Anda di halaman 1dari 6

BAB 3.

PEMBAHASAN

Para orang tua atau yang telah berumur memiliki risiko tinggi dalam
berkembangnya beberapa masalah kesehatan, termasuk di dalamnya adalah
penyakit yang berhubungan dengan rongga mulut. Sebuah penelitian melaporkan
bahwa kesehatan rongga mulut adalah salah satu dari beberapa aspek kehidupan
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dalam populasi orang tua, dan data
epidemiologi telah menggambarkan bahwa terdapat status kesehatan rongga mulut
yang buruk pada orang tua dalam beberapa kondisi (Sriyono, 2005).

Status kesehatan, termasuk kesehatan rongga mulut, sangat dipengaruhi


oleh interaksi 4 faktor: (1) lingkungan sekitar, (2) sikap/kebiasaan, (3) pelayanan
kesehatan masyarakat, dan (4) genetik. Untuk Negara berkembang, faktor yang
paling penting pengaruhnya terhadap kesehatan rongga mulut adalah lingkungan
sekitar dan kebiasaan/sikap, dan hal tersebut baik untuk menghasilkan hubungan
antar pengaruh secara langsung. Pada orang tua, status kesehatan rongga mulut
sebetulnya buruk berdasarkan beberapa alasan-dan kontroversi-faktor risiko, dan
selalu dengan karakteristik peningkatan kehilangan gigi, penyakit periodontal, dan
oral hygiene yang buruk (Sriyono, 2005 & Anitasari et al., 2005).

Umur adalah satu dari beberapa faktor sosiodemografi yang dipercaya


berhubungan dengan status kesehatan rongga mulut pada orang tua. Namun,
penelitian lain menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara sosiodemografi
seperti umur dengan status kesehatan rongga mulut. Sebagai contoh, tidak ada
hubungan antara umur dengan intensitas gingivitis pada orang tua. Sikap dan
kebiasaan adalah pengaruh terbesar pada status kesehatan rongga mulut dalam
negara berkembang seperti Indonesia (Sriyono, 2005).

Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal


yang perlu mendapat perhatian serius. Kesehatan gigi dan mulut merupakan
bagian integral kesehatan secara keseluruhan dan perihal hidup sehingga perlu
dibudidayakan oleh seluruh masyarakat. Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi,

13
bersih, bercahaya dan didukung oleh gingiva yang kencang dan berwarna merah
muda. Pada kondisi normal, rongga mulut yang sehat tidak tercium bau tidak
sedap. Kondisi ini hanya dapat dicapai dengan perawatan yang tepat dan oral
hygiene yang baik. Keadaan oral hygiene yang buruk seperti adanya kalkulus dan
stain, banyak karies gigi, keadaan tidak bergigi atau ompong dapat menimbulkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari (Prayitno, 2008).

Periodonsium adalah jaringan penyangga gigi yang terdiri dari jaringan


gingiva, tulang alveolar, ligament periodontal, dan sementum yang melekat pada
akar gigi. Marshall-Day menyatakan umumnya keradangan gingiva pada usia
muda rata-rata mencapai 75% atau lebih dan akan meningkat mendekati 100%
(Prayitno, 2008).

Gingivitis atau keradangan pada gingiva merupakan salah satu penyakit


gingiva. Gingivitis banyak terjadi pada anak-anak dan remaja (Oktavianti, 2011).
Gingivitis merupakan awal dari penyakit periodontal. Gingivitis yang tidak
ditangani dengan tindakan perawatan yang baik dapat berlanjut menjadi
periodontitis dan dapat pula terjadi infeksi atau abses dari gingiva atau tulang
rahang (Malik, 2008). Etiologi gingivitis adalah adanya plak gigi yang
terakumulasi pada gigi maupun dekat margin gingiva. Plak adalah lapisan tipis
yang melekat erat di permukaan gigi serta mengandung kumpulan bakteri
(Anitasari et al., 2005). Plak gigi tersebut dapat masuk ke subgingiva sehingga
akan memperparah gingivitis. Pertumbuhan dan pematangan bakteri plak pada
permukaan gigi harus dicegah, agar terdapat keseimbangan dengan gingiva sehat
sebagai host. Jika tidak dibersihkan. plak gigi tersebut dapat termineralisasi
menjadi kalkulus (karang gigi) (Riyanti, 2005).

Gingivitis memiliki tanda-tanda sebagai berikut (Riyanti, 2005):

a. Rasa tidak enak pada gigi disertai bau mulut.


b. Gusi terlihat memerah dan terlihat lunak sehingga mudah terjadi perdarahan.
c. Tanggalnya gigi disertai rasa sakit saat mengunyah dan sensitif terhadap
perubahan suhu.

14
d. Terjadi penimbunan kalkulus, dan mengeras pada permukaan gigi.

Dalam gingivitis, peran oral hygiene sangat penting. Oral hygiene yang
terjaga dengan baik akan menghasilkan kesehatan gigi dan mulut yang baik. Oral
hygiene yang terjaga dapat menghambat akumulasi plak maupun kalkulus
sehingga bakteri yang tedapat pada plak tidak menimbulkan keradangan pada
gingiva dan jaringan tersebut tidak akan rusak. Selain itu, oral hygine dapat
menjaga flora normal rongga mulut tetap seimbang sehingga mikroba dalam
rongga mulut tidak menjadi patogen dan merusak jaringan di dalamnya termasuk
gingiva.

Pada awal tahun 1947 dilaporkan adanya keterkaitan antara penyakit


periodontal/periodontal disease bentuk nekrotik dan merokok. Hasil beberapa
penelitian awal menunjukkan adanya suatu hubungan positif antara merokok
dengan berat /ringannya penyakit periodontal, pengaruh faktor pengganggu
(confounding) potensial seperti keadaan sosial ekonomi, pendidikan, yang pada
akhirnya juga berpengaruh pada ambang oral hygiene. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pada perokok terlihat ambang debris lebih tinggi dibanding
bukan perokok. Pada tahun 1970 dan awal tahun 1980 keadaan ini digunakan
sebagai dasar untuk untuk menjelaskan bahwa ambang oral hygiene yang
berbeda-beda berpengaruh pada prevalensi penyakit periodontal. hasil ini
menunjukkan bahwa pada perokok tampak jelas prevalensi penyakit periodontal
lebih tinggi walaupun sudah dilakukan koreksi pada faktor pengganggu potensial
terutama oral hygiene (Kasim, 2001).
Dari hasil observasi, peningkatan ambang debris pada perokok
menunjukkan: i) penurunan kebiasaan individu untuk menjaga oral hygiene; ii)
peningkatan kecepatan pembentukan plak; atau iii) kombinasi dari keduanya. Dari
sudut pandang ini sangat penting digaribawahi bahwa kecepatan akumulasi plak
dan komposisi plak pada kondisi sehat dan gingivitis tampaknya tidak berbeda
antara perokok dan bukan perokok. Maka pengertian yang lebih baik mengenai
pola hidup sehat pada perokok perlu ditingkatkan.

15
Beberapa penelitian cross sectional menunjukkan bahwa pada perokok
dijumpai ambang inflamasi gingiva yang lebih rendah (sampai batas ambang plak
tertentu) dibanding bukan perokok. Pada penelitian ini digunakan indeks gingiva
dan evaluasi bleeding secara dikotomi pada probing. Selain itu hasil observasi
ternyata komposisi plak kurang begitu berbeda pada perokok dan bukan perokok.
Lebih lanjut, perkembangan inflamasi gingiva dalam merespons akumulasi plak
pada perokok kurang begitu menonjol dibanding bukan perokok. Hasil penelitian
kros seksional dan longitudinal ini meberi petunjuk bahwa merokok merupakan
suatu paparan lingkungan yang dapat mengubah respons gingiva terhadap plak
dental.
Dari beberapa studi dilaporkan adanya hubungan antara penyakit
periodontal dengan penyakit sistemik, misalnya gingivitis dengan berat bayi lahir
rendah dan periodontitis dengan aterosklerosis, diabetes mellitus, maupun
pneumonia. Oleh karena itulah paradigma kesehatan yang semula ditekankan pada
tindakan kutarif (perawatan) beralih menjadi upaya preventif (pencegahan) dan
promotif (peningkatan kesehatan) (Pintauli, 2008). Paradigma ini tentu saja sangat
tepat jika diperankan oleh oral hygiene karena oral hygiene dapat mencegah
gingivitis dan meningkatkan kesehatan gigi dan mulut.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, status kesehatan rongga mulut


sangat dipengaruhi oleh sikap/kebiasaan. Untuk mencapai kesehatan gigi dan
mulut yang optimal, maka harus dijaga oral hygiene secara berkala. Penjagaan
oral hygiene ini dapat dilakukan dengan pembersihan plak dan sisa makanan
melalui penyikatan gigi, teknik dan caranya harus benar sehingga tidak merusak
struktur gigi dan gingiva. Pembersihan kalkulus dapat dilakukan oleh dokter gigi.
Kunjungan berkala ke dokter gigi dilakukan setiap enam bulan sekali baik ada
keluhan atau tidak untuk mengontrol pembentukan kalkulus sehingga gingivitis
dapat dicegah. Kebiasaan hidup sehari-hari untuk pola makan perlu diperhatikan,
tidak terlalu banyak makanan yang mengandung gula dan makanan lengket
(Malik, 2008).

16
Perilaku yang paling banyak menyebabkan gingivitis adalah waktu
menyikat gigi yang salah karena dilakukan pada saat mandi pagi dan mandi sore,
bukan sesudah makan pagi dan menjelang tidur malam. Padahal menyikat gigi
menjelang tidur sangat efektif untuk mencegah gingivitis secara mekanis
(Budisuari et al., 2010). Gigi seharusnya disikat paling tidak 2 kali sehari dan
menggunakan dental floss sedikitnya 1 kali sehari (Malik, 2008). Penyikatan gigi
secara keseluruhan maupun frekuensi penyikatan gigi berperan untuk mengurangi
terjadinya keradangan gingiva maupun kelainan periodontal. Penggunaan obat
kumur yang mengandung anti bakteri juga diperlukan untuk pembersihan plak
gigi secara khemis. Sampai saat ini sebagai antibakteri plak yang paling efektif
adalah khlorhexidin. Larutan khlorhexidin dengan konsentrasi 0,2% sebagai obat
kumur dapat menghambat pembentukan plak sebanyak 72% pada hari ke-3 dan
sebanyak 85% pada hari ke-7, serta terjadi penurunan indeks peradangan
sebanyak 32% pada hari ke-3 dan sebanyak 77% pada hari ke-7 (Prijantojo,
1996).

Menyikat gigi teknik apapun yang dipergunakan, yang harus diperhatikan


adalah cara menyikat gigi tersebut jangan sampai merusak struktur gigi. Teknik
penyikatan yang baik adalah dengan mempergunakan bulu sikat yang lunak dan
arah penyikatan dari arah gusi ke gigi. Teknik penyikatan gigi yang paling
dianjurkan, sederhana, efisien dan menjangkau semua bagian mulut adalah teknik
roll. Bulu sikat ditempatkan pada permukaan gusi, jauh dari permukaan
oklusal/bidang kunyah, ujung bulu sikat mengarah ke apex/ujung akar, gerakan
perlahan melalui permukaan gigi sehingga bagian belakang kepala sikat bergerak
dalam lengkungan. Posisi dari bulu sikat terhadap permukaan gigi bersudut 45o.
Dengan demikian, selain melakukan pembersihan terhadap plak yang menempel
pada gigi juga melakukan pemijatan terhadap gingiva yang akan memperlancar
peredaran darah disekitar gingiva sehingga gingiva menjadi lebih sehat (Malik,
2008).

Apabila telah terbentuk kalkulus, maka harus kontrol ke dokter gigi untuk
dilakukan pembersihan kalkulus, karena hal tersebut tidak dapat dilakukan sendiri

17
oleh pasien, sebab memerlukan alat khusus (Malik, 2008). Karena gingivitis
jarang menimbulkan rasa sakit, maka pasien perlu memiliki kesaran sendiri akan
kebersihan dan kesehatan rongga mulutnya. Selain membersihkan rongga mulut
sehari-hari dengan penyikatan gigi dan penggunaan obat kumur, diperlukan
kunjungan ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali untuk kontrol kesehatan rongga
mulut dan adanya bakteri plak maupun kalkulus yang telah menempel pada
permukaan gigi agar tidak menimbulkan kerusakan berlanjut termasuk gingivitis.

18

Anda mungkin juga menyukai