Anda di halaman 1dari 15

Jelaskan

a. Hospitalisasi

1. Definisi hospitalisasi pada anak

Menurut Supartini (2004), hospitalisasi merupakan suatu proses dimana karena alasan
tertentu atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di RS, menjalani terapi perawatan
sampai pemulangannya kembali ke rumah.

2. Stressor yang dapat memunculkan reaksi hospitalisasi

1) Faktor Lingkungan rumah sakit;

Rumah sakit dapat menjadi suatu tempat yang menakutkan dilihat dari sudut
pandang anak-anak. Suasana rumah sakit yang tidak familiar, wajah-wajah yang asing,
berbagai macam bunyi dari mesin yang digunakan, dan bau yang khas, dapat
menimbulkan kecemasan dan ketakutan baik bagi anak ataupun orang tua. (Norton-
Westwood,2012).

2) Faktor Berpisah dengan orang yang sangat berarti;

Berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang familiar digunakan


sehari-hari, juga rutinitas yang biasa dilakukan dan juga berpisah dengan anggota
keluarga lainnya (Pelander & Leino-Kilpi,2010).

3) Faktor kurangnya informasi yang didapat anak dan orang tuanya ketika akan
menjalani hospitalisasi. Hal ini dimungkinkan mengingat proses hospitalisasi
merupakan hal yang tidak umum di alami oleh semua orang. Proses ketika menjalani
hospitalisasi juga merupakan hal yang rumit dengan berbagai prosedur yang
dilakukan (Gordon dkk,2010).
4) Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian; Aturan ataupun rutinitas rumah sakit,
prosedur medis yang dijalani seperti tirah baring, pemasangan infus dan lain
sebagainya sangat mengganggu kebebasan dan kemandirian anak yang sedang dalam
taraf perkembangan (Price & Gwin,2005).

5) Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan; semakin sering


seorang anak berhubungan dengan rumah sakit, maka semakin kecil bentuk
kecemasan atau malah sebaliknya (Pelander & Leino-Kilpi,2010).

6) Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit; khususnya perawat;
mengingat anak masih memiliki keterbatasan dalam perkembangan kognitif, bahasa
dan komunikasi. Perawat juga merasakan hal yang sama ketika berkomunikasi,
berinteraksi dengan pasien anak yang menjadi sebuah tantangan, dan dibutuhkan
sensitifitas yang tinggi serta lebih kompleks dibandingkan dengan pasien dewasa.
Selain itu berkomunikasi dengan anak juga sangat dipengaruhi oleh usia anak,
kemampuan kognitif, tingkah laku, kondisi fisik dan psikologis tahapan penyakit dan
respon pengobatan (Pena & Juan,2011).

3. Respon anak di tiap tahapan usia

a. Masa Bayi (0 sampai 1 tahun)

Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang
tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia
lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan
orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul
pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap
stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan merasakan cemas karena
perpisahan dan perilaku yang ditunjukkan adalah dengan menangis keras. Respon
terhadap nyeri atau adanya perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang
banyak, dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan (Supartini, 2004).

b. Masa Todler (2 sampai 3 tahun)

Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya.
Sumber stres yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilaku anak sesuai
dengan tahapannya,yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap
protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tua
atau menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang
ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat
untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang
ditunjukkan adalah secara samar mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara
dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya. Oleh karena adanya
pembatasan terhadap pergerakannya, anak akan kehilangan kemampuannya untuk
mengontrol diri dan anak menjadi tergantung pada lingkungannya. Terhadap perlukaan
yang dialaminya atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan tindakan invasive,
seperti injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan meringis, menggigit bibirnya, dan
memukul (Supartini, 2004).

c. Masa prasekolah (3 sampai 6 tahun)

Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan
yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan
rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang
ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya,
menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
Perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehilangan control terhadap dirinya.
Perawatan di rumah sakit mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga
anak merasa kehilangan kekuatan diri. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi
agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata
marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua
(Supartini, 2004).

d. Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)

Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan
yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan menimbulkan
kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat di rumah sakit karena adanya
pembatasan aktivitas. Kehilangan kontrol tersebut berdampak pada perubahan peran
dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan
bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi
terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal
maupun nonverbal karena anak sudah mampu mengomunikasikannya. Anak usia sekolah
sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir
dan memegang sesuatu dengan erat (Supartini, 2004).

e. Masa Remaja (12 sampai 18 tahun)

Anak usia remaja mepersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan


timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya. Apabila harus
dirawat di rumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena
perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit membuat anak kehilangan
kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung pada keluarga atau petugas kesehatan di
rumah sakit. Reaksi yang sering muncul terhadap pembatasan aktivitias ini adalah
dengan menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau
kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan
petugas kesehatan (isolasi). Perasaan sakit karena perlukaan atau pembedahan
menimbulkan respon anak bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungan, dan menolak
kehadiran orang lain (Supartini,2004).

4. Kecemasan anak

Kecemasan anak saat hospitalisasi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya


perpisahan, hilang kendali, cedera tubuh, dan nyeri (Nelson, 2003; Basford & Linn, 2006).
Anak mengalami perpisahan dengan lingkungan tempat tinggal dan teman bermain. Anak
juga harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di rumah sakit dan berbagai tindakan
perawatan di rumah sakit.

b. Atraumatic care

1. Prinsip atraumatic care


a. Mencegah atau mengurangi stressor fisik, termasuk nyeri, rasa tidak nyaman, imobilitas,
kurang tidur, ketidakmampuan untuk makan atau minum, dan perubahan eliminasi.
 Menghindari atau mengurangi prosedur yang menggangu atau menyakitkan,
seperti injeksi, tusukan-tusukan, kateterisasi uretra

 Menghindari atau mengurangi berbagai macam distres fisik, seperti kebisingan,


bau, gemetar, restrain, trauma kulit.

 Mengontrol nyeri melalui pengkajian yang sering dan intervensi farmakologi dan
non-farmakologi.

b. Mencegah atau mengurangi perpisahan orang tua dan anak.

 Mendukung perawatan yang berfokus pada keluarga, memperlakukan keluarga


sebagai pasien.

 Menggunakan perawatan inti.

 Mempertimbangkan hasil penelitian yang berhubungan dengan preferensi orang


tua dan anak dan apakah tidak saling berhubungan.

c. Mendukung rasa kendali

 Memperoleh pengetahuan keluarga tentang anak dan kondisi kesehatannya,


mempromosikan kemitraan, keberdayaan, dan kemampuan.

 Mengurangi rasa takut yang tidak diketahui melalui pendidikan, artikel yang
dikenal, dan mengurangi ancaman lingkungan.

 Memberikan kesempatan untuk kontrol, seperti berpartisipasi dalam perawatan,


mencoba untuk menormalkan jadwal harian, dan memberikan saran secara
langsung (Hockenberry & Wilson, 2007).

a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dengan orang tua

Dampak perpisahan dari keluarga, anak akan mengalami gangguan


psikologis seperti kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih saying, gangguan
tersebut kan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak. Bila anak dirawat di Rumah Sakit dan
selama itu tidak boleh berhubungan dengan orang tuanya, maka ia kan merasa
ditolak oleh keluarganya dan mengakibatkan anak cenderung emosi saat kembali
pada keluarganya. Pada umumnya anak bereaksi negative waktu pulang ke
rumah. Selama anak mengalami hospitalisasi, keluarga memainkan peran bersifat
dukungan moril seperti kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan dukungan
materiil berupa usaha keluarga untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga.
Jika dukungan tersebut tidak ada, maka keberhasilan untuk penyembuhan sangat
berkurang. Untuk mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan dari
keluarga dapat dilakukan dengancara melibatkan orang tua berperan aktif dalam
perawatan anak dengan cara memperbolehkan mereka untuk tinggal bersama
anak selama 24 jam (rooming in), jika tidak mungkin untuk rooming in, beri
kesempatan orang tua untuk melihat setiap saat dengan maksud mempertahankan
kontak antar mereka dan mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah,
diantaranya dengan memfasilitasi pertemuan dengan guru, teman sekolah dan
lain-lain (Supartini, 2004:66).

b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak


Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak akan selalu
berhati-hati dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam
segala hal. Serta pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam
mengawasi perawatan anak. Intervensi keperawtan difokuskan pada upaya untuk
mengurangi ketergantungan dengan cara member kesempatan anak mengambil
keputusan dan melibatkan orang tua.

c. Mencegah atau mengurangi cedera dan nyeri Mengurangi nyeri merupakan


tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan anak. Proses pengurangan nyeri
tidak bias dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai
teknik, misalnya: distraksi, relaksasi, dan imaginary. Apabila tindakan pencegahan
tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga
dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Untuk meminimalkan rasa
takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri dilakukan dengancara mempersiapkan
psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri,
yaitu dengan menjelaskan apa yang akan dilakukan dan memberikan dukungan
psikologis pada orang tua. Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan
persiapan fisikanak, misalnya dengan bercerita yang berkaitan dengan tindakan atau
prosedur yang akan dilakukan pada anak. Aktivitas bermain dilakukan perawat pada
anak akan memberikan keuntungan seperti meningkatkan hubungan anatara anak,
keluarga dan perawat karena bermain merupakan alat komunikasi yang efektif antara
perawat dank lien. Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan
mandiri pada anak dan bias mengekspresikan perasaan anak. Pertimbangan untuk
menghadirkan orang tua pada saat dilakukan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri
apabila mereka tidak dapat menahan diri, bahkan menangis bila melihatnya. Dalam
kondisi seperti itu tawarkan pada anak dan orang tua untuk mempercayakan kepada
perawat sebagai pendamping anak.

d. Tidak melakukan kekerasan pada anak Secara umum kekerasan didefinisikan


sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh individu terhadap individu lain yang
mengakibatkan gangguan fisik dan psikis. Kekerasan pada anak adalah tindakan yang
dilakukan seseorang atau indivisu pada mereka yang belum genap berusia 18 tahun
yang menyebabkan kondisi fisik dan psikis terganggu (Sugiarno, 2007:11).
Kekerasan pada anak menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti dalam
kehidupan anak. Apabila hal tersebut terjadi pada saat anak dalam proses tumbuh
kembang, maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat, dengan
demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidaka dianjurkan karena akan
memperberat kondisi anak seperti melakukan tindakan keperawtan yang berulang-
ulang dalam pemasanagan IVFD.

e. Modifikasi lingkungan fisik Melalui modifikasi lingkungan fisik Rumah Sakit


yang bernuansa anak dapat meningkatkan keceriaan, perasaan aman dan nyaman bagi
lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di
lingkungannya. Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat situasi ruang
rawat seperti di rumah dan ruangan tersebut memelukan dekorasi yang penuh dengan
nuansa anak, seperti adanya gambar dinding brupa gambar binatang, bunga, tirai dan
sprei serta sarung bantal berwarna dan bercorak binatang atau bunga, cat dinding
yang berwarna serta tangga yang pengangannya berwarna ceria. Wong (2005:221)
mengungkapkan ada 3 prinsip perawatan atraumatik yang harus dimiliki oleh tim
kesehatan dalam merawat pasien anak yaitu diantaranya adalah mencegah atau
meminimalkan stressor fisik dan psikis yang meliputi prosedur yang menyakitkan
seperti suntikan, kegelisahan, ketidakberdayaan, tidur yang tidak nyaman,
pengekangan, suara bising, bau yang tidak sedap dan lain-lain, mencegah dampak
perpisahan orang tua dan anggita keluarga yang lain, bersikap empati keluarga dan
anak yang sedang dirawat serta memberikan pendidikan kesehatan tentang kondisi
sakit yang dialami anak.

2. Usaha meminimalkan/mencegah atraumatic care

Supartini (2014) menyatakan bahwa meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan
rasa nyeri dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan
rasa nyeri.
Persiapan ini dilakukan perawat dengan cara menjelaskan apa yang akan dilakukan dan
memberikan dukungan psikologis pada orang tua (Supartini, 2014). Persiapan anak-anak
untuk menghadapi prosedur yang menakutkan dapat menurunkan ketakutan mereka, serta
memanipulasi teknik prosedural untuk anak-anak di setiap kelompok umur juga
meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh (Wong, et al., 2009).
2. Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan persiapan fisik anak.
Permainan yang bisa dilakukan diantaranya bercerita, menggambar, menonton video
kaset dengan cerita yang berkaitan dengan tindakan atau prosedur yang akan dilakukan
pada anak (Supartini, 2014). Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak
dan salah satu alat paling efektif untuk penatalaksanaan stres, serta bermain juga sangat
penting bagi mental, emosional dan kesejahteraan sosial anak (Wong, et al., 2009).
c. Terapi bermain

1. Jenis terapi bermain berdasarkan permainan dan usia anak

 PERMAINAN ANAK USIA 0 – 1 TAHUN

Bermain pada bayi mencerminkan perkembangan dan kesadaran terhadap


lingkungan, tujuan bermain pada usia 0 – 1 tahun adalah menstimulasi perkembangan
anak, mengalihkan perhatian anak, mengalihkan nyeri dan ketidaknyamanan yang
dirasakan. Pemilihan mainan anak harus aman, bersih dan selalu dalam pemantauan
orang tua. Anak usia 0 – 1 tahun mengalami perkembangan oral (mulutnya) dimana
kepuasan ada dalam mulutnya, jadi anak cenderung memainkan mulut dan suka
memasukkan semua benda kedalam mulutnya. Permainan permainan yang dapat
dilakukan pada anak usia 0 -1 tahun meliputi:

Permainan kerincing

Permainan ini menggunakan penglihatan dan pendengaran anak yang


berfungsi untuk mengalihkan perhatian anak serta melatih anak untuk
menemukan sumber bunyi yang berasal dari kerincing. Pelaksanaannya dengan
menggoyangkan kerincing hingga anak menoleh kearah bunyi kerincing, lalu
geser kerincing kekiri dan kekanan, jauh mendekat. Jika anak mencoba untuk
meraih, kerincing boleh diberikan ke anak untuk digenggam dan dimainkan.

Sentuhan Permainan ini menggunakan benda-benda yang akan disentuhkan ke


anak, baik kekulit anak maupun ke telapak tangan anak. Pilihlah benda yang
tekstur permukaannya lembut seperti boneka, sisir bayi, atau kertas.
Permainan ini bertujuan untuk mengenalkan benda dengan sensasi sentuhan
dan mengembangkan kesadaran terhadap benda-benda disekitarnya.
Permainan ini dilakukan dengan menempelkan benda-benda yang telah kita
tentukan ke kulit anak, perhatikan respon bayi terhadap ketidaknyamanan.

Mengamati mainan Permainan ini ditujukan untuk perhatian anak dengan


menggunakan benda-benda yang bergerak. Permainan ini dilakukan dengan
cara menggerakkan benda-benda yang menarik perhatian seperti boneka
berwarna cerah, mainan berwarna cerah. Benda-benda tersebut diarahkan
mendekat dan menjauh atau kekanan dan kekiri agar anak mengikuti arah
benda tersebut.

2. PERMAINAN ANAK USIA 1 – 3 TAHUN

a. Arsitek Menara Bahan yang dibutuhkan adalah kotak/kubus yang berwarna-warni dengan
ukuran yang sama, kemudian anak diminta untuk menyusun kotak atau kubus ke atas.
Penyusunan kubus/kotak diupayakan yang sama warnanya. Selalu beri pujian setiap kegiatan
anak.
b. Tebak Gambar Permainan ini membutuhkan gambar yang sudah tidak asing bagi anak
seperti binatang, buah-buahan, jenis kendaraan atau gambar profesi/pekerjaan. Permainan
dimulai dengan menunjukkan gambar yang telah ditentukan sebelumnya kemudian ajak anak
untuk menebak gambar tersebut, lakukan beberapa kali. Jika anak tidak mengetahui gambar
yang

2. Penerapan bermain yang tepat di RS (menyusun proposal bermain)


PROPOSAL PELAKSANAN PROGRAM TERAPI BERMAIN
A. Latar Belakang

Ada beberapa pengertian bermain yang telah diungkapkan oleh beberapa ahli, antara lain
1. Bermain adalah merupakan ungkapan bahasa secara alami untuk diekspresikan melalui Bio-
Psiko-Sosial yang berhubungan dengan lingkungan (Smith).
2. Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa
mempertimbangkan hasil akhir (Hurlock).
3. Bermain merupakan cara ilmiah anak untuk mengungkapkan konflik dirinya yang tidak
disadarinya (Wong).
4. Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan sendiri untuk
memperoleh kesenangan (Foster).
Bermain merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak-anak,
sekalipun dalam keadaan sakit atau dirawat. Melalui media bermain, anak belajar berkata-kata
dan bagaimana menyesuaikan diri terhadap lingkungan, objek, waktu, orang dan ruang. Bermain
bagi anak-anak juga merupakan bekerja. Dalam bermain anak melakukan praktek yang
kompleks, proses kehidupan yang penuh stress, komunikasi dan pencapaian hubungan
interpersonal dan memperluas perkembangan dan hubungan dengan orang lain. Bermain juga
mengandung motivasi instrinsik anak.

Terdapat berbagai fungsi bermain pada anak, antara lain: untuk perkembangan sensoris dan
motorik, perkembangan kognitif, meningkatkan kreatifitas, perkembangan sosial, menunjukan
kesadaran diri akan kemampuan dan kekuatannya, dapat meningkatkan perkembangan moral.
Pada keadaan sakit dan dirawat di Rumah Sakit, bermain tetap diperlukan dalam melanjutkan
perkembangan dan pertumbuhan. Dengan bermain anak dapat mengekspresikan perasan pikiran
dan fantasi. Disamping itu, anak tetap dapat mengembangkan kreatifitasnya serta agar dapat
beradaptasi lebih baik dalam mengahadapi stress.

B. Prinsip Bermain

1. Tidak banyak energi

2. Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang

3. Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan

4. Melibatkan orangtua/keluarga
C. Keuntungan Bermain Di Rumah Sakit

1. Meningkatkan hubungan perawat-klien


2. Memulihkan rasa mandiri
3. Membina tingkah laku positif di Rumah Sakit
4. Bermain yang terapeutik dapat meningkatkan pengalaman perasaan yang terapeutik
5. Dapat mengekspresikan rasa takut
6. Bermain kopetisi menurunkan stress
7. Alat komunikasi perawat-klien

D. Fungsi Bermain Di Rumah Sakit Sebagai Alat Untuk Management Keperawatan

1. Mengalihkan, hiburan dan rekreasi


2. Membuat anak merasa aman di lingkungan asing
3. Membantu menurunkan ketegangan dan mengekspresikan perasaan
4. Memberi arti untuk menurunkan ketegangan dan mengekspresikan perasaan
5. Untuk menyelesaikan tujuan terapeutik
6. Menjaga interaksi dan perkembangan sikap positif terhadap orang lain

E. Tujuan
1. Tujuan umum:
a. Dapat melanjutkan tumbuh kembang selama perawatan
b. Dapat mengembangkan kreatifitas melalui pengalaman bermain yang tepat
c. Dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress karena penyakit atau dirawat di Rumah Sakit
2. Tujuan khusus:
a. Memberikan kesenangan pada anak dengan keinginan bermain
b. Memberikan kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian anak dari sakit
c. Mengurangi penderitaan anak dari rasa tekekang dan terisolasi
d. Anak dapat bersosialisasi dengan lingkungan
e. Anak merasa diperhatikan
f. Orang tua dapat mengerti tentang pentingnya bermain pada anak dan membantu dalam kegiatan
bermain
g. Membina keterampilan anak
h. Memberikan pesan moral kepada anak

F. Topik Bermain

Mainan susunan bulat


G. Kriteria Kelompok Bermain
a. Peserta bermain berumur 1 tahun 9 bulan.
b. Dirawat di ruang melati
c. Keadaan umum anak memungkinkan untuk mengikuti kegiatan bermain
d. Tidak bertentangan dengan program pengobatan
e. Telah terbina hubungan saling percaya antara perawat-klien

H. Struktur Kelompok

1. Tempat kegiatan : Kamar bermain di Ruang Melati RS A

2. Setting tempat :

Pertemuan ke 6 tanggal 18 April 2019


Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) – Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBM)
a. Definisi MTBS

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam bahasa Inggris yaitu


Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui
pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan
kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi maupun
penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan (Surjono et al, ;Wijaya, 2009;
Depkes RI, 2008)

b. Mengapa dibutuhkan MTBS

Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan kesakitan dan kematian
sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan anak balita di unit rawat jalan kesehatan
dasar seperti Puskesmas, Pustu, Polindes, Poskesdes, dll. Bila dilaksanakan dengan baik, upaya
ini tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan
kematian bayi dan balita. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya kuratif
(pengobatan), preventif (pencegahan), perbaikan gizi, imunisasi dan konseling (promotif).

c. Kombinasi program apa saja yang ada di dalam MTBS

1) Gizi
2) Imunisasi
3) Pencegahan penyakit
4) Promosi tumbuh kembang
5) Tatalaksana kasus

d. Bagaimana contoh pembacaan modul MTBS


Contoh Kasus
Seorang anak usia 3 tahun, BB 16 kg, tinggal di Papua dibawa oleh ibunya ke Puskesmas dengan
keluhan panas, diare, dan batuk sejak 3 hari yang lalu, diare + 5 x/ hari. Anak tampak gelisah.
Riwayat imunisasi lengkap. Belum pernah mendapatkan kapsul vitamin A sejak lahir
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi 100x/menit, RR 46x/ menit, T.ax = 38,6C, mata
cekung, tidak ada tanda anemia, masih dapat minum biasa (tdk tampak haus). Tidak didapatkan
stridor maupun retraksi dinding dada. Cubitan kulit lambat kembalinya. Tidak ada edema, uji
torniquet (-)

Dalam penentuan diagnosa Disesuaikan dengan keluhan yang dialami si anak, apakah kondisi
anak sesuai dengan klasifikasi penyakit dalam MTBS. Setelah menemukan diagnosa maka bisa
dibuat penatalaksanaan sesuai dengan MTBS.

Pecahkan kasus berikut dengan prinsip MTBS :


1. Seorang anak usia 3 tahun, BB 16 kg, tinggal di Desa Munjungan dibawa oleh ibunya ke Puskesmas
dengan keluhan panas, diare, dan batuk sejak 3 hari yang lalu, diare + 5 x/ hari. Anak tampak gelisah.
Riwayat imunisasi lengkap. Belum pernah mendapatkan kapsul vitamin A sejak lahir
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi 100x/menit, RR 46x/ menit, Suhu .axilla = 38,6 C, mata
cekung, tidak ada tanda anemia, masih dapat minum biasa (tdk tampak haus). Tidak didapatkan stridor
maupun retraksi dinding dada. Cubitan kulit lambat kembalinya. Tidak ada edema, uji torniquet (-).
Tentukan kemungkinan diagnosis yang muncul dan prinsip penatalaksanaan dengan panduan MTBS

2. Ratri anak perempuan. Umur 14 bulan. Berat badan 12 kg. Panjang badan 94 cm. Suhu badan 37,50C.
Ibu berkata bahwa anak menderita diare selama 3 minggu, tidak ada tanda-tanda bahaya umum, tidak
batuk atau sukar bernafas. Petugas kesehatan memeriksa diare Ratri. Ibu mengatakan bahwa tidak ada
darah dalam tinja anak. Anak tampak selalu rewel dan gelisah. Matanya tidak cekung. Ia minum dengan
lahap. Cubitan kulit perut kembali segera.

Tentukan kemungkinan diagnosis yang muncul dan prinsip penatalaksanaan dengan panduan MTBS.

Diare persisten Demam bukan malaria

1. Rencana terapi B: 1. Obati penyebab lain dari demam


Penanganan dehidrasi 2. Nasihati kapan kembali segera
ringan/sedang dengan 3. Kunjungan ulang 2 hari jika tetap
oralit demam
2. Nasihati pemberian 4. Jika demam berlanjut lebihdari 7
makan untuk Diare hari, RUJUK untuk penilaian
Persisten. lebih lanjut
3. Beri tablet zinc
selama 10 hari
berturut-turut
4. Nasihati kapan
Jawaban :
 Pada kasus Ratri, data yang dapat diambil untuk mengklasifikasikan:
- Diare 3 minggu (21 hari)
- Tidak ada tanda bahaya umum
- Tidak batuk/sukar bernafas
- Tidak ada darah dalam tinja
- Anak rewel/gelisah (tanda dehidrasi ringan)
- Mata tidak cekung
- Minum dengan lahap (tanda dehidrasi ringan)
- Cubitan kulit kembali segera
 Jadi, kasus Ratri dapat diklasifikasikan sebagai Diare Persisten berat (diare selama 14 hari atau
lebih dan juga menderita dehidrasi berat atau ringan/sedang  Modul 2 halaman 29)
 Tindakan yang dapat dilakukan adalah rehidrasi dahulu sebelum dirujuk. Karena anak bisa
minum, maka diberikan larutan oralit 900 ml. (Modul 3 halaman 44). Setelah diberikan oralit
maka dirujuk segera ke rumah sakit.
 Cara membuat cairan oralit (Modul 3 halaman 45)
BB anak (kg) x 75 ml = 12 x 75 = 900 ml.
3. Saat kunjungan rumah 2 hari yang lalu, bidan mengklasifikasikan Diah sebagai infeksi bakteri lokal dan
ikhterus. Waktu itu warna kuning hanya tampak pada muka. Hari ini, bidan melakukan kunjungan ulang ke
rumah dan menanyakan bagaimana sekarang keadaan anak. Ibu menjawab bahwa Diah terlihat semakin
kuning dan pustula bertambah banyak. Sejak semalam anak malas minum tapi masih bisa menelan. Pada
pemeriksaan ditemukan : Diah saat ini berumur 7 hari, berat badan 3400 gram, suhu 37,80 C. Tidak
ditemukan tanda atau gejala kejang, frekuensi napas 57 kali per menit. Pada pemeriksaan untuk infeksi
bakteri local, tidak ditemukan perubahan pada pustula. Terlihat telapak tangan dan telapak kaki kuning.
Tidak ditemukan tanda atau gejala diare atau masalah pemberian ASI atau masalah lain.

a. Menurut saudara, apakah kondisi Diah membaik, tetap atau memburuk?

b. Sebutkan klasifikasi Diah saat ini!

c. Tindakan apa yang perlu dilakukan?


Jawaban :
a) Menurut saya kondisi Diah saat ini memburuk, karena Diah terlihat semakin kuning dan pustula
bertambah banyak, terlihat juga telapak tangan dan telapak kaki kuning. Untuk infeksinya Diah
bertambah panas dan malas minum.
b) Infeksi Bakteri Berat atau Penyakit Sangat Berat dan Ikhterus Berat.
c) Tindakan yang perlu dilakukan :
 Cegah gula darah bayi turun
Jika bayi tidak mau menyusu, tapi masih bisa menelan :
Beri ASI perah cangkir kecil/sendok atau ditetesi dengan pipet. Berikan kira – kira 20 – 50
ml sebelu diruuk. Jika tidak memungkinkan, beri air susu formula atau gula.
 Beri dosis pertama antibiotik Intramuskular
1. Ampisilin 0,8 ml ( tambahkan 1,5 ml aquadest steril ke dalam botol 0,5 gr atau 200
mg/ml )
2. Gentamisin 0,5 ml ( vial 2 ml berisi 8 mg )
 Nasehati ibu untuk menjaga kehangatan bayinya saat perjalanan
 Rujuk segera

Anda mungkin juga menyukai