Anda di halaman 1dari 35

LEMBAR PERSETUJUAN

Karya tulis ini telah dibaca dan disetujui oleh:

Guru Pembimbing Penguji 1

Annisa Purnamasari, S. Pd.

Kepala Sekolah Wali Kelas

Drs. H. Uswadin, M.Pd Ahmad Riyad, MM.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan

kita rahmat dan hidayah-Nya supaya penulis bisa menyelesaikan karya tulis ini dengan

baik dan tepat pada waktu yang sudah di tentukan oleh SMP Labschool Cibubur.

Penulis memilih judul Akupuntur Sebagai Terapi Alternatif Pada Penderita

Obesitas dengan maksud mengenalkan sebuah terapi alternatif yang berguna untuk

para penderita obesitas.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak

dan ibu guru, teman - teman dan keluarga saya yang sudah membantu saya untuk

menyelesaikan tugas karya tulis ini supaya saya bisa memenuhi profil lulusan di SMP

Labschool Cibubur.

Penulis menyadari karya tulis ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis

menerima saran dan kritik yang ingin disampaikan oleh seluruh bapak dan ibu guru

sekalian.

Kota Bekasi, 23 Maret 2018

Mochamad Raihan Hermawan

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUAN ……………………………………………… i

KATA PENGANTAR …………………………………………………. ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………… iii

A. Latar Belakang ………………………………………………….. 1


B. Perumusan

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terapi alternatif ada

lah suatu diagnosis, pengobatan, dan pencegahan yang melengkapi terapi

medis, serta berada di luar bidang praktik kedokteran modern. Terapi alternatif

yang berasal dari Cina, disebut Traditional Chinese Medicine (TCM). TCM

adalah sistem medis yang dikembangkan berdasarkan filosofi Tao. Teori TCM

pertama kali didokumentasikan dalam sebuah buku kuno Tionghoa, Huangdi

Neijing (Inner thearch's Inner classic), yang disusun dua ribu tahun yang lalu

di China (Wang, 2003). Dalam TCM, tubuh manusia mengandung Yin dan Yang

dan bila terjadi ketidakseimbangan Yin dan Yang, maka akan terjadi suatu

penyakit. Qi dan darah berfungsi sebagai mediator dalam komunikasi antara Yin

dan Yang. Tujuan utama pengobatan penyakit adalah mengembalikan

keseimbangan Yin dan Yang, serta meningkatkan Qi atau darah. Obat-obatan

herbal, akupuntur, dan masase sering digunakan sebagai terapi untuk

mengembalikan keseimbangan Yin dan Yang dalam praktik klinis di TCM

(Tang, 2006).

Terapi Akupuntur adalah teknik pengobatan atau terapi dengan cara

menusukan jarum akupuntur menembus kulit ke arah titik akupuntur, kemudian

dilakukan pemberian rangsangan secara manual menggunakan jari (putaran

1
jarum) atau menggunakan peralatan elektrostimulator dan rangsangan panas

(TDP, infrared, Moksa) (Tang, 2006).

Di Indonesia, Metode terapi akupuntur mulai mendapatkan pengakuan

untuk pengobatan di rumah sakit. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya

Permenkes R.I. No 1186 Menkes/Per/XI/1996 tentang pemanfaatan akupuntur

di sarana pelayanan kesehatan dan Kepmenkes R.I. No

1277/Permenkes/SK/VII/2003 tentang tenaga kesehatan akupuntur,

menunjukan pengakuan terhadap eksistensi dan manfaat akupuntur sebagai

salah satu metode pengobatan alternatif yang bisa diterima secara ilmiah. Saat

ini telah terjadi peningkatan prevalensi kejadian overweight dan obesitas di

seluruh dunia sebagai dampak negatif dari meningkatnya perkembangan

ekonomi di negara-negara Asia –Pasifik (Nurwati, 2015).

Dari perkiraan 210 juta penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah

penduduk overweight diperkirakan mencapai 76,7 juta ( 17,5%) dan obesitas

berjumlah lebih dari 9,8 juta (4,7%). Jumlah penderita obesitas di Indonesia

terus bertambah dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Susenas (Survey

Kesehatan Nasional) tahun 1989, prevalensi obesitas di Indonesia adalah 1,1%

di kota dan 0,7% di desa. Angka tersebut meningkat hampir lima kali lipat

menjadi 5,3% dan 4,3% pada tahun 1999. Penelitian pada orang dewasa di Bali,

prevalensi obesitas didapatkan 20,1% (Padmiari et al., 2004). Peningkatan

perekonomian dan meningkatnya taraf hidup masyarakat menyebabkan

perubahan pada perilaku atau gaya hidup masyarakat serta kondisi kurang sehat

2
yang berakibat pada pola penyakit atau gangguan kesehatan seperti; obesitas,

stroke, hipertensi, kelainan jantung, metabolik sindrom, dan lain lain., yang

merupakan jenis penyakit degeneratif (Nurwati, 2015).

Akupuntur sebagai sebuah terapi pilihan untuk meningkatkan kesehatan

untuk pengobatan sudah dilakukan sejak lama. Kemudian perkembangannya

diterapkan dalam bidang estetika dan kosmetika.Dalam usaha untuk

menurunkan berat badan akupuntur dapat menjadi salah satu terapi alternatif

dari menurunkan obesitas. Akupuntur merupakan suatu cara pengobatan yang

memanfaatkan rangsangan pada titik-titik akupuntur sehingga mempengaruhi

aliran bioenergi dalam tubuh. Secara tradisional sistem tersebut berdasarkan

konsep kesimbangan antara permukaan tubuh dengan organ melalui sistem

meridian yang spesifik (Yin, Zhang, dan Ye, 2008).

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang diperoleh adalah :

1. Apa yang dimaksud dengan terapi akupuntur ?

2. Bagaimana cara kerja terapi akupuntur ?

3. Apa saja manfaat dari terapi akupuntur ?

4. Apakah terapi akupuntur dapat mengurangi penderita obesitas ?

3
C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Tujuan umum : untuk memenuhi profil kelulusan di SMP Labschool

Cibubur

2. Tujuan khusus : penelitian ini bertujuan untuk menilai manfaat penggunaan

akupuntur sebagai salah satu terapi alternatif pada penderita obesitas.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis adalah penulis bisa menambah informasi mengenai

Akupuntur sebagai terapi alternatif untuk penderita obesitas.

2. Bagi pembaca adalah mampu menjelaskan dan memahami peran

pengobatan akupuntur pada kasus obesitas.

3. Bagi instansi dan tenaga pelajar, diharapkan dapat meningkatkan wawasan

siswa dan siswi SMP Labschool Cibubur, bahwa terapi akupuntur dapat

dijadikan terapi alternatif pada penderita obesitas.

E. Sistematika Penelitian

Sistematika penelitian ini adalah dengan melihat referensi yang ada di

buku dan melalui pengamatan secara langsung cara kerja terapi akupuntur

yang berada di tempat pengobatan terapi akupuntur.

4
5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Obesitas

1. Definisi Obesitas

Obesitas (obesity) berasal dari bahasa latin yaitu od adalah akibat dari,

sedang esum diartikan sebagai makan. Jadi obesitas adalah akibat dari makan.

Secara definisi obesitas adalah suatu keadaan dimana ditemukan kelebihan lemak

dalam tubuh. Seorang dikatakan obesitas bila lemak dalam tubuh berakumulasi

lebih dari 20 persen diatas jumlah normal. Bila lemak berlebih itu antara 10-20

persen diatas jumlah normal, keadaan ini disebut overweight atau kelebihan berat

badan (Wiramihardja, 2004). Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan

terjadinya kelainan yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh

secara berlebihan (WHO, 2000).

WHO mendefinisikan obesitas sebagai suatu keadaan dengan kelebihan

lemak tubuh yang menjadi permasalahan kesehatan sehingga bisa mempengaruhi

kesehatan (Bray et al., 2004). Untuk mendefinisikan obesitas sering digunakan

Body Mass Indeks (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) yang mana dibatasi

oleh BMI kurang dari 30. Perhitungan didasarkan pada tinggi badan dan berat

badan (Ostman et al., 2004). Ukuran yang ditetapkan WHO ternyata terlalu besar

untuk orang Asia. Dari jurnal yang diakses dari website WHO, diperoleh

keterangan mengenai BMI untuk orang Asia, yang dikatakan sudah menderita

kelebihan berat badan jika Indeks Massa Tubuhnya melebihi 23kg/m2.

6
2. Epidemiologi Obesitas

Secara global, pada tahun 2005 telah ada sekitar 1.6 miliar orang dewasa

berusia 15 tahun dan ke atas mempunyai berat badan yang berlebihan

(overweight) dengan indek Massa Tubuh (IMT) 25 – 29,9 dan sekurang-

kurangnya 400 juta orang dewasa adalah obesitas dengan IMT lebih dari 30,0.

Di tahun 2008, 1,4 juta remaja, 20 dan dewasa adalah overweight. Lebih dari 200

juta laki-laki dan tidak kurang 200 juta wanita obesitas. Remaja dengan usia

sampai 20 tahun 11 % obesitas. Sedangkan, prevalensi obesitas dan overweight

di Indonesia sendiri juga masih tinggi. Menurut data Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) pada tahun 2007, prevalensi obesitas pada penduduk berusia 15

tahun keatas berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah 10,3% (laki-laki

13,9%, perempuan 23,8%). Prevalensi overweight pada anak-anak usia 6-14

tahun adalah 9,5% pada laki-laki dan 6,4% pada perempuan (Depkes, 2009).

Sedangkan menurut data dari Riskesdas Kemenkes (2013), Prevalensi obesitas

pada penduduk dewasa lebih dari 18 tahun di Indonesia mencapai 15,4 % dan

prevalensi Overweight pada penduduk dewasa lebih dari 18 tahun mencapai 13,3

%.

3. Etiologi dan Patologi Obesitas

Etiologi obesitas sendiri terbilang kompleks dan belum dapat dipahami

sepenuhnya hingga saat ini. Menurut Kumar, Abbas, Fausto dan Mitchell (2010),

obesitas merupakan hasil dari ketidak seimbangan antara asupan energi (dalam

bentuk makanan) dan keluaran energi oleh seseorang, sehingga kelebihan asupan

7
energi akan disimpan dalam tubuh berbentuk jaringan lemak (jaringan adiposa).

Keseimbangan energi tersebut diatur oleh sebuah sistem kontrol tubuh, lipostat,

yang dapat mendeteksi kuantitas energi yang disimpan di jaringan lemak. Kumar

et al. (2010) juga menegaskan bahwa gen yang diduga berhubungan dengan

kejadian obesitas adalah gen yang mengatur komponen molekular dari sistem

fisiologis yang mengatur keseimbangan energi tersebut. Gen yang berperan

penting dalam sistem metabolisme energi adalah gen LEP dan produknya, leptin.

Leptin yang disekresikan adiposit mengatur kedua proses keseimbangan energi

(asupan dan keluaran). Efek leptin sendiri adalah untuk mengurangi asupan

energi (makanan) dan meningkatkan keluaran energi.

Kumar, Abbas, Fausto dan Mitchell (2010) secara garis besar membagi

sistem pengaturan metabolisme energi menjadi tiga komponen, yaitu :

a. Sistem aferen, yang menghasilkan sinyal dari berbagai lokasi. Komponen

utamanya adalah leptin (dari jaringan adiposa), pankreas, lambung, dan peptide

ileum dan kolon. Leptin mengurangi asupan makanan, sementara lambung

meningkatkan nafsu makan (bekerja sebagai sinyal inisiasi makanan). Peptida

ileum dan kolon sendiri bekerja sebagai sinyal untuk menginisiasi rasa haus.

b. Sistem pemroses pada hipotalamus, yaitu sistem melanokortin sentral, yang

mengintegrasikan sinyal-sinyal berbeda dari sistem aferen dan menghasilkan

sinyal eferen sebagai jawabannya.

c. Sistem eferen yang membawa sinyal dari hipotalamus tersebut untuk

dilaksanakan.

8
Mekanisme leptin sendiri belum diketahui dengan jelas. Dengan

mekanisme yang belum diketahui, leptin disekresikan saat terjadi penumpukan

lemak di jaringan adiposa secara berlebihan (Kumar, Abbas, Fausto dan Mitchell,

2010). Leptin akan dibawa sampai hipotalamus dan berikatan pada dua reseptor,

yaitu :

a. Reseptor yang menyintesis perangsang makan. perangsang tersebut adalah

perangsang makan (NPY) dan agouti-related protein (AgRP). Pada reseptor ini

leptin akan bersifat sebagai inhibitor.

b. Reseptor yang menyintesis (NPY). Peptida tersebut adalah alpha-melanocyte-

stimulating hormone (a-MSH) dan cocaine and amphetamine-related transcript

(CART). Pada reseptor ini, leptin akan bersifat sebagai stimulator.

Leptin juga meregulasi pengeluaran energi melalui jalur khusus, dimana

peningkatan kadar leptin akan menyebabkan peningkatan aktivitas tubuh,

produksi panas, dan pengeluaran energi. Leptin akan memediasi proses

thermogenesis, dimana sekresi norepinefrin akan ditingkatkan, sehingga

hidrolisis asam lemak dan produksi energi meningkat (Kumar, Abbas, Fausto dan

Mitchell, 2010). Lebih lanjut Kumar et al. (2010) menjelaskan bahwa mutasi

pada gen yang mengatur sistem melanokortin sentral diatas dapat menyebabkan

obesitas. Sebagai contoh, tikus yang tidak memproduksi leptin akan terus makan

dan bertambah berat badannya. Akan tetapi mutasi ini jarang sekali terjadi.

9
4. Penyebab Obesitas

Menurut Purwati, et.al (2002), ada beberapa faktor utama yang

menyebabkan obesitas, antara lain :

a. Faktor Genetik.

Faktor genetik yang dimaksud adalah faktor keturunan dari orang tuanya.

b. Faktor Psikologik

Emosi seseorang dapat menyebabkan perubahan perilaku bahkan mungkin

perilaku yang salah. Manifestasi stres seseorang juga berbeda-beda, ada yang

justru nafsu makannya meningkat dan merasa lapar terus, tapi ada yang

sebaliknya tidak nafsu makan. Seseorang yang ”rajin makan” cenderung lari ke

makanan jika mengalami tekanan, apalagi jika tidak diimbangi dengan aktivitas

fisik,tentunya akan menimbulkan obesistas.

c. Pola hidup yang kurang tepat.

Kebiasaan yang dilakukan terus-menerus dalam waktu relatif lama akan

menjadi suatu pola hidup. Kebiasaan kurang baik yang dapat menimbulkan

kegemukan antara lain : makan berlebihan, makan terburu-buru, menghindari

makan pagi, waktu makan tidak teratur, salah memilih dan mengolah makanan,

kebiasaan memakan makanan ringan.

d. Kurang melakukan aktifitas fisik.

e. Faktor lain yang dapat menjadi pemicu kegemukan antara lain: metabolisme

tubuh yang lambat, peranan enzim tubuh, peranan hormon.

10
5. Kriteria Obesitas

Ada beberapa cara pengukuran lemak tubuh, baik dengan cara langsung

maupun tak langsung. Pengukuran antropometrik salah satu cara pengukuran

lemak tak langsung dapat dilakukan dengan cara body mass index, berat badan

relatif (BBR) dan skin fold. Dari ketiga jenis pengukuran antropometrik ini, BMI

yang paling tinggi berkorelasi dengan jumlah lemak tubuh.

BMI (Body Mass Index) atau IMT (Indeks Massa Tubuh) adalah suatu

parameter yang banyak digunakan untuk mengukur lemak dalam tubuh. Dengan

mengukur BMI/IMT maka dapat ditentukan kelebihan berat badan seseorang.

Keterbatasan BMI/IMT adalah tidak dapat digunakan bagi : bayi, anak-anak

dalam masa pertumbuhan, wanita hamil, orang yang sangat berotot, contohnya

atlet.

Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan

membagi berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan dalam meter kuadrat

(IMT=kg/m²). Klasifikasi yang ditetapkan oleh World Health Organization

(WHO) tahun 2000, nilai IMT >30 kg/m² menunjukan obesitas dan nilai IMT 25-

29,9 kg/m² menunjukkan tahap pra-obesitas. Karena adanya perbedaan ras

antar bangsa, maka untuk wilayah Asia Pasifik termasuk Indonesia telah

memiliki klasifikasi kriteria obesitas tersendiri. Nilai IMT 25-29,9 kg/m²

menunjukkan obesitas I dan nilai IMT 23,0-24,9 kg/m² menunjukkan tahap

beresiko (pra-obesitas) (Soegondo, 2003).

11
Clasificat BMI Risk of comorbidities

on (Kg/m2)

Underweigt <18.5 Low, but risk other clinical

Problem

Normal 18.5-24.9 Average

range

Overweigt > 25.0

Pre Obese 25.0 -29.9 Increased

Obese clas 30.0-34.9 Moderate

Obese clas 35.0-39.9 Severe

II

Obese clas > 40.0 Very severe

III

Sumber Data : WHO (2000)

Karena postur tubuh orang Asia berbeda dengan orang barat atau Amerika

yang cenderung mempunyai BMI/IMT tinggi, maka untuk Negara orang Asia,

WHO menentukan standar BMI untuk orang Asia, seperti dilihat dalam tabel 2.2.

(Wiramihardja, 2004).

Hal yang penting dicermati bahwa batas BMI untuk obesitas menurut baku

WHO adalah 30, tetapi menurut baku Asia dikatakan obesitas jika BMI lebih dari

12
25. Hal ini sangat penting peranannya karena berhubungan erat dengan faktor

resiko yang terjadi.

Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi dari standar

baku Asia, berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian beberapa negara

berkembang. Sedangkan menurut Riskesdas Kemenkes (2013), membuat batasan

BMI pada penduduk dewasa muda >18 tahun dengan kategori sebagai berikut:

Kategori Kurus BMI <18,5

Kategori Normal BMI 18,5 – 24,9

Kategori BB Lebih BMI 25-26,9

Kategori Obesitas BMI ≥ 27

6. Dampak Obesitas

Hasil penelitian membuktikan bahwa kegemukan menimbulkan banyak

masalah dan memperbesar risiko terserang penyakit degeneratif (penyakit yang

timbul akibat ada perubahan atau kerusakan tingkat seluler yang meluas ke

jaringan yang sama).

Dampak yang sering menyertai penderita obesitas, antara lain :

a. Penyakit jantung koroner (kardiovaskuler)

Overweight dan obesitas pada anak-anak menyebabkan peningkatan

tekanan darah, kolestrol, radang sendi, diabetes tipe II, penyakit jantung empedu,

asma depresi, cemas dan terisolasi dari teman sebaya.

13
b. Diabetes tipe-2

Mekanisme lain yang menjelaskan penurunan fungsi kognitif pada

obesitas adalah terganggunya hantaran reseptor insulin, kadar leptin di otak

rendah, dan berubahnya metabolisme glukosa. Tingkat leptin yang rendah

didalam otak akan mengakibatkan kemunduran dalam proses kognitif dan

mengingat. Secara fisiologis hiperinsulinemia berhubungan dengan gangguan

metabolisme glukosa dan hantaran insulin. Hal ini akan mempengaruhi beberapa

bagian otak, termasuk yang terkait dalam perencanaan dan organisasi misalnya

lobus frontalis dan hippocampus, bagian otak ini merupakan bagian dari tugas

desain blok.

c. Gangguan ortopedik

Obesitas juga memiliki risiko penyakit sendi pada ekstremitas bawah.

Penyakit ortopedik yang dapat terjadi adalah vara tibia bilateral (tungkai yang

melengkung, sehingga menyebabkan nyeri lutut dan mengganggu mobilitas).

Lebih jauh lagi, penyakit tersebut mengganggu kemampuan berolahraga,

sehingga menciptakan lingkaran setan yang memperburuk obesitas dan penyakit

sendi.

d. Pseudomotor serebri

Pseudotumor cerebri akibat peningkatan ringan tekanan intrakranial pada

obesitas disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-paru yang menyebabkan

peningkatan kadar CO2 dan memberikan gejala sakit kepala, papil edema,

diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer dan iritabilitas.

14
e. Nilai ekonomis.

Sampai saat ini di Indonesia dan negaranegara berkembang yang lain

belum tersedia data tentang besarnya nilai ekonomi dari obesitas, akan tetapi dari

berbagai studi diketahui bahwa obesitas merupakan salah satu komponen

terbesar dan budget nasional di bidang kesehatan (WHO, 2000).

f. Konsekuensi psikososial

Obesitas dapat menyebabkan konsekuensi-konsekuensi psikososial yang

signifikan. Anak-anak dan remaja yang mengalami obesitas dapat mengalami

prasangka dan diskriminasi. Pada remaja putri yang obes dan kelebihan berat

badan merasa malu karena berat badan mereka, merasa tidak modis, merasa

rendah diri sehingga menarik diri dari pergaulan (WHO, 2000).

7. Penatalaksanaan

Penurunan berat badan dapat dicapai melalui kombinasi program

pengurangan energi dengan program pelatihan aerobik, terapi perilaku, dan bila

diperlukan dengan obat-obatan dan pembedahan. Menjaga agar berat badan agar

tetap proporsional dengan tinggi badan adalah jalan yang terbaik. Untuk

menurunkan dan mempertahankan berat badan ideal, faktor yang paling

mempengaruhi adalah perubahan gaya hidup termasuk memperbaiki pola makan

dan melakukan pelatihan olah raga teratur. Menurut Fox et al. (1993) kontrol

berat badan dapat dilakukan dengan cara : pertama, mengurangi asupan energi

500 Kkal/hari sehingga seminggu defisit energi 3500 Kkal. Kedua, melakukan

aktifitas fisik selama 30 menit, 3 – 4 kali seminggu. Atau dapat dilakukan dengan

15
kombinasi kontrol diet dan aktifitas fisik.

Penurunan berat badan minimal 5 % bagi penderita kegemukan dan

obesitas sangat penting sebagai terapi dan prevensi terhadap berbagai penyakit.

Penurunan berat badan yang baik sekitar 2 kg perbulan atau 0,5 kg perminggu.

Penurunan berat badan yang terlalu drastis akan menimbulkan kekurangan zat

gizi, anemia, gangguan kerja jantung, hingga mengalami gangguan ketidak

seimbangan cairan tubuh.

Olah Raga yang baik untuk penderita obesitas adalah aerobik, karena

tubuh mengunakan lemak sebagai sumber energi. Jalan kaki atau ”reguler easy

walking ” sangat baik dilakukan oleh penderita obesitas yaitu 30 menit jalan kaki,

5-6 kali perminggu. Lakukan pencatatan data seperti Berat Badan (BB), Body

Mass Index (BMI), lingkar perut, dan sangat penting adalah pengukuran Nadi

setiap pagi dan Tes MAF (Maximum Aerobic function test) (Kurniati, 2008).

Cara lain yang sedang berkembang untuk penurunan berat badan adalah

terapi komplementer seperti akupunktur (tusuk jarum). Terapi akupunktur telah

diakui oleh Departemen Kesehatan yang kini semakin berkembang dan diterima

oleh masyarakat Indonesia dalam bidang kesehatan dan kecantikan. Adapun cara

kerja dari metode penurunan berat badan melalui akupunktur adalah untuk

memperbaiki metabolisme sehingga seseorang lebih mudah kenyang dan

menjaga agar nafsu makan tidak berlebihan (Saputra, 1999).

16
B. Akupuntur

Akupuntur merupakan suatu cara pengobatan yang memanfaatkan

rangsangan pada titik-titik akupunktur sehingga mempengaruhi aliran bioenergi

dalam tubuh. Secara tradisional sistem tersebut berdasarkan konsep

keseimbangan antara permukaan tubuh dengan organ melalui sistem meridian

yang spesifik (Saputra, 1999).

Konsep tersebut dalam bahasa ilmiah konvensional dapat digambarkan

sebagai konsep keseimbangan atau homeostasis, dimana titik akupunktur

sebagai pintu masuk rangsangan berdasarkan kualitas energi yang masuk dan

diubah menjadi sinyal biologi (komunikasi elektrik dan vibrasi fisik),

dilanjutkan oleh deretan yang sama dengan titik akupunktur (meridian) menuju

organ yang dikehendaki (Saputra, 1999).

Transmisi melalui jalur meridian, dimana titik akupunktur terdiri dari

kumpulan sel yang relatif lebih mudah berubah pola kelistrikannya dengan

pemberian rangsangan yang relatif minimal, yang kemudian terjadi perubahan

energi kimia yaitu reaksi pembentukan ATP dari mitokondria menjadi energi

listrik berupa aliran elektron kemudian didistribusikan sebagai energi

intraseluler menyebabkan perubahan potensial sel aktif lainnya pada jalur

meridian yang disebut bioinformasi dalam titik dan meridian akupunktur

(Saputra, 1999). Saputra (1999) menggunakan ITP untuk membuktikan konsep

tersebut, dimana terjadi migrasi aktif ITP dari titik akupunktur hingga mencapai

organ yang dituju.

17
Cara kerja rangsangan titik-titik akupunktur dalam mempengaruhi

keseimbangan homeostasis dapat dijelaskan dengan empat cara yaitu :

1. Reaksi inflamasi local

2. Reflek somato visceral

3. Transmisi neural melalui jalur neuro akupunktur

4. Transmisi interseluler melalui jalur meridian

Gambar 1. Cara Kerja Rangsangan Titik Akupunktur (Saputra, 1999).

C. Akupuntur untuk Obesitas

Pada akupuntur perut untuk obesitas, ada delapan titik utama yang

digunakan. Titik-titik tersebut yatitu, Tianshu (ST-25) pada kedua sisi, Weidao

(GB-28) pada kedua sisi, Zhingwan (REN-12), Shuifen (REN-9), Guanyuan

(REN-4), Sanyinjiao (SP-6). Selain itu juga dilakukan penjaruman pada titik

tambahan lain, yaitu Quchi (LI-11), Fenlong (ST-40), Qihai (REN-6) dan

Yinlingqau (SP-9) (Abdi et al., 2012). Penelitian dilakukan pada 196 subyek yang

secara acak dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok kasus dan kontrol. Kelompok

18
kontrol hanya menjalani pembatasan diet, sementara kelompok kasus selain

menjalani pembatasan diet juga diberikan terapi elektro akupunktur. Hasilnya

menunjukkan terdapat perubahan signifikan ketika terapi akupuntur

dikombinasikan dengan pembatasan diet, dibandingkan hanya melakukan

pembatasan diet, tanpa akupunktur. (Abdi et al., 2012).

Lee et al (2006) juga menggunakan delapan titik akupunktur yaitu, CV 6

(Chi Hai), CV 10 (Hsia Wan), CV 12 (Ching Wan), CV 13 (Shang Wan), kiri dan

kanan SP 15 (Ta Heng), dan kedua sisi ST 25 (Tien Shu). Penjaruman dilakukan

dengan kedalaman sekitar 2,5 cm setelah dilakukan sterilisasi pada kulit. Setiap

jarum diputar masuk dan keluar sampai subjek merasakan sensasi De-Qi. Jarum

akupunktur kemudian dihubungkan ke stimulator yang menstimulasi selama 50

menit dengan 15-mA, 0.05-ms pada frekuensi 3 Hz. Penelitian ini melibatkan 31

wanita dengan obesitas. Elektroakupuntur perut yang dapat mengurangi berat

badan sebesar 5,3 % selama 10 sesi (3 minggu). Hasil ini lebih baik daripada

penelitian sebelumnya yang menggunakan titik akupuntur LI 4, LI 11, ST 25, ST

36, dan ST 44, serta titik akupuntur pada telinga (Sanjao, Shen Men) yang

menghasilkan pengurangan 4,5-4,8% berat badan (Lee et al., 2006).

Pada penelitian elektroakupunktur lainnya, dipilih titik akupuntur ST21, ST

25, ST28, ST34, dan SP4T. Terapi dilakukan sebanyak 3 kali setiap minggu

selama 12 minggu. Berat badan subyek penelitian mengalami penurunan sebesar

2.06 ± 0.31 kg atau 2.78 ± 0.4 % berat badan awal. Pada pelaksanaan terapi kedua

yang dilakukan selama 15 minggu terjadi penurunan berat badan sebesar 2.81 ±

19
0.68 kg atau 3.90 ± 0.40 %. Hasil penelitian ini memberikan beberapa dukungan

untuk gagasan bahwa terapi komplementer elektroakupuntur dapat menghasilkan

penurunan berat badan yang signifikan tanpa disertai dengan instruksi diet,

konsumsi obat-obatan, dan olahraga. (Wang et al., 2008).

Stimulasi perlakuan akupunktur manual pada titik ST25 (Tianshu), ST21

(Liangmen), SP15 (Daheng), ST36 (Zusanli), SP6 (Sanyinjiao), LI11 (Quchi), SJ6

(Zhigou) bilateral, RN12 (Zhongwan), dan RN06 (Qihai) selama 21 hari

menunjukkan terjadinya penurunan berat badan dan Body Mass Index (BMI) yang

signifikan. (He et al., 2015). Penelitian ini melibatkan 96 wanita, dimana 56 orang

merupakan penderita obesitas dengan BMI ≥25 kg/m2 yang dibagi secara acak

menjadi dua kelompok, juga 40 orang wanita dengan berat badan overweight (BMI

23-25 kg/m2) yang dibagi menjadi dua kelompok secara acak (He et al., 2015).

Studi klinis lainnya pada akupunktur herbal untuk obesitas melibatkan titik

akupuntur ST25, CV4, CV6, CV10, CV12, GB26, BL23, dan BL52. ST25, yang

pada meridian perut dan perut, sering digunakan untuk berbagai gangguan saluran

pencernaan. Seperti ST25, titik akupuntur lainnya pada daerah perut kecuali BL23

dan BL52. BL23 dan BL52 terkenal untuk menangani gangguan endokrinologis.

Pengobatan pada BL23 dan BL52 menunjukkan peningkatan tingkat metabolisme

(Nam et al., 2016).

Pada akupunktur telinga, dipilih titik akupunktur hunger point dan stomach

point yang meregulasi respon kenyang. Penelitian ini dilakukan sepuluh orang

dewasa (9 perempuan dan 1 laki-laki), kemudian partisipan dibagi menjadi dua

20
kelompok (kelompok placebo dan kelompok perlakuan), masing-masing terdiri

dari 5 orang. Pemasangan jarum akupuntur dilakukan selama satu minggu,

kemudian dilepas dan diganti dengan jarum yang baru. Dilakukan berulang hingga

empat minggu. Observasi dilakukan setiap minggu dengan melakukan pengamatan

pada berat badan , lingkar pinggang dan indeks massa tubuh (IMT). Juga dilakukan

pemantuan diet pada masing-masing kelompok dan setiap makanan yang

dikonsumsi selalu dicatat. Selain itu juga dilakukan urinalisis dan pemeriksaan

darah untuk mengukur konsentrasi insulin, leptin, adiponectin, adrenocorticotropic

hormone (ACTH). Hasilnya didapatkan pada kelompok perlakuan didapatkan

penurunan berat badan antara 0,7 % hingga 3,5 % dengan hasil yang signifikan

(Shen et al., 2009; Ito et al., 2015).

Penelitian akupunktur lainnya yang melibatkan 24 pasien menggunakan titik

antiaggression pada kedua sisi telinga dan titik stomach membuktikan bahwa

akupuntur dapat digunakan sebagai terapi obesitas. Terapi yang dilakukan selama

15 hari sekali selama 3 bulan menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan

(p<0.001) (Set et al., 2014).

Pada akupunktur laser yang dilakukan oleh Tseng et al (2016), titik-titik

akupunktur yang digunakan adalah ST-25, ST-36, ST-40, ST-44, LI-4, LI-11, SP-

6, PC-6. Penelitian dilakukan terhadap 56 orang subjek dengan obesitas

menunjukkan hasil yang signifikan dan dapat ditoleransi dengan baik, dimana

terjadi penurunan BMI, penurunan lemak tubuh, pengecilan lingkar pinggang dan

perut, penurunan nafsu makan.

21
D. Mekanisme Kerja Akupuntur Untuk Terapi Obesitas

Akupuntur dipercaya mempengaruhi system saraf pusat melalui stimulasi saraf

perifer pada titik akupuntur. Signal dibawa oleh saraf yang terstimulasi dan

menghasilkan perubahan mood dan rasa kenyang. Akupuntur dapat menekan nafsu

makan dengan pengurangan serotonin dan endorphin-terinduksi pada stress dan

depresi, di mana efek ini tidak didapatkan dengan olahraga dan diet. Perubahan pada

metabolism lemak diperkirakan karena peningkatan kadar serum beta endorfin.

Peningkatan kadar CRP berhubungan dengan obesitas. Diperkirakan juga bahwa

jaringan adiposa mengeluarkan sitokin proinflamasi, sehingga penurunan berat

badan berhubungan dengan turunnya kadar CRP (Abdi et al., 2012).

Salah satu mekanisme pengaturan dalam tubuh yang berpengaruh terhadap

besarnya asupan makanan dan pengeluaran energi adalah metabolisme leptin.

Leptin merupakan protein sinyal yang bekerja secara kompleks (leptin-regulated

sentral melanocortin circuit) yang dihasilkan oleh jaringan adiposa. Pada keadaan

normal, leptin berfungsi dalam mengatur asupan energi dan pengeluaran energi,

serta mendeteksi jumlah simpanan energi (jaringan adipose) melalui mekanisme

pengaturan hormonal dan neural. Kerja leptin dipengaruhi oleh ikatan neuron

terhadap reseptor spesifik di hipotalamus. Salah satu neuron tersebut menghasilkan

reseptoranoreksigenik (penghambat makan) yang terdiri dari α-Melanocyte

Stimulating Hormone (α-MSH) dan Cocaine and Amphetamine-Related Transcript

(CART) dan reseptor oreksigenik (pemicu makan) yang terdiri dari NYP dan AgRP

(Wang et al., 2008).

22
Melalui mekanisme yang belum diketahui secara pasti leptin dikendalikan oleh

simpanan lemak. Apabila terdapat jumlah adiposa yang berlebihan akan dihasilkan

leptin dalam jumlah yang besar, melintasi sawar darah otak dan kemudian berkaitan

dengan reseptor leptin. Interaksi ini mengurangi asupan makanan dengan

merangsang pembentukan α-MSH dan CART (anoreksigenik) dan menghambat

sintesis NYP dan AgRP (oreksigenik). Apabila terdapat jumlah adiposa yang kurang

memadai, jumlah leptin menurun dan asupan makanan meningkat (Wang et al.,

2008).

Pada orang dengan berat badan normal, aktivitas leptin disekresi kedalam

sirkulasi darah dalam kadar yang rendah. Umumnya, kadar leptin meningkat pada

orang yang menderita obesitas dan kadar leptin yang tinggi tidak mempengaruhi

pengaturan pengeluaran energi sehingga disebut sebagai resistensi leptin. Keadaan

hiperleptinemia ini mungkin terjadi karena adanya resistensi leptin bukan karena

defisiensi leptin. Terapi 2 Hz elektroakupuntur ini terbukti merangsang

pembentukan α-MSH dan CART sehingga terjadi mekanisme pengurangan asupan

makanan (Wang et al., 2008).

Sementara itu, efek menekan nafsu makan pada akupuntur telinga telah di uji

coba pada tikus, mencit dan manusia. Namun hingga saat ini mekanisme yang

mendasarinya masih belum jelas. Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa

efek penurunan berat badan pada akupuntur telinga terjadi dengan memberikan

stimulus pada titik hunger point dan stomach point. Hunger point terletak pada

tragus sedangkan stomach point terletak apada cuvum conchae, kedua titik tersebut

23
merupakan titik-titik distribusi cabang-cabang nervus vagus. Kemudian dilakukan

observasi perubahan kebiasaan makan dan perubahan level hormon terkait nafsu

makan setelah dilakukan akupuntur telinga dan juga untuk mengidentifikasi

mekanisme yang mendasarinya (Shen et al., 2009; Ito et al., 2015).

Mekanisme kerja akupuntur telinga dipengaruhi oleh nervus vagus. Pada

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa akupuntur telinga

dapat menstimulasi LHA (Lateral Hypothalamic Area) yang merupakan pusat

makan melalui cabang nervus vagus di telinga dan menghambat kemampuaan

eksitabilitas neuron LHA. Akupuntur telinga juga meningkatkan aktivitas neuronal

HVM (ventromedial nuceus of hypothalamus) yang merupakan pusat kenyang

sehingga dapat menjadikan penurunan berat badan (Shen et al., 2009; Ito et al.,

2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Ito et al (2015) juga melakukan pengukuran

tingkat apetite-regulatory peptide setelah dilakuakn terapi akupunktur telinga. Pada

kelompok perlakuan terjadi penekanan tingkat ghrelin pada pagi hari sedangkan

pada kelompok placebo menunjukkan kenaikan tingkat ghrelin pada pagi hari.

Perubahan serum ghrelin dipengaruhi oleh tingkat gula darah dan dan insulin.

Perubahan gula darah dan insulin pada kedua kelompok tidak berbeda secara

signifikan. Mekanisme yang mendasari fenomena ini kemungkinan dipengaruhi

oleh interaksi antara feeding-related cytokines dengan nervus vagus. Karena nervus

vagus mengontrol peristaltic, akhiran sarafnya tersebar melalui mukosa dan

submukosa gastrointestinal tract. Nervus ini juga mentransmisikan sinyal

24
neurokimia ke diencephalon dan neocortex melalui batang otak. Ghrelin merupakan

satu-satunya apetite-inducing peptide yang diproduksi secara peripheral. Ghrelin

mentransmisikan informasi mengenai rasa lapar dan tingkat Growth hormone ke

system saraf pusat melalui jalur aferen vagal dan melalui darah (Bradford, 2010; Ito

et al., 2015).

Mekanisme lainnya diduga dengan menstimulasi ujung saraf vagus yang

terdapat pada telinga dan menaikkan kadar serotonin yang akan meningkatkan kerja

otot polos pada lambung yang kemudian akan menekan rasa lapar atau untuk makan,

juga dapat menekan stress dan depresi karena hormone dopamine dan endorphine

yang meningkat. Efek yang lainnya adalah pada serotonin, yang akan meningkatkan

kerja usus sehingga menekan nafsu makan. Akupuntur pada telinga juga bisa

meningkatkan produksi endorphin, yang akan membuat penurunan berat badan

melalui efek pemecahan lemak yang tersimpan dalam sel - sel lemak (Bradford,

2010; Set et al., 2014).

Akupuntur tubuh dengan kombinasi pembatasan diet terbukti efektif untuk

mengurangi berat badan dan mengurangi faktor resiko terkait obesitas. Selain itu,

juga memberikan efek imunomodulator (Abdi et al., 2012). Pemberian terapi

akupunktur pada titik-titik tertentu membuktikan mampu menurunkan berat badan,

menurunkan kadar insulin dan kadar leptin. Selain itu kadar plasma ghrelin dan

CCK meningkat sehingga dapat mengurangi rasa lapar (Güçel et al., 2012).

Elektroakupunktur (EA) dapat mengurangi berat badan sebesar 4,5%, dengan

penurunan paralel kadar leptin. juga menemukan bahwa Elektroakupuntur

25
mengurangi kolesterol total, trigliserida, dan kolesterol LDL dengan meningkatkan

tingkat beta-endorphin, yang merangsang lipolisis (Lee et al., 2006). Dalam

penelitian, disebutkan bahwa stimulasi EA perut berkurang pada parameter berat

badan, lingkar pinggang, dan lingkar panggul, dimana lingkar pinggang berkaitan

dengan jaringan lemak pada perut, Elektroakupuntur perut membantu

mendistribusikan atau melisiskan jaringan lemak perut langsung, dan juga jaringan

lemak pada bagian tubuh lainnya. Akupuntur telah terbukti untuk menekan nafsu

makan dengan meningkatkan tingkat serotonin dalam sistem saraf pusat dan

mengaktifkan pusat rasa kenyang dari hipotalamus. Jika pengurangan nafsu makan

dapat dicapai dengan elektroakupuntur, maka lingkar pinggang dan lingkar panggul

juga akan berkurang (Lee et al., 2006).

Secara umum, terapi akupunktur pada obesitas mempunyai efek sebagai

berikut:

1. Efek anti inflamasi

Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa akupunktur mampu

memperbaiki kondisi peradangan dengan mengatur beberapa proor mediator

anti-inflamasi. Juga sebagai terapi anti-inflamasi untuk obesitas yang

dibuktikan dengan beberapa eksperimen (Nam et al., 2016).

2. Efek antioksidan

Dalam kondisi obesitas, jaringan lemak meningkat, adiposit menghasilkan

peningkatan stres oksidatif, seperti spesies oksigen reaktif (ROS), yang

menginduksi sekresi molekul inflamasi. Stres oksidatif menyebabkan insulin

26
resistensi, yang lagi-lagi memperburuk obesitas. Bersamaan dengan produksi

ROS, antioksidan seperti superoksida dismutases (SOD), glutathione (GSH),

glutathione peroksidase (GSH-Px), dan katalase juga menurun. Oleh karena itu,

beberapa penelitian menunjukkan bahwa mengurangi stres oksidatif atau

meningkatkan antioksidan mungkin bermanfaat dalam mengobati obesitas

(Nam et al., 2016).

3. Efek modulasi metabolisme lemak

Bukti lain menunjukkan titik akupuntur yang disuntikan ekstrak herbal

mungkin memodulasi metabolisme lipid sistemik. Namun, pengobatan

akupunktur herbal tergantung pada jenis ekstrak herbal yang digunakan (Nam

et al., 2016).

4. Efek sinyal insulin

Resistensi insulin umumnya berdampingan dengan obesitas dan dua

kondisi itu memperburuk satu sama lain. Hiperinsulinemia dianggap hasil dari

obesitas dan resistensi insulin. Namun, sebuah studi baru-baru melaporkan

bahwa hiperinsulinemia mendorong obesitas dan komplikasinya. Menjaga

tingkat insulin rendah, penting untuk mempertahankan pengeluaran energi

dalam jaringan adiposa putih. Oleh karena itu, mengurangi tingkat insulin yang

bermanfaat dalam mengobati obesitas (Nam et al., 2016).

5. Efek pada leptin

Obesitas ditandai dengan sensitivitas leptin yang rendah antara neuron

dalam nukleus arkuata dari hipotalamus dan peningkatan leptin serum. Oleh

27
karena itu, mengatur kadar leptin dan sensitivitas leptin dianggap penting untuk

mengobati obesitas. Tiga studi eksperimental menyelidiki akupunktur herbal

menunjukkan efek yang signifikan dalam mengurangi tingkat serum leptin

(Nam et al., 2016).

28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Obesitas terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Obesitas juga

berhubungan dengan penyakit lain, seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan

penyakit jantung. Menurut WHO, seseorang dikatakan menderita obesitas jika

memiliki Body Mass Index (BMI) ≥30 kg/m2. Akupuntur merupakan terapi

komplementer yang memiliki Evidence Based Medicine cukup baik dalam terapi

obesitas.

Titik-titik akupunktur yang digunakan pada terapi obesitas meliputi

Liangmen (ST21), Tianshu (ST-25), ST28, ST34, Zusanli (ST36), Fenlong (ST-

40), ST-44, GB26, Weidao (GB-28) pada kedua sisi, Guanyuan (REN-4), Qihai

(REN-6), Shuifen (REN-9), Zhongwan (REN-12), Sanyinjiao (SP-6). Yinlingqau

(SP-9), Ta Heng kiri dan kanan (SP 15), SP-4T, (Hegu) LI-4, Quchi (LI-11),

Zhigou (SJ6) bilateral, CV-4, Chi Hai (CV-6), Hsia Wan (CV-10), Ching Wan

(CV-12), Shang Wan (CV-13), BL-23, BL-52, dan PC-6. Pada akupunktur telinga,

dipilih titik akupunktur hunger point dan stomach point yang meregulasi respon

kenyang, juga titik antiaggression pada kedua sisi telinga.

Akupuntur tubuh dengan kombinasi pembatasan diet terbukti efektif untuk

mengurangi berat badan, memberikan efek imunomodulator, menurunkan kadar

29
leptin, meningkatkan kadar plasma ghrelin sehingga dapat mengurangi rasa lapar.

Mekanisme kerja akupuntur telinga dipengaruhi oleh nervus vagus. Akupuntur

telinga dapat menstimulasi Lateral Hypothalamic Area (LHA) yang merupakan

pusat makan melalui cabang nervus vagus di telinga dan menghambat

kemampuaan eksitabilitas neuron LHA. Akupuntur telinga juga meningkatkan

aktivitas neuronal ventromedial nuceus of hypothalamus (HVM) yang merupakan

pusat kenyang sehingga dapat menjadikan penurunan berat badan. Dapat

disimpulkan bahwa terapi akupuntur tidak dapat menguruskan tetapi hanya

membantu untuk mengurangi obesitas dan merangsang titik pusat lapar dan

mengurangi nafsu makan shingga pola makan dan tetap diatu dan rutin

berolahraga. Berikut ini adalah titik akupuntur yang mempunyai peran penting

untuk mengurangi obesitas yang pertama adalah titik Zusanli (ST36) berfungsi

membuat rasa lapar berkurang dan rasa kenyang meningkat dengan merangsang

pusat lapardan kenyang di otak yang kedua adalah titik Tianshu (ST-25) dan Quchi

(LI-11) berfungsi membuat pergerakan otot lambung meningkat dan usus halus

berkurang sehingga kita tidak mudah lapar dan meningkatkan beta endorphin,

enkefalin dan serotonin membuat kita selalu senang sehingga kita tidak ingat

dengan makan.

30
B. Saran

Disarankan kepada orang yang mengalami obesitas untuk memilih salah

satu kegiatan yang dapat menurunkan berat badan seperti pelatihan dengan

intensitas sedang seperti renang, aerobik, jalan kaki; dan bisa juga melakukan

terapi komplementer yaitu tusuk jarum (akupunktur) pada titik rangsang yang

terkait dengan proses pencernaan, dan dapat juga melakukan diet rendah kalori.

31
DAFTAR PUSTAKA

Yin, J., Zhang, H. dan Ye, J. (2008). Traditional Chinese Medicine in Treatment of Metabolic
Syndrome. Endocrine‚ Metabolic & Immune Disorders-Drug Targets, 8(2), pp.99-111.

Nurwati, I. (2015). Pengaruh Akupunktur Titik Feishu (BL 13) dan Zusanli (St 36) Pada
Inflamasi dan Airway Remodeling Mencit Model Asma Kronik (Kajian Imunopatobiologi
Molekuler). Surakarta: Pascasarjana UNS.

Tang, x. (2006). Basic Theroies of Traditional Chinese Medicine. 1st ed. Shanghai: Shanghai
University of Traditional Chinese Medicine Press.

Wang, B. (2003). Huangdi Neijing. 1st ed. Beijing: Ancient Books of Traditional
Chinese Medicine Press.

Padmiari, I.A., Kayanaya, Antarini, Gumala dan Arsana. 2004. Pemantauan Indeks
Massa Tubuh Orang Dewasa Kawasan Perkotaan di Propinsi Bali (Laporan,
Penelitian). Denpasar: Dinkes Propinsi Bali.

32

Anda mungkin juga menyukai