KEPERAWATAN GERONTIK
MAKALAH
Oleh :
Kelompok 9
Putri Rahmania Agustin 162310101003
Ihda Nur Afifah 162310101007
Airlangga Nala Siswanto 162310101035
Mitasari 162310101022
Kelas A 2016
Dosen Pembimbing Hanny Rasni, S.Kp., M.Kep
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Keperawatan Gerontik
Oleh :
Kelompok 9
Putri Rahmania Agustin 162310101003
Ihda Nur Afifah 162310101007
Mitasari 162310101022
Airlangga Nala Siswanto 162310101035
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat, karunia, serta taufik dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Lansia Tunawisma Tinggal Sendiri
Mata Kuliah Keperawatan Gerontik. Tujuan dari penyusunan makalah ini diharapkan
pembaca dapat menambah pengetahuan tentang penuaan sistemkardiovaskuler
padalansia.
Selama pembuatan makalah ini banyak dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak, maka dari itu kami haturkan banyak terimakasih kepada:
1. Hanny Rasni, S.Kp., M.Kep selaku dosen PJMK serta pembimbing
kelompok 5 mata kuliah KeperawatanGerontik
2. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.
Jember, 12April2019
Penulis
iii
DAFTAR ISI
3.2 Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Nyeri dan Kanker pada Lansia
(Kasus)..................................................................................................................... 18
BAB 4. PENUTUP..................................................................................................... 46
iv
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 47
LAMPIRAN .............................................................................................................. 49
v
BAB 1. PENDAHULUAN
6
39,25%. Sedanglkan pada kelompok cerai mati persentase laki-laki yang berstatus
cerai mati lebih rendah daripada lansia perempuan cerai mati yaitu dengan
perbandingan 15% : 56%. Dari angka prevalensi tersebut dapat dikatakan baha
banyak lansia yang hidup sendiri dengan mandiri.
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari tunawisma tinggal sendiri
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi dari tunawisma tinggal sendiri
1.3.3 Untuk mengetahui factor mempengaruhi tunawisma tinggal sendiri
1.3.4 Untuk mengetahui penatalaksanaan pada lansia tunawisma tinggal sendiri
1.3.5 Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari tunawisma tinggal sendiri
7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Tunawisma yaitu sesorang yang tinggal di rumah dibawah standar
minimum atau tidak memiliki kepemilikan. Adapun kateogori tunawisma yaitu
hidup di jalanan (tunawisma primer), bergerak di antara tempat penampungan
sementara, hidup rumah teman, keluarga dan akomodasi darurat (tunawisma
sekunder), tinggal di rumah kos pribadi tanpa kamar mandi pribadi dan / atau
kepemilikan (tunawisma tersier) (Easey dkk, 2016)
Etiologi
8
Faktor – faktor dari diri dan lingkungan mempengaruhi lambatnya
pemulihan dan meningkatkan terjadinya resiko opurtunistik. Faktor linngkungan
antara lain yaitu akses yang sulit untuk mrnjangkau pelayanan kesehatan dan
akses untuk obat-obatan serta air bersih . sedangkan faktor pribadi yaitu
kurangnya kesadaran waktu, pola kepatuhan yang buruk, keletihan, konfusi, dan
terbatasnya kemampuan fungsional.
Lansia mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan dan gangguan
mobilisasi karena berkurangnya sirkulasi otak dan ektremitas. Selain itu, lansia
tunawisma berada pada area yang berdekatan pada agen infeksius, perubahan suhu
yang ekstrem serta terjadinya penurunan system imun membuat lansia rentan
terhadap infeksi (Stanley dan Beare, 2006).
2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kebutuhan keperawatan klinis pada kansia tunawisma,
seorang perawat harus menentukan tingkat intervensi daan pencegahan yang tepat,
serta mampu menentukan jenis sistem pelayanan yang diberikan kepada lansia.
Perawat harus mampu membentuk kerangka kerja untuk strategi intervensi. Pada
lansia tunawisma perawat harus mampu melakukan proses perawatan yang sesuai
yakni pengkajian, perencanaan, implementasiserta evaluasi yang digunakan untuk
menjelaskan tindakan tindakan keperawatan dengan diagnosis keperawatan yang
di hasilkan ( Stanley dan Beare, 20016).
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer pada lansia yaitu dengan menuntut perubahan pada
kebijakan-kebijakan sosial yang akan memberikan keperluan-keperluan seperti
perumahan-perumahan terjangkau, pelatihan kerja dan dengan gji yang adekuat
untuk para lansia yangmasih bekerja. Memberikan bantuan masyarakat yang
adekuar untuk lansia yang tidak mampu bekerja, akses pada pencegahan dan
perlindungan kesehatan termasuk pendidikan tentang penyalahgunaan zat dan
koping terhadap stress, serta pengobatan yang diperlukan. Pada kasus
tunawisma lansia perawat harus mampu menjadi advokat bagi tunawisma,
9
perawat harus bertindak untuk mengkoordinasi pembentukan koalisi lembaga-
lembaga masyarakat dan swasta untuk membantu tunawisma dan membentuk
kelompok pendukung bagi tunawisma, menjadi lembaga komunitas dan rumah
sakit untuk membantu keputusan dan kebijakan tingkat lokal, federal, dan
negara.
2. Pencegahan Sekunder
Tujuan pencegahan sekunder adalah diagnosis dan pengobatan dini terhadap
gangguan dan penyakit. Langka pertama dalam pencegahan sekunder adalah
menemukan orang orang yang paling beresiko mengalami kondisi tunawisma.
Biasanya dapat melalui layanan tidak terjangkau di komunitas. Setelah lansia
tunawisma ditemukan perawat harus melakukan tindakan pengkajian.
Pertimbangan-pertimbangan yang dapat mempengarui pengkajian antara lain
yaitu ketersediaan sumber individu, peralatan, serta keuangan, dan
kemungkinan perawatan tindak lanjut yang dibutuhkan. Jika sudah terdapat
layanan untuk lansia serta tersedia sumber tindak lanjut maka dilanjutkan
pengkajian hingga evaluasi. Pada saat proses pengkajian harus dilakukan
observasi secara tepat sesuai riwayat yang ada. Tujuan dari pengambilan
riwayat lansia yaitu sebagai landasan pembentukan diagnosis hingga
implementasi. pengambilan riwayat lansia membantu perawat
mengkategorikan masalah berdasar priorias. Pada pengkajian biasanya akan
ditemukan temuan fisik pada lansia terhadap kemampuan fungsional salah
satunya yaitu pengukuran tekanan darah. Studi laboratorium harus dapat
menapis adanya penyebab kematian yang utama pada lansia tunawisma dan
adanya penyakit infeksi ( Stanley dan Beare, 20016).
10
Penatalaksanaan Terapeutik pada lansia tunawisma dapat mencakup
pendekatan spesifik terhadap penyuluhan pasien yang berkaitan dengan kondisi
hidup klien. Penatalaksanaan terapeutik dapat berupa memberikan pedoman
penyuluhan terkait skabies dan infestasi kutu yang erat kaitanya dengan lansia
tunawisma dengan menjaga pola hidup yang tetap sehat seperti cara kebersihan
pada pakaian, serta pengobatan. Penatalaksanaan terapeutik untuk gangguan
nutrisi meliputi pengkajian yang enyuluruh terhadap pola makan minum
lansia. Lansia tunawisma cenderung rentang dengan ketidakseimbangan
elektrolit akibat dehidrasi ( Stanley dan Beare, 20016).
Peran perawat
Pada lansia tunawisma dibutuhkan intervensi berdasarkan kebutuhan
asuhan fisik dan mental yang beraneka ragam dan luas untuk membantu
memperoleh layanan dasar. Kebutuhan khusus untuk lansia tunawisma antara lain
yaitu dukungan untuk membantu lansia mendapatkan akses pada kebutuhan dan
layanan dasar. Lansia tunawisma membutuhkan pelayanan seperti perlindungan
khusus untuk penganiyaan fisik di jalanan dan tempat singgah, transportasi khusus
untuk membantu lansia, pelayanan kesehatan untuk berbagai penyakit kronis, dan
perawatan mata dan gigi yang khusus untuk lansia yang terlantar.
Menurut Bowdler (1989) dalam Stanley dan Beare (2006) menganjurka
perawat untuk memberitahu pilihan kontinu untuk pengobatan penyalahgunaan
zat dan memberikan perawatan untuk masalah kesehatan lain. Hubungan
terapeautik dapat terbentuk jika pasien dianjurkan untuk bertanggung jawab
terhadap kesehatannya sendiri. Peran perawat yaitu memfasilitasi kepatuhan dan
mencegah ketidakpatuhan.
11
2.7 Asuhan Keperawatan pada Lansia Tunawisma Tinggal Sendiri (Teori)
2.7.1 Pengkajian
a. Identitas
Dokumentasikan identitas klien yang terdiri dari nama lengkap,
usia, suku/bangsa, status perkawinan, agama, pendidikan, alamat,
nomor rekam medis, tanggal datang ke rumah sakit.
b. Riwayat Kesehatan yang terdiri dari:
1. Keluhan utama
Identifikasi keluhan utama yang dirasakan oleh klien. Atau
identifikasi keluhan yang menganggu klien dalam aktivitas
sehari-hari yang mengganggu klien.
2. Riwayat penyakit dahulu
Identifikasi riwayat kesehatan yang pernah dialami klien
terdahulu yang dapat berkaitan dengan keluhan atau keadaan
yang dialami klien saat ini.
3. Riwayat penyakit sekarang
Minta klien menceritakan keluhan yang dialami, serta identifikasi
gejala awal yang dirasakan klien, sejak kapan gejala tersebut
muncul, berapa lama gangguan tersebut muncul.
4. Status sosial ekonomi
Pada lansia tunawisma identifikasi status sosial ekonomi. Status
sosial ekonomi lansia merupakan salah satu faktor penting untuk
dikaji karena dapat mempengarui kondisi kesehatan dan psikis
pada lansia tunawisma yang tinggal sendiri. Statius sosial
ekonomi merupakan salah satu resiko terbesar yang dialami
lansis tunawisma
12
c. Pemeriksaan fisik
1. Sistem metabolik
Pengkajian metabolik berguna untuk menentukan apakah terjadi
ketidakseimbangan cairan dan ketidakseimbangan nutrisi pada
lansia tunawisma.
2. Sistem respiratori
Inspeksi: untuk mengetahui pergerakan dinding dada selama
siklus inspirasi-ekspirasi penuh.
Auskultasi: perhatikan seluruh area paru-paru untuk
mengidentifikasi gangguan suara napas, crackles, atau mengi.
3. Sistem kardiovaskular
Berguna untuk memantau tekanan darah klien serta melakukan
observasi tanda-tanda vital pada lansia tunawisma.
4. Sistem musculoskeletal
Pengkajian kekuatan otot lansia tunawisma harus memperhatikan
adanya penurunan tonus otot, melakukan pengukuran
kehilangan tonus dan massa otot.
5. Sistem integumen
Pengkajian yang dilakukan pada kulit lansia tunawisma
perhatikan adanya tanda-tanda kerusakan, mengobservasi
kondisi kulit, serta memperhatikan kebersihan kulit.
6. Sistem eliminasi
Pengkajian eliminasi pada lansia tunawisma dilakukan dengan
cara mengevaluasi status eliminasi, input dan output cairan klien.
2.7.2 Diagnosa
Domain 1, Sindrom Lansia Lemah berhubungan
Kelas 2, 00257 dengan Depresi
Domain 12, Nyeri Akut berhubungan dengan
Kelas 1, 00132
Domain 4, Resiko Ketidakstabilan Tekanan
13
Kelas 4, 00267 Darah berhubungan dengan
2.7.3 Intervensi
14
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK
I. Identitas Klien
a. Identitas diri klien b. Identitas penanggung
jawab
Nama : Ny. J Nama :-
Jenis : Perempuan Jenis Kelamin :-
Kelamin
Umur : 64 tahun Umur :-
BB/TB : 55 kg/150 cm BB/TB :-
Status : Janda Status :-
Perkawinan Perkawinan
Gol Darah : Gol. Darah :-
Agama : Islam Agama :
Suku : Madura Suku :
Pendidikan :Tidak sekolah Pendidikan :
Alamat : Jl. Tawang Mangu 5, Alamat :
Rt3/Rw2 Tegal Gede
15
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
- Keadaan umum : lemah
- Kesadaran : composmentis
- GCS : E4 V5 M6
Tanda vital :
- Tekanan darah : 160/90 mm/Hg
- Nadi : 85 x/menit
- RR : 28 x/menit
- Suhu : 36,2ºC
16
6. Leher
I : Bentuk leher simetris, warna kulit leher tidak ikterik, tidak adanya
pembengkakan, tidak terdapat pembesaran tiroid.
P: Tidak ada nyeri tekan dan tidak terdapat pembesaran limfe
7. Dada
Paru-paru Jantung
Inspeksi Dada simetris, pola nafas
Dada simetris, iktus kordis tidak
regular, tidak ada lesi terlihat.
Palpasi Tidak ada nyeri tekan, Tidak ada nyeri tekan
Perkusi Sonor Pekak
Auskultasi Suara nafas vesikular Suara jantung tunggal
8. Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak ada lesi, tidak ada asites.
Auskultasi : Terdapat suara bising usus 15 x/menit.
Perkusi : Suara timpani(pada region hipokondria sinistra).
Suara Redup (pada region hipokondria dekstra).
Suara Sedikit redup (pada region epigasrtik).
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak terdapat massa
9. Urogenital
Klien tidak menggunakan alat bantu berkemih, warna urine klien putih,
tidak mengalami nyeri saat berkemih, dan tidak ada gangguan
saluran kemih pada klien.
10. Ekstremitas
Atas: Tidak terdapat lesi, distribusi rambut merata, tidak tampak
deformitas pada tulang.
Kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah=
5 5
5 5
Bawah : Tidak terdapat lesi, distribusi rambut merata, tidak tampak
deformitas pada tulang.
17
11. Kulit dan kuku
I : tidak terdapat lesi, distribusi rambut merata, kuku tampak kehitaman
dan pecah – pecah.
P: CRT < 2dtk
12. Keadaan local
Klien mengeluh nyeri terutama pada leher bagian belakang.
18
Ny. J mengatakan saat ini badanya sering merasa pegal pegal dan nyeri
terutama pada daerah leher hingga ke pundak. Klien juga mengatakan
nyeri pada daerah perut bagian kanan bawah. Klien mengatakan
keadaanya saat ini terkadang membut ia merasa kesepian dan sedih, karena
sudah tidak bisa berkumpul lagi dengan suami dan anak anak nya. Ny. J
ditinggal meninggal oleh suaminya sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu.
Setelah ditinggal oleh suami nya untuk memenuhi kebutuhanya Ny.J
bekerja sebagai pedagang di pasar untuk menjual sayur-sayuran dan
pisang.
3. Riwayat penyakit yang pernah diderita:
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya
4. Genogram
Keterangan:
= laki-laki = Garis keturunan
= perempuan = Garis pernikahan
= meninggal = Pasien
= tinggal serumah
19
V. Pola Kebiasaan
a) Kebiasaan makan dan minum
Pasien mengatakan makan biasanya 2-3 kali sehari dan minum hanya
sekitar 1 botol perharinya. Pasien tidak mengalami gangguan makan
namun hanya saja pasien sedikit memiliki kebiasaan kurang dalam
hal mengkonsumsi air mineral. Pasien mengatakan kadang merasa
malas untuk mengkonsumsi air mineral.
b) Pola eliminasi
Pasien mengatakan setiap hari BAB 2 kali sehari sedangkan BAK 5-
7 kali sehari. Pasien tidak mengeluhkan susah BAB, pola eliminasi
lancar.
c) Pola toileting
Mandi :Pasien mengatakan mandi sehari 2 kali, yaitu pada
saat pagi menjelang siang setelah pulang dari pasar
serta pada sore hari. Pasien mandi secara mandiri
tanpa bantuan orang lain ataupun keluarga.
Gosok gigi : Pasien mengatakan gosok gigi setiap selesai mandi,
Biasanya dilakukan sehari 2 kali, mandiri tanpa
bantuan keluarga.
Keramas : Pasien mengatakan keramas kurang lebih seminggu
2 kali, pasien melakukanya mandiri tanpa bantuan
keluarga.
20
VII. Pola Persepsi Diri
a) Gambaran diri : klien mengatakan bahwa dirinya sekarang sudah tua,
ia mengatakan saat ini hanya memiliki keinginan untuk selalu sehat
dan kuat dalam bkerja menghidupi dirinya sendiri
b) Ideal diri : klien mengatakan bahwa seharusnya ia dapat berkumpul
bersama suami dan anak bersama sama
c) Harga diri : klien mengatakan tidak pernah merasa putus asa akan
dirinya, karena ia merasa masih memiliki kerabat jauh dan tetangga
yang dapat membantunya
d) Identitas diri : klien merupakan seorang lansia yang tinggal sendiri
tanpa ada keluarga dan anak yang menemaninya
e) Peran diri : klien mengatakan ingin menjadi orang yang berguna,
kuat dan tidak mudah putus asa, serta klien tidak ingin bergantung
kepada orang lain akan kondisnya saat ini.
21
Ny.J beragama islam, beliau rajin beribadah sholat 5 waktu dan mengaji.
beliau biasanya menjalankan ibadah sholat di rumah dan mushollah
dekat rumahnya.
XI. Riwayat Pengobatan
Klien mengatakan jika sakit beliau memeriksakan keadaanya di mantri
dekat rumahnya, serta kadang klien mengatakan hanya embeli obat-
obatan diwarung.
ANALISA DATA
1. DS: Lansia tinggal Sindrom lansia
- Ny. J mengatakan sendiri lemah (00257)
memiliki penyakit
hipertensi. Kesepian
- Ny. J mengatakan
kesepian dan sedih. Depresi
- Ny. J merasa lelah dan
badannya sakit saat Sindrom lansia
ingat suaminya. lemah
DO:
- Klien tampak murung
- TD : 160/90 mmHg
- Beck Scale : 15
(depresi sedang)
22
nyeri datang dan timbul menumpuk pada
ketika membawa beban bagian otot
berat dan linu yang
dirasakan seperti
membawa beban berat Nyeri Akut
DO:
- Klien menunjukkan
skala nyeri yang
dialami pada skala 2
- Mimik wajah pasien
saat disentuh
mengekspresikan
seperti mengerutkan
dahi
-
INTERVENSI KEPERAWATAN
23
00257 – Setelah dilakukan 5240 – konseling
Sindrom asuhan keperawatan 1. Bangun hubungan terapeautik
Lansia 1x24 jam sindrom yang didasarkan pada rasa salling
Lemah lansia lemah dapat percaya dan saling menghormati.
teratai dengan kriteria
2. Tunjukan empati, kehangatan, dan
hasil:
ketulusan.
1208 – Tingkat depresi
: 3. Sediakan privasi dan berikan
24
00132 - Setelah dilakukan 1400 – Manajemen Nyeri
Nyeri asuhan keperawatan
1. Lakukan pengkajian nyeri
Akut 1x24 jam nyeri akut
komprehensif yang meliputi lokasi,
dapat teratai dengan
karakteristik,
kriteria hasil:
onset/durasi,frekuensi,kualitas,intens
1605 – Kontrol Nyeri
itas, atau beratnya faktor pencetus
1. mengenali kapan
nyeri terjadi dari skala 2. Tentukan akibat pengalaman nyeri
terhadap kualitas hidup pasien (tidur,
25
2 (jarang nafsu makan, pengertian,
menunjukkan) menjadi perasaan,dll)
skala 4 (sering
3. Berikan informasi mengenai nyeri
menunjukkan)
seperti penyebab nyeri berapa lama
2. menggunakan
nyeri akan dirasakan, dan antisipasi
tindakan pencegahan
dari ketidaknyamanan akibat
dari dari skala 2
prosedur.
(jarang menunjukkan)
menjadi skala 4 (sering 4. Ajarkan prinsip – prinsip manajemen
menunjukkan) nyeri.
26
BAB 3
Jurnal 1 (Case
Study)
Home Alone With Dementia
Judul
Tahun 2016
CASE STUDY
27
Terdapat banyak implikasi yang terus muncul dalam persespsi
ini, dan berhubungan dengan seseorang dengan kondisi potensi
kapasitas untuk perawatan untuk kesehatan demensia, dan
berinteraksi dengan aman dan tinggal sendiri di dalam rumah. Sebagai
keparahan dari gangguan kognitif meningkat, kemampuan untuk
merawat kesehatan dan kesejahteraan akan menjadi sebanding. Pada
intinya, pentingnya perawatan tenaga kesehatan komunitas akan
tergabung pada deteksi dini pada populasi ini dan terjadi pembentukan
dari rutinitas dukungan. Issue ini akan menjadi persoalan internasional,
semakin banyak negara akan menghadapi masalah yang sama dimana
menyediakan, perawatan berbasis komunitas untuk menambah jumlah
demensia usia lanjut (Tuokko dkk., 2016).
Bagaimanapun, menyediakan dari tipe demensia dan juga
tinggal sendiri telah mendapat perhatian kecil dari literatur, dan
terdapat masalah yang akan tetap dengan menemukan tantangan
praktik dengan populasi rentan. Dalam penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dan berisi akan tanggapan – tanggapan dan
pernyataan – pernyataan yang didapatkan pada populasi lansia yang
terkena demensia (Tuokko dkk., 2016).
Tahun 2016
28
OBSERVATIONAL STUDY
Desain dari tim kesehatan dan dedain dari rumah sakit baik terkait
dengan kebijakan dengan ruangan tradisional beberapa kamar untuk martabat
yang lebih baik, membuat suatu pengaturan dan terkait masalah kontrol infeksi.
Insidensi yang lebih tinggi dari orang yang dirawat telah dilaporkan di ruangan
tunggal namun sebagai dampak yang dirasa yaitu terdapat isolasi sosial serta
rasa kesepian tidak begitu dipaparkan dalam penelitian ini baik dalam segi
pembahasan maupun terkait metodenya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membandingkan rasa kesepian diantara orang tua yang berada di ruangan
tunggal dan tinggal di beberapa kamar dengan naungan tempat yang sama. Dan
terkait desain penelitian dalam jurnal terdapat wawancara semi tersusun dan
dibarengi oleh alat ukur morbiditas, status fungsional, aktivitas sosial dan fungsi
kognitif. Skala yang telah tervalidasi adalah Hospital Anxiety Depression Scale
(HADS) instrumen yang digunakan oleh HADS untuk mengukur
kecemasan/depresi dan dianalisis dengan menggunakan dan dilakukan oleh 2
rumah sakitdan instrumen tersebut digunakan dan dijadikan validasi, baik pasien
atau pasien yang berada pada komunitas sebelum dirujuk ke rumah sakit.
Bertempat di rumah sakit terdapat di rumah sakit Royal Gwent, dengan
beberapa bed (Singh dkk., 2016).
Keduanya berada pada naungan Universitas Aneurin Bevan bagian
kesehatan. 50 pasien yang berusia 65 tahun keatas dirujuk disetiap bangsal
dengan penyakit akut, yang mengalami rehabilitasi yang dapat mengisi inform
consent, terdapat kriteria eksklusi seperti demensia parah, delirium atau
mendapat perawatan paliatif. Pada penelitian ini pasien dirujuk pada ruang
tunggal, dan dilaporkan mengalami kesepian dibanding pada ruangan yang
terdapat beberapa kamar. Tingkat kesepian meningkat secara signifikan diikuti
dengan rujukan pada ruang tunggal dibanding sebelum rujukan. Kami
menyarankan bahwa dampak dari isolasi pada orang usia lanjut seharusnya
29
didiskusikan terlebih dahulu dalam memutuskan persentase pada ruang tunggal
pada rumah sakit baru (Singh dkk., 2016).
Jurnal 3 (Intervention)
Tahun 2018
INTERVENSI
Lansia pada perawatan dapat merasakan kesepian dengan
kontak yang kurang jika keluarga tak dapat mengunjungi. Interaksi
tatap muka menggunakan video call akan membantu dalam usaha
mengurangi kesepian, akan tetapi sedikit untuk mengetahui tentang
proses dalam lingkungan gabungan orang yang menggunakan video
call. Kami bertujuan untuk mengidentifikasi halangan dan fasilitator
dari mengimplementasikan video call untuk lingkungan perawatan
lansia. Penelitian ini menggunakan collaborative action research (CAR)
pendekatan dilakukan untuk mengimplementasikan intervensi video
call pada lingkungan perawatan. Kami mengambil tindakan lima
langkah yaitu rekruitmen, perencanaan, tindakan, refleksi, dan re
evaluasi pada tujuh homecare dan satu rumah sakit di Inggris.
Intervensi video call “Skype on Wheels’ (SOW) terdiri atas peralatan
(kursi roda) yang dapat menggunakan fasilitas iPad dan Handset, dan
dapat menggunakan Skype untuk menyediakan video call yang gratis
(Zamir dkk., 2018).
30
Staf kesehatan sebagai kolaborator yang mengimplementasikan
intervensi dengan mengatur perawatan dengan menyetujui intervensi,
dan mengajak lansia dan keluarga, dan menggunakan video call.
Observasi menggunakan catatan dan buku diari dan percakapan dengan
staf, lansia dan keluarga dipelihara selama 15 bulan, dan dianalisa
dengan menggunakan analisis tematik. Empat homecare
diimplementasikan dengan intervensi ini. Delapan lansia dengan
kontak sosial yang represif menggunakan video call. Lansia tersebut
dapat menggunakan bantuan SoW ini dari staf dan dapat menikmati
dalam menggunakan video call untuk tetap berinteraksi dengan
keluarga. Bagaimanapun terdapat lima halangan implementasi yang
terdiri dari gabungan staff, resiko keengganan, desain SoW, komitmen
yang rendah dari keluarga, dan sikap staf mengenai teknologi.
Intervensi SoW, atau sesuatu yang memiliki kemiripan, dapat
memberikan bantuan pada lansia untuk tetap terhubung pada
lingkungan keluarga pada saat perawatan, namun jika implementasi
sebagai evaluasi yang kuat, maka co – produksi dari intervensi ini
dalam rekruitmen ini dapat dibutuhkan untuk menangani halangan dan
memaksimalkan bantuan video call tersebut (Zamir dkk., 2018).
31
DAFTAR PUSTAKA
32