Anda di halaman 1dari 7

Keberadaan e-commerce di indonesia saat ini sangat pesat sekali bahkan di tahun 2018 ini

banyak para usaha UKM yang tidak sedikit memanfaatkan e-commerce sebagai peluang usaha
yang menjajikan, hal ini yang ini yang menjadi kajian pemerintah indonesia untuk mengontrol
prtumbuhan toko online atau e-commerce di indonesia yang makin takterkendali. Rencana yang
akan di buat Badan Pusat Statistik(BPS) untuk memasukan data transaksi e-commerce

kedalam data konsumsi Rumah tangga yang akan segera terlaksana. Pasalnya pengumpulan data
transaksi jual beli online (e-commerce ) oleh marketplace akan segera selesai. Keberadaan
ecommerce yang ada di ndonesia, bisa di bilang merugikan, dan juga bisa di bilang
menguntungkan, kenapa sebabnya adalah di era jaman digital seperti sekarang ini banyak
masyarat yang memanfaat perkembangan teknologi sebagai usaha, dan juga untuk mendokrak
kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat setiap tahunnya.

Apa buktinya?’ bukti dari masyarakat lebih suka belanja online adalah tutupnya beberapa retail
offline di indonesia, retail besar tersebut adalah retail besar yang bsudah di kenal luas oleh
mayarakat, tetapi apa yang terjadi mereka harus menutup gerai-gerainya karena sepinya
pengunjung bahkan ada group retail yang failid.
Prediksi tahun 2018 asosiasi pengusha Ritel indonesia (APRINDO) akan ada sekitar 50 retail
offline yang akan tutup, dan akan merubah bisnis mereka sesuai dengan apa yang di butuhkan
oleh masyarakat saat ini tentuya menjadi angin segar bagi e-commerce yang lebih banyak di
minati masyarakat indomnesia.
Bukti selanjut nya adalah mengapa masyarakat inidosia lebih suka melakukan transaksi online
daripada transaksi offline Menurut laporan We Are Social yang diperoleh oleh Tim Antijobless
dari Platform gaya hidup, Shopback, di tahun 2017 ada peningkatan konsumsi belanja barang
dan jasa secara online dari 26% di tahun 2018

Perilakua Konsumtif Masyarakat Berubah

Masyarakat Indonesia Telah menyadari bahwa Belanja online sekarang lebih mudah, daripada
Belanja offline bahkan e-commerce telah telah menyediakan layanan belanja online meraka pun
meyediakan ruang khusus untuk Pembayaran PPOB(payment point inline bank)
sehingga masyarakat mudah untuk melakukan simtem pembayaran erbagai kebutuhan
masyarakat seperti listrik, BPJS, telepon, cicilan kendaraan, PDAM, serta pembayaran lainnya
mereka lebih memilih untuk melakukannya secara online

Masyarakat juga tidak lagi menjadikan marketplace sebagai media belanja online fashion,
alatrumah tangga gadget. bahkan sekarang untuk membeli tiket konser atau pertandingan olah
raga sangat mudah sekali di jangkau oleh masyarakat, hal ini tentunya sangat membantu sekali
bagi masyarakat indonesia.
Jasa Pengiriman One day Delivery Service semakin Diminati Semakin banyak masyarakat yang
berbelanja di e-commerce, semakin banyak pula mereka mendapatkan barang di hari yang sama
setelah pembelian. Bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya,Bandung, dan lainnya,
beberapa e-commerce sudah bekerjasama dengan jasa pengiriman
agar barang yang di pesan bisa sampai pada hari yang sama juga.
Hal ini lah yang akan membuat jasa pengiriman one day delivery service akan semakin diminati
di 2018 dan menjadi salah satu yang akan berkembang mengikuti perkembangan e-commerce
dan tren e-commerce di 2018.

Integrasi antar e-Commerce dengan Media Sosial Masyarakat semakin melek untuk menjadi
pengusaha, hal itu terlihat dari semakin banyaknya penjual online yang menjajakan barang
dagangannya di e-commerce dan marketplace seperti Shopee, Bukalapak, dan Tokopedia yang
berada pada kisaran 2 juta orang.

Selain itu, jumlah penjual online yang memiliki toko online di media sosial
semacam Facebook dan Instagram pun semakin meningkat. Di 2018, para e-commerce pun akan
mengintegrasikan e-commerce mereka dengan media sosial. Seperti halnya Shopee yang
memiliki fitur Instashop X Shopee, dimana penjual di Instagram bisa memasukan produk yang
mereka jual melalui akun Instagram, langsung ke akun Shopee. Tren e-commerce di 2018 ini
akan menjadi incaran para pedagan online.

5 Negara dengan Pertumbuhan E-Commerce Tertinggi


Bagikan:
Share

Warta Ekonomi.co.id, Jakarta -


Perdagangan online di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dalam beberapa
tahun terakhir. Sejumlah survei melaporkan pertumbuhan e-commerce di Indonesia tertinggi
di dunia.
Laporan terbaru PPRO, perusahaan layanan pembayaran terkemuka di dunia tentang
pembayaran dan perdagangan online tahun 2018, menyatakan Indonesia memiliki
pertumbuhan tertinggi mencapai 78% per tahun. Negara lainnya untuk top five pertumbuhan
pasar tertinggi adalah Meksiko 59%, Filipina 51%, Kolombia 45%, dan Uni Emirat Arab
(UEA) 33%.
Selain pertumbuhan belanja online, laporan tersebut juga memaparkan bagaimana
pertumbuhan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan pasar belanja online. Infrastruktur
yang dimaksud, seperti jumlah pengguna kartu kredit, jumlah masyarakat dengan rekening
bank, termasuk pertumbuhan jumlah pengguna internet dan smartphone, hingga dan jual
beli online yang dilakukan melalui perangkat mobile.
Selain itu, dijelaskan bagaimana kondisi makro ekonomi suatu negara. Ini meliputi jumlah
penduduk dengan usia di atas 15 tahun, PDB, pendapatan per kapita, hingga rata-rata
pengeluaran untuk belanja online. Yang tidak kalah penting untuk diketahui adalah nilai
transaksi belanja online dan porsinya terhadap total retail suatu negara, hingga pertumbuhan
pada berbagai kelompok produk yang diminati.
Berikut uraian perkembangan pasar e-commerce di lima negara tersebut, yakni

1. Indonesia

Pertumbuhan: 78% per tahun


Indonesia saat ini memiliki jumlah penduduk lebih dari 257 juta jiwa, dengan jumlah usia di
atas 15 tahun mencapai 186 juta. Pendapatan per kapita diperkirakan mencapai US$3.346,
dengan rata-rata pengeluaran belanja online sebesar US$228. Hingga tahun 2017, nilai
penjualan online mencapai US$7,62 miliar. Nilai tersebut merupakan 2,4% dari total ritel di
Indonesia.
Ada ratusan situs belanja online dengan berbagai kelompok produk mulai dari elektronik,
pakaian, kesehatan, hingga perjalanan. Beberapa yang populer, seperti Tokopedia,
Bukalapak, Lazada, Shopee, Traveloka, Pegipegi, dan masih banyak lagi. Dari beberapa
toko online tersebut, pertumbuhan terbesar terjadi pada tiket pesawat dan hotel dengan
pertumbuhan 17,7%; disusul pakaian dan sepatu yang tumbuh 11,9%; kemudian kesehatan
dan kecantikan tumbuh 11,2%.
Adapun soal kepemilikan rekening, jumlah masyarakat di Indonesia yang memilikinya
sebanyak 36%. Sementara, pengguna kartu kredit hanya 1,6%. Untuk melakukan
pembayaran aktivitas jual beli online, masyarakat kebanyakan menggunakan transfer bank
dan kartu masing-masing mencapai 27%.
Beberapa metode pembayaran lokal pun banyak dilakukan di minimarket, seperti Indomaret
dan Alfamart. Ada juga yang lewat dompet elektronik, seperti Doku Wallet dan Indosat
Dompetku.

2. Meksiko

Pertumbuhan: 59% Per Tahun


Pertumbuhan e-commerce terbesar kedua di dunia terjadi di Meksiko dengan pertumbuhan
59% per tahun. Nilai transaksi e-commerce tahun 2017 negara ini mencapai US$16,22
miliar. Faktanya, nilai tersebut baru 1,9% dari total ritel di negara ini. Adapun kelompok
produk yang diminati, antara lain tiket dan hotel yang mengalami pertumbuhan 16,6%;
barang elektronik tumbuh 11,5%; serta pakaian dan sepatu tumbuh 10,2%.
Negara dengan populasi penduduk 127 juta ini memiliki penduduk dengan usia di atas 15
tahun sebanyak 91,95 juta. Pendapatan per kapita mencapai US$9.000 dengan rata -rata
pengeluaran untuk belanja online sebesar US$819.
Penetrasi internet negara ini mencapai 57,4%, dengan penetrasi smartphone sebesar 63%.
Namun, belanja online yang dilakukan dengan smartphone hanya sebesar 25%. Artinya,
banyak transaksi online yang dilakukan menggunakan perangkat lain, misalnya PC.
Sebanyak 38,7% masyarakat dengan usia di atas 15 tahun memiliki rekening bank, dengan
penetrasi kartu kredit mencapai 17,8%. Transaksi jual beli online paling banyak dilakukan
menggunakan kartu mencapai 36%. Selain kartu kredit, metode pembayaran lokal yang
digunakan, seperti Astropay Card, Citibanamex, Oxxo, dan SafetyPay.

3. Filipina

Pertumbuhan: 51% Per Tahun


Negara di Asia Tenggara berpenduduk 100 juta jiwa, dengan usia di atas 15 tahun mencapai
68 juta. Pertumbuhan belanja online negara ini sebesar 51%. Perkembangan e-commerce di
negara ini memiliki pola yang unik sebab meskipun memiliki pertumbuhan yang besar, total
penjualan di tahun 2017 baru mencapai US$1,6 miliar. Rata-rata pengeluaran untuk belanja
juga sangat kecil, hanya US$53, dari US$2.900 pendapatan per kapita masyarakat.
Total nilai transaksi online tersebut hanya 0,5% dari total ritel yang ada. Adapun beberapa
kelompok belanja online yang diminati, antara lain barang-barang elektronik, pakaian dan
sepatu, serta furnitur dan alat-alat rumah tangga.
Penetrasi internet Filipina cukup tinggi, yakni 52,6%. Ini lebih tinggi dari penetrasi internet
di kawasan Asia yang hanya 46,3%. Namun, penetrasi smartphone-nya hanya 40%. Artinya,
ada 10% masyarakat Filipina yang mengakses internet lewat perangkat lain, seperti PC.
Masyarakat di atas 15 tahun yang memiliki rekening bank di negara ini hanya 28%, dengan
penetrasi kartu mencapai 3,2%. Namun, untuk transaksi jual beli online banyak dilakukan
menggunakan sistem tunai dengan persentase mencapai 65%. Metode pembayaran lokal
yang digunakan, antara lain 7-Connect, Bancnet, Dragonpay, dan Truemoney.

4. Kolombia

Pertumbuhan: 45% per Tahun


Kembali ke kawasan latin, negara dengan pertumbuhan e-commerce terbesar terjadi di
Kolombia dengan pertumbuhan 45% per tahun. Kolombia memiliki populasi 48 juta jiwa,
dengan usia di atas 15 tahun sebanyak 36 juta jiwa. Pendapatan per kapita mencapai
US$6.000 dan rata-rata pengeluaran untuk belanja online sebesar US$500. Nilai transaksi
tahun 2017 negara ini mencapai US$5,2 miliar, memberi konstribusi 2,5% dari to tal ritel di
negara ini.
Kelompok produk yang diminati, antara lain produk pakaian dan sepatu, disusul tiket dan
hotel, serta barang elektronik. Aktivitas belanja online banyak dilakukan menggunakan
perangkat desktop. Pasalnya, dari 55,9% penetrasi internet dan 58% penetrasi smartphone,
yang melakukan belanja online menggunakan perangkat mobile hanya 27%.
Masyarakat di atas usia 15 tahun dengan rekening bank persentasenya mencapai 38,4%,
sedangkan penetrasi kartu kredit mencapai 13,7%. Hal ini membuat transaksi belanja online
di negara ini banyak dilakukan menggunakan kartu, yang mencapai 54%. Adapun metode
pembayaran lokal yang banyak digunakan adalah Astropay Card, Carulla, Davivienda,
Edeq, Efecty, SafetyPay, Surtimax, dan Via Baloto.

5. Uni Emirat Arab (UEA)

Pertumbuhan: 33% per Tahun


Negara dengan pertumbuhan e-commerce terbesar kelima datang dari Timur Tengah, yakni
Uni Emirat Arab (UEA), dengan pertumbuhan 33% per tahun. Negara gabungan dari tujuh
emirat dengan populasi sembilan juta jiwa, hampir 90% penduduknya berusia di atas 15
tahun. Pendapatan per kapita UEA sebesar US$40.000. Sementara, rata-rata pengeluaran
untuk belanja online mencapai US$1.380.
Di tahun 2017, total nilai transaksi belanja online negara ini mencapai US$5,1 miliar.
Kelompok pengeluaran terbesar untuk tiket dan hotel mengalami pertumbuhan 13,7%;
pakaian dan sepatu tumbuh 11,4%; serta makanan dan minuman tumbuh 9,2%. Total
transaksi belanja online tersebut hanya 3,9% dari total retail negara ini.
Hampir semua masyarakat di sini memiliki akses ke perbankan dengan persentase 83,2%
dan 37,4% menggunakan kartu kredit. Namun untuk urusan pembayaran belanja online,
cukup bervariasi ada yang menggunakan kartu sebanyak 30%; cash 19%; transfer bank
14%; e-wallet 18%, dan lainnya 18%. Beberapa metode pembayaran lokal yang terkenal
antara lain, E-Dirham, Etisalat Wallet, MBME, Mercury, Emirates Digital Wallet, dan
Onecard.

Persaingan e-commerce di Indonesia kian hari kian menarik. Pertengahan Maret lalu Lazada
mendapat guyuran dana sebesar Rp27 triliun oleh Alibaba. Ditambah kehadiran Lucy Peng yang
merupakan salah satu dari delapan belas pendiri Alibaba kini menjabat sebagai CEO, bukan tidak
mungkin Lazada akan menjelma menjadi “Alibaba”nya Indonesia di tahun-tahun mendatang.

Indonesia memang selalu menjadi pasar yang menggiurkan, populasi muda yang besar,
penetrasi mobile yang terus meningkat, dan juga pertumbuhan ekonomi yang semakin kuat.
Tidak hanya Lazada, gempuran pemain e-commerce asing lainnya juga datang dari negara
Singapura, yakni Shopee yang tidak kalah gesit dalam meraih kue pasar.

Himpitan Lazada dan Shopee ditandai dengan genjotan performa mereka untuk menyaingi
pesaing lokal, mulai dari segi jumlah pengunjung situs, pengikut di media sosial, hingga ranking
aplikasi mobile.

Laporan terbaru kuartal I 2018 Peta E-commerce iPrice:

 Lazada hingga kini masih mampu bertahan di posisi puncak sebagai marketplace yang
memiliki jumlah pengunjung tertinggi, diikuti oleh e-commerce lokal Tokopedia dan
Bukalapak.
 Meski dari segi trafik Shopee masih harus puas berada di posisi kelima, namun e-
commerce besutan Chris Feng ini sanggup mendominasi aplikasi mobile dengan
mempertahankan posisinya di ranking pertama sebagai aplikasi shopping terpopuler di
platform Android dan iOS.
 Bagaimana dengan performa pemain lokal di kuartal I 2018? Meski tidak berada di
peringkat pertama, namun Tokopedia, Bukalapak, dan Blibli.com sanggup bertahan di
lima besar e-commerce dengan jumlah trafik tertinggi, mendahului Shopee.
 Selain itu, Bhinneka yang merupakan e-commerce yang khusus menjual barang
elektronik juga mengalami pertumbuhan trafik yang positif di kuartal I. Dapat dilihat
Bhinneka naik ke posisi ketujuh setelah selama dua kuartal berturut-turut berada di posisi
sepuluh.

Meski pemain lokal juga mampu mencetak prestasi dalam persaingan e-commerce di Indonesia,
bukan berarti mereka lengah dalam menghadapi geliat pemain luar yang semakin agresif.

Ibarat pepatah, yang kuat yang berjaya, terdapat beberapa tantangan dan potensi yang dihadapi
oleh pemain lokal untuk tetap bertahan di pasar Indonesia.

Pengguna Internet Mobile Indonesia yang Semakin Besar

Laporan State of eCommerce iPrice di akhir 2017 lalu menyatakan Indonesia merupakan negara
yang memiliki pangsa trafik mobile tertinggi di Asia Tenggara, yakni sebesar 87% dari total
trafik.

Tantangan yang dihadapi para pemain lokal adalah bagaimana strategi dalam mengambil potensi
pasar mobile ini dioptimisasi sedemikian rupa. Mulai dari pengembangan aplikasi yang mudah
digunakan dan kaya fitur, pengembangan tampilan dan user experience dalam mobile
web, optimisasi search engine sehingga mudah ditemukan dalam pencarian, dan lain-lain.

Saat ini, pemain lokal yang optimis mampu menggaet pasar mobile adalah Tokopedia,
Bukalapak, dan Blibli. Mereka berhasil menyamakan diri dengan kompetitor luar seperti Shopee,
Lazada, JD.ID, dan Zalora dari segi ranking aplikasi mobile.

Diluar itu, aplikasi Berrybenka juga menyusul di ranking sepuluh besar. E-commerce yang fokus
menjual produk-produk fesyen ini memang memiliki potensi yang cukup besar untuk menyaingi
kompetitor buatan Rocket Internet, Zalora, untuk merebut pasar ritel fesyen di Indonesia.

Persaingan Konten yang Kian Memanas

Persaingan konten ini bukan lagi memainkan hard-selling tapi bagaimana tiap pemain e-
commerce mampu memberikan cerita yang menarik di tiap-tiap channel-nya, terutama media
sosial. Selain meningkatkan interaksi pelanggan dan calon pelanggan, konten media sosial juga
amat penting untuk memberikan informasi mengenai produk dan jasa yang ditawarkan oleh e-
commerce.

Selama empat kuartal berturut-turut, e-commerce fesyen khusus muslimah, Hijup, sanggup
bertahan di posisi pertama sebagai akun Instagram dengan jumlah pengikut terbanyak. Namun
menariknya, di kuartal I, posisi ini disalip oleh Shopee dengan jumlah pengikut melonjak sebesar
21% dari kuartal IV 2017.

Pekerjaan Rumah Pemain Lokal Indonesia

Gempuran pemain luar di tanah air memang menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi para
pemain lokal. Terutama bagi mereka yang masih bermain di usaha kecil dan menengah, tentu
menyaingi raksasa Lazada dan Shopee adalah hal yang amat sulit.

David Chmelař, CEO dan Co-founder iPrice menyatakan setidaknya ada tiga strategi yang bisa
dilakukan para pemain lokal untuk meningkatkan valuasi bisnisnya di pasar yang kompetitif ini.

Fokus pada Segmentasi Tertentu

Bagi pemain lokal yang tidak memiliki dana sebesar Tokopedia atau Bukalapak, bukan hal yang
bijaksana untuk menjadi generalis yang mencoba menjual segala barang di marketplace-nya. Di
dunia digital yang sudah dipenuhi oleh jutaan bisnis, penting bagi pemain UKM untuk
menciptakan proposisi nilai yang unik dengan menjual barang untuk segmentasi tertentu.

Seperti Otten Coffee yang khusus menjual barang-barang bagi pecinta kopi, Maskoolin yang
menjual fesyen khusus pria, dan Hijup yang khusus menjual pakaian Muslimah.

Berikan Pengalaman Belanja yang Memuaskan

Salah satu kesalahan yang sering dilakukan oleh pemain lokal adalah tidak memprioritaskan
pengalaman belanja yang dialami oleh konsumen. Sama seperti toko fisik, pemain lokal harus
memastikan bahwa perjalanan pelanggan semulus mungkin di situs mereka.

Pelaku marketplace akan mudah kehilangan konsumen jika pengalaman belanja yang dilalui
tidak sesuai dengan ekspektasi mereka. Seperti produk yang minim deskripsi, opsi pembayaran
yang menyulitkan, tidak ada pilihan pengiriman barang yang lengkap, dan sebagainya.

David Chmelař menambahkan belanja iklan memang penting dan semua orang bisa menciptakan
iklan yang bagus, namun pengalaman belanja yang buruk pada akhirnya berujung ketiadaan
penjualan.

Strategi Pemasaran yang Komprehensif

Seperti pepatah lama, “gagal untuk merencanakan adalah berencana untuk gagal”. Bisnis e-
commerce yang bertujuan untuk tumbuh dan mampu bersaing harus memiliki strategi pemasaran
yang komprehensif.

Ini adalah pekerjaan besar pemain lokal di Indonesia untuk mengidentifikasi tujuan, visi dan
misi, mengindentifikasi target pelanggan, rencana promosi multi-channel dan banyak lagi. Tidak
bisa dipungkiri, multi-channel marketing merupakan strategi yang efektif untuk
menjemput audience yang lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai