Anda di halaman 1dari 11

E l i s M u a w a n a h & Y u s r i a N i n g s i h | 152

Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam


Vol. 03, No. 02, 2013
-------------------------------------------------------------------------------
Hlm. 152 – 162

BIMBINGAN KONSELING KELUARGA DENGAN LOVING KINDNESS


THERAPY DALAM MENINGKATKAN REGULASI EMOSI

Elis Muawanah & Yusria Ningsih


Jurusan Bimbingan Konseling Islam
Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya

Abstrak: Penelitian ini mengangkat problem yang terjadi pada pasangan


suami-istri yang menikah pada usia dini. Pasangan ini seringkali terlibat
pertengkaran karena belum mampu mengelola emosi masing-masing pihak.
Melalui Loving Kindness Therapy, peneliti berusaha melakukan bimbingan
dan konseling dengan pemberian nasehat serta motivasi. Dalam penelitian
lapangan ini, peneliti mengunakan metode kualitatif dengan jenis studi
kasus dan analisa diskriptif komparatif. Sedangkan pengumpulan datanya
melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Setelah data terkumpul
kemudian data dianalisa. Analisa yang dilakukan yakni untuk mengetahui
proses pelaksanaan konseling dan tingkat keberhasilan bimbingan dan
konseling keluarga dalam meningkatkan regulasi emosi pada pasangan
suami istri usia dini, serta membandingkan kondisi klien sebelum dan
sesudah proses konseling. Keberhasilan bimbingan konseling dalam
meningkatkan regulasi emosi dapat dikatakan cukup berhasil yang ditandai
dengan adanya perubahan tingkah laku pada pangan ini baik perubahan
fisik maupun psikis yang jauh lebih baik lagi.

Kata kunci: Bimbingan dan Konseling Keluarga, Loving Kindness Therapy,


Regulasi Emosi

Bimbingan Konseling Keluarga dengan Loving Kindness Therapy dalam Meningkatkan Regulasi Emosi
E l i s M u a w a n a h & Y u s r i a N i n g s i h | 153

PENDAHULUAN

Setiap manusia tentu mendambakan kebahagiaan. Kebahagiaan ini berawal dari


suatu jalinan keluarga yang harmonis dan terencana. Islam mengatur dalam masalah
keluarga dan pernikahan pada porsinya. Faktor usia cukup menentukan, baik dari
pihak laki-laki dan perempuan, karena pada saat ini banyak muda-mudi yang tidak
memperhatikan usianya, keinginan menikah muda belum sepenuhnya membuat
pasangan ini siap menghadapi tantangan yang datang. Dengan emosi yang masih labil,
permasalahan kecil menjadi besar dan potensi konflik akan lebih sering terjadi
sehingga timbul pertengkaran, dan konflik yang berkepanjangan.
Para ahli psikologi sering menyebutkan bahwa dari semua aspek perkembangan,
yang paling sukar untuk diklasifikasikan adalah perkembangan emosional. Orang
dewasa pun mendapat kesukaran dalam menyatakan perasaannya. Reaksi terhadap
emosi pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, pengalaman, kebudayaan
dan sebagainya.
Emosi adalah suatu keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu dan
kecenderungan terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach)
atau menyingkir (avoidance) terhadap sesuatu dan disertai adanya ekspresi
kejasmanian.
Hal itu tidak lepas dari bagaimana keterampilan individu untuk menjalani,
mengolah, mengkondisikan, mengendalikan dan mengapresiasi regulasi emosi. Agar
emosi tersebut tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti halnya
emosi marah, emosi sedih, dan emosi yang lain, karena itu akan memberi imbas bagi
orang disekitarnya.
Pendapat Wedge barang kali ada benarnya bahwa “kita tidak boleh menjadi budak
dari emosi, tetapi harus menjadi tuan dari emosi kita. Kalau kita benar-benar
berusaha untuk tidak membiarkan emosi yang tidak menyenangkan dalam diri kita
dan menggantinya dengan emosi yang menyenangkan. Dengan demikian, emosi
menjadi modal yang besar bagi hidup kita, bukan menjadi kecendrungan yang
membuat kita frustasi”.
Karena keluarga yang dibina oleh pasangan yang belum matang usianya, maka
keadaan keluarga tersebut juga akan berubah-ubah. Terkadang harmonis, dan
terkadang tidak, permasalahan ini akan mengganggu psikis masing-masing pasangan,
gejala-gejala psikis tersebut akan diluapkan oleh emosi, yang kemudian ditunjukkan
pada tingkah laku untuk menggambarkan emosi yang dirasakan. Karena perempuan
mempunyai karakter yang feminim, maka seorang ibu rumah tangga akan lebih
sering berubah-ubah emosinya.
Pembahasan pada penelitian ini, terkait pada remaja yang menikah secara
terpaksa karena keadaan (mengalami kehamilan diluar nikah pada usia yang relatif
muda) sehingga pada usia 16 tahun sudah menikah, dan saat ini sudah mempunyai
anak laki-laki, karena pasangannya juga berusia muda, sosok suaminya masih seperti
halnya anak remaja yang belum siap untuk menikah, jadi suka bermain dan
melakukan aktivitas yang tidak berguna, seperti halnya: main game, main bola,
nongkrong di warung semalaman, dan lain sebagainya.Tentu saja aktivitas yang tidak

Bimbingan Konseling Keluarga dengan Loving Kindness Therapy dalam Meningkatkan Regulasi Emosi
E l i s M u a w a n a h & Y u s r i a N i n g s i h | 154

berguna untuk dilakukan oleh seseorang yang sudah berkeluarga tersebut,


menimbulkan suatu permasalahan-permasalahan yang seringkali memicu tekanan
emosi bagi kedua pasangan tersebut, untuk itu pasangan ini sering mengalami
regulasi tekanan emosi, karena pasangan suami istri tersebut juga masih dalam usia
muda, tidak bisa mengondisikan emosinya, terkadang marah, khawatir, takut dan
capek menghadapi keadaan keluarganya.
Di dalam keluarga manapun, perasaan yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan pastilah dirasakan oleh seluruh anggota keluarga dan mungkin bisa
berkembang menjadi lebih baik ataupun menjadi lebih buruk terutama pada interaksi
suami istri. Karena suami istri merupakan pondasi dasar dalam suatu keluarga dan
anak-anak sebagai pelengkap dalam keluarga. Hubungan suami istri menyediakan
kesempatan kepada masing-masing dari mereka untuk belajar memahami dan
mengenal karakter pasangannya.
Kreatifitas untuk meningkatkan suatu perubahan emosinya belum bisa dilakukan
secara mandiri, dan membutuhkan seseorang untuk menuntut, membimbing dan
mengarahkan keluarga tersebut supaya lebih kreatif dalam meningkatkan suatu
regulasi emosi dimasing-masing individu. Untuk itulah proses bimbingan dan
konseling keluarga dirasa lebih relevan dan sistimatis jika pengembangan yang
dimaksudkan untuk menstabilkan regulasi pasangan suami-istri. Dengan harapan
kondisi keluarga yang sama-sama masih diusia muda, tetap bisa harmonis dan selaras
dengan kehidupannya, baik secara pribadi maupun di lingkungannya.

Bimbingan dan Konseling Keluarga


Secara etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata yaitu
bimbingan dan konseling. Dalam praktik, bimbingan dan konseling merupakan satu
kesatuan kegiatan yang tidak terpisahkan. Keduanya merupakan bagian yang
integral.1 Menurut Winkel istilah bimbingan merupakan terjemahan dari kata
“guidance” yang kata dasarnya “guide” yang memiliki arti menunjukkan jalan showing
the way, mengarahkan governing dan memberi nasehat giving advice. Sedangkan
istilah yang diadopsi dari bahasa inggris “counseling” didalam kamus artinya
dikaitkan dengan kata “counsel” yang berarti anjuran dan pembicaraan dengan
bertukar pikiran.
Tujuan umum konseling keluarga: (a) Membantu, anggota-anggota keluarga
belajar dan menghargai secara emosional bahwa dinamika keluarga adalah kait-
mengait diantara anggota keluarga. (b) Untuk membantu anggota keluarga agar
menyadari tentang fakta jika satu anggota keluarga bermasalah, maka akan
mempengaruhi kepada persepsi, ekspektasi, dan interaksi anggota-anggota lain. (c)
Agar tercapai keseimbangan yang akan membuat pertumbuhan dan peningkatan
setiap anggota. (d) Untuk mengembangkan penghargaan penuh sebagai pengaruh
dari hubungan parental.

1
Dewa Ketut Sukardi dan Nila Kusmawati, Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Jakarta:
PT Renika Cipta, 2008), hal. 2.
Bimbingan Konseling Keluarga dengan Loving Kindness Therapy dalam Meningkatkan Regulasi Emosi
E l i s M u a w a n a h & Y u s r i a N i n g s i h | 155

Tujuan khusus konseling keluarga: (a) Untuk meningkatkan toleransi dan


dorongan anggota-anggota keluarga terhadap cara-cara yang istimewa (idiocyncratic
ways) atau keunggulan-keunggulan anggota lain. (b) Mengembangkan toleransi
terhadap anggota-anggota keluarga yang mengalami frustasi atau kecewa, konflik,
dan rasa sedih yang terjadi karena faktor sistem keluarga atau di luar sistem
keluarga. (c) Mengembangkan motif dan potensi-potensi, seperti anggota keluarga
dengan cara mendorong (men-support), memberi semangat, dan mengingatkan
anggota tersebut. (d) Mengembangkan keberhasilan persepsi diri orang tua secara
realistik dan sesuai dengan anggota-anggota lain.
Asas Bimbingan dan Konseling Keluarga2: 1) Asas kebahagiaan dunia dan
akhirat. 2) Asas sakinah, mawaddah dan rahmah. 3) Asas komunikasi dan
musyawarah. 4) Asas sabar dan tawakkal. 5) Asas manfaat (maslahat)3
Teknik-Teknik Konseling Keluarga. Menurut Perez ada beberapa teknik dalam
konseling keluarga, yaitu: 1) Sculpting (mematung) yaitu suatu teknik yang
mengizinkan anggota-anggota keluarga untuk menyatakan kepada anggota lain,
persepsinya tentang berbagai masalah hubungan diantara anggota-anggota keluarga.
2) Role Playing (bermain peran) yaitu suatu teknik dengan memberikan peran
tertentu kepada anggota keluarga. 3) Silence (diam) apabila anggota keluarga berada
dalam konflik dan frustasi karena ada salah satu anggota keluarga lain yang suka
bertindak kejam, maka biasanya mereka datang ke hadapan konselor dengan tutup
mulut. 4) Confrontation (konfrontasi) ialah suatu teknik yang digunakan konselor
untuk mempertentangkan pendapat-pendapat anggota keluarga yang terungkap
dalam wawancara konseling keluarga. 5) Teaching Via Questioning ialah suatu
teknik mengajar anggota keluarga dengan cara bertanya, seperti “Bagaimana kalau
sekolahmu gagal?” Atau “Apakah kamu senang kalau ibumu menderita?”. 6) Listening
(mendengarkan) teknik ini digunakan agar pembicaraan seorang anggota keluarga
didenggarkan dengan sabar oleh yang lain. 7) Recapitulating (mengikhitisarkan)
teknik ini dipakai untuk konselor untuk mengikhtisarkan pembicaraan yang bergalau
pada setiap anggota keluarga, sehingga dengan cara itu kemungkinan pembicaraan
akan lebih terarah dan terfokus. Misalnya konselor mengatakan “Rupanya ibu merasa
rendah diri dan tak mampu menjawab jika suami anda berkata kasar”. 8) Summary
(menyimpulkan) dalam suatu fase konseling, kemungkinan konselor akan
menyimpulkan sementara hasil pembicaraan dengan keluarga itu. 9) Clarification
(menjernikan) yaitu usaha konselor untuk memperjelas atau menjernihkan suatu
pernyataan anggota keluarga karena terkesan samar-samar. 10) Reflection (refleksi)
yaitu cara konselor untuk merefleksikan perasaan yang dinyatakan klien, baik yang
bentuk kata-kata atau ekspresi wajahnya.
Proses dan Tahapan Konseling Keluarga, Secara umum proses konseling
keluarga berjalan menurut tahapan berikut: 1) Pengembangan Rapport Hubungan

2 Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga (Bandung: Alfabeta, 2001), hal. 88-89.


3Aunur Rahim Faqih, bimbingan dan konseling dalam islam (Jogjakarta: UII Press, 2001),
hal. 88-92.

Bimbingan Konseling Keluarga dengan Loving Kindness Therapy dalam Meningkatkan Regulasi Emosi
E l i s M u a w a n a h & Y u s r i a N i n g s i h | 156

konseling pada tahap awal seharusnya diupayakan pengembangan rapport


merupakan suasana hubungan konseling yang akrab, jujur, saling percaya, sehingga
menimbulkan keterbukaan diri klien. Upaya pengembangan rapport seyogiyanya
telah dimulai begitu klien memasuki ruang konseling. Tujuan menciptakan suasana
rapport dalam hubungan konseling adalah agar suasana konseling itu merupakan
suasana yang memberikan keberanian dan kepercayaan diri k lien untuk
menyampaikan isi hati, perasaan, kesulitan dan bahkan rahasia batinnya kepada
konselor. 2) Pengembangan Apresiasi Emosional Anggota keluarga yang sedang
mengikuti konseling keluarga, jika semua terlibat, akan terjadi interaksi yang dinamik
diantara mereka, serta keinginan untuk memecahkan masalah mereka. Pada saat ini
masing-masing anggota keluarga yang tadinya dalam keadaan terganggu komunikasi
atau bahkan dalam keadaan “sakit” mulai berinteraksi diantara mereka dan dengan
konselor. Mereka mulai mampu menghargai perasaan masing-masing, dan dengan
keinginan agar masalah yang mereka hadapi dapat mereka selesaikan. Dengan
demikian, segala kecemasan dan ketegangan psikis dapat mereda, sehingga
memudahkan untuk treatment konselor dan rencana anggota keluarga. 3)
Pengembangan Alternatif Modus Perilaku Aplikasi perilaku dilakukan melalui
praktik di rumah. Mungkin konselor memberi suatu daftar perilaku baru akan
dipraktikan selama satu minggu, kemudian melaporkannya pada sesi konseling
berikutnya tugas tersebut disebut juga home assignment (pekerjaan rumah).
Mislanya, seorang ayah mempunyai alternatif perilaku baru yang ia temukan dalam
konseling, seperti akan berusaha selalu makan bersama pada waktu makan siang.
Dan alternatif baru pada anak seperti tidak akan menginap di rumah teman, atau
tidak pulang malam-malam. 4) Fase Membina Hubungan Konseling Fase ini amat
penting di dalam proses konseling, dan keberhasilan tujuan konseling secara efektif
ditentukan oleh keberhasilan konselor dalam membina hubungan konseling itu. Fase
ini harus terjadi ditahap awal dan tahap berikutnya dari konseling yang ditandai
dengan adanya rapport sebagai kunci lancarnya hubungan konseling. Di samping itu,
sikap konselor amat penting selain teknik konseling. Sikap-sikap yang penting dari
konselor adalah: (a) Acceptance, yaitu menerima klien secara ikhlas tanpa
mempertimbangkan jenis kelamin, derajat, kekayaan, dan perbedaan agama. Di
samping itu klien diterima dengan segalah masalahnya, kesulitan, dan keluhan serta
sikap-sikapnya baik yang positif maupun negatif. (b) Unconditional positive regard,
artinya menghargai klien tanpa syarat; menerima klien apa adanya, tanpa dicampuri
sikap menilai, mengejek, atau mengeritik. (c) Understanding, yaitu konselor dapat
memahami keadaan klien sebagaimana adanya. (d) Genuine, yaitu bahwa konselor itu
asli dan jujur dengan dirinya sendiri, wajar dalam perbuatan dan ucapan. (e) Empati,
artinya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain (klien). 5)
Memperlancar Tindakan Positif Fase ini terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:
(a) Eksplorasi, mengeksplorasi dan menelusuri masalah, menetapkan tujuan
konseling, menetapkan rencana strategis, mengumpulkan fakta, mengungkapkan
perasaan-perasaan klien yang lebih dalam, mengajarkan keterampilan baru
konsolidasi, menjelajah alternatif-alternatif, mengungkapkan perasaan-perasaan, dan
melatih skill yang baru. (b) Perencanaan, mengembangkan perencanaan bagi klien

Bimbingan Konseling Keluarga dengan Loving Kindness Therapy dalam Meningkatkan Regulasi Emosi
E l i s M u a w a n a h & Y u s r i a N i n g s i h | 157

sesuai dengan tujuan untuk memecahkan masalah, mengurangi perasaan-perasaan


yang menyedihkan atau menyakitkan, terus mengkonsolidasi skill baru atau perilaku
baru untuk mencapai aktivitas diri klien. (c) Penutup, mengevaluasi hasil konseling,
menutup hubungan konseling.
Adapun langkah-langkah dalam Bimbingan dan Konseling, diantaranya adalah:
1) Identifikasi kasus: Langkah ini dimaksudkan untuk mengenal kasus beserta gejala-
gejala yang nampak. Dalam langkah ini pembimbing mencatat kasus-kasus yang perlu
mendapat bimbingan dan memilih kasus mana yang akan mendapatkan bantuan
terlebih dahulu. 2) Diagnosa: Langkah diagnosa yaitu langkah untuk menetapkan
masalah yang dihadapi kasus beserta latar belakangnya. Dalam langkah ini kegiatan
yang dilakukan ialah mengumpulkan data dengan mengadakan studi kasus dengan
menggunakan berbagai teknik pengumpulan data, kemudian ditetapkan masalah
yang dihadapi serta latar belakangnya. 3) Prognosa: Langkah prognosa ini untuk
menetapkan jenis bantuan atau terapi apa yang akan dilaksanakan untuk
membimbing kasus ditetapkan berdasarkan kesimpulan dalam langkah diagnosa. 4)
Terapi: Langkah terapi yaitu langkah pelaksanaan bantuan atau bimbingan. Langkah
ini merupakan pelaksanaan yang ditetapkan dalam prognosa. 5) Langkah Evaluasi
dan Follow Up: Langkah ini dimaksudkan untuk menilai atau mengetahui sampai
sejauh manakah langkah terapi yang telah dilakukan telah mencapai hasilnya. Dalam
langkah follow-up atau tindak lanjut, dilihat perkembangan selanjutnya dalam jangka
waktu yang lebih jauh.4
Loving Kindness Meditation And Couples Therapy
Loving Kindness Meditation (LKM) adalah praktek meditasi yang digunakan
untuk menumbuhkan perasaan kasih sayang dan cinta kasih. LKM mulai dikenal dan
digunakan banyak orang sejak tahun 2000 sebagai terapi untuk depresi,
meningkatkan empati, dan meningkatkan hubungan. Meditasi secara umum telah
terbukti efektif dalam membantu orang dari stre, kecemasan dan berbagai penyakit,
tetapi LKM adalah khusus untuk mengarahkan perasaan kasih sayang terhadap diri
mereka sendiri dan terhadap orang lain, serta secara hati terbuka dan terfokus.
Regulasi Emosi
Pengertian Emosi
Dari segi etomologi emosi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti
mengerakkan, bergerak, dari asal kata tersebut emosi dapat diartikan sebagai
dorongan untuk bertindak. Emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran-pikiran
khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkai kecendrungan untuk
bertindak. Emosi dapat berupa perasaan amarah, ketakutan, kebahagiaan, cinta, rasa
terkejut, jijik dan rasa sedih.
Watson menyatakan bahkan manusia pada dasarnya mempunyai tiga emosi
dasar, yakni:
1) Fear, yang nantinya bisa berkembang menjadi anxiety (cemas).

4Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV. Ilmu,
1975), hal. 104-106

Bimbingan Konseling Keluarga dengan Loving Kindness Therapy dalam Meningkatkan Regulasi Emosi
E l i s M u a w a n a h & Y u s r i a N i n g s i h | 158

2) Rage, yang akan berkembang antara lain menjadi anger (marah).


3) Love, yang akan berkembang menjadi simpati.5

Selain dibedakan dalam kategori emosi primer dan sekunder, dapat


disimpulkan pula bahwa emosi terdiri dari emosi positif dan negatif. Secara ringkas
kategori emosi ini dapat diamati dari table emosi di bawah ini.
Table 2.1
Emosi Positif Emosi Negatif

• Eagerness (rela) • Impatience (tidak sabaran)


• Humor (lucu) • Uncertainty (kebimbangan)
• Joy (kegembiraan atau keceriaan) • Anger (rasa marah)
• Pleasure (senang atau kenyamanan) • Suspicion (kecurigaan)
• Curiosity (rasa ingin tahu) • Anxiety (rasa cemas)
• Happiness (kebahagiaan) • Guilt (rasa bersalah)
• Delight (kesukaan) • Jealous (cemburu)
• Love (cinta) • Annoyance (jengkel)
• Excitement (ketertarikan) • Fear (takut)
• Depression (depresi)
• Sadness (kesedihan)
• Hate (rasa benci)

Metode Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah kualitatif deskriptif
dengan jenis penelitian studi kasus. Studi kasus merupakan pendekatan yang
penelaahnya pada studi kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail,
dan komprehensif.
Jadi dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif dengan jenis
studi kasus dimana penelitian tersebut mengumpulkan data yang erat hubungannya
dengan proses pelaksanaan bimbingan dan konseling keluarga dalam meningkatkan
regulasi emosi pasangan suami istri usia dini.
Data yang terkumpul dalam penelitian ini berupa kata-kata, gambar, dan
bukan angka-angka. Penulis ingin melakukan penelitian dengan cara mempelajari
individu secara rinci dalam kurun waktu tertentu untuk membantunya memperoleh
penyesuaian diri yang lebih baik. Serta tujuan dari penelitian ini adalah memahami
fenomena yang diteliti secara terinci, mendalam dan menyeluruh dari hasil lapangan.
2. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat tiga tahapan dalam penelitian yaitu:
a. Tahap Pra Lapangan
Tahap ini digunakan untuk menyusun rancangan penelitian, untuk itu diperlukan
persiapan sebagai berikut:

5 Alex Sobur, Psikologi Umum (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 428.

Bimbingan Konseling Keluarga dengan Loving Kindness Therapy dalam Meningkatkan Regulasi Emosi
E l i s M u a w a n a h & Y u s r i a N i n g s i h | 159

1) Menyusun rancangan penelitian


2) Memilih lapangan penelitian
3) Mengurus perizinan
4) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan
5) Memilih dan memanfaatkan informan
6) Menyiapkan perlengkapan penelitian
7) Persoalan etika penelitian
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
Pada tahap ini peneliti berfokus pada data dilapangan, adapun langkah-
langkah yang dilakukan adalah:
1) Memahami latar penelitian dan persiapan diri
2) Memasuki lapangan
3) Berperan serta sambil mengumpulkan data
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber,
dan berbagai cara. Beberapa metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif,
yaitu:
Pengamatan (observasi) adalah metode pengumpulan data di mana peneliti
mencatat informasi sebagaimana yang disaksikan selama penelitian. Penyaksian
terhadap peristiwa-peristiwa itu bisa dengan melihat, mendengarkan, merasakan,
14
yang kemudian dicatat seobyektif mungkin. Metode observasi merupakan metode
yang meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan
menggunakan seluruh alat indra.
Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan
responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya-jawab dalam hubungan
tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang
melengkapi kata-kata secara verbal. Karena itu wawancara tidak hanya menangkap
pemahaman atau ide, tetapi juga dapat menangkap perasaan, pengalaman, emosi,
motif, yang dimiliki oleh responden yang bersangkutan.
Dokumentasi adalah teknik mencari mengenai hal-hal yang berupa fakta-
faktar riwayat hidup seseorang, catatan, traskip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen, rapat agenda gambaran (hasil karya), dan lain sebagainya.17 Diharapkan
dengan metode dokumentasi dapat menambah dan memperbanyak data yang
diambil dari objek penelitian kali ini, selain itu dengan metode ini peneliti dapat
memberikan data yang riel dan relevan. Sehingga datanya tidak diragukan lagi
validitasnya.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai jenis data dan teknik
pengumpulan data dalam penelitian kasus ini dapat dilihat dalam table berikut:
Teknik analisis data yang digunakan adalah constant comparative anlissis
(teknik analisis deskriptif komparatif), yaitu teknik yang digunakan untuk
membandingkan kejadian-kejadian yang terjadi disaat peneliti menganalisis kejadian
tersebut dan dilakukan secara terus menerus. Analisis yang digunakan tersebut untuk
mengetahui proses serta keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling
keluarga dalam meningkatkan regulasi emosi pasangan suami istri, serta
membandingkan kondisi klien sebelum dan sesudah pelaksanaan proses konseling.
Bimbingan Konseling Keluarga dengan Loving Kindness Therapy dalam Meningkatkan Regulasi Emosi
E l i s M u a w a n a h & Y u s r i a N i n g s i h | 160

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan yang memanfaatkan sesuatu yang lain


diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
itu. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan triangulasi dengan menggunakan
perbandingan teori. Berarti peneliti membandingkan dan mengecek balik
kepercayaan suatu informasi, disamping juga membandingkan keadaan dan
prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain.

ANALISIS DATA
Setelah menyajikan data hasil lapangan maka peneliti melakukan analisis data,
analisis data ini dilakukan peneliti untuk memperoleh suatu hasil penemuan dari
lapangan berdasarkan fokus permasalahan yang diteliti. Adapun analisis data yang
diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut:
Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Keluarga Dengan Loving
Kindness Therapy Dalam Meningkatkan Regulasi Emosi Pada Pasangan Suami
Istri Usia Dini di Sidoarjo
Adapun proses pelaksanaan bimbingan dan konseling keluarga dalam
meningkatkan regulasi emosi pada pasangan suami istri usia dini di Sidoarjo, peneliti
mengunakan langkah-langkah seperti konseling pada umumnya. yakni dengan
langkah-langkah konseling sebagai berikut:
1. Identifikasi Kasus
Identifikasi kasus ini merupakan langkah pertama peneliti untuk mengumpulkan
data, melalui observasi dan wawancara dengan klien dan beberapa informan (ibu
klien, kakak klien dan tetangga klien) untuk mendapatkan informasi yang melatar
belakangi permasalah yang dihadapi klien.
2. Diagnosis
Langkah ini yakni peneliti menyimpulkan data dari observasi dan wawancara
bahwa klien kurang mampu dalam mengendalikan emosi negatif salah satunya
adalah marah karena kurangnya pemahaman pada klien atas pasangannya, egois,
takut kehilangan kasih sayang dari pasangannya, serta sedih dan menyesal dengan
keadaan yang dialaminya sekarang.
3. Prognosis
langkah selanjutnya konselor menentukan jenis bantuan yang akan diberikan
kepada klien yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi klien. Dalam kasus ini
peneliti memberikan bimbingan dan konseling keluarga pada klien dengan
mengarahkan dan memberikan solusi berupa pengertian, nasehat dan inspirasi agar
klien dapat meregulasi diri serta dapat mengendalikan emosi negatif untuk mencapai
kebahagian hidup di dunia dan akhirat.
4. Terapi atau Treatment
Dalam langkah ini konselor mengadakan tiga sesi pertemuan dangan klien,
diantaranya sebagai berikut:
a) Pada sesi pertama, konselor menemui klien (istri). Dalam pertemuan ini konselor
ingin lebih mengetahui apa yang di inginkan oleh istri. Selain itu konselor juga
memberikan saran agar klien tidak gampang marah dan lebih bisa mengendalikan
emosi negatif yang dirasakan.

Bimbingan Konseling Keluarga dengan Loving Kindness Therapy dalam Meningkatkan Regulasi Emosi
E l i s M u a w a n a h & Y u s r i a N i n g s i h | 161

b) Pada sesi kedua, konselor menemui klien (suami). Dalam pertemuan ini konselor
ingin mengetahui apa yang menyebabkan suami jarang di rumah selain itu konselor
juga memberi saran agar klien lebih meluangkan waktunya untuk keluarga.
c) Pada sesi ketiga, konselor menemui klien (suami-istri). Dalam sesi ini klien di
bimbing untuk meningkatkan regulasi diri sesuai dengan harapan yang ingin dicapai
klien
5. Follow Up
Langkah terakhir ini adalah untuk menindak lanjuti hasil dari proses konseling
dengan melihat perubahan yang ada pada diri klien setelah proses konseling
berlangsung. Dalam hal ini konselor tidak bisa memantau setiap hari secara langsung
tapi konselor akan berusaha untuk mencari informasi dari ibu dan saudara klien.

Analisis Keberhasilan Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Keluarga Dengan


Loving Kindness Therapy Dalam Meningkatkan Regulasi Emosi Pada Pasangan
Suami Istri Usia Dini di Sidoarjo
Untuk mengetahui hasil dari proses bimbingan dan konseling keluarga dalam
meningkatkan regulasi emosi pada pasangan suami istri usia dini di Sidoarjo, peneliti
mengunakan analisis deskripsi komparatif yakni membandingkan sebelum dan
sesudah pelaksanaan proses konseling dengan mengunakan instrument skala
penilaian sebagai alat ukur yang terjadi pada klien.
Untuk mengetahui adanya perubahan pada kondisi klien, pengamatannya
dilakukan setiap kali pertemuan dalam proses konseling, melalui observasi dan
wawancara langsung dengan klien dengan informan. Untuk menghasilkan data yang
diperlukan dari pengamatan tersebut, dapat

Kesimpulan

Proses pelaksanaan bimbingan dan konseling keluarga dengan Loving Kindness


Therapy dalam meningkatkan regulasi emosi pada pasangan suami istri usia dini di
Sidoarjo yakni dengan mengunakan langkah-langkah konseling pada umumnya yaitu
identifikasi, diagnosis, prognosis, terapi dan langkah yang terakhir Follow Up untuk
menindak lanjuti hasil dari konseling yang telah berlangsung. Adapun terapi yang
digunakan adalah dengan memberi nasehat, motivasi dan Loving Kindness Therapy
serta mengarahkan klien untuk mampu mengendalikan emosi negatif dan
meningkatkan emosi-emosi positif dengan bimbingan konseling untuk menjadi lebih
baik sehingga klien bisa melakukan regulasi diri secara tepat dan sesuai dengan
harapan yang ingin dicapai klien. Dimana hal itu dilakukan dalam III sesi, sesi
pertama dilakukan dengan istri, sesi kedua dilakukan dengan suami, yang dilanjutkan
dengan sesi ketiga yang dilakukan dengan suami istri. Dalam penelitian ini ada
beberapa kendala diantaranya adalah waktu yang terlalu singkat dan sarana yang
kurang memadai.
Keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling keluarga dengan Loving
Kindness Therapy dalam meningkatkan regulasi emosi pada pasangan suami istri usia
dini di Sidoarjo, dapat dilihat dari skala penilaian dan grafik yang membuktikan

Bimbingan Konseling Keluarga dengan Loving Kindness Therapy dalam Meningkatkan Regulasi Emosi
E l i s M u a w a n a h & Y u s r i a N i n g s i h | 162

bahwa dengan bimbingan dan konseling keluarga dengan nasehat, motivasi dan
Loving Kindness Therapy dapat mengurangi serta meningkatkan regulasi emosi
pasangan suami istri usia dini di Sidoarjo yang ditandai dengan penurunan emosi
negatif dan peningkatan emosi positif yang bertahap dalam III sesi proses konseling
yang telah dilakukan. Dalam sesi III dapat ditunjukkan pada grafik 4.5 yang ditandai
dengan penurunan emosi negatif yaitu marah dari angka 7 ke 2, sedih dari angka 7 ke
1, menyesal dari angka 6 ke 1, takut dari angka 6 ke 2 dan emosi positif yaitu senang
dari angka 5 ke 7, kasih sayang dari angka 6 ke 7. Keberhasilan bimbingan konseling
dalam meningkatkan regulasi emosi dapat dikatakan cukup berhasil yang ditandai
dengan perubahan tingkah laku baik fisik maupun psikis yang jauh lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Dan Praktek, Jakarta:


PT.Renika Cipta, 2006
Brans Ford, Jhon D, The Best Years Emosi Anak Di Masa Remaja, Jakarta: Pustakarya,
2003
Bungin, Burhan, Metode Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif Dan Kualitatif,
Surabaya: Universitas Airlangga, 2001
Denim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2002
Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahanya, Semarang: CV.
Asy Syifa, 1999
Faisal, Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial, Jakarta: Rajawali Press, 1995
Faqih, Aunur Rahim, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, Jogjakarta: UII Press,
2001

Bimbingan Konseling Keluarga dengan Loving Kindness Therapy dalam Meningkatkan Regulasi Emosi

Anda mungkin juga menyukai