Anda di halaman 1dari 27

TUGAS AKUPUNKTUR

BLOK PENGOBATAN KOMPLEMENTER


AKUPUNKTUR UNTUK OBESITAS

Oleh:

MAHATMA CHAKRA WARDHANA G0014146


MARIYAH MUSTAQIMAH G0014150
MAUDY PUTRI SARASWATI G0014152
MAYGITHA WAHYUNINGTYAS G0014154
MEIDIANA RISTY PRATAMA G0014156
MOCHAMAD RIZAL HERMAWAN P G0014158
M. ARIF WIRA BAHARI G0014160
MUHAMMAD BIMA AKBAR G0014162
MUHAMMAD HAFIZHAN G0014164
MUTHIA AZZIRA PALUPI G0014166

Pembimbing :
dr. Lilik Wijayanti , M.Kes., Sp. Ak.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini telah terjadi peningkatan prevalensi kejadian overweight


dan obesitas di seluruh dunia sebagai dampak negatif dari meningkatnya
perkembangan ekonomi di negara-negara Asia –Pasifik.
Peningkatan perekonomian dan meningkatnya taraf hidup
masyarakat menyebabkan perubahan pada perilaku atau gaya hidup
masyarakat serta kondisi kurang sehat yang berakibat pada pola penyakit
atau gangguan kesehatan seperti; obesitas, stroke, hipertensi, kelainan
jantung, metabolik sindrom, dll., yang merupakan jenis penyakit
degeneratif (WHO, 2000).
Dari perkiraan 210 juta penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah
penduduk overweight diperkirakan mencapai 76,7 juta ( 17,5%) dan
obesitas berjumlah lebih dari 9,8 juta (4,7%). Jumlah penderita obesitas di
Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun. Berdasarkan data
Susenas(Survey Kesehatan Nasional) tahun 1989, prevalensi obesitas di
Indonesia adalah 1,1 persen di kota dan 0,7 persen di desa. Angka tersebut
meningkat hampir lima kali lipat menjadi 5,3 persen dan 4,3 persen pada
tahun 1999. Penelitian pada orang dewasa di Bali, prevalensi obesitas
didapatkan 20,1% ( Padmiari et al., 2004).
Akupunktur sebagai sebuah terapi pilihan untuk meningkatkan
kesehatan untuk pengobatan sudah dilakukan sejak lama. Kemudian
perkembangannya diterapkan dalam bidang estetika dan kosmetika.Dalam
usaha untuk menurunkan berat badan akupunktur sudah menjadi sebuah
pilihan yang dapat memberikan hasil yang nyata. Akupunktur merupakan
suatu cara pengobatan yang memanfaatkan rangsangan pada titik-titik
akupunktur sehingga mempengaruhi aliran bioenergi dalam tubuh. Secara
tradisional sistem tersebut berdasarkan konsep kesimbangan antara
permukaan tubuh dengan organ melalui sistem meridien yang spesifik
(Saputra, 1999).
Akupunktur dapat menurunkan berat badan dengan merangsang
pusat kenyang hipothalamus dan menekan pusat lapar akan menurunkan
asupan makanan sehingga mengurangi jumlah kalori yang masuk sehingga
tubuh akan membakar simpanan kalori berupa lemak tubuh sebagai
sumber energi. Dengan melakukan terapi akupunktur secara rutin dan
teratur akan menurunkan berat badan dan tanda inflamasi sehingga
terhindar dari resiko komplikasi dari obesitas (Sutanto,2008). Berdasarkan
data yang diuraikan di atas, maka di dalam makalah ini akan diuraikan
mengenai manfaat akupunktur sebagai salah satu pengobatan
komplementer untuk obesitas
B. Sasaran pembelajaran
Mahasiswa mampu Menjelaskan dan memahami peran akupunktur medic
pada kasus obesitas
C. Manfaat Pembelajaran
Setelah proses pembelajaran dan pembuatan laporan pengobatan
komplementer akupunktur pada obesitas ini diharapkan mahasiswa mampu
menjelaskan :
1. Definisi Obesitas
2. Etiologi Obesitas
3. Klasifikasi Obesitas
4. Patogenesis Obesitas
5. Penatalaksanaan Obesitas
6. Penatalaksanaan Akupunktur pada Obesitas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Obesitas
1. Definisi Obesitas
Obesitas (obesity) berasal dari bahasa latin yaitu od adalah akibat dari,
sedang esum diartikan sebagai makan. Jadi obesitas adalah akibat dari makan.
Secara definisi obesitas adalah suatu keadaan dimana ditemukan kelebihan
lemak dalam tubuh. Seorang dikatakan obesitas bila lemak dalam tubuh
berakumulasi lebih dari 20 persen diatas jumlah normal. Bila lemak berlebih
itu antara 10-20 persen diatas jumlah normal, keadaan ini disebut overweight
atau kelebihan berat badan (Wiramihardja, 2004).
Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan terjadinya kelainan yang
ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan (WHO,
2000).
WHO mendefinisikan obesitas sebagai suatu keadaan dengan
kelebihan lemak tubuh yang menjadi permasalahan kesehatan sehingga bisa
mempengaruhi kesehatan (Bray et al., 2004). Untuk mendefinisikan obesitas
sering digunakan Body Mass Indeks (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT)
yang mana dibatasi oleh BMI > 30. Perhitungan didasarkan pada tinggi badan
dan berat badan (Ostman et al., 2004). Ukuran yang ditetapkan WHO ternyata
terlalu besar untuk orang Asia. Dari jurnal yang diakses dari website WHO,
diperoleh keterangan mengenai BMI untuk orang Asia, yang dikatakan sudah
menderita kelebihan berat badan jika Indeks Massa Tubuhnya melebihi
23kg/m2.
2. Epidemiologi Obesitas
Secara global, pada tahun 2005 telah ada sekitar 1.6 miliar orang dewasa
berusia 15 tahun dan ke atas mempunyai berat badan yang berlebihan
(overweight) dengan indek Massa Tubuh (IMT) 25 – 29,9 dan sekurang-
kurangnya 400 miliar orang dewasa adalah obes dengan IMT ≥ 30,0. Di tahun
2008, 1,4 miliar remaja, 20 dan dewasa adalah overweight. Lebih dari 200
miliar laki-laki dan tidak kurang 200 miliar wanita obesitas. Remaja dengan
usia sampai 20 tahun 11 % obesitas. Sedangkan, prevalensi obesitas dan
overweight di Indonesia sendiri juga masih tinggi. Menurut data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, prevalensi obesitas pada
penduduk berusia 15 tahun keatas berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
adalah 10,3% (laki-laki 13,9%, perempuan 23,8%). Prevalensi overweight
pada anak-anak usia 6-14 tahun adalah 9,5% pada laki-laki dan 6,4% pada
perempuan (Depkes, 2009). Sedangkan menurut data dari Riskesdas
Kemenkes (2013), Prevalensi obesitas pada penduduk dewasa >18 tahun di
Indonesia mencapai 15,4 % dan Prevalensi Overweight pada penduduk
dewasa >18 tahun mencapai 13,3 %.
3. Etiologi dan Patologi Obesitas
Etiologi obesitas sendiri terbilang kompleks dan belum dapat dipahami
sepenuhnya hingga saat ini. Menurut Kumar, Abbas, Fausto dan Mitchell
(2010), obesitas merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara asupan energi
(dalam bentuk makanan) dan keluaran energi oleh seseorang, sehingga
kelebihan asupan energi akan disimpan dalam tubuh berbentuk jaringan lemak
(jaringan adiposa). Keseimbangan energi tersebut diatur oleh sebuah sistem
kontrol tubuh, lipostat, yang dapat mendeteksi kuantitas energi yang disimpan
di jaringan lemak. Kumar et al. (2010) juga menegaskan bahwa gen yang
diduga berhubungan dengan kejadian obesitas adalah gen yang mengatur
komponen molekular dari sistem fisiologis yang mengatur keseimbangan
energi tersebut. Gen yang berperan penting dalam sistem homeostasis energi
adalah gen LEP dan produknya, leptin. Leptin yang disekresikan adiposit
mengatur kedua proses keseimbangan energi (asupan dan keluaran). Efek
leptin sendiri adalah untuk mengurangi asupan energi (makanan) dan
meningkatkan keluaran energi.
Kumar, Abbas, Fausto dan Mitchell (2010) secara garis besar
membagi sistem pengaturan homeostasis menjadi tiga komponen, yaitu :
a. Sistem aferen, yang menghasilkan sinyal dari berbagai lokasi.
Komponen utamanya adalah leptin (dari jaringan adiposa), insulin
(pankreas), ghrelin (lambung), dan peptida YY (ileum dan kolon). Leptin
mengurangi asupan makanan, sementara ghrelin meningkatkan nafsu
makan (bekerja sebagai sinyal inisiasi makanan). Peptida YY sendiri
bekerja sebagai sinyal untuk menginisiasi rasa haus
b. Sistem pemroses pada hipotalamus, yaitu sistem melanokortin sentral,
yang mengintegrasikan sinyal-sinyal berbeda dari sistem aferen dan
menghasilkan sinyal eferen sebagai jawabannya.
c. Sistem eferen yang membawa sinyal dari hipotalamus tersebut untuk
dilaksanakan.
Mekanisme leptin sendiri belum diketahui dengan jelas. Dengan
mekanisme yang belum diketahui, leptin disekresikan saat terjadi
penumpukan lemak di jaringan adiposa secara berlebihan (Kumar, Abbas,
Fausto dan Mitchell, 2010). Leptin akan dibawa sampai hipotalamus dan
berikatan pada dua reseptor, yaitu :
a. Reseptor yang menyintesis neuropeptida oreksigenik (perangsang
makan).Neuropeptida tersebut adalah neuropeptida Y (NPY) dan agouti-
related protein (AgRP). Pada reseptor ini leptin akan bersifat sebagai
inhibitor.
b. Reseptor yang menyintesis neuropeptida anoreksigenik. Peptida tersebut
adalah alpha-melanocyte-stimulating hormone (a-MSH) dan cocaine and
amphetamine-related transcript (CART). Pada reseptor ini, leptin akan
bersifat sebagai stimulator.
Leptin juga meregulasi pengeluaran energi melalui jalur khusus, dimana
peningkatan kadar leptin akan menyebabkan peningkatan aktivitas tubuh,
produksi panas, dan pengeluaran energi. Leptin akan memediasi proses
thermogenesis, dimana sekresi norepinefrin akan ditingkatkan, sehingga
hidrolisis asam lemak dan produksi energi meningkat (Kumar, Abbas, Fausto
dan Mitchell, 2010). Lebih lanjut Kumar et al. (2010) menjelaskan bahwa
mutasi pada gen yang mengatur sistem melanokortin sentral diatas dapat
menyebabkan obesitas. Sebagai contoh, tikus yang tidak memproduksi leptin
akan terus makan dan bertambah berat badannya. Akan tetapi mutasi ini
jarang sekali terjadi.
4. Penyebab Obesitas
Menurut Purwati, et.al (2002), ada beberapa faktor utama yang
menyebabkan obesitas, antara lain :
a. Faktor Genetik.
Faktor genetik yang dimaksud adalah faktor keturunan dari orang tuanya.
b. Faktor Psikologik
Emosi seseorang dapat menyebabkan perubahan perilaku bahkan mungkin
perilaku yang salah. Manifestasi stres seseorang juga berbeda-beda, ada
yang justru nafsu makannya meningkat dan merasa lapar terus, tapi ada
yang sebaliknya tidak nafsu makan. Seseorang yang ”rajin makan”
cenderung lari ke makanan jika mengalami tekanan, apalagi jika tidak
diimbangi dengan aktivitas fisik,tentunya akan menimbulkan obes.
c. Pola hidup yang kurang tepat.
Kebiasaan yang dilakukan terus-menerus dalam waktu relatif lama akan
menjadi suatu pola hidup. Kebiasaan kurang baik yang dapat
menimbulkan kegemukan antara lain : makan berlebihan, makan terburu-
buru, menghindari makan pagi, waktu makan tidak teratur, salah .memilih
dan mengolah makanan, kebiasaan ngemil makanan ringan.
d. Kurang melakukan aktifitas fisik.
e. Faktor lain yang dapat menjadi pemicu kegemukan antara lain :
metabolisme basal yang lambat, peranan enzim tubuh, peranan hormon.
5. Kriteria Obesitas
Ada beberapa cara pengukuran lemak tubuh, baik dengan cara
langsung maupun tak langsung. Pengukuran antropometrik salah satu cara
pengukuran lemak tak langsung dapat dilakukan dengan cara body mass
index, berat badan relatif (BBR) dan skin fold. Dari ketiga jenis pengukuran
antropometrik ini, BMI yang paling tinggi berkorelasi dengan jumlah lemak
tubuh.
BMI (Body Mass Index) atau IMT (Indeks Massa Tubuh) adalah suatu
parameter yang banyak digunakan untuk mengukur lemak dalam tubuh.
Dengan mengukur BMI/IMT maka dapat ditentukan kelebihan berat badan
seseorang. Keterbatasan BMI/IMT adalah tidak dapat digunakan bagi : bayi,
anak-anak dalam masa pertumbuhan, wanita hamil, orang yang sangat berotot,
contohnya atlet.
Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung
dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan dalam
meter kuadrat (IMT=kg/m²). Klasifikasi yang ditetapkan oleh World Health
Organization (WHO) tahun 2000, nilai IMT >30 kg/m² menunjukkan obesitas
dan nilai IMT 25-29,9 kg/m² menunjukkan tahap pra-obes. Karena adanya
perbedaan ras antar bangsa, maka untuk wilayah Asia Pasifik termasuk
Indonesia telah memiliki klasifikasi kriteria obesitas tersendiri. Nilai IMT 25-
29,9 kg/m² menunjukkan obesitas I dan nilai IMT 23,0-24,9 kg/m²
menunjukkan tahap beresiko (pra-obes) (Soegondo, 2003).

Clasification BMI (Kg/m2) Risk of comorbidities


Underweight <18.5 Low, but risk other clinical
Problem
Normal range 18.5-24.9 Average
Overweight > 25.0
Pre Obese 25.0 -29.9 Increased
Obese clas I 30.0-34.9 Moderate
Obese clas II 35.0-39.9 Severe
Obese clas III > 40.0 Very severe

Sumber Data : WHO (2000)

Karena postur tubuh orang Asia berbeda dengan orang barat atau
Amerika yang cenderung mempunyai BMI/IMT tinggi, maka untuk Negara
orang Asia, WHO menentukan standar BMI untuk orang Asia, seperti dilihat
dalam tabel 2.2. (Wiramihardja, 2004).
Hal yang penting dicermati bahwa batas BMI untuk obesitas menurut
baku WHO adalah 30, tetapi menurut baku Asia dikatakan obes jika BMI
lebih dari 25. Hal ini sangat penting peranannya karena berhubungan erat
dengan faktor risiko yang terjadi.
Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi dari
standar baku Asia, berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian
beberapa negara berkembang. Sedangkan menurut Riskesdas Kemenkes
(2013), membuat batasan BMI pada penduduk dewasa muda >18 tahun
dengan kategori sebagai berikut
Kategori Kurus BMI <18,5
Kategori Normal BMI 18,5 – 24,9
Kategori BB Lebih BMI 25-26,9
Kategori Obesitas BMI 27
6. Dampak Obesitas
Hasil Penelitian membuktikan bahwa kegemukan menimbulkan
banyak masalah dan memperbesar risiko terserang penyakit degenerative
(penyakit yang timbul akibat ada perubahan atau kerusakan tingkat seluler
yang meluas ke jaringan yang sama).
Dampak yang sering menyertai penderita obesitas, antara lain :
a. Penyakit jantung koroner (kardiovaskuler)
Overweight dan obesitas pada anak-anak menyebabkan
peningkatan tekanan darah, kolesterol, radang sendi, diabetes tipe II,
penyakit jantung empedu, asma depresi, cemas dan terisolasi dari teman
sebaya.
b. Diabetes mellitus tipe-2
Mekanisme lain yang menjelaskan penurunan fungsi kognitif pada
obesitas adalah terganggunya hantaran reseptor insulin, kadar leptin di
otak rendah, dan berubahnya metabolisme glukosa. Tingkat leptin yang
rendah didalam otak akan mengakibatkan kemunduran dalam proses
kognitif dan mengingat . Secara fisiologis hiperinsulinemia berhubungan
dengan gangguan metabolisme glukosa dan hantaran insulin. Hal ini akan
mempengaruhi beberapa bagian otak, termasuk yang terkait dalam
perencanaan dan organisasi misalnya lobus frontalis dan hippocampus,
bagian otak ini merupakan bagian dari tugas desain blok.
c. Obstructive sleep apneu
Peningkatan BMI berkaitan dengan peningkatan risiko obsructive
apnea pada anak dan remaja, Sering dijumpai pada anak obesitas dengan
tidur mengorok. Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak di daerah
dinding dada dan perut. Keadaan tersebut dapat mengganggu pergerakan
dinding dada dan diagfragma, sehingga terjadi penurunan volume dan
perubahan pola ventilasi paru-paru serta meningkatkan beban kerja otot
pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada
yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2.
Selain itu penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah yang
menyebabkan lidah jatuh ke arah dinding belakang faring yang
mengakibatkan obstruksi saluran nafas intermiten dan menyebabkan tidur
gelisah, sehingga keesokan harinya cenderung mengantuk dan
hipoventilasi.
Loke (2002) mengatakan bahwa anak obesitas mempunyai gangguan
tidur yaitu sulit bernapas saat tidur, mendengkur dan tersedak akibat
obstruktif lemak yang berlebihan di leher. Kualitas tidur yang buruk
sering menyebabkan mengantuk pada siang hari, dengan efek
neurokognitif termasuk berkurangnya konsentrasi, daya ingat dan fungsi
belajar.
d. Gangguan ortopedik
Obesitas juga memiliki risiko penyakit sendi pada ekstremitas bawah.
Penyakit ortopedik yang dapat terjadi adalah vara tibia bilateral (tungkai
yang melengkung, sehingga menyebabkan nyeri lutut dan mengganggu
mobilitas). Lebih jauh lagi, penyakit tersebut mengganggu kemampuan
berolahraga, sehingga menciptakan lingkaran setan yang memperburuk
obesitas dan penyakit sendi.
e. Pseudomotor serebri
Pseudotumor serebri akibat peningkatan ringan tekanan intrakranial pada
obesitas disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-paru yang
menyebabkan peningkatan kadar CO2 dan memberikan gejala sakit
kepala, papil edema, diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer dan
iritabilitas.
f. Nilai ekonomis.
Sampai saat ini di Indonesia dan negaranegara berkembang yang lain
belum tersedia data tentang besarnya nilai ekonomi dari obesitas, akan
tetapi dari berbagai studi diketahui bahwa obesitas merupakan salah satu
komponen terbesar dan budget nasional di bidang kesehatan (WHO,
2000).
g. Konsekuensi psikososial
Obesitas dapat menyebabkan konsekuensi-konsekuensi psikososial
yang signifikan. Anak-anak dan remaja yang mengalami obesitas dapat
mengalami prasangka dan diskriminasi. Pada remaja putri yang obes dan
kelebihan berat badan merasa malu karena berat badan mereka, merasa
tidak modis, merasa rendah diri sehingga menarik diri dari pergaulan
(WHO, 2000).
7. Penatalaksanaan
Penurunan berat badan dapat dicapai melalui
kombinasi program pengurangan energi dengan program
pelatihan aerobik, terapi perilaku, dan bila diperlukan
dengan obat-obatan dan pembedahan. Menjaga agar berat
badan agar tetap proporsional dengan tinggi badan adalah
jalan yang terbaik. Untuk menurunkan dan mempertahankan
berat badan ideal, faktor yang paling mempengaruhi adalah
perubahan gaya hidup termasuk memperbaiki pola makan
dan melakukan pelatihan olah raga teratur. Menurut Fox et
al. (1993) kontrol berat badan dapat dilakukan dengan cara :
pertama, mengurangi asupan energi 500 Kkal/hari sehingga
seminggu defisit energi 3500 Kkal. Kedua, melakukan
aktifitas fisik selama 30 menit, 3 – 4 kali seminggu. Atau
dapat dilakukan dengan kombinasi kontrol diet dan aktifitas
fisik.
Penurunan berat badan minimal 5 % bagi penderita
kegemukan dan obesitas sangat penting sebagai terapi dan
prevensi terhadap berbagai penyakit. Penurunan berat badan
yang baik sekitar 2 kg perbulan atau 0,5 kg perminggu.
Penurunan berat badan yang terlalu drastis akan
menimbulkan kekurangan zat gizi, anemia, gangguan kerja
jantung, hingga mengalami gangguan ketidakseimbangan
cairan tubuh.
Olah Raga yang baik untuk penderita obesitas adalah
aerobik, karena tubuh mengunakan lemak sebagai sumber
energi. Jalan kaki atau ”reguler easy walking ” sangat baik
dilakukan oleh penderita obesitas yaitu 30 menit jalan kaki,
5-6 kali perminggu. Lakukan pencatatan data seperti Berat
Badan (BB), Body Mass Index (BMI), Waist Circumference
(WC/Lingkar Perut), dan sangat penting adalah pengukuran
Nadi Basal setiap pagi dan Tes MAF (Maximum Aerobic
function test) (Kurniati, 2008).
Cara lain yang sedang berkembang untuk penurunan
berat badan adalah terapi komplementer seperti akupunktur
(tusuk jarum). Terapi akupunktur telah diakui oleh
Departemen Kesehatan yang kini semakin berkembang dan
diterima oleh masyarakat Indonesia dalam bidang kesehatan
dan kecantikan. Adapun cara kerja dari metode penurunan
berat badan melalui akupunktur adalah untuk memperbaiki
metabolisme sehingga seseorang lebih mudah kenyang dan
menjaga agar nafsu makan tidak berlebihan ( Saputra, 1999).
B. Akupunktur
Akupunktur merupakan suatu cara pengobatan
yang memanfaatkan rangsangan pada titik-titik
akupunktur sehingga mempengaruhi aliran bioenergi
dalam tubuh. Secara tradisional sistem tersebut berdasarkan
konsep keseimbangan antara permukaan tubuh dengan
organ melalui sistem meridian yang spesifik (Saputra,
1999).

Konsep tersebut dalam bahasa kedokteran


konvensional dapat digambarkan sebagai konsep
keseimbangan/homeostasis, dimana titik akupunktur
sebagai pintu masuk rangsangan berdasarkan kualitas
energi yang masuk dan diubah menjadi sinyal biologi
(komunikasi elektrik dan vibrasi fisik), dilanjutkan oleh
deretan yang koherensinya sama dengan titik akupunktur
(meridian) menuju organ yang dikehendaki (Saputra,
1999).
Transmisi interseluler melalui jalur meridian,
dimana titik akupunktur terdiri dari kumpulan sel yang
relatif lebih mudah berubah pola kelistrikannya dengan
pemberian rangsangan yang relatif minimal, yang
kemudian terjadi perubahan energi kimia yaitu reaksi
pembentukan ATP dari mitokondria menjadi energi listrik
berupa aliran elektron kemudian didistribusikan sebagai
energi intraseluler menyebabkan perubahan potensial sel
aktif lainnya pada jalur meridian yang disebut
bioinformasi dalam titik dan meridian akupunktur (Saputra,
1999). Saputra (1999) menggunakan ITP untuk
membuktikan konsep tersebut, dimana terjadi migrasi
aktif ITP dari titik akupunktur hingga mencapai organ
yang dituju.
Cara kerja rangsangan titik-titik akupunktur dalam
mempengaruhi keseimbangan homeostasis dapat
dijelaskan dengan empat cara yaitu :
1 Reaksi inflamasi lokal
2. Reflek somato viseral
3. Transmisi neural melalui jalur neuro akupunktur
4. Transmisi interseluler melalui jalur meridian
Gambar 1. Cara Kerja Rangsangan Titik Akupunktur (Saputra, 1999).

C. Akupunktur untuk Obesitas


Pada akupunktur perut untuk obesitas, ada delapan titik utama yang
digunakan. Titik-titik tersebut yatitu, Tianshu (ST-25) pada kedua sisi, Weidao
(GB-28) pada kedua sisi, Zhingwan (REN-12), Shuifen (REN-9), Guanyuan
(REN-4), Sanyinjiao (SP-6). Selain itu juga dilakukan penjaruman pada titik
tambahan lain, yaitu Quchi (LI-11), Fenlong (ST-40), Qihai (REN-6) dan
Yinlingqau (SP-9) (Abdi et al., 2012). Penelitian dilakukan pada 196 subyek
yang secara acak dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok kasus dan kontrol.
Kelompok kontrol hanya menjalani pembatasan diet, sementara kelompok kasus
selain menjalani pembatasan diet juga diberikan terapi elektroakupunktur.
Hasilnya menunjukkan terdapat perubahan signifikan ketika terapi akupuntur
dikombinasikan dengan pembatasan diet, dibandingkan hanya melakukan
pembatasan diet, tanpa akupunktur. (Abdi et al., 2012).
Lee et al (2006) juga menggunakan delapan titik akupunktur abdomen
yaitu, CV 6 (Chi Hai), CV 10 (Hsia Wan), CV 12 (Ching Wan), CV 13 (Shang
Wan), kiri dan kanan SP 15 (Ta Heng), dan kedua sisi ST 25 (Tien Shu).
Penjaruman dilakukan dengan kedalaman sekitar 2,5 cm setelah dilakukan
sterilisasi pada kulit. Setiap jarum diputar masuk dan keluar sampai subjek
merasakan sensasi De-Qi. Jarum akupunktur kemudian dihubungkan ke
stimulator yang menstimulasi selama 50 menit dengan 15-mA, 0.05-ms pada
frekuensi 3 Hz. Penelitian ini melibatkan 31 wanita dengan obesitas.
Elektroakupuntur perut yang dapat mengurangi berat badan sebesar 5,3 %
selama 10 sesi (3 minggu). Hasil ini lebih baik daripada penelitian sebelumnya
yang menggunakan titik akupuntur LI 4, LI 11, ST 25, ST 36, dan ST 44, serta
titik akupuntur pada telinga (Sanjao, Shen Men) yang menghasilkan pengurangan
4,5-4,8% berat badan (Lee et al., 2006).
Pada penelitian elektroakupunktur lainnya, dipilih titik akupuntur ST21,
ST 25, ST28, ST34, dan SP4T. Terapi dilakukan sebanyak 3 kali setiap minggu
selama 12 minggu. Berat badan subyek penelitian mengalami penurunan sebesar
2.06 ± 0.31 kg atau 2.78 ± 0.4 % berat badan awal. Pada pelaksanaan terapi
kedua yang dilakukan selama 15 minggu terjadi penurunan berat badan sebesar
2.81 ± 0.68 kg atau 3.90 ± 0.40 %. Hasil penelitian ini memberikan beberapa
dukungan untuk gagasan bahwa terapi komplementer elektroakupuntur dapat
menghasilkan penurunan berat badan yang signifikan tanpa disertai dengan
instruksi diet, konsumsi obat-obatan, dan olahraga. (Wang et al., 2008).
Stimulasi perlakuan akupunktur manual pada titik ST25 (Tianshu), ST21
(Liangmen), SP15 (Daheng), ST36 (Zusanli), SP6 (Sanyinjiao), LI11 (Quchi),
SJ6 (Zhigou) bilateral, RN12 (Zhongwan), dan RN06 ( Qihai) selama 21 hari
menunjukkan terjadinya penurunan berat badan dan Body Mass Index (BMI)
yang signifikan. (He et al., 2015). Penelitian ini melibatkan 96 wanita, dimana 56
orang merupakan penderita obesitas dengan BMI ≥25 kg/m2 yang dibagi secara
acak menjadi dua kelompok, juga 40 orang wanita dengan berat badan
overweight (BMI 23-25 kg/m2) yang dibagi menjadi dua kelompok secara acak
(He et al., 2015).
Studi klinis lainnya pada akupunktur herbal untuk obesitas melibatkan
titik akupuntur ST25, CV4, CV6, CV10, CV12, GB26, BL23, dan BL52. ST25,
yang pada meridian perut dan perut, sering digunakan untuk berbagai gangguan
saluran pencernaan. Seperti ST25, titik akupuntur lainnya pada daerah perut
kecuali BL23 dan BL52. BL23 dan BL52 terkenal untuk menangani gangguan
endokrinologis. Pengobatan HA pada BL23 dan BL52 menunjukkan peningkatan
tingkat metabolisme (Nam et al., 2016).
Pada akupunktur telinga, dipilih titik akupunktur hunger point dan
stomach point yang meregulasi respon kenyang. Penelitian ini dilakukan sepuluh
orang dewasa ( 9 perempuan dan 1 laki-laki), kemudian partisipan dibagi
menjadi dua kelompok (kelompok placebo dan kelompok perlakuan), masing-
masing terdiri dari 5 orang. Pemasangan jarum akupuntur dilakukan selama satu
minggu, kemudian dilepas dan diganti dengan jarum yang baru. Dilakukan
berulang hingga empat minggu. Observasi dilakukan setiap minggu dengan
melakukan pengamatan pada berat badan , lingkar pinggang dan indeks massa
tubuh (IMT). Juga dilakukan pemantuan diet pada masing-masing kelompok dan
setiap makanan yang dikonsumsi selalu dicatat. Selain itu juga dilakukan
urinalisis dan pemeriksaan darah untuk mengukur konsentrasi insulin, C-peptide,
leptin, adiponectin, adrenocorticotropic hormone (ACTH). Hasilnya didapatkan
pada kelompok perlakuan didapatkan penurunan berat badan antara 0,7 % hingga
3,5 % dengan hasil yang signifikan (Shen et al., 2009; Ito et al., 2015).
Penelitian akupunktur lainnya yang melibatkan 24 pasien menggunakan
titik antiaggression pada kedua sisi telinga dan titik stomach membuktikan
bahwa akupuntur dapat digunakan sebagai terapi obesitas. Terapi yang dilakukan
selama 15 hari sekali selama 3 bulan menunjukkan penurunan berat badan yang
signifikan (p<0.001)(Set et al., 2014).
Pada akupunktur laser yang dilakukan oleh Tseng et al (2016), titik-titik
akupunktur yang digunakan adalah ST-25, ST-36, ST-40, ST-44, LI-4, LI-11,
SP-6, PC-6. Penelitian dilakukan terhadap 56 orang subjek dengan obesitas
menunjukkan hasil yang signifikan dan dapat ditoleransi dengan baik, dimana
terjadi penurunan BMI, penurunan lemak tubuh, pengecilan lingkar pinggang dan
perut, penurunan nafsu makan.

D. Mekanisme Kerja Akupuntur Untuk Terapi Obesitas


Akupuntur dipercaya mempengaruhi system saraf pusat melalui stimulasi
saraf perifer pada titik akupuntur. Signal dibawa oleh saraf yang terstimulasi dan
menghasilkan perubahan mood dan rasa kenyang. Akupuntur dapat menekan nafsu
makan dengan pengurangan serotonin dan endorphin-terinduksi pada stress dan
depresi, di mana efek ini tidak didapatkan dengan olahraga dan diet. Perubahan
pada metabolism lemak diperkirakan karena peningkatan kadar serum beta
endorfin. Peningkatan kadar CRP berhubungan dengan obesitas. Diperkirakan juga
bahwa jaringan adiposa mengeluarkan sitokin proinflamasi, sehingga penurunan
berat badan berhubungan dengan turunnya kadar CRP (Abdi et al., 2012).
Salah satu mekanisme pengaturan dalam tubuh yang berpengaruh terhadap
besarnya asupan makanan dan pengeluaran energi adalah metabolisme leptin.
Leptin merupakan protein sinyal yang bekerja secara kompleks (leptin-regulated
sentral melanocortin circuit) yang dihasilkan oleh jaringan adiposa. Pada keadaan
normal, leptin berfungsi dalam mengatur asupan energi dan pengeluaran energi,
serta mendeteksi jumlah simpanan energi (jaringan adipose) melalui mekanisme
pengaturan hormonal dan neural. Kerja leptin dipengaruhi oleh ikatan neuron
terhadap reseptor spesifik di hipotalamus. Salah satu neuron tersebut menghasilkan
reseptoranoreksigenik (penghambat makan) yang terdiri dari α-Melanocyte
Stimulating Hormone (α-MSH) dan Cocaine and Amphetamine-Related Transcript
(CART) dan reseptor oreksigenik (pemicu makan) yang terdiri dari NYP dan
AgRP (Wang et al., 2008).
Melalui mekanisme yang belum diketahui secara pasti leptin dikendalikan
oleh simpanan lemak. Apabila terdapat jumlah adiposa yang berlebihan akan
dihasilkan leptin dalam jumlah yang besar, melintasi sawar darah otak dan
kemudian berkaitan dengan reseptor leptin. Interaksi ini mengurangi asupan
makanan dengan merangsang pembentukan α-MSH dan CART (anoreksigenik)
dan menghambat sintesis NYP dan AgRP (oreksigenik). Apabila terdapat jumlah
adiposa yang kurang memadai, jumlah leptin menurun dan asupan makanan
meningkat (Wang et al., 2008).
Pada orang dengan berat badan normal, aktivitas leptin disekresi kedalam
sirkulasi darah dalam kadar yang rendah. Umumnya, kadar leptin meningkat pada
orang yang menderita obesitas dan kadar leptin yang tinggi tidak mempengaruhi
pengaturan pengeluaran energi sehingga disebut sebagai resistensi leptin. Keadaan
hiperleptinemia ini mungkin terjadi karena adanya resistensi leptin bukan karena
defisiensi leptin. Terapi 2 Hz elektroakupuntur ini terbukti merangsang
pembentukan α-MSH dan CART sehingga terjadi mekanisme pengurangan asupan
makanan (Wang et al., 2008).
Sementara itu, efek menekan nafsu makan pada akupuntur telinga telah di uji
coba pada tikus, mencit dan manusia. Namun hingga saat ini mekanisme yang
mendasarinya masih belum jelas. Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
efek penurunan berat badan pada akupuntur telinga terjadi dengan memberikan
stimulus pada titik hunger point dan stomach point. Hunger point terletak pada
tragus sedangkan stomach point terletak apada cuvum conchae, kedua titik tersebut
merupakan titik-titik distribusi cabang-cabang nervus vagus. Kemudian dilakukan
observasi perubahan kebiasaan makan dan perubahan level hormon terkait nafsu
makan setelah dilakukan akupuntur telinga dan juga untuk mengidentifikasi
mekanisme yang mendasarinya (Shen et al., 2009; Ito et al., 2015).
Mekanisme kerja akupuntur telinga dipengaruhi oleh nervus vagus. Pada
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa akupuntur
telinga dapat menstimulasi LHA (Lateral Hypothalamic Area) yang merupakan
pusat makan melalui cabang nervus vagus di telinga dan menghambat
kemampuaan eksitabilitas neuron LHA. Akupuntur telinga juga meningkatkan
aktivitas neuronal HVM (ventromedial nuceus of hypothalamus) yang merupakan
pusat kenyang sehingga dapat menjadikan penurunan berat badan (Shen et al.,
2009; Ito et al., 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Ito et al (2015) juga melakukan pengukuran
tingkat apetite-regulatory peptide setelah dilakuakn terapi akupunktur telinga.
Pada kelompok perlakuan terjadi penekanan tingkat ghrelin pada pagi hari
sedangkan pada kelompok placebo menunjukkan kenaikan tingkat ghrelin pada
pagi hari. Perubahan serum ghrelin dipengaruhi oleh tingkat gula darah dan dan
insulin. Perubahan gula darah dan insulin pada kedua kelompok tidak berbeda
secara signifikan. Mekanisme yang mendasari fenomena ini kemungkinan
dipengaruhi oleh interaksi antara feeding-related cytokines dengan nervus vagus.
Karena nervus vagus mengontrol peristaltic, akhiran sarafnya tersebar melalui
mukosa dan submukosa gastrointestinal tract. Nervus ini juga mentransmisikan
sinyal neurokimia ke diencephalon dan neocortex melalui batang otak. Ghrelin
merupakan satu-satunya apetite-inducing peptide yang diproduksi secara
peripheral. Ghrelin mentransmisikan informasi mengenai rasa lapar dan tingkat
Growth hormone ke system saraf pusat melalui jalur aferen vagal dan melalui
darah (Bradford, 2010; Ito et al., 2015).
Mekanisme lainnya diduga dengan menstimulasi ujung saraf vagus yang
terdapat pada telinga dan menaikkan kadar serotonin yang akan meningkatkan
kerja otot polos pada lambung yang kemudian akan menekan rasa lapar atau untuk
makan, juga dapat menekan stress dan depresi karena hormone dopamine dan
endorphine yang meningkat. Efek yang lainnya adalah pada serotonin, yang akan
meningkatkan motilitas usus sehingga menekan nafsu makan.Akupuntur pada
telinga juga bisa meningkatkan produksi endorphin,yang akan membuat
penurunan berat badan melalui efek lipolisis (Bradford, 2010; Set et al., 2014)
Akupuntur tubuh dengan kombinasi pembatasan diet terbukti efektif untuk
mengurangi berat badan dan mengurangi faktor risiko terkait obesitas seperti
dislipidemi. Selain itu, juga memberikan efek imunomodulator (Abdi et al., 2012).
Pemberian terapi akupunktur pada titik-titik tertentu membuktikan mampu
menurunkan berat badan, menurunkan kadar insulin dan kadar leptin. Selain itu
kadar plasma ghrelin dan CCK meningkat sehingga dapat mengurangi rasa lapar
(Güçel et al., 2012).
Elektroakupunktur (EA) dapat mengurangi berat badan sebesar 4,5%, dengan
penurunan paralel kadar leptin. juga menemukan bahwa Elektroakupuntur
mengurangi kolesterol total, trigliserida, dan kolesterol LDL dengan meningkatkan
tingkat beta-endorphin, yang merangsang lipolisis (Lee et al., 2006). Dalam
penelitian, disebutkan bahwa stimulasi EA perut berkurang pada parameter berat
badan, lingkar pinggang, dan lingkar panggul, dimana lingkar pinggang berkaitan
dengan jaringan lemak pada perut, Elektroakupuntur perut membantu
mendistribusikan atau melisiskan jaringan lemak perut langsung, dan juga jaringan
lemak pada bagian tubuh lainnya. Akupuntur telah terbukti untuk menekan nafsu
makan dengan meningkatkan tingkat serotonin dalam sistem saraf pusat dan
mengaktifkan pusat rasa kenyang dari hipotalamus. Jika pengurangan nafsu makan
dapat dicapai dengan elektroakupuntur,maka lingkar pinggang dan lingkar panggul
juga akan berkurang (Lee et al., 2006).
Secara umum, terapi akupunktur pada obesitas mempunyai efek sebagai
berikut:
1. Efek anti inflamasi
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa akupunktur mampu
memperbaiki kondisi peradangan dengan mengatur beberapa proor mediator
anti-inflamasi. Juga sebagai terapi anti-inflamasi untuk obesitas yang
dibuktikan dengan beberapa eksperimen (Nam et al., 2016).
2. Efek antioksidan
Dalam kondisi obesitas, jaringan lemak meningkat, adiposit
menghasilkan peningkatan stres oksidatif, seperti spesies oksigen reaktif
(ROS), yang menginduksi sekresi molekul inflamasi. Stres oksidatif
menyebabkan insulin resistensi, yang lagi-lagi memperburuk obesitas.
Bersamaan dengan produksi ROS, antioksidan seperti superoksida dismutases
(SOD), glutathione (GSH), glutathione peroksidase (GSH-Px), dan katalase
juga menurun. Oleh karena itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
mengurangi stres oksidatif atau meningkatkan antioksidan mungkin
bermanfaat dalam mengobati obesitas (Nam et al., 2016).
3. Efek modulasi metabolisme lemak
Bukti lain menunjukkan titik akupuntur yang disuntikan ekstrak herbal
mungkin memodulasi metabolisme lipid sistemik. Namun, pengobatan
akupunktur herbal tergantung pada jenis ekstrak herbal yang digunakan (Nam
et al., 2016).
4. Efek sinyal insulin
Resistensi insulin umumnya berdampingan dengan obesitas dan dua
kondisi itu memperburuk satu sama lain. Hiperinsulinemia dianggap hasil dari
obesitas dan resistensi insulin. Namun, sebuah studi baru-baru melaporkan
bahwa hiperinsulinemia mendorong obesitas dan komplikasinya. Menjaga
tingkat insulin rendah, penting untuk mempertahankan pengeluaran energi
dalam jaringan adiposa putih. Oleh karena itu, mengurangi tingkat insulin
yang bermanfaat dalam mengobati obesitas (Nam et al., 2016).
5. Efek pada leptin
Obesitas ditandai dengan sensitivitas leptin yang rendah antara neuron
dalam nukleus arkuata dari hipotalamus dan peningkatan leptin serum. Oleh
karena itu, mengatur kadar leptin dan sensitivitas leptin dianggap penting
untuk mengobati obesitas. Tiga studi eksperimental menyelidiki akupunktur
herbal menunjukkan efek yang signifikan dalam mengurangi tingkat serum
leptin (Nam et al., 2016).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Obesitas terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Obesitas juga


berhubungan dengan penyakit lain, seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit
jantung. Menurut WHO, seseorang dikatakan menderita obesitas jika memiliki Body Mass
Index (BMI) ≥30 kg/m2. Akupuntur merupakan terapi komplementer yang memiliki
Evidence Based Medicine cukup baik dalam terapi obesitas.
Titik-titik akupunktur yang digunakan pada terapi obesitas meliputi Liangmen
(ST21), Tianshu (ST-25), ST28, ST34, Zusanli (ST36), Fenlong (ST-40), ST-44, GB26,
Weidao (GB-28) pada kedua sisi, Guanyuan (REN-4), Qihai (REN-6), Shuifen (REN-9),
Zhongwan (REN-12), Sanyinjiao (SP-6). Yinlingqau (SP-9), Ta Heng kiri dan kanan (SP
15), SP-4T, (Hegu) LI-4, Quchi (LI-11), Zhigou (SJ6) bilateral, CV-4, Chi Hai (CV-6), Hsia
Wan (CV-10), Ching Wan (CV-12), Shang Wan (CV-13), BL-23, BL-52, dan PC-6. Pada
akupunktur telinga, dipilih titik akupunktur hunger point dan stomach point yang meregulasi
respon kenyang, juga titik antiaggression pada kedua sisi telinga.
Akupuntur tubuh dengan kombinasi pembatasan diet terbukti efektif untuk
mengurangi berat badan, memberikan efek imunomodulator, menurunkan kadar leptin,
meningkatkan kadar plasma ghrelin dan CCK sehingga dapat mengurangi rasa lapar.
Mekanisme kerja akupuntur telinga dipengaruhi oleh nervus vagus. Akupuntur telinga dapat
menstimulasi Lateral Hypothalamic Area (LHA) yang merupakan pusat makan melalui
cabang nervus vagus di telinga dan menghambat kemampuaan eksitabilitas neuron LHA.
Akupuntur telinga juga meningkatkan aktivitas neuronal ventromedial nuceus of
hypothalamus (HVM) yang merupakan pusat kenyang sehingga dapat menjadikan
penurunan berat badan.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Abdi, H., Zhao, B., Darbandi, M., Ghayour-Mobarhan, M., Tavallaie, S., Rahsepar, A. A., …
Ferns, G. A. A. (2012). The effects of body acupuncture on obesity: anthropometric
parameters, lipid profile, and inflammatory and immunologic markers.
TheScientificWorldJournal, 2012, 603539.

Bradford, A. (2010). A pilot study to investigate the impact of auricular acupuncture on appetite.
Complementary Therapies in Medicine, 18(6), 276.

Bray G.A., Bouchard C. 2004. Handbook of Obesity. Ohio: Informa Health Care

Departemen Kesehatan RI.2009. Obesitas dan Kurang Akitivitas Menyumbang 30% Kanker.
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=3328. Diakses
pada Oktober 2017.

Fox, E.L. 1984. Sport Physiology. Philadelphia :W.B. Saunders Company.

Güçel, F., Bahar, B., Demirtas, C., Mit, S., & Cevik, C. (2012). Influence of acupuncture on
leptin, ghrelin, insulin and cholecystokinin in obese women: a randomised, sham-
controlled preliminary trial. Acupuncture in Medicine : Journal of the British Medical
Acupuncture Society, 30(3), 203–7.

He, J., Zhang, X., Qu, Y., Huang, H., Liu, X., Du, J., & Guo, S. (2015). Effect of Combined
Manual Acupuncture and Massage on Body Weight and Body Mass Index Reduction in
Obese and Overweight Women: A Randomized, Short-term Clinical Trial. Journal of
Acupuncture and Meridian Studies, 8(2), 61–5.

Ito, H., Yamada, O., Kira, Y., Tanaka, T., & Matsuoka, R. (2015). The effects of auricular
acupuncture on weight reduction and feeding-related cytokines: a pilot study. BMJ Open
Gastroenterology, 2(1), e000013.

Kementerian Kesehatan RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL.2010. Buku ajar patologi. Edisi 9 , Vol. 1. Jakarta : Penerbit.
Buku Kedokteran EGC

Kurniati, T. I., 2008. Latihan dan Aktivitas Fisik untuk Menurunkan Berat Badan. Available
from http://www.obesitas .web.id. Accessed: diakses Oktober 2017.

Lee, M. S., Hwan Kim, J., Lim, H.-J., & Shin, B.-C. (2006). Effects of abdominal
electroacupuncture on parameters related to obesity in obese women: a pilot study.
Complementary Therapies in Clinical Practice, 12(2), 97–100.
Lien, C.-Y., Liao, L.-L., Chou, P., & Hsu, C.-H. (2012). Effects of auricular stimulation on obese
women: A randomized, controlled clinical trial. European Journal of Integrative Medicine,
4(1), e45–e53.

Nam, M.-H., Lee, S.-W., Na, H.-Y., Yoo, J.-H., Paik, S.-H., Ahn, K. S., … Lee, B.-C. (2016).
Herbal Acupuncture for the Treatment of Obesity. Journal of Acupuncture and Meridian
Studies, 9(2), 49–57.

Ostman J., Johnson E., Britton M. .2004. Treating and Preventing Obesity. Boston: Willey-VCH

Padmiari, I.A., Kayanaya, Antarini, Gumala dan Arsana. 2004. Pemantauan Indeks Massa
Tubuh Orang Dewasa Kawasan Perkotaan di Propinsi Bali (Laporan, Penelitian).
Denpasar: Dinkes Propinsi Bali.

Purwati, S., 2002. Perencanaan Menu untuk Penderita Kegemukan PT. Penebar Swadaya.
Jakarta

Saputra, K. 1999. Profil Transduksi Rangsangan Titik Akupunktur Oryctolangus Cuniculus.


Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga. Surabaya.

Set, T., Cayir, Y., & Pirim, A. B. G. (2014). Effects of ear acupuncture therapy for obesity on the
depression of obese women. Acupuncture in Medicine , 32(5), 427–429. JOUR.

Shen, E.-Y., Hsieh, C.-L., Chang, Y.-H., & Lin, J.-G. (2009). Observation of sympathomimetic
effect of ear acupuncture stimulation for body weight reduction. The American Journal of
Chinese Medicine, 37(6), 1023–30.

Soegondo, Sidartawan. 2003.Berbagai Penyakit dan Dampaknya terhadap Kesehatan dan


Ekonomi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) IX. Jakarta, 2003

Sutanto, S. 2008. Akupunktur untuk Obesitas melalui pendekatan Neuro-endokrin.Meridian


Volume XV Nomor 2, Agustus 2008; hal. 86-96.

Wang, F., Tian, D.-R., & Han, J.-S. (2008). Electroacupuncture in the treatment of obesity.
Neurochemical Research, 33(10), 2023–7.

WHO. 2000. Boddy Mass Index (BMI) = Indeks Massa Tubuh.


http://www.obesitas.web.id/indonesia/bmi(i).htm. Diakses pada Oktober 2017

Wiramihardja, K., 2004. Obesitas dan Penanggulangannya. Penerbit Granada. Bandung.


Tseng, C.-C., Tseng, A., Tseng, J., & Chang, C.-H. (2016). Effect of Laser Acupuncture on
Anthropometric Measurements and Appetite Sensations in Obese Subjects. Evidence-
Based Complementary and Alternative Medicine, 2016, 1–8.

Anda mungkin juga menyukai