosis rendah (1-5 mg)
carboxyamide, enzim yang terlibat diberikan dalam 3 dosis sampai 36
dalam metabolisme purin. jam, dimulai 12-36 jam setelah
dosis MTX terakhir untuk
menghindari anemia megaloblastik
dengan sedikit penurunan efikasi.
Atau dapat diberikan setiap hari,
kecuali hari-hari ketika pemakaian
MTX.
Siklosporin Mengikat cyclophilins dan Dengan tidak adanya komorbiditas Psoriasis derajat berat atau
membentuk kompleks, memblokir (obesitas dan usia yang lebih membandel, serta pustular,
diferensiasi dan aktivasi sel T tua),dosis berdasarkan berat badan eritrodermik, dan psoriasis kuku
dengan menghambat kalsineurin, 3 mg / kg / hari; biasanya dibagi
sehingga mencegah produksi IL-2 menjadi 2 dosis. Dosis Alternatif
dan reseptornya. Hal ini juga adalah 2,5 mg / kg / hari dalam 1
menghambat hyperproliferasi atau 2 dosis terbagi untuk pasien
keratinosit dengan stabil psoriasis sedang
sampai berat dan 4,0-6,0 mg / kg /
hari dalam 1 atau 2 dosis terbagi
untuk pasien dengan derajat berat
atau psoriasis membandel
Tujuannya adalah dosis efektif
terendah. Meminum CSA sebelum
makan dapat menyebabkan
penyerapan dan bioavailabilitas
obat yang lebih baik.
Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi dapat meningkatkan efektivitas dan mengurangi
efek samping terapi, serta dapat memberikan perbaikan klinis yang lebih
baik dengan dosis yang lebih rendah. Kombinasi yang biasa diberikan untuk
artritis inflamatorik adalah MTX dan agen anti-TNF, yang juga dapat
diberikan pada psoriasis rekalsitrans.16

Terapi Biologis
Terapi biologis merupakan modalitas terapi yang bertujuan
memblokade molekul spesifik yang berperan dalam pathogenesis
psoriasis.Agen-agen biologis memiliki efektivitas yang setara dengan MTX
dengan risiko hepatotoksisitas yang lebih rendah.Meski demikian, harganya
cukup mahal, serta memiliki berbagai efek samping seperti imunosupresi,
reaksi infus, pembentukan antibodi, serta membutuhkan evaluasi keamanan
penggunaan jangka panjang.Oleh karena itu, terapi ini hanya diindikasikan
bila penyakit tidak berespons atau memiliki kontraindikasi terhadap MTX.16
1. Alefacept
Merupakan gabungan human lymphocyte function associated
antigen (LFA)-3 dengan IgG 1 yang dapat mencegah interaksi antara LFA-
3 dan CD2, sehingga menghambat aktivasi sel limfosit T. Oleh karena itu,
alefacept dapat mengurangi proses inflamasi. Walaupun tidak memberikan
respons baik pada 1/3 pasien, pemberian berulang terbukti dapat
memperbaiki kondisi klinis pasien psoriasis.16
2. Efalizumab
Efalizumab (anti-CD11a) merupakan humanized monoclonal
antibody yang digunakan untuk tatalaksana psoriasis vulgaris (tipe plakat),
yang langsung memblokade CD11a (sub unit LFA 1), sehingga mencegah
interaksi LFA 1 dengan intercellular adhesion molecule 1. Blokadeini
mengurangi aktivasi sel limfosit T dan adhesi sel T ke keratinosit. Meski
demikian, eksaserbasi gejala kerap terjadi di akhir pengobatan, diperlukan
penelitianterkait keamanan dan tolerabilitas jangka panjangnya.16
3. Antagonis Tumor Necrosis α (TNF α)
TNF α merupakan protein homosimetrik yang memediasi aktivitas
pro-infl amatorik.Saat ini terdapat 3 jenis obat yang sudah dipakai di
Amerika Serikat, yaitu etanercept, infliximab, dan adalimumab.
Etanercept diindikasikan untuk psoriasis plakat kronis moderat sampai
berat, sebelum phototherapy dan terapi sistemik.Infliximab dan adalimumab
adalah dua regimen yang telah disetujui oleh US Foodand Drugs
Administration untuk terapi artritis psoriatika, dan terbukti lebih baik
dibandingkan etanercept pada psoriasis tipe plakat kronis. Meski demikian,
efekimunosupresi dan keamanannya harus dipertimbangkan untuk
penggunaan jangka panjang.16
4. Anti-interleukin 12/Interleukin 23 P40
Blokade interleukin 12 yang penting dalam diferensiasi sel Th1 dan
interleukin 23 merupakan dua mekanisme penting untuk tatalaksana
psoriasis tipe plakat kronis.16
DAFTAR PUSTAKA

1. Osio A, Deslandes E, Saada V, Morel P, Guibal F. Clinical Characteristics of


Molluscum Contagiosum in Children in a Private Dermatology Practice in the
Greater Paris Area, France: A Prospective Study in 661 Patients. Dermatology.
2011;222(4):314-320.
2. McCollum A, Holman R, Hughes C, Mehal J, Folkema A, Redd J et al. Molluscum
Contagiosum in a Pediatric American Indian Population: Incidence and Risk
Factors. PLoS ONE. 2014;9(7):e103419.
3. Olsen J, Gallacher J, Piguet V, Francis N. Epidemiology of molluscum contagiosum
in children: a systematic review. Family Practice. 2013;31(2):130-136.
4.
Weigle N, & McBane S. (2013). Psoriasis. Am Fam
Physician. 87(9):626-633.
5. Raychaudhuri, S.K., Maverakis, E., & Raychaudhuri, S.P. (2014). Diagnosis
and Classification of Psoriasis. Autoimmunity Reviews. 13:490–495.
6. Yuliastuti D. (2015). Psoriasis. CDK-235/ vol. 42 no. 12. Hal: 901-906.
7. Raghuveer C, Shivanand DR, & Rajashekar N. (2015). A clinic-
histopathological study of psoriasis. International Journal of Scientific
Study. Vol 3:7. Hal:178.
8. Kuchekar AB,Pujari RR, Kuchekar SB, Dhole SD & Mule PM. (2011).
psoriasis: a comprehensive review. International Journal of Pharmacy &
Life Sci. (IJPLS), 2 (6).
9. Nestle FO, Kaplan DH, & Barker J. (2009). Mechanisms of disease psoriasis.
N Engl J Med, 361;5 Hal. 497.
10. Uva L, Miguel D, Pinheiro C, Antunes J,Cruz D, Ferreira J, & Filipe P. (2012).
Mechanisms of action of topical corticosteroids in psoriasis.
International Journal of Endocrinology. Vol 2.
11. Kupetsky EA & Keller M. (2013). Psoriasis vulgaris: an evidence-based guide
for primary care. J Am Board Fam Med;26. Hal:787– 801.
12. Commonwealth of Australia, Department of Health and Ageing. (2005).
Psoriasis Area and Severity Index form 4178 - PASI calculation and
whole body diagram.
13. Schmitt J, Wozel, G. (2005). The Psoriasis Area and Severity Index Is the
Adequate Criterion to Defi ne Severity in Chronic Plaque-Type Psoriasis.
Dermatology;210:194–199.
14. Schon MP, Boehncke WH.(2005). Psoriasis. n engl j med. 352;18
15. Johan R. (2015). Penggunaan kortikosteroid topikal yang tepat. CDK-227/ vol.
42 no. 4
16. Balato, N., Di Costanzo, L., & Balato, A. (2009). Differential Diagnosis of
Psoriasis. The Journal of Rheumatology Supplement, 83(0), 24–25.
17. Tuzun, B. (2016). The Differential Diagnosis of Psoriasis Vulgaris.
Pigmentary Disorders 3: 245.
18. Denk, L. (2007). Tinea Corporis. Pediatric Clinical Advisor, 562–563.
19. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leff ell DJ. (2008). Fitzpatrick’s dermatology
in general medicine. 7th ed. United States of America:McGraw Hill; 169-
93.
LAPORAN KASUS
MOLUSKUM KONTANGIOSUM

A. ANAMNESIS
1. IDENTITAS
Nama : An. MHP
Umur : 2 tahun 11 bulan
Jenis Kelamin : Laki laki
Agama : Islam
Alamat : Semanggi, RT 01 RW 018, Pasar Kliwon
Tanggal Periksa : 15 Maret 2019
No. RM : 01441XXX

2. KELUHAN UTAMA
Muncul bintil – bintil baru di bokong berwarna putih sejak 2 minggu yang
lalu

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang diantar oleh orang tuanya ke Poli Kulit dan Kelamin
RSUD Dr. Moewardi untuk kontrol rutin, dengan keluhan munculnya bintil
– bintil baru di bokong yang berwarna putih sejak 2 minggu yang lalu.
Plenting semakin lama semakin membesar, serta semakin bertambah
banyak. Plenting terasa gatal dan selalu timbul baru di area trauma.
Riwayat penyakit dahulu, berdasarkan alloanamnesis dengan orang
tua pasien, ± 5 bulan sebelum perawatan, muncul plenting di paha bagian
dalam kaki kanan, pipi kiri, dan pada kelamin yang tidak terasa gatal dan
makin banyak. Pasien kemudian berobat ke puskesmas dan diberi obat
salep, namun keluhan tidak membaik dan menjadi gatal. 2 bulan kemudian,
pasien dibawa ke poli kulit dan kelamin RSUD dr. Moewardi dan
didiagnosis dengan moluskum kontangiosum. Pasien kemudian rutin untuk
kontrol berobat ke poliklinik RSDM 1 minggu sekali. Adanya orang yang
tinggal serumah, saudara atau tetangga dengan keluhan serupa disangkal.

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat keluhan serupa : + sejak 5 bulan yang lalu


Riwayat atopik :-
Riwayat alergi obat :-
Riwayat alergi makanan :-
Riwayat penyakit lain :-

5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Riwayat penyakit serupa :-
Riwayat atopik :-
Riwayat alergi obat :-
Riwayat alergi makanan :-
Riwayat penyakit lain :-

6. RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien rutin mandi 2x sehari dengan sabun. Pasien menggunakan
handuk sendiri. Pasien ganti pakaian minimal 2x sehari. Pasien aktif
menggaruk daerah selangkangan, wajah, badan, dan pantat.

7. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien berobat dengan BPJS. Saat ini pasien tinggal bersama orang
tuanya. Ayah pasien seorang penjual buah di pasar gede dan ibu pasien
merupakan ibu rumah tangga.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Compos mentis, GCS E4V5M6, Tampak gizi
kesan cukup
Vital Sign :T : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit
N : 88 x/menit T : 36,3o C
TB : 90 cm BB : 16 Kg
IMT: 19.75 Kg/m2
Kepala : dalam batas normal
Wajah : sesuai status dermatologis
Leher : dalam batas normal
Mata : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Axilla : dalam batas normal
Truncus anterior : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Truncus posterior : dalam batas normal
Gluteal dan sacral : sesuai status dermatologis
Inguinal : dalam batas normal
Anogenital : sesuai status dermatologis
Ekstremitas Atas : dalam batas normal
Ekstremitas Bawah : sesuai status dermatologis
2. STATUS DERMATOVENEREOLOGI
Regio gluteal, dan sacral tampak papul berwarna putih multipel diskrit
dengan gambaran dome shapped, inti delle dan dasar eritem disertai erosi.
C. DIAGNOSIS BANDING

Moluskum Kontangiosum
Veruka Plana

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Giemsa : Molluscum bodies/ Henderson Patterson bodies (+)
Pemeriksaan gram : Leukosit PMN 1-2/lpb

E. DIAGNOSIS
Moluskum Kontangiosum

F. TERAPI
1. NON MEDIKAMENTOSA
a. Edukasi keluarga pasien tentang penyakit, penyebab, terapi dan
prognosis
b. Edukasi kepada keluarga pasien untuk menjaga kebersihan diri pasien,
jangan mencampurkan alat mandi, handuk, dan pakaian dengan milik
pasien, dan tidak memakai peralatan yang terlalu ketat
c. Edukasi kepada keluarga pasien untuk menjaga daya tahan tubuh pasien
dengan cara makan makanan bergizi, istirahat cukup, serta menjaga
higienitas
d. Edukasi keluarga pasien untuk memperhatikan supaya pasien tidak
sering menggaruk luka.

2. MEDIKAMENTOSA
a. Tutul TCA 80 % pada lesi 1 kali dalam 1 minggu.
b. Cetirizine syrup 1 x 2.5 mg p.o
c. Gentamisin salep 2 x 0.1 % dioles pagi dan sore pada daerah erosi
G. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad Kosmetikum : bonam

Anda mungkin juga menyukai