Anda di halaman 1dari 32

LANSIA TUNAWISMA TINGGAL SENDIRI

KEPERAWATAN GERONTIK

MAKALAH

Oleh :
Kelompok 9
Putri Rahmania Agustin 162310101003
Ihda Nur Afifah 162310101007
Airlangga Nala Siswanto 162310101035
Mitasari 162310101022

Kelas A 2016
Dosen Pembimbing Hanny Rasni, S.Kp., M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LANSIA TUNAWISMA TINGGAL SENDIRI
KEPERAWATAN GERONTIK

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Keperawatan Gerontik

Oleh :
Kelompok 9
Putri Rahmania Agustin 162310101003
Ihda Nur Afifah 162310101007
Mitasari 162310101022
Airlangga Nala Siswanto 162310101035

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat, karunia, serta taufik dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Lansia Tunawisma Tinggal Sendiri
Mata Kuliah Keperawatan Gerontik. Tujuan dari penyusunan makalah ini diharapkan
pembaca dapat menambah pengetahuan tentang penuaan sistemkardiovaskuler
padalansia.
Selama pembuatan makalah ini banyak dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak, maka dari itu kami haturkan banyak terimakasih kepada:
1. Hanny Rasni, S.Kp., M.Kep selaku dosen PJMK serta pembimbing
kelompok 5 mata kuliah KeperawatanGerontik
2. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.

Jember, 12April2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................................. i

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv

BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2

1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3

2.1 Definisi ........................................................................................................... 3

2.2 Etiologi ........................................................................................................... 3

2.3 Manifestasi Klinis........................................................................................... 5

2.4 Pemeriksaan Penunjang .................................................................................. 6

2.5 Penatalaksanaan .............................................................................................. 7

2.6 Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Rheumatoid Arthritis (Teori)...... 8

BAB 3. PEMBAHASAN .......................................................................................... 16

3.1 Analisis Jurnal ................................................................................................... 16

3.2 Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Nyeri dan Kanker pada Lansia
(Kasus)..................................................................................................................... 18

BAB 4. PENUTUP..................................................................................................... 46

4.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 46

4.2 Saran .................................................................................................................. 46

iv
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 47

LAMPIRAN .............................................................................................................. 49

v
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lansia merupakan suatu pertumbuhan manusia yang berada pada tahap atau
tingkat akhir. Seseorang dikategorikan sebagai lansia akan terjadi proses yang
disebut Aging atau berada dalam proses penuaan. Menurut UU No. 13 Tahun
1998 menjelaskan bahwa lansia merupakan seseorang yang telah mencapai usia
60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, dengan kondisi lansia masih mampu
melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan atau
jasa maupun tidak berdaya dalam mencari nafkah sehingga hidupnnya bergantung
pada orang lain (Notoadmojo, 2014). Dengan pertambahan umur yang di alami
oleh lansia, lansia tersebut akan mengalami beberapa perubahan yaitu secara
perubahan fisik, sosial, dan psikologis. Penuaan pada usia lanjut merupakan siklus
kehidupan pada tahap perkembangan akhir dari sebuah proses kehidupan yang
terjadi secara normal pada manusia. Perubahan psikologis yang dialami lansi
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu faktor kesulitan
penyesuaian diri pada lansia karena adanya ketidakinginan suatu kondisi dan
keadaan yang diterima oleh lansia untuk berinteraksi dengan lingkungan dan
bersosialisi. Salah satu contoh lingkungan dan kondisi yang dapat mempengarui
kondisi psikologis lansia yaitu keadaan lansia tunawisma yang tinggal sendiri.
Lansia yang tinggal sendiri akan lebig rentan terhadap permasalahan menta, salah
satunya depresi. Seorang lansia yang mengalami gangguan mental dan depresi
dapat mempengarui tingkat kebahagiaan yang dirasakan oleh lansia (Patnani,
2012) dalam (Lisnawati, 2017). Salah satu faktor penyebab lansia tinggal sendiri
yaitu tidak memiliki keturunan serta ditinggal mati atau cerai oleh pasangan nya.
Berdasarkan data Kemenkes RI (2017) prevalensi jumlah lansia di indonesia
yaitu berjumlah 8,54 % lansia laki-laki serta 9,53 % lansia perempuan. Dari angka
tersebut dapat diliht bahwa angka penduduk lansia perempuan di indonesia lebih
tinggi daripada angka penduduk lansia lki-laki. Angka prevalensi lansia
berdasarkan status perkawinan dapat diperoleh yaitu persentase kawin lansia laki-
laki lebih tinggi daripada persentase lansia perempuan kawin yaitu 82,78 % :

6
39,25%. Sedanglkan pada kelompok cerai mati persentase laki-laki yang berstatus
cerai mati lebih rendah daripada lansia perempuan cerai mati yaitu dengan
perbandingan 15% : 56%. Dari angka prevalensi tersebut dapat dikatakan baha
banyak lansia yang hidup sendiri dengan mandiri.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan diatas, maka penulis
mengambil rumusan masalah “Bagaimana asuhan keperawatan Lansia
Tunawisma Tinggal Sendiri pada Ny.X dengan masalah keperawatan sindrom
lansia lemah?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari tunawisma tinggal sendiri
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi dari tunawisma tinggal sendiri
1.3.3 Untuk mengetahui factor mempengaruhi tunawisma tinggal sendiri
1.3.4 Untuk mengetahui penatalaksanaan pada lansia tunawisma tinggal sendiri
1.3.5 Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari tunawisma tinggal sendiri

7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Tunawisma yaitu sesorang yang tinggal di rumah dibawah standar
minimum atau tidak memiliki kepemilikan. Adapun kateogori tunawisma yaitu
hidup di jalanan (tunawisma primer), bergerak di antara tempat penampungan
sementara, hidup rumah teman, keluarga dan akomodasi darurat (tunawisma
sekunder), tinggal di rumah kos pribadi tanpa kamar mandi pribadi dan / atau
kepemilikan (tunawisma tersier) (Easey dkk, 2016)

Etiologi

Banyak faktor yang menjadi penyebab potensial tunawisma juga menjadi


konsekuensi potensialnya. Wright meringkas data yang relevan dari pemberian
layanan yang bekerja di klinik tunawisma. Para pemberi layanan tersebut
mengkaji 22 faktor yang mungkin terlibat dalam menyebabkan seseorang menjadi
tunawisma. Penyalahgunaan alkohol dan obat – obatan, penyakit mental kronis
dan penyakit fisik kronis mendapat nilai tinggi dalam kepentingannya sebagai
penyebab tunggal utama dari menjadi tunawisma. Tidak memiliki keturunan,
ditinggal meninggal oleh pasangan. Tidak memiliki sanak kekuarga terdekat
Namun, faktor – faktor tersebut juga menjadi konsekuensi potensial tunawisma.
Karena kehidupan para tunawisma tersebut sangat menimbulkan stres, menjadi
tunawisma dapat menyebabkan orang yang tadinya sehat sekalipun menjadi
menderita penyakit mental atau fisik atau menjadi penyalahgunaan zat. Pada
kasus – kasus ekstrem, tunawisma dapat menjadikan kondisi yang fatal. Pada
keadaan apapun dilihat dari penyebab dan efeknya, tunawisma sangat
mempersulit peran perawat dalam memberikan layanan kesehatan yang adekuat.

Manifestasi klinis di antara lansia tunawisma

Manifestasi klinis pada lansia tunawisma banyak dan kompeks. Masalah


kesehatan yang dapat terjadi mencakup penyakit mental, infeksi, penyakit yang
dapat melemahkan seperti tuberculosis dan tuberculosis paru, kecelakaan atau
cedera yang dapat menyebabkan tidak dapat bekerja, serta penyakit dengenatif
lainnya (Stanley dan Beare, 2006).

8
Faktor – faktor dari diri dan lingkungan mempengaruhi lambatnya
pemulihan dan meningkatkan terjadinya resiko opurtunistik. Faktor linngkungan
antara lain yaitu akses yang sulit untuk mrnjangkau pelayanan kesehatan dan
akses untuk obat-obatan serta air bersih . sedangkan faktor pribadi yaitu
kurangnya kesadaran waktu, pola kepatuhan yang buruk, keletihan, konfusi, dan
terbatasnya kemampuan fungsional.
Lansia mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan dan gangguan
mobilisasi karena berkurangnya sirkulasi otak dan ektremitas. Selain itu, lansia
tunawisma berada pada area yang berdekatan pada agen infeksius, perubahan suhu
yang ekstrem serta terjadinya penurunan system imun membuat lansia rentan
terhadap infeksi (Stanley dan Beare, 2006).

2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kebutuhan keperawatan klinis pada kansia tunawisma,
seorang perawat harus menentukan tingkat intervensi daan pencegahan yang tepat,
serta mampu menentukan jenis sistem pelayanan yang diberikan kepada lansia.
Perawat harus mampu membentuk kerangka kerja untuk strategi intervensi. Pada
lansia tunawisma perawat harus mampu melakukan proses perawatan yang sesuai
yakni pengkajian, perencanaan, implementasiserta evaluasi yang digunakan untuk
menjelaskan tindakan tindakan keperawatan dengan diagnosis keperawatan yang
di hasilkan ( Stanley dan Beare, 20016).

1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer pada lansia yaitu dengan menuntut perubahan pada
kebijakan-kebijakan sosial yang akan memberikan keperluan-keperluan seperti
perumahan-perumahan terjangkau, pelatihan kerja dan dengan gji yang adekuat
untuk para lansia yangmasih bekerja. Memberikan bantuan masyarakat yang
adekuar untuk lansia yang tidak mampu bekerja, akses pada pencegahan dan
perlindungan kesehatan termasuk pendidikan tentang penyalahgunaan zat dan
koping terhadap stress, serta pengobatan yang diperlukan. Pada kasus
tunawisma lansia perawat harus mampu menjadi advokat bagi tunawisma,

9
perawat harus bertindak untuk mengkoordinasi pembentukan koalisi lembaga-
lembaga masyarakat dan swasta untuk membantu tunawisma dan membentuk
kelompok pendukung bagi tunawisma, menjadi lembaga komunitas dan rumah
sakit untuk membantu keputusan dan kebijakan tingkat lokal, federal, dan
negara.
2. Pencegahan Sekunder
Tujuan pencegahan sekunder adalah diagnosis dan pengobatan dini terhadap
gangguan dan penyakit. Langka pertama dalam pencegahan sekunder adalah
menemukan orang orang yang paling beresiko mengalami kondisi tunawisma.
Biasanya dapat melalui layanan tidak terjangkau di komunitas. Setelah lansia
tunawisma ditemukan perawat harus melakukan tindakan pengkajian.
Pertimbangan-pertimbangan yang dapat mempengarui pengkajian antara lain
yaitu ketersediaan sumber individu, peralatan, serta keuangan, dan
kemungkinan perawatan tindak lanjut yang dibutuhkan. Jika sudah terdapat
layanan untuk lansia serta tersedia sumber tindak lanjut maka dilanjutkan
pengkajian hingga evaluasi. Pada saat proses pengkajian harus dilakukan
observasi secara tepat sesuai riwayat yang ada. Tujuan dari pengambilan
riwayat lansia yaitu sebagai landasan pembentukan diagnosis hingga
implementasi. pengambilan riwayat lansia membantu perawat
mengkategorikan masalah berdasar priorias. Pada pengkajian biasanya akan
ditemukan temuan fisik pada lansia terhadap kemampuan fungsional salah
satunya yaitu pengukuran tekanan darah. Studi laboratorium harus dapat
menapis adanya penyebab kematian yang utama pada lansia tunawisma dan
adanya penyakit infeksi ( Stanley dan Beare, 20016).

10
Penatalaksanaan Terapeutik pada lansia tunawisma dapat mencakup
pendekatan spesifik terhadap penyuluhan pasien yang berkaitan dengan kondisi
hidup klien. Penatalaksanaan terapeutik dapat berupa memberikan pedoman
penyuluhan terkait skabies dan infestasi kutu yang erat kaitanya dengan lansia
tunawisma dengan menjaga pola hidup yang tetap sehat seperti cara kebersihan
pada pakaian, serta pengobatan. Penatalaksanaan terapeutik untuk gangguan
nutrisi meliputi pengkajian yang enyuluruh terhadap pola makan minum
lansia. Lansia tunawisma cenderung rentang dengan ketidakseimbangan
elektrolit akibat dehidrasi ( Stanley dan Beare, 20016).

Peran perawat
Pada lansia tunawisma dibutuhkan intervensi berdasarkan kebutuhan
asuhan fisik dan mental yang beraneka ragam dan luas untuk membantu
memperoleh layanan dasar. Kebutuhan khusus untuk lansia tunawisma antara lain
yaitu dukungan untuk membantu lansia mendapatkan akses pada kebutuhan dan
layanan dasar. Lansia tunawisma membutuhkan pelayanan seperti perlindungan
khusus untuk penganiyaan fisik di jalanan dan tempat singgah, transportasi khusus
untuk membantu lansia, pelayanan kesehatan untuk berbagai penyakit kronis, dan
perawatan mata dan gigi yang khusus untuk lansia yang terlantar.
Menurut Bowdler (1989) dalam Stanley dan Beare (2006) menganjurka
perawat untuk memberitahu pilihan kontinu untuk pengobatan penyalahgunaan
zat dan memberikan perawatan untuk masalah kesehatan lain. Hubungan
terapeautik dapat terbentuk jika pasien dianjurkan untuk bertanggung jawab
terhadap kesehatannya sendiri. Peran perawat yaitu memfasilitasi kepatuhan dan
mencegah ketidakpatuhan.

11
2.7 Asuhan Keperawatan pada Lansia Tunawisma Tinggal Sendiri (Teori)
2.7.1 Pengkajian
a. Identitas
Dokumentasikan identitas klien yang terdiri dari nama lengkap,
usia, suku/bangsa, status perkawinan, agama, pendidikan, alamat,
nomor rekam medis, tanggal datang ke rumah sakit.
b. Riwayat Kesehatan yang terdiri dari:
1. Keluhan utama
Identifikasi keluhan utama yang dirasakan oleh klien. Atau
identifikasi keluhan yang menganggu klien dalam aktivitas
sehari-hari yang mengganggu klien.
2. Riwayat penyakit dahulu
Identifikasi riwayat kesehatan yang pernah dialami klien
terdahulu yang dapat berkaitan dengan keluhan atau keadaan
yang dialami klien saat ini.
3. Riwayat penyakit sekarang
Minta klien menceritakan keluhan yang dialami, serta identifikasi
gejala awal yang dirasakan klien, sejak kapan gejala tersebut
muncul, berapa lama gangguan tersebut muncul.
4. Status sosial ekonomi
Pada lansia tunawisma identifikasi status sosial ekonomi. Status
sosial ekonomi lansia merupakan salah satu faktor penting untuk
dikaji karena dapat mempengarui kondisi kesehatan dan psikis
pada lansia tunawisma yang tinggal sendiri. Statius sosial
ekonomi merupakan salah satu resiko terbesar yang dialami
lansis tunawisma

12
c. Pemeriksaan fisik
1. Sistem metabolik
Pengkajian metabolik berguna untuk menentukan apakah terjadi
ketidakseimbangan cairan dan ketidakseimbangan nutrisi pada
lansia tunawisma.
2. Sistem respiratori
Inspeksi: untuk mengetahui pergerakan dinding dada selama
siklus inspirasi-ekspirasi penuh.
Auskultasi: perhatikan seluruh area paru-paru untuk
mengidentifikasi gangguan suara napas, crackles, atau mengi.
3. Sistem kardiovaskular
Berguna untuk memantau tekanan darah klien serta melakukan
observasi tanda-tanda vital pada lansia tunawisma.
4. Sistem musculoskeletal
Pengkajian kekuatan otot lansia tunawisma harus memperhatikan
adanya penurunan tonus otot, melakukan pengukuran
kehilangan tonus dan massa otot.
5. Sistem integumen
Pengkajian yang dilakukan pada kulit lansia tunawisma
perhatikan adanya tanda-tanda kerusakan, mengobservasi
kondisi kulit, serta memperhatikan kebersihan kulit.
6. Sistem eliminasi
Pengkajian eliminasi pada lansia tunawisma dilakukan dengan
cara mengevaluasi status eliminasi, input dan output cairan klien.
2.7.2 Diagnosa
Domain 1, Sindrom Lansia Lemah berhubungan
Kelas 2, 00257 dengan Depresi
Domain 12, Nyeri Akut berhubungan dengan
Kelas 1, 00132
Domain 4, Resiko Ketidakstabilan Tekanan

13
Kelas 4, 00267 Darah berhubungan dengan

2.7.3 Intervensi

14
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK

I. Identitas Klien
a. Identitas diri klien b. Identitas penanggung
jawab
Nama : Ny. J Nama :-
Jenis : Perempuan Jenis Kelamin :-
Kelamin
Umur : 64 tahun Umur :-
BB/TB : 55 kg/150 cm BB/TB :-
Status : Janda Status :-
Perkawinan Perkawinan
Gol Darah : Gol. Darah :-
Agama : Islam Agama :
Suku : Madura Suku :
Pendidikan :Tidak sekolah Pendidikan :
Alamat : Jl. Tawang Mangu 5, Alamat :
Rt3/Rw2 Tegal Gede

15
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
- Keadaan umum : lemah
- Kesadaran : composmentis
- GCS : E4 V5 M6

Tanda vital :
- Tekanan darah : 160/90 mm/Hg
- Nadi : 85 x/menit
- RR : 28 x/menit
- Suhu : 36,2ºC

Pengkajian Fisik Head to Toe


1. Kepala
I : simetris kanan dan kiri, rambut putih, bentuk tengkorak normal, kulit
kepala normal, tidak mengalami peradangan, tumor maupun lesi.
P : Tidak terdapat massa, pembengkakan, dan nyeri tekan.
2. Mata
I : sklera mata tampak keruh, reaksi pupil terhadap cahaya isokor.
P: Tidak terdapat nyeri tekan di sekitar mata
3. Telinga
I : bentuk normal, tidak terdapat lesi, terdapat serumen.
P: Tidak terdapat nyeri tekan.
4. Hidung
I : keadaan kulit hidung tidak terdapat lesi, tidak terdapat
pembengkakan, lubang hidung simetris, bersih.
P: tidak ada nyeri tekan
5. Mulut
I: Mukosa bibir kering, tidak terdapat lesi, warna lidah merah muda
tidak terdapat kelainan pada dasar mulut dan palut lidah atau
kecacatan, gigi karies dan ompong.
P: Tidak ada nyeri tekan.

16
6. Leher
I : Bentuk leher simetris, warna kulit leher tidak ikterik, tidak adanya
pembengkakan, tidak terdapat pembesaran tiroid.
P: Tidak ada nyeri tekan dan tidak terdapat pembesaran limfe
7. Dada
Paru-paru Jantung
Inspeksi Dada simetris, pola nafas
Dada simetris, iktus kordis tidak
regular, tidak ada lesi terlihat.
Palpasi Tidak ada nyeri tekan, Tidak ada nyeri tekan
Perkusi Sonor Pekak
Auskultasi Suara nafas vesikular Suara jantung tunggal

8. Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak ada lesi, tidak ada asites.
Auskultasi : Terdapat suara bising usus 15 x/menit.
Perkusi : Suara timpani(pada region hipokondria sinistra).
Suara Redup (pada region hipokondria dekstra).
Suara Sedikit redup (pada region epigasrtik).
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak terdapat massa
9. Urogenital
Klien tidak menggunakan alat bantu berkemih, warna urine klien putih,
tidak mengalami nyeri saat berkemih, dan tidak ada gangguan
saluran kemih pada klien.
10. Ekstremitas
Atas: Tidak terdapat lesi, distribusi rambut merata, tidak tampak
deformitas pada tulang.
Kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah=
5 5
5 5
Bawah : Tidak terdapat lesi, distribusi rambut merata, tidak tampak
deformitas pada tulang.

17
11. Kulit dan kuku
I : tidak terdapat lesi, distribusi rambut merata, kuku tampak kehitaman
dan pecah – pecah.
P: CRT < 2dtk
12. Keadaan local
Klien mengeluh nyeri terutama pada leher bagian belakang.

II. Riwayat Usia Lanjut


1. Pekerjaan :
Pekerjaan Ny.J yaitu sebagai pedagang di pasar. Pada setiap paginya ia
berangkat berjualan pisang dan sayur sayuran di pasar bersama rekan
pedagang nya di antar oleh tetangga nya.
2. Jumlah hubungan yang masih ada :
Ny. J merupakan anak tunggal, sejak awal menikah Ny. J tidak memiliki
anak. Ny. J mengatakan masih memiliki beberapa kerabat jauh yang
dekat dengan tempat tinggalnya saat ini.

III. Riwayat Kesehatan


1. Keluhan utama yang dirasakan saat ini :
Nyeri akut
Pengkajian PQRST
P : Nyeri timbul karena membawa beban berat karena Ny J bekerja
sebagai berjualan sayur yang dibawa pada atas kepalanya
Q : Pasien berkata bahwa nyeri terasa seperti linu dan terasa seperti
tertimpa benda berat
R : Pasien sempat menunjukkan lokasi nyeri pada bagian tengkuk leher,
pinggang, dan bagian kaki
S: Skala yang dialami dari skala 1 – 5 memilih skala 2 (ringan)
T : Nyeri timbul ketika menopang atau membawa beban berat.
2. Riwayat penyakit sekarang :

18
Ny. J mengatakan saat ini badanya sering merasa pegal pegal dan nyeri
terutama pada daerah leher hingga ke pundak. Klien juga mengatakan
nyeri pada daerah perut bagian kanan bawah. Klien mengatakan
keadaanya saat ini terkadang membut ia merasa kesepian dan sedih, karena
sudah tidak bisa berkumpul lagi dengan suami dan anak anak nya. Ny. J
ditinggal meninggal oleh suaminya sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu.
Setelah ditinggal oleh suami nya untuk memenuhi kebutuhanya Ny.J
bekerja sebagai pedagang di pasar untuk menjual sayur-sayuran dan
pisang.
3. Riwayat penyakit yang pernah diderita:
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya
4. Genogram

Keterangan:
= laki-laki = Garis keturunan
= perempuan = Garis pernikahan
= meninggal = Pasien
= tinggal serumah

IV. Status Fisiologi


a) Tekanan darah : 160/90 mmHg
b) Suhu : 36,5
c) Nadi : 108 x/menit
d) Respirasi : 35 x/menit

19
V. Pola Kebiasaan
a) Kebiasaan makan dan minum
Pasien mengatakan makan biasanya 2-3 kali sehari dan minum hanya
sekitar 1 botol perharinya. Pasien tidak mengalami gangguan makan
namun hanya saja pasien sedikit memiliki kebiasaan kurang dalam
hal mengkonsumsi air mineral. Pasien mengatakan kadang merasa
malas untuk mengkonsumsi air mineral.
b) Pola eliminasi
Pasien mengatakan setiap hari BAB 2 kali sehari sedangkan BAK 5-
7 kali sehari. Pasien tidak mengeluhkan susah BAB, pola eliminasi
lancar.
c) Pola toileting
 Mandi :Pasien mengatakan mandi sehari 2 kali, yaitu pada
saat pagi menjelang siang setelah pulang dari pasar
serta pada sore hari. Pasien mandi secara mandiri
tanpa bantuan orang lain ataupun keluarga.
 Gosok gigi : Pasien mengatakan gosok gigi setiap selesai mandi,
Biasanya dilakukan sehari 2 kali, mandiri tanpa
bantuan keluarga.
 Keramas : Pasien mengatakan keramas kurang lebih seminggu
2 kali, pasien melakukanya mandiri tanpa bantuan
keluarga.

VI. Pola Tidur dan Istirahat


Ny.J mengatakan tidak mengalami gangguan dalam tidurnya, biasanya
Ny.J tidur malam pukul 20:30 WIB kemudian pada pukul 02:00 WIB
biasanya setelah bangun Ny.J berangkat ke pasar pukul 3-4 pagi. Dan
pada siang harinya pasien tidur lagi biasanya sekitar 2-3 jam.

20
VII. Pola Persepsi Diri
a) Gambaran diri : klien mengatakan bahwa dirinya sekarang sudah tua,
ia mengatakan saat ini hanya memiliki keinginan untuk selalu sehat
dan kuat dalam bkerja menghidupi dirinya sendiri
b) Ideal diri : klien mengatakan bahwa seharusnya ia dapat berkumpul
bersama suami dan anak bersama sama
c) Harga diri : klien mengatakan tidak pernah merasa putus asa akan
dirinya, karena ia merasa masih memiliki kerabat jauh dan tetangga
yang dapat membantunya
d) Identitas diri : klien merupakan seorang lansia yang tinggal sendiri
tanpa ada keluarga dan anak yang menemaninya
e) Peran diri : klien mengatakan ingin menjadi orang yang berguna,
kuat dan tidak mudah putus asa, serta klien tidak ingin bergantung
kepada orang lain akan kondisnya saat ini.

VIII. Pola Hubungan dan Peran


Ny.J merupakan seorang istri yang ditinggal oleh suaminya meninggal
sejak kurang lebih 5 tahun lalu, beliau tinggal sendiri di rumah tanpa ada
anak atau keluarga yang menemani. Namun klien masih memiliki
hubungan baik dengan sanak saudara beserta tetangga di sekitar rumah
tempat ia tinggal.

IX. Pola Manajemen dan Koping Stress


Ny.J mengatakan saat ia merasa lelah dan badanya sakit ia ingat dengan
suaminya, saat Ny.J ingat dengan suaminya lalu merasa sedih dan
kesepian, klien biasanya mengalihkan perasaanya dengan menonton
televisi.

X. Sistem Nilai dan Keyakinan

21
Ny.J beragama islam, beliau rajin beribadah sholat 5 waktu dan mengaji.
beliau biasanya menjalankan ibadah sholat di rumah dan mushollah
dekat rumahnya.
XI. Riwayat Pengobatan
Klien mengatakan jika sakit beliau memeriksakan keadaanya di mantri
dekat rumahnya, serta kadang klien mengatakan hanya embeli obat-
obatan diwarung.
ANALISA DATA
1. DS: Lansia tinggal Sindrom lansia
- Ny. J mengatakan sendiri lemah (00257)
memiliki penyakit
hipertensi. Kesepian
- Ny. J mengatakan
kesepian dan sedih. Depresi
- Ny. J merasa lelah dan
badannya sakit saat Sindrom lansia
ingat suaminya. lemah
DO:
- Klien tampak murung
- TD : 160/90 mmHg
- Beck Scale : 15
(depresi sedang)

DS: Kondisi Lansia Nyeri Akut


- Perilaku mengatakan (00132)
bahwa terasa linu pada
bagian tengkuk, Beban berat
pinggang serta berlebih
punggung
- Rasa yang dialamipun
diceritakan seperti Asam laktat

22
nyeri datang dan timbul menumpuk pada
ketika membawa beban bagian otot
berat dan linu yang
dirasakan seperti
membawa beban berat Nyeri Akut
DO:
- Klien menunjukkan
skala nyeri yang
dialami pada skala 2
- Mimik wajah pasien
saat disentuh
mengekspresikan
seperti mengerutkan
dahi
-

INTERVENSI KEPERAWATAN

23
00257 – Setelah dilakukan 5240 – konseling
Sindrom asuhan keperawatan 1. Bangun hubungan terapeautik
Lansia 1x24 jam sindrom yang didasarkan pada rasa salling
Lemah lansia lemah dapat percaya dan saling menghormati.
teratai dengan kriteria
2. Tunjukan empati, kehangatan, dan
hasil:
ketulusan.
1208 – Tingkat depresi
: 3. Sediakan privasi dan berikan

1. Perasaan jaminan kerahasiaan

depresi 4. Bantu pasien untuk


ditingkatkan mengidentifikasi masalah atau
dari skala 3 situasi yang menyababkan stress.
(sedang) ke
5. Banru pasien untuk
skala 4
mengidentifikasi kekuatan dan
(ringan).
menguatkan hal tersebut.
2. Kesedihan
4400 – Terapi musik
ditingkatkan
1. Pertimbangkan minat klien pada
dari skala 3
musik.
(sedang) ke
skala 4 (ringan) 2. Identifikasi music yang disukai
klien
3. Kesendirian
ditingkatkan 3. Bantu individu untuk menentukan
dari skala 3 posisi yang nyaman.
(sedang) ke
4. Buatlah music terjangkau oleh
skala 4 (ringan)
klien.

5. Hindari menghidupkan music dan


dibiarkan dalam waktu yang lama.

24
00132 - Setelah dilakukan 1400 – Manajemen Nyeri
Nyeri asuhan keperawatan
1. Lakukan pengkajian nyeri
Akut 1x24 jam nyeri akut
komprehensif yang meliputi lokasi,
dapat teratai dengan
karakteristik,
kriteria hasil:
onset/durasi,frekuensi,kualitas,intens
1605 – Kontrol Nyeri
itas, atau beratnya faktor pencetus
1. mengenali kapan
nyeri terjadi dari skala 2. Tentukan akibat pengalaman nyeri
terhadap kualitas hidup pasien (tidur,

25
2 (jarang nafsu makan, pengertian,
menunjukkan) menjadi perasaan,dll)
skala 4 (sering
3. Berikan informasi mengenai nyeri
menunjukkan)
seperti penyebab nyeri berapa lama
2. menggunakan
nyeri akan dirasakan, dan antisipasi
tindakan pencegahan
dari ketidaknyamanan akibat
dari dari skala 2
prosedur.
(jarang menunjukkan)
menjadi skala 4 (sering 4. Ajarkan prinsip – prinsip manajemen

menunjukkan) nyeri.

3. mengenali apa yang 5. Dorong pasien untuk memonitor


terkait dengan gejala nyeri dan menangani nyerinya
nyeri dari dari skala 2 dengan tepat.
(jarang menunjukkan)
menjadi skala 4 (sering
menunjukkan)

26
BAB 3

3.1 Analisa Jurnal

Jurnal 1 (Case
Study)
Home Alone With Dementia
Judul

Penulis David Evans, Kay Price, dan Julienne Meyer

Tahun 2016

CASE STUDY

Tujuan dari penelitian secara kualitatif ini untuk menganalisa


perspektif para tenaga kesehatan pada area komunitas menghadapi
orang yang mengalami demensia dan tinggal sendiri di rumah. Data
didapatkan melalui interview yang dilakukan oleh grup yang telah
fokus dengan 21 tim kesehatan komunitas dan petugas sosial yang
mendukung dan berperan dalam orang demensia di daerah komunitas.
Tantangan yang dihadapi seperti kebersihan yang kurang, nutrisi yang
kurang, aman, dan masalah kesehatan lain, mengatur keuangan,
menghadapi teknologi, dan kurangnya bantuan. Meskipun terdapat
hasil dari pencarian yang menjelaskan tentang perspektif dari tenaga
kesehatan dan cenderung mengarah pada isu kesehatan, tidak ada
penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa isu tersebut akan
bertahan selama puluhan tahun (Tuokko dkk., 2016) .

27
Terdapat banyak implikasi yang terus muncul dalam persespsi
ini, dan berhubungan dengan seseorang dengan kondisi potensi
kapasitas untuk perawatan untuk kesehatan demensia, dan
berinteraksi dengan aman dan tinggal sendiri di dalam rumah. Sebagai
keparahan dari gangguan kognitif meningkat, kemampuan untuk
merawat kesehatan dan kesejahteraan akan menjadi sebanding. Pada
intinya, pentingnya perawatan tenaga kesehatan komunitas akan
tergabung pada deteksi dini pada populasi ini dan terjadi pembentukan
dari rutinitas dukungan. Issue ini akan menjadi persoalan internasional,
semakin banyak negara akan menghadapi masalah yang sama dimana
menyediakan, perawatan berbasis komunitas untuk menambah jumlah
demensia usia lanjut (Tuokko dkk., 2016).
Bagaimanapun, menyediakan dari tipe demensia dan juga
tinggal sendiri telah mendapat perhatian kecil dari literatur, dan
terdapat masalah yang akan tetap dengan menemukan tantangan
praktik dengan populasi rentan. Dalam penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dan berisi akan tanggapan – tanggapan dan
pernyataan – pernyataan yang didapatkan pada populasi lansia yang
terkena demensia (Tuokko dkk., 2016).

Jurnal 2 (Observational Study)

Loneliness among Older People in Hospitals: A Comparative


Study between Single Rooms and Multi- Bedded Wards to
Judul Evaluate Current Health Service within the Same Organization

Singh I, Subhan Z, Krishnan M, Edwards C dan Okeke J


Penulis

Tahun 2016

28
OBSERVATIONAL STUDY

Desain dari tim kesehatan dan dedain dari rumah sakit baik terkait
dengan kebijakan dengan ruangan tradisional beberapa kamar untuk martabat
yang lebih baik, membuat suatu pengaturan dan terkait masalah kontrol infeksi.
Insidensi yang lebih tinggi dari orang yang dirawat telah dilaporkan di ruangan
tunggal namun sebagai dampak yang dirasa yaitu terdapat isolasi sosial serta
rasa kesepian tidak begitu dipaparkan dalam penelitian ini baik dalam segi
pembahasan maupun terkait metodenya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membandingkan rasa kesepian diantara orang tua yang berada di ruangan
tunggal dan tinggal di beberapa kamar dengan naungan tempat yang sama. Dan
terkait desain penelitian dalam jurnal terdapat wawancara semi tersusun dan
dibarengi oleh alat ukur morbiditas, status fungsional, aktivitas sosial dan fungsi
kognitif. Skala yang telah tervalidasi adalah Hospital Anxiety Depression Scale
(HADS) instrumen yang digunakan oleh HADS untuk mengukur
kecemasan/depresi dan dianalisis dengan menggunakan dan dilakukan oleh 2
rumah sakitdan instrumen tersebut digunakan dan dijadikan validasi, baik pasien
atau pasien yang berada pada komunitas sebelum dirujuk ke rumah sakit.
Bertempat di rumah sakit terdapat di rumah sakit Royal Gwent, dengan
beberapa bed (Singh dkk., 2016).
Keduanya berada pada naungan Universitas Aneurin Bevan bagian
kesehatan. 50 pasien yang berusia 65 tahun keatas dirujuk disetiap bangsal
dengan penyakit akut, yang mengalami rehabilitasi yang dapat mengisi inform
consent, terdapat kriteria eksklusi seperti demensia parah, delirium atau
mendapat perawatan paliatif. Pada penelitian ini pasien dirujuk pada ruang
tunggal, dan dilaporkan mengalami kesepian dibanding pada ruangan yang
terdapat beberapa kamar. Tingkat kesepian meningkat secara signifikan diikuti
dengan rujukan pada ruang tunggal dibanding sebelum rujukan. Kami
menyarankan bahwa dampak dari isolasi pada orang usia lanjut seharusnya

29
didiskusikan terlebih dahulu dalam memutuskan persentase pada ruang tunggal
pada rumah sakit baru (Singh dkk., 2016).

Jurnal 3 (Intervention)

Video-calls to reduce loneliness and social isolation within care


Judul environments for older people: an implementation study using
collaborative action research
Sonam Zamir, Catherine Hagan Hennessy, Adrian H Taylor and
Penulis Ray B Jones

Tahun 2018

INTERVENSI
Lansia pada perawatan dapat merasakan kesepian dengan
kontak yang kurang jika keluarga tak dapat mengunjungi. Interaksi
tatap muka menggunakan video call akan membantu dalam usaha
mengurangi kesepian, akan tetapi sedikit untuk mengetahui tentang
proses dalam lingkungan gabungan orang yang menggunakan video
call. Kami bertujuan untuk mengidentifikasi halangan dan fasilitator
dari mengimplementasikan video call untuk lingkungan perawatan
lansia. Penelitian ini menggunakan collaborative action research (CAR)
pendekatan dilakukan untuk mengimplementasikan intervensi video
call pada lingkungan perawatan. Kami mengambil tindakan lima
langkah yaitu rekruitmen, perencanaan, tindakan, refleksi, dan re
evaluasi pada tujuh homecare dan satu rumah sakit di Inggris.
Intervensi video call “Skype on Wheels’ (SOW) terdiri atas peralatan
(kursi roda) yang dapat menggunakan fasilitas iPad dan Handset, dan
dapat menggunakan Skype untuk menyediakan video call yang gratis
(Zamir dkk., 2018).

30
Staf kesehatan sebagai kolaborator yang mengimplementasikan
intervensi dengan mengatur perawatan dengan menyetujui intervensi,
dan mengajak lansia dan keluarga, dan menggunakan video call.
Observasi menggunakan catatan dan buku diari dan percakapan dengan
staf, lansia dan keluarga dipelihara selama 15 bulan, dan dianalisa
dengan menggunakan analisis tematik. Empat homecare
diimplementasikan dengan intervensi ini. Delapan lansia dengan
kontak sosial yang represif menggunakan video call. Lansia tersebut
dapat menggunakan bantuan SoW ini dari staf dan dapat menikmati
dalam menggunakan video call untuk tetap berinteraksi dengan
keluarga. Bagaimanapun terdapat lima halangan implementasi yang
terdiri dari gabungan staff, resiko keengganan, desain SoW, komitmen
yang rendah dari keluarga, dan sikap staf mengenai teknologi.
Intervensi SoW, atau sesuatu yang memiliki kemiripan, dapat
memberikan bantuan pada lansia untuk tetap terhubung pada
lingkungan keluarga pada saat perawatan, namun jika implementasi
sebagai evaluasi yang kuat, maka co – produksi dari intervensi ini
dalam rekruitmen ini dapat dibutuhkan untuk menangani halangan dan
memaksimalkan bantuan video call tersebut (Zamir dkk., 2018).

31
DAFTAR PUSTAKA

Notoadmojo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Lisnawati, D. 2017. Kebahagiaan Pada Wanita Lanjut Usia Yang Tinggal
Sendiri. Surakarta.
Kemenkes RI. 2017. Pusat Data Dan Informasi Analisis Lansia Di Indonesia.
Jakarta: Kemenkes RI.

32

Anda mungkin juga menyukai