Anda di halaman 1dari 3

Definisi DBD

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic


fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopeniadan diathesis hemoragik.Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok (Suhendro, Nainggolan, Chen, 2006).

Pencegahan Penyakit DBD


a. Manajemen lingkungan
Manajemen lingkungan mencakup semua perubahan yang dapat mencegah atau
meminimalkan perkembangbiakan vektor sehingga kontak antara manusia dan vektor
berkurang (WHO, 2005). Menurut Hadinegoro (2004) menjelaskan bahwa cara yang tepat
guna menekan pertumbuhan vektor ialah dengan melaksanakan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN), yaitu menghindari menggantung pakaian dikamar yang gelap dan lembab
karena dapat menjadi tempat perindukan bagi nyamuk serta meningkatkan kegiatan yang
melibatkan masyarakat dalam membasmi jentik nyamuk penular demam berdarah dengan
cara 3M yaitu: menguras atau membersihkan secara teratur minimal seminggu sekali,
menutup 24 rapat tempat penampungan air (bak mandi, kolam hias, drum, wadah air minum
hewan, pot bunga) dan mengubur atau menyingkirkan barang bekas (ban, kaleng serta ember
bekas) yang dapat menjadi sarang nyamuk.
b. Perlindungan diri
Pakaian mengurangi risiko tergigit nyamuk jika pakaian itu cukup tebal atau longgar.
Baju lengan panjang dan celana panjang dengan kaus kaki dapat melindungi tangan dan kaki,
yang merupakan tempat yang paling sering terkena gigitan nyamuk WHO (2005). Selain itu
untuk menghindari gigitan nyamuk Aedes Aegypti dapat menggunakan kelambu bila tidur,
memasang kawat kassa pada ventilasi udara, memakai obat nyamuk bakar/semprot serta obat
nyamuk oles (repellent) di dalam maupun di luar rumah pada pagi dan sore hari (Depkes RI,
2012).
c. Abatisasi
Abatisasi dilaksanakan didesa/ kelurahan endemis terutama disekolah dan tempat- tempat
umum. Semua tempat penampungan air dirumah dan bangunan yang ditemukan jentik
nyamuk ditaburi bubuk abate sesuai dengan dosis yaitu 10 gram abate untuk 100 liter air
(WHO, 2005).
d. Pengendalian biologis
Pengendalian secara biologis merupakan upaya pemanfaatan agen biologi untuk
pengendalian vektor DBD. beberapa agen biologis yang sudah digunakan dan terbukti
mampu mengendalikan 25 populasi larva vektor DBD ialah ikan pemakan jentik yang
terbukti efektif dan telah digunakan salah satunya dikota Palembang adalah ikan cupang.
(Depkes RI, 2012) Penelitian yang dilakukan oleh Taviv.Y dkk (2010), tentang pengendalian
DBD melalui pemanfaatan pemantauan jentik dan ikan cupang mendapatkan hasil bahwa
intervensi dengan pemanfaatan ikan cupang plus pemantauan jentik lebih efektif untuk
meningkatkan Angka Bebas Jentik (ABJ) dan menurunkan House Index (HI), Conteiner
Index (CI), Breteau Index (BI).
e. Pemantauan Jentik Berkala (PJB)
Pemantauan jentik berkala yang dilakukan setiap 3 bulan di rumah dan di tempat umum.
Untuk pemantauan jentik berkala dirumah dilakukan pemeriksaan sebanyak 100 rumah
sebagai sampel untuk setiap desa/ kelurahan. Hasil PJB ini diinformasikan pihak kesehatan
kepada kepala wilayah/ daerah setempat sebagai evaluasi dan dasar penggerakan masyarakat
dalam PSN DBD dan diharapkan angka bebas jentik (ABJ) setiap kelurahan desa dapat
mencapai lebih 95% akan dapat menekan penyebaran penyakit DBD (Hadinegoro, 2004).
Depkes RI (2012) mengungkapkan salah satu kebijakan pemerintah di dalampengendalian
DBD yaitu dengan melibatkan warga yang ditugaskan menjadi kader jumantik dalam
mengawasi kegiatan PSN DBD. Kader Jumantik adalah juru pemantau jentik yang bertugas
memeriksa genangan-genangan air di dalam maupun luar rumah, menemukan larva yang
terdapat di dalam tempat-tempat 26 yang dapat menampung air, mengindentifikasi rumah
rumah yang tidak berpenghuni dan mengajak pemilik rumah untuk berpartisipasi dalam
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) secara teratur. Penelitian yang dilakukan oleh
Chadijah dkk (2009) menjelaskan bahwa terjadi peningkatan ABJ dan penurunan HI, BI, dan
CI dengan memberdayakan jumantik dalam mengawasi kegiatan pelaksanaan PSN
dimasyarakat di dua kelurahan kota Palu, Sulawesi Tengah.
f. Fogging Fokus
Fogging fokus merupakan kegiatan menyemprotkan insektisida untuk membunuh
nyamuk dewasa dan merupakan salah satu cara yang cukup banyak dipakai di Indonesia,
namun cara ini kurang efektif karena hanya dapat membunuh nyamuk dewasa pada suatu
wilayah dengan radius 100-200 meter di sekitarnya dan efektif hanya untuk satu sampai dua
hari. Kegiatan fogging ini tidak dapat membunuh larva nyamuk.

Anda mungkin juga menyukai