Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam bidang budidaya pola tanam sangat perlu diperhatikan. Tanaman dan pola
tanam yang berbeda dapat menentukan tingkat produksi dalam kualitas maupun
kuantitas. Tanam adalah menempatkan bahan tanam berupa benih atau bibit pada
suatu media tanam tanah maupun bukan tanah dalam suatu pola tanam. Sedangkan
pola tanam adalah usaha menanam pada sebidang lahan dengan mengatur susunan
tata letak dan urutan tanaman selama periode waktu tertentu termasuk masa
pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu. pola tanam
sendiri ada dua macam yaitu monokultur dan polikultur. Ketika pola tanam itu
memiliki nilai plus dan minus sendiri.
Dalam dunia pertanian, tanam dan pola tanam sangat diperlukan. Tanam dan pola
tanam yang berbeda dapat menentukan tingkat produksi dalam kualitas maupun
kualitas. Terdapat banyak pola tanam dalam dunia pertanian, termasuk pola tanam
monokultur dan polikultur. Kita harus mengetahui berbagai macam pola tanam agar
dapat mengetahui cara yang lebih menguntungkan dan tidak merusak lingkungan.
Pola tanam sangat tergantung pada iklim, topografi, ketersediaan air, jenis tanah dan
kondisi ekonomi petani. Selain itu penggunaan mulsa juga sering digunakan untuk
menyesuaikan kondisi lingkungan dan kondisi tanamannya. Tujun dari mulsa itu
sendiri untuk melindungi agregat tanah dari percikan air hujan, menekan
pertumbuhan gulma pada sekitar tanaman budidaya dan masih banyak lagi tujuan dari
mulsa ini. Dalam hal ini, tanam dan pola tanam serta pemulsaan sangat
mempengaruhi dalam hal pertanian. Maka dari itu, petani yang baik dan perduli
lingkungan serta peduli kesehatan dan keberlangsungan hidup tanaman yang
berkualitas maka petani tersebut akan mengkuti kriteria tanam dan pola tanam serta
pemulsaan yang baik.
Selain ditentukan oleh faktor genetik bahan tanamannya, produksi tanam juga
ditentukan oleh kondisi fisik lingkungan tumbuhnya. Tanaman dengan bahan genetik
yang baik sekalipun akan tumbuh buruk apabila tidak didukung oleh lingkungan yang
kondusif. Setiap lahan memiliki kapasistas yang berebda dalam menunjang
pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, konsep budidaya tanaman sejatinya
didasarkan pada efektivitas penggunaan sumber daya air, hara dan cahaya yang
tersedia di lahan untuk peroduksi tanaman secara optimal dan berkelanjutan. Salah
satu strategi optimal dengan melakukan penerapan pola tanam yang tepat.
Berdasarkan uraian di atas, maka diadakan praktikum pola tanam monokultur dan
polikultur pada tanaman selada hijau, selada merah, dan cabai.

1.2 Tujuan dan Kegunaan


Tujuan praktikum pola tanam yaitu untuk mengetahui perbedaan pola tanam
monokultur dan polikultur dalam menghasilkan produksi dan mengetahui pentingnya
penggunaan mulsa pada tanaman selada hijau, selada merah, pakcoy, dan cabai.
Kegunaan praktikum pola tanam yaitu agar dapat memberikan pemahaman
kepada mahasiswa tentang pola tanam dan penggunaan mulsa pada tanaman selada
hijaun, selada merah, Pakcoy, dan cabai.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pola Tanam


Pola tanam atau (cropping patten) iyalah suatu urutan pertanaman pada sebidang
tanah selama satu periode. Lahan yang dimaksud bisa berupa lahan kosong yang
sudah terdapat tanaman yang mampu dilakukan tumpang sari (Saiful Anwar, 2011).
Pola tanam adalah usaha yang dilakukan dengan melaksanakan penanaman pada
sebidang lahan dengan mengatur susunan tata letak dari tanaman dan tata urutan
tanaman selama periode waktu tertentu, termasuk masa pengolahan tanah dan masa
tidak ditanami selama periode tertentu (Musyafa’, 2011).
Pola tanam adalah urut-urutan pergiliran tanam pada lahan yang sama dalam
waktu satu tahun. Pola tanam merupakan bagian atau sub sistem dari sistem budidaya
tanaman, maka dari sistem budidaya tanaman ini dapat dikembangkan satu atau lebih
sistem pola tanam. Pola tanam diterapkan dengan tujuan memanfaatkan sumber daya
secara optimal dan untuk menghindari resiko kegagalan, namun yang penting
persyaratan tumbuh antara kedua tanaman atau lebih terhadap lahan hendaklah
mendekati kesamaan (Anggraini, 2006).

2.2 Jenis-Jenis Pola Tanam


Sistem tanam terbagi dua yaitu sistem tanam monokultur dan sistem tanam
polikultur. Sistem pertanian monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman
sejenis atau sama dengan tujuanya adalah untuk meningkatkan hasil pertanian.
Sedangkan sistem tanam polikultur ialah pola pertanian dengan banyak jenis tanaman
pada satu bidang lahan yang terusun dan terencana dengan menerapkan aspek
lingkungan yang lebih baik (Setiawan dkk,. 2015).

2.2.1 Pola Tanam Monokultur


Monokultur (monocropping) adalah penanaman satu jenis tanaman pada
sebidang tanah selama periode tanam satu tahun. Monokultur adalah budidaya secara
intensif satu jenis tanaman dengan penggunaan bahan agrokimia dan organik dalam
dosis yang tinggi (Prahasta, 2009).
Sistem pertanian monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman
sejenis. Misalnya sawah ditanami padi saja, jagung saja, atau kedelai saja. Tujuan
menanam secara monokultur adalah meningkatkan hasil pertanian. Sistem penanaman
monokultur menyebabkan terbentuknya lingkungan pertanian yang tidakmantap.
Buktinya tanah pertanian harus diolah, dipupuk dan disemprot dengan insektisida.
Jika tidak, tanaman pertanian mudah terserang hama dan penyakit. Jika tanaman
pertanian terserang hama, maka dalam waktu cepat hama itu akan menyerang wilayah
yang luas. Petani tidak dapat panen karena tanamannya terserang hama. Kelebihan
sistem ini yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang ditanam
maupun yang dipelihara hanya satu jenis. Di sisi lain, kelemahan sistem ini adalah
tanaman relative mudah terserang hama maupun penyakit (Setiawan dkk,. 2015).

2.2.2 Pola Tanam Polikultur


Sistem tanam polikultur (intercropping) atau tumpang sari adalah salah satu
usaha sistem tanamdimana terdapat dua atau lebih jenis tanaman yang berbeda
ditanam secara bersamaan dalam waktu relatif sama atau berbeda dengan penanaman
berselang-seling dan jarak tanam teratur pada sebidang tanah yang sama. Tumpang
sari adalah suatu usaha untuk meningkatkan keragaman hasil panen yang
diperolehdari sebidang lahan. Budidaya tanaman dengan sistem tumpang sari dapat
dikatakan berhasil apabila nilai kesetaraan lahan lebih dari 1 (Warsana, 2009).
Menurut Setiawan dkk (2015), polikultur merupakan budidaya tanaman dengan
banyak jenis tanaman pada satu bidang lahan yang tersusun dan terencana dengan
menerapkan aspek lingkungan yang lebih baik. Keuntungan dari sistem tanam
polikultur adalah:
1. Mengurangi serangan OPT, sebab tanaman satu dengan tanaman lainya dapat
saling membantu dalam mengurangi dampak serangan OPT.
2. Menambah kesuburan tanah. Penanaman tanaman leguminosa atau tanaman
kacang-kacangan dapat menambat unsur N kedalam tanah, sebab adanya bakteri
Rhizobium yang terdapat pada bintil akar.
3. Siklus hidup hama dan penyakit dapat terputus, dengan cara rotasi tanaman.iv.
Memperoleh hasil panen yang beragam. Pemanenan lebih dari satu jenis tanaman
akan menghasilkan panen yang beragam. Kekurangan dari sistem tanam polikultur
yaitu terjadinya persaingan unsur hara antar tanaman, OPT banyak jenisnya,
sehingga sulit untuk menanggulanginya. Penanaman dengan sistem polikultur
terbagi menjadi beberapa bagian, antara lain adalah tumpang sari, tumpang gilir,
tanaman bersisipan, tanaman campuran, dan tanaman bergiliran.

2.3 Deskripsi Tanaman yang Ditanam


Pada praktikum pola tanam monokultur dan polikultur ini menggunakan beberapa
jenis tanaman, yaitu selada merah, selada hijau, pakcoy, dan cabai.

2.3.1 Selada Merah dan Hijau


Selada keriting dan selada lollo rossa (Lactuca sativa var. crispa) termasuk
kelompok kultivar selada daun. Selada jenis ini helaian daunnya lepas dan tepiannya
berombak atau bergerigi serta berwarna hijau atau merah. Ciri khas lainnya adalah
tidak membentuk krop. Selada daun berumur genjah dan toleran terhadap kondisi
dingin. Apabila daunnya dipanen dengan cara lepasan satu per satu dan tidak dicabut
sekaligus maka tanaman dapat dipanen beberapa kali. Meskipun demikian, umumnya
selada daun dipanen sekaligus seluruh tanaman seperti jenis selada lainnya.
Perbedaan antara selada keriting dan selada lollo rossa yang paling mencolok adalah
warna batang dandaunnya. Selada keriting berwarna hijau sedangkan selada lollo
rossa berwarna merah (Sugara, 2012).

2.3.2 Pakcoy
Pakcoy bukan tanaman asli Indonesia, menurut asalnya di Asia. Karena
Indonesia mempunyai kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanahnya sehingga
dikembangkan di Indonesia ini. Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari
ketinggian 5 meter sampai dengan1.200 meter di atas permukaan laut. Namun
biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai
500 meter dpl.Tanaman pakcoy dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas
maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah maupun
dataran tinggi. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang diperoleh lebih baik
di dataran tinggi. Tanaman pakchoy tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam
sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman
secara teratur (Sholehudin et.al, 2013).

2.3.3 Cabai
Cabai atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan
merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi.
Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan vitamin C serta mengandung
minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan
panas bila digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Cabai dapat ditanam
dengan mudah sehingga bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari tanpa harus
membelinya di pasar (Harpenas, 2010).

2.4 Pengertian Mulsa


Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di
permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan
hujan, erosi, dan menjaga kelembaban, struktur, kesuburan tanah, serta menghambat
pertumbuhan gulma (rumput liar) (Ruijter dkk., 2009).
Mulsa adalah bahan untuk menutup tanah sehingga kelembaban dan suhu tanah
sebagai media tanaman terjaga kestabilannya. Mulsa juga berfungsi untuk menekan
pertumbuhan gulma sehingga tanaman akan tumbuh dengan lebih baik. Pemberian
mulsa pada permukaan tanah saat musim hujan juga dapat mencegah terjadinya erosi
pada permukaan tanah (Tinambunan dkk., 2013).
Mulsa adalah suatu bahan, organik maupun an-organik yang dihamparkan di atas
permukaan tanah yang berfungsi untuk : (1) menekan laju erosi maupun evaporasi
tanah, dan (2) untuk menjaga kelembaban tanah. Kelembaban tanah menggambarkan
banyak sedikitnya uap air yang terkandung di dalam tanah, sehingga apabila
kelembaban tanah tinggi, maka air yang tersedia di dalam tanah juga cukup banyak.
Namun demikian, banyak sedikitnya air yang terkandung tersebut juga sangat
ditentukan oleh tingkat ketebalan mulsa yang digunakan. Pada tingkat ketebalan
mulsa tinggi, energi radiasi matahari yang diterima permukaan tanah rendah sebagai
akibat tingginya tingkat halangan yang dilalui oleh radiasi matahari untuk mencapai
suatu permukaan tanah. Akibatnya evaporasi berjalan lambat dan kelembaban tanah
akan dapat dipertahankan (Suminarti, 2015).

2.4.1 Macam-Macam Mulsa


Menurut Ruijter dkk. (2009), macam-macam mulsa adalah sebagai berikut :
1. Mulsa sisa tanaman
Mulsa ini terdiri dari bahan organik sisa tanaman (jerami padi, batang jagung),
pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting tanaman. Bahan tersebut
disebarkan secara merata di atas permukaan tanah setebal 2-5 cm sehingga
permukaan tanah tertutup sempurna. Mulsa sisa tanaman dapat memperbaiki
kesuburan, struktur, dan cadangan air tanah. Mulsa juga menghalangi pertumbuhan
gulma, dan menyangga (buffer) suhu tanah agar tidak terlalu panas dan tidak terlalu
dingin. Selain itu, sisa tanaman dapat menarik binatang tanah (seperti cacing), karena
kelembaban tanah yang tinggi dan tersedianya bahan organik sebagai makanan
cacing. Adanya cacing dan bahan organik akan membantu memperbaiki struktur
tanah. Mulsa sisa tanaman akan melapuk dan membusuk. Karena itu perlu
menambahkan mulsa setiap tahun atau musim, tergantung kecepatan pembusukan.
Sisa tanaman dari rumput-rumputan, seperti jerami padi, lebih lama melapuk
dibandingkan bahan organik dari tanaman leguminose seperti benguk, Arachis, dan
sebagainya.
2. Mulsa lembaran plastik
Pada sistem agribisnis yang intensif, dengan jenis tanaman bernilai ekonomis
tinggi, sering digunakan mulsa plastik untuk mengurangi penguapan air dari tanah
dan menekan hama dan penyakit serta gulma. Lembaran plastik dibentangkan di atas
permukaan tanah untuk melindungi tanaman.

3. Mulsa batu
Di pegunungan batu-batu cukup banyak tersedia sehingga bisa dipakai sebagai
mulsa untuk tanaman pohon-pohonan. Permukaan tanah ditutup dengan batu yang
disusun rapat hingga tidak terlihatlagi. Ukuran batu-batu berkisar antara 2-10 cm.
Tebalnya lapisan mulsa tidak tertentu, yang jelas permukaan tanah harus ditutupi.
Manfaat mulsa batu adalah:Memudahkan peresapan air hujanMengurangi penguapan
air dari permukaan tanahMelindungi permukaan tanah dari pukulan butir
hujanMenekan gulma (rumput liar)

2.4.2 Manfaat Mulsa


Pada komoditas hortikultura mulsa dapat mencegah percikan air hujan yang
menyebabkan infeksi pada tempat percikan tersebut. Pemberian mulsa pada musim
kemarau akan menahan panas matahari pada permukaan tanah bagian atas untuk
menjaga suhu dan kelembapan tanah agar tetap stabil. Penekanan penguapan
mengakibatkan suhu relatif rendah dan lembab pada tanah yang diberi mulsa.
Pemberian mulsa paitan (Tithonia diversifolia) mampu mengendalikan pertumbuhan
gulma dengan berkurangnya jumlah jenis individu gulma yang dapat tumbuh dan
mampu meningkatkan hasil tomat (Sudjianto dan Kristina, 2009).
Mulsa jerami atau mulsa yang berasal dari sisa tanaman lainnya mempunyai
konduktivitas panas rendah sehingga panas yang sampai ke permukaan tanah akan
lebih sedikit dibandingkan dengan tanpa mulsa atau mulsa dengan konduktivitas
panas yang tinggi seperti plastik. Efektivitas penggunaan mulsa plastik di daerah
tropis diperoleh dari kemampuan fisik mulsa plastik dalam melindungi tanah dari
terpaan langsung butiran hujan, menggemburkan tanah di bawahnya, mencegah
pencucian hara, mencegah percikan butiran tanah ke tanaman, mencegah penguapan
air tanah, dan memperlambat pelepasan karbondioksida tanah hasil respirasi oleh
aktivitas mikroorganisme. Warna permukaan mulsa plastik memiliki beberapa
kemampuan optis dalam mengubah kuantitas dan kualitas cahaya yang dapat
dimanfaatkan tanaman dalam melakukan proses pertumbuhan. Pemberian jenis mulsa
yang berbeda pada tanaman dapat memberikan pengaruh yang berbeda pula seperti,
pada pengaturan suhu, kelembaban, kandungan air tanah, penekanan gulma dan
bahkan organisme pengganggu (Tinambunan dkk., 2013).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Pola Tanaman ini dilaksanakan di Kebun Percobaann Teaching Farm
, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar pada hari Selasa, 5 Maret
2019 – 2 April 2019 pukul 16.00 WITA sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang di gunakan dalam praktikum pola tanam adalah sekop, cangkul,
meteran, linggis, parang, kaleng susu dan alat tulis-menulis.
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah pupuk
kandang, EM4, larutan gula, serasah daun, sekam bakar, mulsa, plastik uv, patok
kayu, dan korek api .
3.3 Prosedur kerja
Adapun prosedur kerja dari pelaksanaan praktikum pola tanam yaitu:
1. Membersihkan lahan dan mengukur lahan dengan ukuran 2 x 1 m yang
nantinya akan di buat bedengan dengan tinggi gundukan tanah 30 cm.
2. Menggemburkan tanah dengan menggunakan cangkul lalu membuat bedengan
dengan ukuran yang telah ditentukan.
3. Membelah bedengan dan mengisi dengan pupuk kandang dan serasah.
4. Menyiram pupuk kandang dan serasah tersebut dengan EM4 dan larutan gula.
5. Menutup kembali bedengan dan mencapurkan tanah dengan sekam lalu
diratakan bagian atas bedengan agar menjadi lurus.
6. Menutup bedengan yang telah di buat dengan mengggunakan mulsa sesuai
dengan ukuran bedengan.
7. Membuat lubang dengan menggunakan kaleng susu bekas pada mulsa dengan
jarak 20 x 20 cm untuk bedengan monokultur dan untuk poli kultur.
8. Melakukan penyemaian benih selada merah, selada hijau dan cabe kriting
selama 5-7 hari.
9. Setelah benih mulai berkecambah, pindahkan semaian tersebut ke media
tanam tanah, pupuk kandang, dan sekam bakar dengan perbandingan 1:1:1
10. Melakukan penanaman bibit selada merah dan selada hijau pada bedengan
monokultur single row serta melakukan penanaman bibit selada merah dan cabe
kriting pada bedengan polikultur.
11. Memasang plastik uv pada tiap bedengan.
12. Melakukan penyulaman pada tanaman yang tidak tumbuh dan melakukan
penyiangan jika ada gulma yang tumbuh di sekitar tanaman.
13. Merawat keseluruhan tanaman sambil mengamati pertumbuhannya.
3.3.2 Penyemaian
Prosedur penyemaian adalah sebagai berikut:
1. Menyemai benih-benih tanaman akan ditanam dengan menggunakan wadah
yang telah diletakkan tissue/rockwoll yang lembab.
2. Meletakkan benih-benih tanam yang akan ditanam kedalam wadah yang
tersebut.
3. Menjaga kelembaban tissue/rockwoll selama proses penyemaian.
4. Memindahkan semaian yang telah tumbuh ke media tanaman sementara yang
berupa polybag kecil atau gelas- gelas kecil.
3.3. Penanaman
Prosedur penamaman adalah sebagai berikut:
1. Membuat lubangan tanah berdasarkan lubang yag terdapat pada mulsa.
2. Memindahkan tanaman hasil persemaian dari media tanam sementara ke
bedengan.
3. Menutupi lubangan tanah yang berisi tanaman tersebut menggunakan pupuk
kandang.
4. Menutupi tanaman tersebut dengan menggunakan pelepah pisang.
3.4 Parameter Tanaman
Parameter pengamatan pada praktikum Pola Tanam adalah sebagai berikut:
1. Jumlah Tanaman.
2. Tinggi Tanaman.
3. Jumlah Daun.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, A. 2006. Luas Lahan Optimum Untuk Usaha Tani Bawang Merah di Desa
Kemukten Berdasarkan Perhitungan Produktivitas dan Biaya Produksi Total.
Skripsi. Program Studi Imu Tanah, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
Harpenas, Asep & R. Dermawan. 2010. Budidaya Cabai Unggul. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Musyafa’. 2011. Prinsip-prinsip Dasar Dalam Pemilihan Jenis Pola Tanam. Jurnal
info teknis. Vol 5 (2): 1-5
Prahasta, A. 2009. Agribisnis Jagung. Bandung: CV. Pustaka Grafika.
Saiful Anwar, 2011. Bertanam 12 Jenis Sayuran Organik. Jakarta (ID): Penebar.
Setiawan, A.N, Isnawan, B.H, Aini L.N. 2015. Laporan Penelitian Unggulan Prodi
Sistem Pengelolaan Lahan Pasir Pantai Untuk Pengembangan Pertanian.
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Sholehudin, M.I, S. Hadi, M, Suhaedi, M.H, Lazuardini, M, Apriliyanti, M. 2013.
Laporan Akhir Pengantar Usaha Tani "Analisis Usaha Tani Tanaman Pakcoy
di Desa Sumberejo, Batu". Malang: Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya.
Sugara, K. 2012. Budidaya Selada Keriting, Selada Lollo Rossa, dan Selada
Romaine Secara Aeroponik di Amazing Farm, Lembang, Bandung.
Departemennya Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Sudjianto, U. dan V. Kristina. 2009. Studi Pemulsaan dan Dosis NPK pada Hasil
Buah Melon (Cucumis melo L.). Jurnal Sains dan Teknologi. 2(2):1-7.
Suminarti, N.E. 2015. Pengaruh Tingkat Ketebalan Mulsa Jerami Pada Pertumbuhan
dan Hasil Tanaman Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott var. Antiquorum).
Jurnal Agro Vol. 2, No. 2, Desember 2015. Malang: Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya.
Tinambunan, E, Setyobudi, L, Suryanto, A. 2013. Penggunaan Jenis Mulsa Terhadap
Produksi Baby Wortel (Daucus carota L.) Varietas Hibrida. Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpang Sari Jagung dan Kacang Tanah. Jawa
Tengah: BPTP Jawa Tengah.
Wirosoedarmo. 1985. Dasar-Dasar Irigasi Pertanian. Malang: Universitas
Brawijaya.

Anda mungkin juga menyukai