Hingga pada akhirnya, enam bulan sudah kita pacaran. Sepakat menjaga
komitmen. Dengan doa yang sama "kiranya Tuhan secepatnya persatukan
kita". Dari Solo-Jakarta, Lampung-Jakarta, dan sekarang Lampung-Medan.
Berat? Banget. Tak jarang kita ribut karna masalah kecil. Lagi2 karna aku suka
membesarkan masalah. Sifatku yang masih kanak-kanak kurasa membuatmu
pusing menghadapinya. Tapi kamu tetap gak mau menyerah setiap kali aku
sudah pasrah.
Namun, Semuanya semakin tidak terkontrol. Aku marah kamu juga marah.
Akhir-akhir ini kamu banyak berubah pikirku. Tapi kamu bilang aku yang
berubah. Tidak ada lagi yang mau mengalah. Tangisku pun sudah jadi hal
biasa ditelingamu. Aku kehabisan kata-kata. Kamu sibuk mematahkan setiap
tuduhanku, hingga aku balik tertuduh karna kebodohanku. Tak jarang aku jdi
gagap saat kamu mulai berbicara panjang. Aku salah kata, kamu marah dan
aku hanya bisa pasrah. Untung saja, ada kenangan di galeriku saat kamu
marah dan menghilang sebentar dariku. Ada obat rindu yg rutin kudengar. Itu
adalah rekaman suaramu. Iya, saat awal2 kita kenalah. Ahh, aku ingin
mengulang waktu. Aku rindu kamu. Kamu yang dulu.
Lalu, aku mulai sadar waktu yg sudah kulewati tak mungkin kuhapus begtu
saja. Setiap aku berpikir untuk menyerah, aku takut tidak punya siapa2 lagi.
Apa aku sanggup tanpa mu? Ini kata-kata yang selalu buat aku bertahan. Aku
sudah candu. Aku takut kehilanganmu.